• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk-bentuk pelanggaran Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal

BAB IV : Perlindungan Hukum terkait Pelanggaran terhadap Prinsip

A. Bentuk-bentuk pelanggaran Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal

Doktrin hukum tentang kewajiban untuk terbuka bagi suatu perusahaan terbuka atau go public, memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi 2) Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi

3) Prinsip Equilibrium antara efek negatif kepada emiten disatu pihak, dengan pihak lain efek positif kepada publik jika dibukanya informasi tersebut.197

Keterbukaan wajib terus berlangsung selama perusahan go public. Prinsip keterbukaan dilaksanakan melalui penyampaian laporan keuangan secara berkala, laporan mengenai fakta material yang baru, larangan insider trading198 dan larangan manipulasi pasar.199

197

Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), (Bandung: Citra Adiya Bhakti, 1996), 79.

Maka pelanggaran atas hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan di pasar modal.

198

Insider Trading bertentangan dengan prinsip keterbukaan karena yang bersangkutan membeli atau menjual saham berdasarkan informasi dari “orang dalam” yang tidak publik sifatnya, seperti direksi, komisaris, karyawan, termasuk juga orang-orang diluar perusahaan yang mempunyai hubungan trust dan confidence dengan perusahaan atau mereka itu mempunyai hubungan kerja jangka pendek dengan perusahaan yang mengakibatkan fiduciary obligation mereka kepada perusahaan, misalnya konsultan hukum, notaries, akuntan, penasehat investasi dan underwriter. Asril Sitompul dkk, Insider Trading Kejahatan di Pasar Modal (Bandung: Books Terrace Library, 2007), h. 3-4, lihat juga Pasal 95 Undang-undang Pasar Modal beserta penjelasannya.

199

Umumnya dalam pandangan hukum pasar modal pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan di kategorikan sebagai penipuan (fraud). Pelanggaran prinsip keterbukaan, yaitu pernyataan menyesatkan dalam bentuk membuat pernyataan yang tidak benar (misrepresentation) atau pengabaian informasi (omission).200

Misrepresentation, dapat terjadi apabila ada pernyataan yang secara jelas tidak sesuai dengan fakta. Artinya, pernyataan tersebut tidak benar sesuai dengan fakta dan terdapat suatu gambaran yang salah atau gambaran yang diterima oleh investor tersebut menciptakan suatu kondisi yang berlainan dengan keadaan sebenarnya, seperti perbuatan-perbuatan yang memberikan gambaran yang salah terhadap kualitas emiten atau perusahaan publik, manajemen, potensi ekonominya, saham-saham yang ditawarkan atau fakta material.

201

Misrepresentation adakalanya disebut juga dengan misstatement, yaitu suatu perbuatan yang membuat pernyataan yang salah, khususnya berkaitan dengan data internal yang dapat menyesatkan bagi investor. Selain itu, pernyataan menyesatkan juga dapat muncul karena adanya omission, yaitu perbuatan penghilangan informasi fakta material, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam perdagangan saham.202

200

Asril Sitompul, dkk, Op. Cit. h. 11. Bandingkan dengan bentuk pelanggaran keterbukaan informasi menurut Munir Fuady, yang menyebutkan ada empat hal yang dilarang dalam keterbukaan informasi, yaitu: pertama, memberikan informasi yang salah sama sekali. Kedua, memberikan informasi setengah benar. Ketiga, memberikan informasi yang tidak lengkap, dan keempat sama sekali diam terhadap fakta/informasi material. Munir Fuady, Loc.Cit.

Pernyataan-pernyataan yang demikian itu dapat menciptakan

201

Bismar Nasution, Beberapa Isu yang Penting dalam Pembaharuan Undang-undang

Pasar Modal, Op. Cit. h. 4.

202

gambaran yang salah tentang kualitas emiten/perusahaan publik, manajemen dan potensi ekonomi emiten/perusahaan publik.

Peraturan mengenai pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia telah memuat ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan tersebut, baik dalam prospektus203 maupun media massa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum.204

1. Menggunakan alat-alat skema atau fasilitas yang menipu,

Namun, peraturan tersebut sangat sederhana dan kurang memadai untuk mengatur elemen-elemen perbuatan yang menyesatkan. Sebagai contoh Pasal 78 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menentukan, tidak boleh memuat pernyataan material yang salah atau tidak memuat fakta yang material yang benar. Larangan yang diatur dalam Pasal 78 ini mirip dengan konsep Rule 10b-5 dan section 10(b) Securities Exchange Act 1934, yang melarang pernyataan menyesatkan dalam prospektus dengan cara:

2. Membuat pernyataan yang salah mengenai fakta material atau tidak memasukkan fakta material yang diperlukan dalam pernyataan dan dalam penjelasannya tidak menyesatkan,

203

Pasal 78 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta material yang di perlukan.

204

Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan Setiap pengumuman dalam media massa yang berhubungan dengan suatu Penawaran Umum dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Material dan atau tidak memuat pernyataan tentang Fakta Material yang diperlukan agar keterangan yang dimuat di dalam pengumuman tersebut tidak memberikan gambaran yang menyesatkan.

3. Terlibat dalam tindakan, praktek dan bidang bisnis yang beroperasi atau akan beroperasi atau akan beroperasi sebagai penipuan atas sesorang dalam perdagangan saham.205

Larangan lainnya yang juga mirip dengan Rule 10b-5 dan section 10(b) Securities Exchange Act 1934, dapat dilihat dalam Pasal 90 Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, yang menyatakan:

“Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung :

a. Menipu atau mengetahui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun;

b. Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan

c. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”

Pasal 90 tersebut diperkuat oleh Pasal 93 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, yang melarang seseorang dengan cara apapun untuk membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan, yang dapat mempengaruhi harga saham di bursa efek, yaitu apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan yang diberikan; pertama, pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara tidak benar atau menyesatkan. Kedua, pihak yang

205

James R. Macayeal, “ Rule 10b-5 Development-Theories Of Lialibity”, Washington and

Law Review, (Vol. 39, 969, 1982), h. 984 dalam Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Op. Cit. h. 77.

bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan.

Jika dibuat test terhadap pernyataan terhadap perbuatan yang menyesatkan akibat misrepresentation dan omission berdasarkan elemen-elemen yang terdapat dalam ketentuan pidana, menurut Pasal 380 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai “penyiaran kabar bohong”. Pasal ini menyatakan bahwa “barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak-hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan bonds atau surat-surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”

Ketentuan tersebut jelas tidak sesuai dan belum cukup untuk menjadi ukuran misrepresentation dan omission yang dikategorikan sebagai perbuatan yang menyesatkan. Berbeda dengan pendapat-pendapat hukum yang timbul dari putusan pengadilan di Amerika Serikat yang telah merinci elemen-elemen perbuatan menyesatkan. Seperti pada Shafiro v. UJB Financial Corp, 964 F. 2d 272 (3rd Cir. 1992) yang merinci elemen perbuatan menyesatkan menjadi enam elemen,206

1. Adanya pernyataan fakta material yang salah (palsu) atau pernyataan fakta material itu tidak lengkap;

yaitu:

2. Adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada publik, apabila gugatan itu didasarkan ata pernyataan fakta material yang salah atau kurang lengkap;

206

3. Adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau omission bahwa yang dilakukannya adalah misrepresentation atau omission dan dilakukan dengan maksud melakukan penipuan (scienter);

4. Merupakan fakta material; 5. Adanya keyakinan (reliance)207 6. Adanya kerugian (injury).

;

208

Pelaksanaan prinsip keterbukaan berkaitan juga dengan perlunya peraturan yang terperinci mengenai perbuatan yang menyesatkan, khususnya mengenai elemen- elemen pernyataan menyesatkan. Berbeda dengan Amerika Serikat, peraturan pasar modal Indonesia tidak cukup terperinci mengatur elemen-elemen perbuatan yang menyesatkan.

209

B. Perlindungan Terhadap Investor Terkait Pelanggaran Prinsip Keterbukaan