BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN KEPADA ANAK PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN KEPADA ANAK
PERLINDUNGAN HUKUM DAN KAITANNYA DENGAN RESTITUSI BAGI ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN
D. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Anak 3. Pengertian Perlindungan Hukum
4. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Dalam hukum nasional, perlindungan anak telah memperoleh dasar pijakan yuridis diantaranya Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional serta Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam ketentuan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sedangkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan pengaturan yang jelas dan komprehensif tentang perlindungan anak yang pada pokoknya bertujuan untuk memberikan jaminan dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
Dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, diatur perihal kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan lembaga negara lainnya, untuk memberikan perlindungan khusus kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang diperdagangkan;
f. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (Napza);
g. Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan;
h. Anak korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental i. Anak yang meyandang cacat; dan
j. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum, menurut Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, diarahkan pada anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana. Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak, perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
b. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
c. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan
g. Perlindungan dari pemberian identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Sementara itu, perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dilaksanakan melalui:
a. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun luar lembaga;
b. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;
c. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
d. Pemberian aksesibilitasi untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan yang meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui:
a. Penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan
b. Pemantauan, pelaporan, dan pemberian saksi.
Untuk anak-anak korban perdagangan manusia, mengingat karakteristik kejahatannya sangat khas, perlu dibedakan perlindungan secara khusus, antara lain sebagai berikut:
a. Pelindungan berkaitan dengan identitas diri korban, terutama dalam proses persidangan. Tujuan perlindungan ini adalah agar korban terhindar dari
berbagai ancaman atau intimidasi dari pelaku yang mungkin terjadi selama proses persidangan berlangsung.
b. Jaminan keselamatan dari aparat berwenang. Korban harus diperlakukan dengan hati-hati oleh aparat penegak hukum agar keselamatannya terjamin sehingga dapat memberikan kesaksian.
c. Bantuan medis, psikologis, hukum dan sosial, terutama untuk mengembalikan kepercayaan pada dirinya serta mengembalikan kepada keluarga dan komunitasnya.
d. Kompensasi dan restitusi. Korban memperoleh kompensasi dan restitusi karena penderitaan korban juga merupakan tanggung jawab negara.
Dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) disebutkan bahwa “setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.” Kemudian dalam Pasal 18 disebutkan bahwa “setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.”
Bentuk perlindungan yang diberikan Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 berupa kerahasiaan, bantuan hukum, dan bantuan lainnya. Makna kerahasiaan dalam Pasal 17 tidak terdapat penjelasan lebih lanjut. Mengenai perlindungan yang berupa bantuan hukum lainnya dalam penjelasan Pasal 18 disebutkan bahwa
“bantuan lainnya dalam ketentuan ini termasuk berupa bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vokasional dan pendidikan.”
Upaya perlindungan hukum terhadap anak perlu secara terus-menerus diupayakan demi tetap terpeliharanya kesejahteraan anak mengingat anak merupakan salah satu aset berharga bagi kemajuan suatu bangsa di kemudian hari.
Kualitas perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang dewasa mengingat setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law).59
Anak sebagai generasi penerus bangsa, tentunya harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Perlindungan terhadap anak tidak terlepas kepada perlindungan terhadap hak anak itu sendiri.
I. Menurut Konvensi Hak Anak yang diadopsi dari Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama, maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang :
a. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.
b. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.
c. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam, dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
d. Hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya.60
59 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, op.cit, hlm. 128.
60
II. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan hak-hak anak antara lain:
a. Pasal 4 Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Pasal 7 ayat (1) “Setiap anak berhak mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang taunya sendiri.
Ayat (2) Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
c. Pasal 8 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
d. Pasal 12 Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
e. Pasal 13 ayat (1) “Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
1) diskriminasi;
2) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
3) penelantaran;
4) kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
5) ketidakadilan; dan 6) perlakuan salah lainnya.”
f. Pasal 15 “Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : 1) penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
2) pelibatan dalam sengketa bersenjata;
3) pelibatan dalam kerusuhan sosial;
4) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
dan
5) pelibatan dalam peperangan.”
g. Pasal 16 ayat (1) “Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
Ayat (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
Ayat (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”
h. Pasal 17 ayat (1) “Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
1) mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
2) memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
3) membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
Ayat (2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.”
i. Pasal 18 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Secara umum ada beberapa bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan yang lazim diberikan, yaitu:
a. Pemberian restitusi dan kompensasi
Penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 memberikan pengertian kompensasi, yaitu ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan restitusi, yaitu ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa:
1) Pengembalian harta milik;
2) Pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan; atau 3) Penggantian biaya untuk tindakan tertentu.
b. Konseling
Pada umumnya perlindungan ini diberikan kepada korban sebagai akibat munculnya dampak negatif yang bersifat psikis dari suatu tindak pidana.
Pemberian bantuan dalam bentuk konseling sangat cocok diberikan kepada korban kejahatan yang menyisakan trauma berkepanjangan, seperti pada kasus-kasus menyangkut kesusilaan.
c. Pelayanan/bantuan medis
Diberikan kepada korban yang menderita secara medis akibat suatu tindak pidana. Pelayanan medis yang dimaksud dapat berupa pemeriksaan kesehatan dan laporan tertulis (visum atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama dengan alat bukti). Keterangan medis ini diperlukan terutama apabila korban hendak melaporkan kejahatan yang menimpanya ke aparat kepolisian untuk ditindaklanjuti.
d. Bantuan hukum
Bantuan hukum merupakan suatu bentuk pendampingan terhadap korban kejahatan. Di Indonesia bantuan ini lebih banyak diberikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
e. Pemberian informasi
Pemberian informasi kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan proses penyelidikan dan pemeriksaan tindak pidana yang dialami oleh korban.
Pemberian informasi ini memegang peranan yang sangat penting dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi inilah diharapkan fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja kepolisian dapat berjalan dengan efektif.