• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Pemilik

BAB II TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOP

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Pemilik

Pertanggungjawaban atas terjadinya suatu peristiwa terhadap objek atau barang yang disewa disebut risiko. Dalam ilmu hukum, risiko ini merupakan tolak ukur dalam menetapkan kepada siapakah dibebankan untuk menanggung kerugian dalam hal suatu kejadian yang menimpa objek atau barang yang disewa terjadi di luar kesalahan suatu pihak. R. Subekti mengatakan bahwa : ”Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan satu pihak”.110

Dalam suatu perjanjian sewa menyewa, pengaturan masalah risiko adalah apabila terjadi suatu peristiwa atas barang yang disewa, bisa saja terjadi karena disebabkan kelalaian atau karena keadaan yang memaksa di luar kesanggupan dan jangkauan salah satu pihak.

Apabila terjadi peristiwa yang menyebabkan rusaknya atau tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dikarenakan kesengajaan dari salah satu pihak, maka dalam hal ini risiko atas terjadinya peristiwa tersebut ditanggung oleh pihak yang bersangkutan misalnya jika terjadinya peristiwa itu dikarenakan kesalahan pihak yang menyewakan maka pihak yang menyewakanlah yang harus bertanggung jawab atas risiko yang terjadi, dan jika pihak penyewa yang melakukan kesalahan tersebut maka pihak penyewalah yang harus menanggung risiko.

Tetapi apabila terjadinya suatu peristiwa telah menimpa barang yang disewa disebabkan oleh suatu keadaan yang memaksa, misalnya karena bencana alam, maka dalam hal ini pihak penyewa terhindar dari tanggung jawab dan pihak yang menyewakan tidak dapat meminta tanggung jawab resiko kepada pihak penyewa.111

Pasal 39 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menetapkan bahwa setiap penyelenggara telekomunikasi (operator) wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi. Ketentuan pengamanan dan perlindungan tersebut diatur lebih lanjut dalam dalam Peraturan Pemerintah.

Pelaksanaan kegiatan pengamanan telekomunikasi tersebut dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi sejak perencanaan pembangunan sampai dengan akhir masa pengoperasian. Lingkup perencanaan pembangunan termasuk antara lain rancang bangun dan rekayasa, yang harus memperhitungkan perlindungan dan pengamanan terhadap gangguan elektromagnetis, alam, dan Iingkungan. Dalam kegiatan pengamanan dan perlindungan instalasi, penyelenggara telekomunikasi dapat mengikutsertakan masyarakat dan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang. Selanjutnya dalam Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi mengatur bahwa setiap pihak yang dirugikan atas kesalahan dan atau kelalaian yang disebabkan oleh penyelenggara telekomunikasi berhak untuk mengajukan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi. Atas kerugian tersebut, penyelenggara telekomunikasi wajib

memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan tersebut, kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya. Dan ganti rugi tersebut hanya terbatas kepada kerugian langsung yang dialami oleh pihak karena kesalahan dan atau kelalaian yang disebabkan penyelenggara telekomunikasi.

Untuk tata cara pengajuan dan penyelesaian atas ganti rugi yang ditimbulkan oleh penyelenggara telekomunikasi tersebut dapat dilaksanakan secara litigasi (melalui pengadilan) ataupun nonlitigasi (di luar pengadilan), sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Klausul mengenai perlindungan hukum turut dicantumkan dalam kedua perjanjian penggunaanrooftopyang diteliti dalam tesis ini, yaitu sebagai berikut : 1. Perjanjian Sewa MenyewaRooftopantara Bapak Hasan dengan operator XL

Dalam pasal 7 :

(1) Jika Pihak Kedua (operator) mengakibatkan kerusakan terhadap objek sewa, yang dapat dibuktikan bahwa kerusakan tersebut disebabkan karena kesalahan/kelalaian Pihak Kedua, maka Pihak Kedua harus memperbaiki kerusakan tersebut dalam jangka waktu yang wajar dan atas beban dan tanggungan biaya Pihak Kedua ;

(2) Pihak Pertama (pemilik bangunan) menjamin dan membebaskan Pihak Kedua dari segala tuntutan dan atau pertanggungjawaban dalam hal objek sewa tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan sebagaimana disepakati dalam perjanjian ini, bilamana kehilangan atau kondisi tersebut diakibatkan oleh

perbuatan/tindakan Pihak Pertama atau pihak-pihak yang terkait dengan Pihak Pertama, termasuk tetapi tidak terbatas pada pegawainya dan atau agennya. Pasal 8 :

Pihak Kedua akan mengasuransikan segala peralatan dan perlengkapan milik Pihak Kedua yang dipasang di atas objek sewa dalam perjanjian ini terhadap segala kerugian atau kerusakan oleh perusahaan penyedia jasa asuransi.

2. Perjanjian Sewa Menyewa antara Ibu Ida dengan operator Smart Pasal 5 :

Selama berlangsungnya jangka waktu sewa-menyewa, kedua belah pihak sepakat bahwa Pihak Pertama (pemilik bangunan) diwajibkan untuk mengasuransikan gedung sebagai objek sewa-menyewa, sedangkan Pihak Kedua (operator) diwajibkan untuk mengasuransikan semua peralatan milik Pihak Kedua atas biaya ditanggung sendiri oleh masing-masing pihak.

Pasal 9 :

Masing-masing pihak bertanggung jawab kepada pihak lainnya untuk mengganti kerugian dan atau kerusakan objek sewa-menyewa yang terjadi akibat kelalaian masing-masing pihak untuk melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian ini sampai sejumlah kerugian yang terjadi (actual losses).

Sebagaimana terlihat dalam pasal-pasal di atas, maka bentuk perlindungan hukum yang diterima oleh pemilik bangunan adalah berupa ganti rugi dari pihak asuransi apabila terjadi kerugian yang ditimbulkan dari pembangunantower tersebut terhadap objek sewa. Meskipun standar pembangunan infrastruktur tower yang

dilaksanakan operator sangat tinggi, namun tidak tertutup kemungkinan terjadi insiden yang dapat merugikan objek sewa ataupun pihak yang menyewakan sehingga dalam perjanjian dicantumkan operator telekomunikasi wajib untuk mengasuransikan segala peralatan dan perlengkapan miliknya. Jika terjadi kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh tower maupun sarana pendukungnya, maka pihak operator bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada pemilik bangunan dengan mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi.

Untuk masyarakat di sekitar objek sewa, mereka tidak terikat oleh perjanjian karena bukan sebagai pihak dalam perjanjian, sehingga bentuk perlindungan yang diberikan kepada masyarakat di sekitar objek sewa adalah mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diuraikan di atas. Beberapa kekhawatiran seperti menara rubuh, radiasi, dan sambaran petir sebenarnya telah diakomodir dalam Permenkominfo dan Peraturan Bersama Menteri tersebut di atas, yaitu setiap menara telekomunikasi wajib dilengkapi dengan sarana pendukung, yang salah satunya adalah penangkal petir. Dan juga pengaturan tentang spesifikasi struktur Menara, yaitu spesifikasi struktur menara harus dibuat berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Selain itu, dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, pemilik bangunan dan penyedia jasa konstruksi bertanggung jawab dalam hal terdapatnya kegagalan dari bangunan. Kegagalan bangunan adalah keadaan dimana bangunan menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi

atau pemanfaatannya yang menyimpang akibat kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa, periodenya terhitung sejak bangunan diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa.

Dengan demikian, apabila terdapat kegagalan bangunan atas Menara, maka pemilik bangunan dan penyedia jasa konstruksilah yang bertanggung jawab terhadap peristiwa kegagalan tersebut. Namun, apabila kegagalan bangunan tersebut disebabkan oleh kesalahan perencana atau pengawas konstruksi dari pembangunan Menara, dan kemudian menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi yang bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi untuk memberikan ganti rugi.

Apabila kegagalan bangunan disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan merugikan pihak lain, maka pelaksana konstruksi bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dengan dikenakan ganti rugi. Lebih lanjut, jika kegagalan bangunan disebabkan karena kesalahan pemilik bangunan dalam pengelolaan bangunan, dan merugikan pihak lain, maka pemilik bangunanlah yang bertanggung jawab.

Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab pemilik bangunan ditentukan selama 10 tahun, terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dari kontraktor. Namun menurut Bapak Agus Manurung, dalam perjanjian penggunaanrooftop, pihak operator tetap bertanggung jawab selama menara dan aset telekomunikasinya berdiri di atas lahan rooftop tersebut, sehingga jika terjadi kerugian terhadap masyarakat di sekitar yang diakibatkan oleh karena kegagalan

konstruksi menara BTS, maka kerugian tersebut turut menjadi tanggung jawab operator.

Hal ini disebabkan pihak operator hanya menyewa sebagian lahan rooftop

pemilik bangunan, tetapi pemilikan dan penguasaan atas tower berikut sarana pendukungnya tidak diserahkan kepada pemilik bangunan dan tetap menjadi hak operator. Artinya perlakuan yang sama diterima oleh pemilik bangunan dan masyarakat sekitar, yaitu jika terjadi kerugian yang disebabkan oleh menara BTS milik operator maka tanggung jawab atas kerugian tersebut seluruhnya berada di pihak operator. Tanggung jawab pemilik bangunan terbatas hanya kepada kerugian yang memang nyata ditimbulkan oleh bangunannya. Operator terlebih dahulu berkewajiban untuk meneliti dan memastikan secara keseluruhan bahwa letak dan keadaan bangunan memang sanggup untuk didirikan sebuah menara BTS.112

112 Wawancara dengan Bapak Agus Manurung,Sitac Coordinator operator XL, tanggal 10 Oktober 2013.