• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Pemberian Restitusi Kepada Anak Korban Tindak Pidana Pengajuan permohonan restitusi sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN KEPADA ANAK PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN KEPADA ANAK

PERLINDUNGAN HUKUM DAN KAITANNYA DENGAN RESTITUSI BAGI ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN

F. Mekanisme Pemberian Restitusi Kepada Anak Korban Tindak Pidana Pengajuan permohonan restitusi sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 43 tahun 2017:

Pasal 4 ayat (1) “Permohonan Restitusi diajukan oleh pihak korban.

Ayat (2) Pihak korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Orang Tua atau Wali Anak yang menjadi korban tindak pidana;

b. Ahli waris Anak yang menjadi korban tindak pidana; dan

c. Orang yang diberi kuasa oleh Orang Tua, Wali, atau ahli waris Anak yang menjadi korban tindak pidana dengan surat kuasa khusus.

Ayat (3) Dalam hal pihak korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b sebagai pelaku tindak pidana, permohonan untuk memperoleh Restitusi dapat diajukan oleh lembaga.”

Permohonan restitusi diajukan secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia diatas kertas yang bermaterai kepada pengadilan yang diajukan sebelum adanya putusan dari pengadilan, melalui tahap:

a. Penyidikan, Permohonan Restitusi yang diajukan saat proses penyidikan, diajukan melalui Penyidik; dan

b. Penuntutan, Permohonan Restitusi yang diajukan saat proses penuntutan, diajukan melalui Penuntut Umum.

Selain melalui tahap penyidikan dan penuntutan permohonan restitusi tersebut dapat juga diajukan melalui LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Permohonan ini diajukan setelah adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, juga dapat diajukan melalui LPSK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pengajuan permohonan restitusi yang diajukan oleh pihak korban, paling sedikit memuat: identitas pemohon; identitas pelaku; uraian tentang peristiwa pidana yang dialami; uraian kerugian yang diderita; dan besaran atau jumlah restitusi.

Permohonan restitusi oleh pihak korban tersebut harus melampirkan:

a. Fotokopi identitas Anak yang menjadi korban pidana yang dilegalisai oleh

pejabat yang berwenang;

b. Bukti kerugian yang sah;

c. Fotokopi surat keterangan kematian yang telah dilegalisasi pejabat yang

berwenang jika Anak yang menjadi korban tindak pidana meninggal dunia; dan

d. Bukti surat kuasa khusus jika permohonan diajukan oleh kuasa Orang Tua, Wali,

atau ahli waris Anak yang menjadi korban tindak pidana.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017, pada tahap penyidikan, penyidik memberitahukan kepada pihak korban mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana untuk mendapatkan Restitusi dan tata cara pengajuannya.

Selanjutnya paling lama 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan oleh penyidik mengenai hak anak yang menjadi korban tindak pidana, pihak korban mengajukan permohonan restitusi. Selanjutnya penyidik memeriksa kelengkapan permohonan restitusi tersebut paling lama 7 (tujuh) hari setelah pengajuan permohonan restitusi. Apabila terdapat kekurang lengkapan pengajuan permohonan restitusi penyidik memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapi nya kembali dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diterimanya. Apabila pemohon tidak melengkapinya maka dianggap belum mengajukan permohonan restitusi. Dalam hal permohonan restitusi dinyatakan telah lengkap, penyidik mengirimkan permohonan restitusi yang terlampir dalam berkas perkara kepada Penuntut Umum. Setelah permohonan restitusi tersebut dinyatakan lengkap, penyidik dapat meminta penilaian besaran restitusi kepada LPSK.

Selanjutnya pada tahap penuntutan, penuntut umum memberitahukan kepada pihak korban mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana untuk mendapatkan Restitusi dan tata cara pengajuannya pada saat sebelum dan/atau dalam proses persidangan. Pengajuan permohonan restitusi diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan mengenai hak Anak yang menjadi korban tindak pidana oleh penuntut umum.

Selanjutnya penuntut umum memeriksa kelengkapan permohonan restitusi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan restitusi tersebut diterima. Apabila terdapat kekurang lengkapan pengajuan permohonan restitusi penuntut umum memberitahukan kepada pemohon untuk melengkapinya kembali dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diterimanya. Apabila pemohon tidak melengkapinya maka dianggap belum mengajukan permohonan restitusi. Setelah permohonan restitusi

tersebut dinyatakan lengkap, penuntut umum dapat meminta penilaian besaran restitusi kepada LPSK. Penuntut umum dalam tuntutannya mencantumkan permohonan restitusi sesuai dengan fakta persidangan yang didukung dengan alat bukti.

Dikabulkannya permohonan restitusi yang diajukan oleh pihak korban, tergantung oleh putusan hakim yang menangani perkara itu. Apabila terdapat syarat-syarat yang diajukan lengkap seperti yang di cantumkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut, kemudian hakim menganggap restitusi perlu untuk dikabulkan, maka hakim akan memutus hukuman restitusi didalam putusan terdakwa. Namun apabila hakim tidak mengabulkan permohonan restitusi, maka restitusi tidak dapat dilaksanakan.

Setelah permohonan restitusi tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut, hakim membuat penetapan didalam putusannya.

Panitera Pengadilan mengirimkan salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang isinya memuat pemberian restitusi kepada Jaksa Penuntut Umum. Setelah itu Jaksalah yang melaksanakan putusan hakim tersebut dengan membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan kepada pelaku untuk melaksanakan pemberian restitusi tersebut. Lalu Jaksa menyampaikan salinan putusan pengadilan yang telah memuat pemberian restitusi kepada pelaku dan korban paling lama 7 (tujuh) hari sejak salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.

Setelah pelaku menerima salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta menerima berita acara pelaksanaan putusan pengadilan, maka pelaku wajib melaksanakan putusan pengadilan dengan

memberikan restitusi kepada pihak korban paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pelaku menerima salinan putusan pengadilan dan berita acara terkait pelaksanaan putusan pengadilan. Lalu pelaku melaporkan telah memberikan restitusi kepada pengadilan dan kejaksaan. Setelah pelaku melaporkan pemberian restitusi, pengadilan mengumumkan pelaksanaan pemberian restitusi tersebut melalui media.

Israel Drapkin dan Emilo Viano menyebutkan ada 5 persyaratan dalam hal permohonan untuk mendapatkan restitusi, yaitu:

a. Kejahatan tersebut harus dilaporkan;

b. Keharusan dapat diketahui dan diidentifiksi pelaku kejahatan;

c. Adanya putusan hakim yang menjatuhkan pidana kepada pelaku kejahatan;

d. Adanya keleluasaan korban dalam hal waktu dan uang untuk menunjuk pengacara guna mengajukan klaim ganti kerugian ke pengadilan; dan e. Adanya penghasilan yang cukup/tetap pelaku kejahatan untuk dapat

memberikan restitusi kepada korban.66

66 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan Perlindungan Korban Kejahatan Sistem Peradilan dan Kebijakan Pidana, Filsafat

BAB IV

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM