• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. GEREJA YANG BERDIALOG DENGAN

F. Bentuk-Bentuk Dialog dengan Umat Beriman Lain

Bentuk dialog yang dimaksud ialah cara atau model di mana dialog itu diungkapkan. Cara atau model di sini tidak hanya menunjuk pada arti metode atau aturan prinsip-prinsip, melainkan juga mencakup obyek atau tema dialog. Karena dalam kenyataan, obyek atau tema yang didialogkan bermacam ragam bobotnya, maka subyek yang melibatkan diri dalam dialog itu juga perlu pembedaan-pembedaan (Armada Riyanto, 2010: 210).

Ada berbagai bentuk dialog dengan saudara-saudara beriman lain. Dialogue and Mission seperti yang disadur oleh Armada Riyanto ( 2010: 212-215) memberikan empat bentuk dialog yaitu dialog kehidupan, dialog karya, dialog para ahli untuk tukar menukar pandangan teologis, dan dialog mengenai pengalaman keagamaan. Keempat bentuk dialog dengan saudara-saudara beriman lain akan dijabarkan secara jelas satu persatu dalam pembahasan ini.

1. Dialog Kehidupan

Dialog kehidupan ditujukan kepada semua orang dan sekaligus merupakan level dialog yang paling sederhana (bukan paling rendah nilainya!). Sebab ciri kehidupan bersama sehari-hari dalam masyarakat majemuk yang paling umum dan mendasar ialah ciri dialogis. Mgr. Ignatius Suharyo (2009: 83) mendefenisikan dialog kehidupan sebagai cara bertindak, suatu sikap, semangat yang membimbing perilaku seseorang. Di dalam dialog kehidupan terkandung perhatian, peka, solider dan keterbukaan untuk menerima orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai aneka pengalaman baik yang

menyusahkan maupun yang menyenangkan dapat dirasakan oleh semua orang. Aneka pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing orang di dalam kehidupannya mendorong mereka untuk saling membantu, saling memperkaya dan membagikan pengalamannya kepada orang lain sebab itu merupakan salah satu ciri manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian. Dikatakan sebagai makhluk sosial karena secara kodrati manusia membutuhkan orang lain di dalam kehidupan guna membagikan segala pengalaman yang dialami kepada orang lain. Hubungan antara manusia satu dengan yang lain di dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat merupakan suatu wujud kehidupan yang dialogis.

Dialog kehidupan tidak langsung menyentuh perspektif agama atau iman. Dialog kehidupan lebih digerakkan oleh sikap solider dan kebersamaan yang melekat. Dikatakan demikian, namun sebagai orang beriman, sikap solidaritas dan kebersamaan yang lahir dalam kehidupan sehari-hari itu tidak mungkin terlepas dari kehidupan dan penghayatan iman mereka. Oleh karena itu, setiap pengikut Kristus diajak untuk semakin menghayati dialog kehidupan dalam semangat dan terang Injil. Artinya, setiap pengikut Kristus harus mengungkapkan dan memberikan kesaksian akan nilai-nilai Injil dalam tugas dan karyanya sehari-hari dalam situasi apapun di mana mereka berada, serta memperjuangkan terciptanya keadilan, kerukunan, perdamaian, kesatuan dan kesejateraan bagi kehidupan bersama di tengah masyarakat, bangsa dan bernegara. Bagi penulis sendiri, dialog kehidupan ini sangatlah penting karena sarat akan makna. Dialog kehidupan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari baik antar tetangga, mitra kerja, masyarakat

dan lain sebagainya ini merupakan bentuk dialog yang paling sederhana karena dapat dilakukan oleh semua orang. Oleh karena itu, dialog kehidupan ini merupakan suatu aksi atau gerakan bersama untuk menumbuhkan sikap kepedulian dan solidaritas bagi sesama dalam kehidupan bersama dalam memperjuangkan kesatuan, keadilan dan perdamaian di tengah dunia dewasa ini yang penuh dengan berbagai tantangan. Dalam dialog kehidupan, semua orang dipanggil tanpa terkecuali untuk ambil bagian dan terlibat aktif dalam memperjuangkan sebuah dunia baru yang penuh dengan kedamaian, kesejahteraan dan kerukunan bagi hidup bersama yang didasari oleh semangat cinta kasih dan persaudaraan dalam hidup bersama di tengah dunia.

2. Dialog Karya

Dialog karya yang dimaksudkan adalah kerjasama yang lebih intens dan mendalam dengan para pengikut agama-agama lain (Armada Riyanto, 1995: 111). Sasaran yang hendak diraih jelas dan tegas, yakni pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia. Masalah-masalah besar yang dihadapi umat manusia sekarang ini menjadi pendorong bagi diadakannya dialog karya antar umat beriman. Bentuk dialog semacam ini biasanya berlangsung dalam kerangka kerjasama organisasi-organisasi baik itu organisasi lokal, nasional maupun internasional. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja secara konkret dan resmi terlibat dalam dialog karya. Usaha konkret dalam membangun dialog karya ini, Gereja sekurang-kurangnya telah mendirikan dua sekretariat yang menangani masalah-masalah dunia. Sekretariat-sekretariat itu tidak menggeluti dialog agama-agama,

namun pelaksanaan kerjanya meminta kerjasama dengan para penganut agama-agama lain. Dua sekretariat itu adalah The Pontifical Commission for Justice and Peace (1967) dan Dewan Kepausan Cor Unum (1971). Sekretariat yang pertama bertugas mempromosikan perdamaian internasional dan pengembangan umat manusia yang lebih manusiawi. Sedangkan Cor Unum memberikan pelayanan kepada dunia, antara lain dengan memperhatikan para pengungsi, korban perang, dan bencana kelaparan.

3. Dialog Pandangan Teologis

Dialog pandangan teologis ini biasanya dilakukan oleh para ahli. sebenarnya dialog pandangan teologis ini tidak hanya dikhususkan untuk para ahli melainkan juga untuk siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu. Tetapi karena menyangkut soal-soal teologis yang sering rumit, dialog semacam ini lebih tepatnya dilakukan oleh para ahli. Dalam dialog teologis, orang diajak untuk menggumuli, memperdalam dan memperkaya warisan-warisan keagamaan masing-masing, serta sekaligus diajak untuk mengetrapkan pandangan-pandangan teologis dalam menyikapi persoalan-persoalan yang dihadapi umat manusia pada umumnya (Armada Riyanto, 1995: 112-113). Dialog teologis semacam ini biasanya membutuhkan suatu visi yang mantap. Dialog pandangan teologis tidak berpretensi apa-apa, kecuali untuk saling memahami pandangan teologis agama masing-masing dan penghargaan terhadap nilai-nilai rohani masing-masing. Dengan demikian dialog teologis tidak dimaksudkan untuk menyerang pandangan sesama peserta dialog melainkan dialog teologis meminta adanya sikap

keterbukaan dari masing-masing peserta dialog untuk saling menerima dan mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang sesuai dengan nilai-nilai rohaninya.

4. Dialog Pengalaman Keagamaan (Dialog Pengalaman Iman).

Dialog pengalaman keagamaan atau dialog pengalaman iman merupakan dialog tingkat tinggi. Dialog pengalaman iman dimaksudkan untuk saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai rohani yang mendalam (Armada Riyanto, 1995: 113). Dalam dialog ini, pribadi-pribadi yang berakar dalam tradisi keagamaan masing-masing berbagi pengalaman doa, kontemplasi, meditasi, bahkan pengalaman iman dalam arti yang lebih mendalam misalnya pengalaman mistik. Mereka juga saling membagikan kewajiban serta ungkapan-ungkapan dan cara-cara mereka dalam mencari yang absolut. Dalam dialog pengalaman iman ini, terlihat bahwa sebenarnya setiap agama memiliki perbedaan-perbedaaan yang sangat mencolok baik seperti ritusnya, cara ibadatnya dan sebagainya, namun semua itu tidak menjadi halangan untuk berdialog, sejauh orang mengembalikan perbedaan-perbedaan itu kepada Tuhan “yang lebih besar dari pertimbangan hati dan pemahamannya untuk bersatu bersama untuk membangun kehidupan yang lebih baik” (1 Yoh 3:20). Oleh karena itu, dialog pengalaman keagamaan sangat mengandaikan iman yang mantap dan mendalam. Bentuk dialog yang semacam ini dapat saling memperkaya dan menghasilkan kerjasama yang bermanfaat untuk memajukan dan memelihara nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani manusia.

BAB IV

KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN

Dalam bab IV ini, penulis memaparkan katekese umat sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran umat agar terlibat dalam dialog dengan umat beriman lain di tengah situasi dunia yang majemuk. Program katekese ini bertujuan agar umat Kristiani semakin menghayati dan memperdalam imannya sehingga terbuka untuk terlibat aktif dalam dialog dengan umat beriman lain guna mengusahakan terwujudnya dunia yang penuh dengan keadilan, kerukunan, perdamaian, kesejahteraan, persaudaraan bagi kehidupan bersama-sama di tengah dunia.

Penulis membagi pembahasan bab IV ke dalam dua bagian besar yaitu; pada bagian pertama penulis menggambarkan secara umum mengenai katekese yang meliputi pengertian katekese, tujuan katekese dan katekese model Shared Christian Praxis sebagai usaha meningkatkan kesadaran berdialog dengan umat beriman. Bagian kedua berisikan usulan program katekese model Shared Christian Praxis untuk meningkatkan kesadaran umat dalam berdialog dengan umat beriman lain. Bagian ini meliputi latar belakang, alasan diadakannya kegiatan katekese modelShared Christian Praxis, tujuan kegiatan pendampingan, pemilihan materi, matriks program katekese dan contoh persiapan katekese model Shared Christian Praxis untuk meningkatkan keterlibatan umat dalam berdialog

dengan umat beriman lain. Dalam penulisan selanjutnya akan digunakan singkatan SCP sebagai penganti dari istilahShared Christian Praxis.