• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Fakta Material terkait Perlindungan Hak Tenaga Kerja pada

BAB II : Pengaturan Prinsip Keterbukaan Perusahaan Publik di Pasar

E. Penentuan Fakta Material terkait Perlindungan Hak Tenaga Kerja pada

Para investor khususnya investor professional dan investor institusional selalu mengumpulkan berbagai informasi dan memanfaatkannya untuk memahami harga- harga saham yang ditawarkan di pasar perdana maupun pasar sekunder. Informasi yang dikumpul adalah informasi yang mengandung fakta material.

Pada dasarnya, dalam menentukan apakah suatu informasi adalah fakta material atau bukan, dapat dipertimbangkan beberapa pandangan berikut:

a. Jika informasi yang bersifat tidak publik adalah penting bagi para pemegang saham, bukan semata-mata apa yang ingin mereka ketahui. Bila fakta yang dihilangkan atau pernyataan tidak benar itu secara subtantif mungkin berarti (penting) mengubah informasi yang menjadi milik masyarakat, maka fakta tersebut adalah material.

b. Penafsiran tentang fakta material berkembang pada apa yang disebut dengan informasi firm spesific. Standarnya adalah informasi yang spesifik untuk perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan standar ini, kewajiban penyampaian informasi tidak terlahir berdasarkan federal securities law, melainkan berdasarkan adanya informasi yang firm specific. Suatu informasi tidak dapat menjadi fakta material kecuali ia memiliki firm specific. Pengadilan di Amerika Serikat menggunakan pendekatan firm specific ini dengan cara hati-hati menghindarkan preseden dalam menentukan kewajiban untuk menyampaikan informasi. Pengadilan juga menghindarkan pendekatan yang konvensional, dalam hal apakah fakta tersebut penting untuk investor yang berakal sehat dalam membuat keputusan investasi.

c. Di Indonesia, ada pula yang berpendapat bahwa suatu informasi merupakan fakta materiil bila informasi tersebut dapat mempengaruhi harga saham.181

Dewasa ini pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat telah mengembangkan konsep baru dalam penentuan fakta material ini. Hal tersebut dapat dilihat dari tiga konsep baru dalam penentuan fakta material berikut ini:

a. Standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus SEC v. Texas Gulf Sulfur, 401 F. 2d, 833, (2d. Cir. 1968). Bahwa standar penentuan fakta material adalah didasarkan pada test “kemungkinan/ukuran”

181

Murzal, Tanggungjawab Akutan Publik atas Laporan Keuangan yang Menyesatkan dalam

Pernyataan Pendaftaran di Pasar Modal, Tesis, (Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera

(probability/magnitude) fakta material atas informasi yang bisa berpengaruh kuat pada kemungkinan perusahaan di masa mendatang.182

b. Standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus TSC Industries, Inc. v. Northway, 426. U.S 438 (1976), bahwa penentuan fakta material dalam kasus tersebut melalui pendekatan “Standar Reasonable Shareholder”, sejalan dengan pendapat bahwa sesuatu yang menentukan fakta material sangat bergantung pada tanggapan investor potensil atau pemegang saham institusional yang rasional, sebagaimana dinyatakan dalam Milss v. Electric Autolite, 396 U.S. 375 (1970). Menguji sesuatu yang menjadi penentuan fakta material adalah ditentukan oleh pertimbangan yang matang untuk kepentingan pemegang saham yang rasional.183

c. Standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus Basic Inc. v. Levinson, 485 U.S. 224 (1988). Bahwa standar fakta material ditetapkan berdasarkan suatu fact-specific secara case-by-case yang bersumber dari keputusan pengadilan dalam kasus Northway dan kasus Texas Gulf Sulphur tersebut di atas. Dalam kasus ini pengadilan berpendapat bahwa suatu penipuan material dilihat dari apakah pernyataan mempengaruhi keputusan investor yang rasional untuk berinvestasi. Karena berdasarkan fraud on the market theory

182

SEC v. Texas Gulf Sulphur,401 F. 2d, 833, (2d. Cir. 1968), dalam Bismar Nasution,

Op.Cit. h. 66.

183

pernyataan tersebut dapat membelokkan keputusan investor professional untuk berinvestasi.184

Penentuan fakta material di Indonesia sebagaimana telah disebutkan pada Bab sebelumnya diatur dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 Tentang Pasar Modal beserta penjelasannya. Penentuan fakta Material juga disebutkan dalam Keputusan Bapepam LK yang menyebutkan bahwa:

“Informasi atau fakta material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek atau keputusan investasi pemodal, antara lain sebagai berikut:

a. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan usaha patungan;

b. Pemecahan saham atau pembagian deviden saham; c. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya; d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting; e. Produk atau penemuan baru yang berarti;

f. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen; g. Pengumuman pembelian atau pembayaran efek yang bersifat hutang;

h. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya;

i. Pembelian atau kerugian aktiva material; j. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;

k. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan/atau direktur dan komisaris perusahaan;

l. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain; m. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;

n. Penggantian wali amanat;

o. Perubahan tahun fiskal perusahaan.”185

Ketentuan di atas tidak memperlihatkan aturan yang konkrit tentang prinsip keterbukaan terkait perlindungan hak tenaga di pasar modal Indonesia, Penjelasan

184

John m. Newman, Jr, Mark Herman dan Geoffrey J. Ritts, “ Basic Truth; The Implications of The Fraud-on-The-Market Theory for Evaluating the “ Misleading ang Materiality Elements of Securities Fraud Claims, “The Journal of Corporation Law” (Summer, 1995), h. 573 dalam Ibid, h.69.

185

Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-86/PM/1996 dan Peraturan Nomor X.K1 Tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.

Pasal 1 angka 7 huruf g hanya menyatakan “perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen”, sedangkan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-86/PM/1996 dan Peraturan Nomor X.K1 Tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik yang menyatakan fakta material terkait tenaga kerja hanya huruf j saja, namun tidak menyinggung perlindungan hak tenaga kerja, hanya menyebutkan “perselisihan tenaga kerja yang relatif penting” tanpa memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan perselisihan yang relatif penting tersebut.

Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan bahwa yang termasuk dalam perselisihan hubungan Industrial yaitu:

a. Perselisihan hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.186

b. Perselisihan kepentingan,

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau

186

Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.187

c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.188

d. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.189

Empat perselisihan hubungan industrial tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan fakta material terkait perselisihan tenaga kerja yang relatif penting, meskipun dalam penerapannya perlu ketentuan yang lebih konkrit. Misalnya perselisihan hak dan perselisihan kepentingan yang melahirkan pemogokan besar- besaran yang mengakibatkan turunnya produktivitas perusahaan atau tidak dapat beraktivitas sama sekali karena pemogokan tersebut, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memicu konflik antara perusahaan dan tenaga kerja,

187

Pasal 1 ayat 3, Ibid.

188

Pasal 1 ayat 4, Ibid.

189

seperti PHK besar-besaran (bukan PHK satu, dua atau tiga orang) tanpa ada alasan yang jelas, PHK karena melakukan pemogokan, PHK terhadap pimpinan serikat pekerja/serikat buruh yang berpengaruh, PHK tanpa memberikan pesangon yang layak. Demikian juga dengan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh, perselisihan tersebut dapat dianggap penting apabila mengakibatkan turunnya kinerja para pekerja, mengganggu produktivitas yang akhirnya merugikan perusahaan.

Keputusan Bapepam lain yang terkait dengan keterbukaan dalam perlindungan hak tenaga kerja adalah Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-49/PM/1996, Peraturan Bapepam Nomor IX.B.1 tentang Pedoman bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik. Keputusan ini mengatur tentang penyampaian informasi berkaitan dengan:

1) Rincian pegawai menurut jabatan dan pendidikan; 2) Sarana pendidikan dan pelatihan;

3) Tenaga kerja asing;

4) Sarana kesejahteraan seperti: pengobatan, transportasi, perjanjian tenaga kerja, jamsostek, koperasi dan dana pensiun.”190

Disamping itu, penyampaian informasi mengenai tenaga kerja emiten lainnya dipersyaratkan dalam standar laporan pemeriksaan dan pendapat hukum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, yang memuat standar pemeriksaan lain, antara lain:

a. Bukti pendaftaran tenaga kerja perusahaan,

b. Kesepakatan kerja bersama atau peraturan perusahaan, c. Penggunaan tenaga kerja asing,

d. Jaminan sosial karyawan dan keikutsertaan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),

e. Unit serikat pekerja,

190

Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-49/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996. Peraturan Nomor IX.B.1 tentang Pedoman bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik.

f. Koperasi karyawan,

g. Program dana pensiun karyawan, h. Upah Minimum Regional (UMR), dan

i. Ijin-ijin khusus dibidang ketenagakerjaan (misalnya ijin karyawan untuk bekerja di malam hari).191

Menurut penulis, selain ketentuan tersebut, proses due diligence yang dilakukan oleh Konsultan Hukum Pasar Modal juga harus meliputi pengembangan sistem pengupahan, promosi tenaga kerja, kompensasi, pembagian keuntungan (profit sharing), rencana pembagian produksi dan hak membeli saham (stock option plan) kepada tenaga kerja. Sebab keenam hal tersebut terkait dengan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja demi mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan yang merupakan amanah Undang-undang Ketenagakerjaan.192

Ketentuan tentang pengembangan sistem pengupahan merupakan upaya untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, hal ini selaras dengan Pasal 88 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa:

“Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh, kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh tersebut meliputi:

a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur;

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. Bentuk dan cara pembayaran upah;

f. Denda dan potongan upah;

g. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; h. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

191

Adrian Sutedi, Segi-segi Hukum Pasar Modal (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h. 110.

192

i. Upah untuk pembayaran pesangon; dan j. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.”

Oleh karena itu proses due diligence selayaknya tidak hanya mengkoreksi UMR saja melainkan sistem pengupahan yang diterapkan oleh perusahaan. Sebab, ketentuan UMR yang dibuat oleh Pemerintah Daerah terkadang tidak sesuai dengan ketentuan hidup layak dan justru menjadi alasan pekerja/buruh untuk demonstrasi, sebagaimana yang terjadi pada beberapa daerah seperti Jambi,193 Bogor194 dan Cimahi.195

Selain itu, informasi pengembangan sistem pengupahan, promosi tenaga kerja, kompensasi, pembagian keuntungan (profit sharing), rencana pembagian produksi

193

Sebanyak 200 orang dari Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Jambi menggelar aksi unjuk rasa di Simpang Empat Bank Indonesia, Telanaipura Senin (14/11/11). Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL) sebesar Rp. 1.143.000. Menurut koordinator aksi, Resvan, saat ini UMP Jambi sudah tidak layak. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 10 Kota Kabupaten se-Provinsi Jambi bahwa nominal kebutuhaan hidup layak (KHL) adalah Rp 1.143.000. Sementara UMP Jambi masih Rp 1.043.000 November 2011.

194

Ribuan buruh tuntut kenaikan UMK di Bogor, Untuk menuntut kenaikan upah minimum kabupaten (UMK), ribuan buruh yang tergabung dalam Forum Komuniksi Serikat Pekerja Kabupaten Bogor melakukan aksi demonstrasi di lapangan tegar beriman komplek Pemkab Bogor, Selasa (8/11/11). Para pendemo datang, karena menurut mereka upah yang diberikan kepada buruh saat ini yaitu Rp1,172 juta tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, mengingat harga bahan pokok dan kebutuhan hidup yang semakin hari semakin tinggi……. tanggal 17 November 2011.

195

Ribuan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja se-Kota Cimahi berunjuk rasa di Kantor Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (15/11). Buruh menuntut Pemerintah Kota merevisi upah minimum kota (UMK) tahun 2012, yang dinilai sudah tidak layak. Unujuk rasa tersebut diwarnai bentrokan dengan aparat .Para buruh beralasan bahwa upah mereka saat i lebih rendah dibanding upah di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan sejumlah daerah lainnya di Jabar. Padahal, Kota Cimahi merupakan kota industri besar. Massa menuntut kenaikan UMK dari Rp1.209.000 menjadi Rp1.299.000/per-bula

dan hak membeli saham (stock option plan) kepada tenaga kerja dapat memberikan gambaran tentang kepedulian perusahaan terhadap tenaga kerjanya dan seringkali menjadi pemicu lahirnya konflik antara perusahaan dan tenaga kerjanya. Oleh karena itu, informasi tentang hal tersebut harus disampaikan di dalam prospektus.

Berdasarkan penjabaran di atas, menurut penulis, selain ketentuan administratif yang wajib disampaikan perusahaan publik dalam prospektus, fakta material terkait perlindungan hak tenaga yang harus segera disampaikan ke publik meliputi:

a. Perubahan dalam sistem pengupahan, b. Konversi ESOP,

c. Perselisihan hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja yang mengakibatkan terjadinya pemogokan, penurunan atau terhentinya produktivitas perusahaan,

d. Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang menyebabkan penurunan produktivitas atau terhentinya produktivitas perusahaan.

Menurut penulis keempat hal tersebut dapat dikategorikan fakta material yang harus segera diungkap ke publik karena dapat mempengaruhi harga saham dan mempengaruhi keputusan investor/calon investor.

Apabila ada fakta material baru terkait perlindungan hak tenaga kerja yang dapat mempengaruhi harga saham maka perusahaan publik melaporkannya selambat-

lambatnya 2 (dua) hari kerja.196 Namun, menurut penulis peraturan ini harus direvisi karena pasar modal adalah pasar yang beroperasi berdasarkan informasi, hal tersebut menuntut para investor harus “mobile” atau update setiap saat, keterlambatan informasi yang disampaikan akan merugikan investor. Dengan kecanggihan teknologi yang ada seharusnya peraturan tersebut tentu tidak lagi sesuai, dua hari terlalu lama, karena kecanggihan teknologi memungkinkan perusahaan publik untuk mengumumkan fakta material baru saat terjadi fakta penting yang merupakan fakta material termasuk fakta material terkait perlindungan hak tenaga kerja.

196

Pasal 86 ayat (1) huruf b Undang-undang Pasar Modal dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-86/PM/1996 jo. Peraturan Nomor X.K1 Tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.