• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Penggunaan Rooftop antara Perusahaan Telekomunikasi dengan Pemilik Bangunan di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Penggunaan Rooftop antara Perusahaan Telekomunikasi dengan Pemilik Bangunan di Kota Medan"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ISKANDAR SAWALEO

117011046/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ISKANDAR SAWALEO

117011046/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Nim : 117011046

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERJANJIAN PENGGUNAANROOFTOPANTARA

PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :ISKANDAR SAWALEO

(6)

bergantung pada peran operator seluler selaku penyedia jasa telekomunikasi. Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanannya, perusahaan atau operator telekomunikasi membangun menara telekomunikasi. Pendirian menara telekomunikasi dilakukan di permukaan tanah kosong atau padarooftop suatu bangunan. Operator yang mendirikan menara telekomunikasi padarooftopbangunan mengadakan perjanjian menyewa dengan pemilik bangunan. Perjanjian yang diteliti adalah dua perjanjian sewa-menyewa rooftop antara operator dengan pemilik bangunan yang berlokasi di kota Medan. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian penggunaanrooftopadalah mengapa terjadi perjanjian penggunaanrooftopantara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan dan bagaimana pelaksanaan perjanjian tersebut, bentuk perlindungan hukum bagi pemilik bangunan dan masyarakat sekitar bangunan dalam perjanjian penggunaanrooftop, dan hambatan yang timbul serta upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan secara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis seluruh peraturan/undang-undang, buku, artikel/berita dari media cetak, tulisan ilmiah, bahan seminar, bahan dari internet dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas, serta wawancara dengan narasumber yaitu pemilik bangunan dan personilsite acquisitionpihak operator telekomunikasi.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan perjanjian penggunaan rooftopantara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan telah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan regulasi menara telekomunikasi. Dasar operator mendirikan menara pada rooftop bangunan seperti keterbatasan lahan, efisiensi biaya, kemudahan perizinan, dan keharusan mendirikan menara di lokasi tersebut. Perlindungan hukum atas pemilik bangunan dan masyarakat sesuai ketentuan undang-undang dimana operator wajib mengasuransikan menara dan aset pendukung serta bertanggung jawab atas segala kerugian timbul. Kewajiban pemilik bangunan menyerahkan objek sewa, memberi akses kepada operator untuk memasuki objek sewa, serta memelihara keamanan objek sewa, sedangkan operator wajib membayar harga sewa dan menggunakan objek sewa sesuai dengan peruntukan. Hambatan yang timbul adalah keberatan tetangga atau masyarakat sekitar yang tidak menyetujui pendirian menara karena alasan teknis maupun nonteknis sehingga menyulitkan operator mendapat perizinan. Pihak operator mengupayakan pendekatan secara kekeluargaan, sosialisasi, dan edukasi kepada warga masyarakat.

(7)

operator as a telecommunication service provider. To improve its capacity and quality, the telecommunication company or operator comstruct telecommunication tower. The construction of telecommunication tower is on an empty land or on the rooftop of a building. The operator constructing a telecommunication on the rooftop of a building makes a lease agreement with the owner of the building. The agreement studied was two rooftop lease agreements between the operator and the owner of the buildings located in the city of Medan. The problems raised in the rooftop lease agreement were why the rooftop use agreement is made between the telecommunication company and the owner of the building in the city of Medan, how this agreement is implemented, what legal protection that can be given to the owner of the building and the community living around the telecommunication tower constructed as stated in the rooftop use agreement, and what constraint are faced and how to solve them in the implementation of the agreement.

The data used in this normative juridical study were the secondary data obtained through documentation study by systematically analyzing all of the regulations of legislation, books, articles/news from printed media, scientific writing, seminar materials, information from the internet, and other informations related to the topic studied, and the primary data obtained through the interviews with the owner of the building, site acquisition personnel of the telecommunication operator.

The result of this study showed that the implementation of the rooftop use agreement between the telecommunication company and the owner of the building in the city of Medan has met the stipulation stated in the Indonesian Civil Codes and telecommunication tower regulation. The operator construct a tower on the rooftop of a building is based on the shortage of land, cost efficiency, ease of licensing, and the need to set up the tower in the location. According to the law, legal protection that can be given to the owner of the building and the community living around the telecommunication tower constructed is that the telecommunication operator must insure the tower and supporting assets and is responsible for any losses incurred. The owner of the building is required to hand the lease object, to provide access to the operator to enter the lease object, and to maintain the security of the lease object, while the operator is required to pay the rental rates and use the rental object as intended. The constraints face is the objection of the neighbors or the community members living around the telecommunication tower construction site who refuse the construction of the tower for technical or non-technical reasons that it makes the operator difficult to get a permit. The operator has tried to do family, socialization, and education approaches to the citizens.

(8)

sampai dengan tahapan penyelesaian tesis di Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara. Tesis ini diberi judul “PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOP

ANTARA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK

BANGUNAN DI KOTA MEDAN”.

Pada kesempatan ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih atas

bimbingan, panutan, dan motivasi yang diterima penulis dari awal masa perkuliahan

hingga selesainya tesis ini. Penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan untuk menyelesaikan Studi

Strata-II Program Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas ilmu dan pengajaran yang diberikan kepada

penulis dalam menempuh pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi

Pembimbing penulis dalam penulisan tesis ini, atas bimbingan, petunjuk, dan

(9)

masukan dan arahan yang berarti dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing III

penulis dalam penulisan tesis ini, yang telah meluangkan waktu dan memberikan

petunjuk dan arahan dalam penulisan tesis ini.

6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum, selaku Dosen Penguji

penulis yang telah dengan sabar memberikan masukan, serta informasi dan cara

penulisan tesis yang benar kepada penulis.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Dosen Penguji penulis yang

telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan ini, serta

informasi dan cara penulisan tesis yang benar.

8. Bapak dan Ibu Guru Besar serta seluruh Dosen dan staf pengajar Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, atas jasa-jasanya dalam memberikan

ilmu dan wawasan selama masa perkuliahan.

9. Para staf dan pegawai Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara atas

segala bantuan yang penulis terima.

10. Orang tua dan saudara-saudari penulis yang telah memberi dukungan moril dan

(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan atau kekeliruan

yang perlu diperbaiki karena apa yang diuraikan dalam tesis ini hanyalah sebagian

kecil daripada ruang lingkup perjanjian penggunaan rooftop. Untuk itu, dengan

tangan terbuka penulis mengharapkan segala masukan, kritik maupun saran

membangun demi kesempurnaan tesis ini dan karya tulis di masa mendatang.

Akhir kata, semoga tesis ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2014 Penulis,

(11)

1. Nama : Iskandar Sawaleo

2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 02 Mei 1987

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Status : Belum menikah

5. Agama : Budha

6. Alamat : Jalan H.M.Said nomor 165 Medan

7. Telepon : 08196077062

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Windu Wijaya

2. Nama Ibu : Liau Suk Moi

3. Nama Kakak : Ratna Dewi

4. Nama Adik : Handoko Sawaleo

III. PENDIDIKAN

1. SD : Methodist-3 Medan (1993-1999)

2. SMP : Methodist-3 Medan (1999-2002)

3. SMA : Methodist-2 Medan (2002-2005)

4. Strata I : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2005-2009)

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsep ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Kerangka Konsep ... 20

G. Metode Penelitian ... 23

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24

2. Metode Pengumpulan Data ... 25

3. Analisis Data ... 28

BAB II TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAANROOFTOP ANTARA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN ... 29

A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya ... 29

B. Tentang Sewa-Menyewa ... 39

C. Hal-hal yang Mendasari Terjadinya Perjanjian Penggunaan Rooftop ... 46

(13)

B. Akibat Hukum yang Timbul dari Perjanjian Penggunaan

Rooftop ... 78

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Pemilik Bangunan dan Masyarakat Sekitar dalam Perjanjian PenggunaanRooftop... 86

BAB IV HAMBATAN YANG TIMBUL SERTA UPAYA MENGATASINYA DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOPANTARA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN ... 93

A. Hambatan-hambatan yang Timbul dalam Pelaksanaan Perjanjian PenggunaanRooftop... 93

B. Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan yang Timbul dalam Pelaksanaan Perjanjian PenggunaanRooftop ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 125

(14)

bergantung pada peran operator seluler selaku penyedia jasa telekomunikasi. Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanannya, perusahaan atau operator telekomunikasi membangun menara telekomunikasi. Pendirian menara telekomunikasi dilakukan di permukaan tanah kosong atau padarooftop suatu bangunan. Operator yang mendirikan menara telekomunikasi padarooftopbangunan mengadakan perjanjian menyewa dengan pemilik bangunan. Perjanjian yang diteliti adalah dua perjanjian sewa-menyewa rooftop antara operator dengan pemilik bangunan yang berlokasi di kota Medan. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian penggunaanrooftopadalah mengapa terjadi perjanjian penggunaanrooftopantara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan dan bagaimana pelaksanaan perjanjian tersebut, bentuk perlindungan hukum bagi pemilik bangunan dan masyarakat sekitar bangunan dalam perjanjian penggunaanrooftop, dan hambatan yang timbul serta upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan secara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis seluruh peraturan/undang-undang, buku, artikel/berita dari media cetak, tulisan ilmiah, bahan seminar, bahan dari internet dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas, serta wawancara dengan narasumber yaitu pemilik bangunan dan personilsite acquisitionpihak operator telekomunikasi.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan perjanjian penggunaan rooftopantara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan telah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan regulasi menara telekomunikasi. Dasar operator mendirikan menara pada rooftop bangunan seperti keterbatasan lahan, efisiensi biaya, kemudahan perizinan, dan keharusan mendirikan menara di lokasi tersebut. Perlindungan hukum atas pemilik bangunan dan masyarakat sesuai ketentuan undang-undang dimana operator wajib mengasuransikan menara dan aset pendukung serta bertanggung jawab atas segala kerugian timbul. Kewajiban pemilik bangunan menyerahkan objek sewa, memberi akses kepada operator untuk memasuki objek sewa, serta memelihara keamanan objek sewa, sedangkan operator wajib membayar harga sewa dan menggunakan objek sewa sesuai dengan peruntukan. Hambatan yang timbul adalah keberatan tetangga atau masyarakat sekitar yang tidak menyetujui pendirian menara karena alasan teknis maupun nonteknis sehingga menyulitkan operator mendapat perizinan. Pihak operator mengupayakan pendekatan secara kekeluargaan, sosialisasi, dan edukasi kepada warga masyarakat.

(15)

operator as a telecommunication service provider. To improve its capacity and quality, the telecommunication company or operator comstruct telecommunication tower. The construction of telecommunication tower is on an empty land or on the rooftop of a building. The operator constructing a telecommunication on the rooftop of a building makes a lease agreement with the owner of the building. The agreement studied was two rooftop lease agreements between the operator and the owner of the buildings located in the city of Medan. The problems raised in the rooftop lease agreement were why the rooftop use agreement is made between the telecommunication company and the owner of the building in the city of Medan, how this agreement is implemented, what legal protection that can be given to the owner of the building and the community living around the telecommunication tower constructed as stated in the rooftop use agreement, and what constraint are faced and how to solve them in the implementation of the agreement.

The data used in this normative juridical study were the secondary data obtained through documentation study by systematically analyzing all of the regulations of legislation, books, articles/news from printed media, scientific writing, seminar materials, information from the internet, and other informations related to the topic studied, and the primary data obtained through the interviews with the owner of the building, site acquisition personnel of the telecommunication operator.

The result of this study showed that the implementation of the rooftop use agreement between the telecommunication company and the owner of the building in the city of Medan has met the stipulation stated in the Indonesian Civil Codes and telecommunication tower regulation. The operator construct a tower on the rooftop of a building is based on the shortage of land, cost efficiency, ease of licensing, and the need to set up the tower in the location. According to the law, legal protection that can be given to the owner of the building and the community living around the telecommunication tower constructed is that the telecommunication operator must insure the tower and supporting assets and is responsible for any losses incurred. The owner of the building is required to hand the lease object, to provide access to the operator to enter the lease object, and to maintain the security of the lease object, while the operator is required to pay the rental rates and use the rental object as intended. The constraints face is the objection of the neighbors or the community members living around the telecommunication tower construction site who refuse the construction of the tower for technical or non-technical reasons that it makes the operator difficult to get a permit. The operator has tried to do family, socialization, and education approaches to the citizens.

(16)

Dewasa ini peranan telekomunikasi dirasakan tak ubahnya sebagai urat nadi

yang memperlancar jalannya kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan usaha-usaha

pembangunan. Pengembangan telekomunikasi di Indonesia pada akhir-akhir ini

dipacu dengan cepat untuk mengimbangi kecepatan lajunya perkembangan di

sektor-sektor kehidupan lain, seperti ekonomi, keuangan, perbankan, sosial politik, dan

sosial budaya.1

Industri telekomunikasi dalam sejarahnya selalu berperan tidak saja sebagai

akselerator pertumbuhan perekonomian suatu bangsa, tetapi lebih dari itu menjadi

fasilitator bagi suatu masyarakat atau bangsa dalam membangun peradabannya.

Maju-tidaknya suatu bangsa dapat dilihat dari sejauh mana mereka mampu

memanfaatkan kemajuan teknologi dan industri telekomunikasi – tentunya bersama

teknologi informasi, bagi kesejahteraan dan kejayaan bangsanya.2

Sektor telekomunikasi mempunyai pengaruh yang sangat positif terhadap

efisiensi di sektor industri lainnya seperti perbankan, manufaktur, perdagangan,

pendidikan dan kesehatan, dan lainnya. Dalam masyarakat modern saat ini, tidak ada

sektor kegiatan yang tidak mengandalkan dukungan fasilitas telekomunikasi.3

1Gouzali Saydam,Sistem Telekomunikasi, Djambatan, Jakarta, 1993, hal.xiii.

2 Zainal Abdi, Industri Telekomunikasi: Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan

(17)

Dalam aktivitas sehari-hari, sebagian besar masyarakat tidak dapat dipisahkan

dari sebuah perangkat telekomunikasi yang disebut telepon seluler (ponsel).

Perkembangan teknologi yang semakin canggih juga terjadi pada ponsel, dari yang

awalnya berukuran besar dan hanya bisa digunakan untuk bertelepon saja kemudian

berkembang pesat menjadi ponsel yang berukuran kecil dan tidak hanya sekedar bisa

bertelepon, namun juga memiliki banyak fitur/layanan mutakhir yang bisa menunjang

segala aktivitas manusia.

Telepon seluler (handphone) saat ini telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat

modern. Telepon seluler bukan lagi menjadi barang mewah, hampir semua lapisan

masyarakat mempergunakan telepon seluler untuk berkomunikasi. Produsen telepon

seluler begitu agresif memproduksi berbagai tipe telepon seluler, dengan variasi harga

yang terjangkau oleh masyarakat berbagai golongan. Sehingga pemakaian ponsel

yang menjamur di masyarakat berdampak positif kepada perusahaan-perusahaan yang

bergerak sebagai operator telekomunikasi.4

Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penyelenggara telekomunikasi

seluler terbanyak di dunia jika dibandingkan dengan populasinya. Di tanah air, total

terdapat sepuluh operator, baik teknologi GSM maupun CDMA (lima operator GSM

dan lima operator CDMA).5 Di Indonesia sendiri perusahaan operator seluler

4 Rudyanti Dorotea Tobing, "Aspek Hukum Pendirian Menara Telekomunikasi", Jurnal Socioscientia, Volume III No.1, Februari 2011, hal.118.

(18)

bermunculan karena bidang usaha ini dianggap sebagai peluang bisnis yang

menguntungkan.

Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanannya,

perusahaan-perusahaan operator seluler pun semakin gencar membangun menara telekomunikasi

di berbagai daerah. Menara telekomunikasi (Base Tranceiver Station/BTS) sangat

diperlukan oleh operator telepon seluler karena keberadaan menara telekomunikasi

(BTS) sangat berpengaruh terhadap pelayanan telekomunikasi bagi pelanggan

operator telepon seluler. Oleh karena itu pembangunan menara telekomunikasi

merupakan suatu keharusan bagi pelaku usaha operator seluler. Tidaklah

mengherankan apabila kemudian menara telekomunikasi bermunculan dalam jumlah

banyak di hampir semua wilayah, bahkan keberadaannya pun tidak memedulikan

estetika lingkungan, tata ruang, dan tata wilayah, serta mengabaikan aspek

keselamatan dan keamanan bagi masyarakat yang berada di sekitar menara

telekomunikasi tersebut.6

Menara telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang

utama dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang vital. Menara telekomunikasi

adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk

menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya

disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi untuk memperluas

jangkauan telekomunikasi.7

(19)

Dari segi bisnis, keberadaan menara telekomunikasi (BTS) diharapkan dapat

meningkatkan penggunaan telepon seluler melalui operator tersebut, sehingga secara

langsung turut meningkatkan pendapatan dari operator seluler tersebut. Pendirian

menara telekomunikasi di satu sisi mempunyai dampak positif bagi seluruh lapisan

masyarakat maupun bagi pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya

kemudahan telekomunikasi melalui telepon seluler, memperlancar komunikasi yang

secara langsung sangat membantu masyarakat dan pemerintah terutama dalam

menunjang pembangunan nasional.

Namun di sisi lain, pendirian menara telekomunikasi (BTS) yang berjumlah

massif tersebut cenderung tidak terkontrol dan menimbulkan permasalahan baik di

kalangan masyarakat maupun pemerintah. Ada kalanya masyarakat menolak

pembangunan menara telekomunikasi, bahkan ada pula menara telekomunikasi yang

sudah berdiri diminta dirobohkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena

masyarakat merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum atas pendirian menara

telekomunikasi tersebut. Di sisi lain pembangunan menara telekomunikasi yang tidak

teratur akan mengganggu tata ruang dan estetika tata kota di kemudian hari.8

Pendirian menara telekomunikasi dapat dilakukan di permukaan tanah yang

kosong atau pada bagian suatu bangunan. Dalam penelitian ini peneliti hendak

menelaah perjanjian sewa-menyewa rooftop antara pemilik bangunan dengan

operator telekomunikasi di kota Medan.

(20)

Perjanjian sewa-menyewa tersebut diadakan karena pihak operator

telekomunikasi hendak menggunakan lahan yang terdapat pada tingkat tertinggi suatu

bangunan (rooftop/puncak bangunan/lantai atap) untuk mendirikan menara

telekomunikasi dan selanjutnya mengoperasikan menara tersebut untuk melayani

kebutuhan jasa telekomunikasi dan meningkatkan cakupan pelayanan di wilayah

tersebut. Dalam hal ini, perjanjian tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk

akta otentik.

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menerangkan secara

sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua

pihak yang saling mengikat diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap,

tetapi dengan pengertian ini, sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu

pihak mengikat diri kepada pihak lain.9 Salah satu bentuk dari perjanjian adalah

sewa-menyewa seperti perjanjian penggunaanrooftoptersebut di atas.

Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari

sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga

yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. Demikianlah

definisi yang diberikan oleh Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

mengenai perjanjian sewa-menyewa.10 Sewa-menyewa, seperti halnya dengan

jual-beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian

9Ahmadi Miru dan Sakka Pati,Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456

BW,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 63.

(21)

konsensual. Artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat

mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.

Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati

oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar

harga sewa. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam

jual-beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian maka

penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa

itu.11

Dalam perjanjian sewa-menyewa rooftop tersebut, pemilik bangunan selaku

salah satu pihak dalam perjanjian tersebut akan mendapat kompensasi uang sewa dari

pihak operator telekomunikasi karena telah menyewakan sebagian lahan

bangunannya untuk digunakan oleh operator telekomunikasi. Namun pemilik

bangunan selama jangka waktu perjanjian tersebut diwajibkan untuk memenuhi

beberapa persyaratan yang ditetapkan oleh pihak operator telekomunikasi yang

cenderung tidak berpihak kepada pemilik bangunan, seperti menyediakan akses

penuh terhadap objek sewa selama dua puluh empat jam setiap hari kepada operator

telekomunikasi.

Selain itu pemilik bangunan juga dihadapkan pada risiko seandainya menara

yang dibangun operator telekomunikasi tersebut tumbang ataupun terjadi musibah

yang mengancam keselamatan jiwa dan keberadaan bangunan milik pihak yang

menyewakan tersebut. Kemungkinan terjadinya risiko tersebut bisa menimpa

(22)

langsung pihak pemilik bangunan sendiri ataupun pihak ketiga yang berada di sekitar

lokasi menara telekomunikasi tersebut karena lokasi pendirian menara tersebut yang

berada di tengah wilayah permukiman masyarakat.

Apalagi jika bangunan tersebut turut dihuni oleh pemilik bangunan dan

dijadikan sebagai tempat mencari mata pencaharian, maka kemungkinan terjadinya

risiko sebagaimana disebut di atas akan berpengaruh besar terhadap kelangsungan

pencaharian pemilik bangunan. Selain itu, jika bangunan dan tanah tersebut akan atau

telah dijadikan agunan kredit ke bank, maka risiko yang ditimbulkan menara

telekomunikasi tersebut akan merugikan nilai jaminan si pemilik bangunan di bank.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang perjanjian penggunaan lahan rooftop antara operator telekomunikasi dengan

pemilik bangunan di kota Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :

1. Mengapa terjadi perjanjian penggunaan rooftop antara perusahaan

telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan dan bagaimana

pelaksanaan perjanjian tersebut ?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pemilik bangunan dan masyarakat

sekitar bangunan dalam perjanjian penggunaan rooftop antara perusahaan

(23)

3. Apa saja hambatan yang timbul serta upaya untuk mengatasi hambatan tersebut

dalam pelaksanaan perjanjian penggunaan rooftop antara perusahaan

telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengapa terjadi pelaksanaan perjanjian

penggunaanrooftopantara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan

di kota Medan dan bagaimana pelaksanaan perjanjian tersebut.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi pemilik

bangunan dan masyarakat sekitar bangunan dalam perjanjian penggunaanrooftop

antara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan yang timbul serta upaya untuk

mengatasi hambatan tersebut dalam pelaksanaan perjanjian penggunaan rooftop

antara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Secara teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan serta mendorong para pembacanya untuk dapat

(24)

bidang perikatan dan perjanjian tentang pelaksanaan perjanjian penggunaan

rooftop antara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan. Hasil

daripada penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan penyempurnaan

peraturan atau kebijakan tentang pelaksanaan perjanjian dan telekomunikasi di

Indonesia.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada aparat

hukum dan masyarakat terkait dalam menghadapi masalah yang berhubungan

dengan pelaksanaan perjanjian penggunaan rooftop antara perusahaan

telekomunikasi dengan pemilik bangunan. Selain itu juga, dapat memberi

masukan bagi kalangan profesi notaris, akademisi, pengacara dan mahasiswa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik di

lingkungan Magister Kenotariatan maupun di lingkungan Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membicarakan tentang

masalah “PERJANJIAN PENGGUNAANROOFTOPANTARA PERUSAHAAN

TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN”.

Meskipun ada judul penelitian sebelumnya yang membahas masalah perjanjian

yang serupa, yaitu antara lain :

1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Melissa Harahap (NIM : 097011024) dari

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang dilakukan pada tahun

(25)

Telekomunikasi Antara PT Telkomsel Dengan Perusahaan Mitra Kerja” dengan

permasalahan yang dibahas berupa :

a. Hubungan hukum yang timbul antara PT Telkomsel dengan perusahaan mitra

kerja dengan persyaratan mengenai hukum perjanjian yang diatur di dalam

Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Pengaturan hukum atas pembangunan tower telekomunikasi di Indonesia

berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

c. Hambatan-hambatan yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembangunan

tower PT Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja dan bagaimana cara

mengatasi hambatan tersebut.

2. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Ismoro H. Ilham (NIM : B4B005156) dari

Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, yang dilakukan pada tahun 2008

berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Sewa-Menyewa Tanah Untuk Pendirian Base

Transceiver Station (BTS) Oleh Perusahaan Telekomunikasi Seluler PT Indosat

Tbk. di Kantor Pusat Regional Semarang” dengan permasalahan yang dibahas

berupa :

a. Pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa tanah dan lokasi untuk pendirian BTS

oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT Indosat Tbk. di Kantor Pusat

Regional Semarang.

b. Hambatan yang ada dalam sewa-menyewa tanah dan lokasi untuk pendirian

BTS dan penyelesaiannya oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT Indosat

(26)

Namun penelitian tersebut di atas tidak membahas substansi permasalahan

yang sama dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam tesis ini, sehingga dapat

dikatakan bahwa tesis ini adalah asli dari hasil tulisan penulis. Tesis ini disusun

melalui referensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun media

elektronik. Dengan demikian keaslian penulisan tesis ini dapat

dipertanggungjawabkan, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis

mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan bahan perbandingan,

pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan

masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.12

Teori dalam penelitian ini berfungsi untuk mensistematiskan

penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan-penemuan dan

menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori

merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang

dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.13

Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori tujuan hukum.

Menurut Gustav Radbruch, ada tiga tujuan hukum, yaitu kemanfaatan, kepastian, dan

keadilan. Dalam melaksanakan ketiga tujuan hukum ini harus menggunakan azas

(27)

prioritas.14Keadilan bisa saja lebih diutamakan dan mengorbankan kemanfaatan bagi

masyarakat luas. Gustav Radbruch mengajarkan adanya skala prioritas yang harus

dijalankan, dimana prioritas pertama selalu keadilan, kemudian kemanfaatan, dan

terakhir barulah kepastian hukum. Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana

konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai

sasaran yang hendak dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara setiap individu

di dalam masyarakat. Hukum juga memberikan wewenang dan mengatur cara

memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.15

Menurut Rusli Effendy, tujuan hukum dapat dikaji melalui tiga sudut pandang,

yaitu dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititikberatkan pada

segi kepastian hukum, dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum

dititikberatkan pada segi keadilan, dan dari sudut pandang sosiologi hukum, maka

tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatan.

Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal,

dapat dilihat dari tiga aliran konvensional :16

1. Aliran Etis

Tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan yang ditentukan oleh

keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak adil. Hukum bertujuan untuk

merealisir atau mewujudkan keadilan.

14

Sonny Pungus, “Teori Tujuan Hukum”, diperoleh dari http://sonny-tobelo.blogspot.com/2010/10/teori-tujuan-hukum-gustav-radbruch-dan.html, diakses tanggal 16 Juli 2013.

15Randy Ferdiansyah, “Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch”, diperoleh dari http://hukum-indo.blogspot.com/2011/11/artikel-politik-hukum-tujuan-hukum.html, diakses tanggal 16 Juli 2013.

16

(28)

2. Aliran Utilitis

Tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau

kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia dan warga masyarakat dalam

jumlah yang sebanyak-banyaknya (ajaran moral praktis).

3. Aliran Yuridis Dogmatik

Tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, karena

dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu

mempertahankan ketertiban. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap aturan,

persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan

hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum.

Dikaitkan dengan fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum

mempunyai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum

adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban, dan

keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan

kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum

bertugas untuk membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat,

membagi wewenang, dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta

memelihara kepastian hukum.17

Menurut Soedjono Dirdjosisworo, dalam pergaulan hidup manusia,

kepentingan-kepentingan manusia bisa senantiasa bertentangan satu dengan yang

lain, maka tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan itu.18

17

Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta 2003, hal. 77. 18

(29)

Sedangkan Muchsin menyatakan sebenarnya hukum bukanlah sebagai tujuan tetapi

dia hanyalah sebagai alat, yang mempunyai tujuan adalah manusia, maka yang

dimaksud dengan tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk

mencapai tujuan itu. Van Apeldoorn mengatakan bahwa tujuan hukum ialah

mengatur pergaulan hidup secara damai. Maksudnya hukum menghendaki

perdamaian, yang semuanya bermuara kepada suasana damai. Rudolf Von Jhering

mengatakan bahwa tujuan hukum ialah untuk memelihara keseimbangan antara

berbagai kepentingan. Aristoteles mengatakan tujuan hukum itu ialah untuk

memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat

sebanyak-banyaknya, sedangkan Roscoe Pound mengatakan tujuan hukum ialah sebagai alat

untuk membangun masyarakat (law is tool of social engineering).19

Teori yang berkenaan dengan teori tujuan hukum dalam penelitian ini

berkaitan dengan kepastian hukum. Kepastian hukum berarti bahwa dengan adanya

hukum setiap orang mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya.

Selain itu termasuk juga teori kemanfaatan hukum, yaitu terciptanya ketertiban dan

ketentraman dalam kehidupan masyarakat, karena adanya hukum yang tertib

(rechtsorde).

Kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu pertama adanya aturan

yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau

tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

(30)

negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam

undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara

putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa

yang telah diputuskan.20

Menurut Satjipto Raharjo teori kemanfaatan (kegunaan) hukum bisa dilihat

sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan. Oleh

karena itu ia bekerja dengan memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan berupa

norma (aturan-aturan hukum). Pada dasarnya peraturan hukum yang mendatangkan

kemanfaatan atau kegunaan hukum ialah untuk terciptanya ketertiban dan

ketentraman dalam kehidupan masyarakat, karena adanya hukum tertib

(rechtsorde).21

Selanjutnya teori keadilan yang dipelopori oleh Aristoteles menyatakan bahwa

setiap orang/pihak wajib memperoleh hak dan kewajibannya secara seimbang

(proporsional) dalam suatu kesepakatan perjanjian.

Dalam konstruksi filosofis mahluk moral yang rasional inilah, Aristoteles

menyusun teorinya tentang hukum. Karena hukum menjadi pengarah manusia pada

nilai-nilai moral yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan

keadilan umum, yang ditandai dengan hubungan yang baik antara satu sama lain,

tidak mengutamakan kepentingan pribadi tapi juga tidak mengutamakan kepentingan

pihak lain, serta ada kesamaan. Di sini tampak kembali apa yang menjadi dasar teori

20Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 158.

(31)

Aristoteles, yakni perasaan ‘sosial-etis’. Tidak mengherankan jika formulasinya

tentang keadilan bertumpu pada tiga sari hukum alam yang dianggapnya sebagai

prinsip keadilan utama, yaitu: Honeste vivere, alterum non laedere, suum quique

tribuere(hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain, dan memberi kepada

tiap orang bagiannya).22

Menurut Aristoteles, berdasarkan kepada teori keadilan terdapat lima jenis

perbuatan yang dapat digolongkan adil, yaitu :23

a. Keadilan kumulatif adalah perlakuan terhadap seseorang dengan tidak melihat

jasa-jasa yang dilakukannya.

b. Keadilan distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa

yang telah dilakukannya.

c. Keadilan kodrat alam adalah memberi sesuatu sesuai dengan yang diberikan

orang lain kepada kita.

d. Keadilan konvensional adalah keadilan apabila seorang warga negara telah

menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah diwajibkan.

e. Keadilan menurut teori perbaikan. Perbuatan adil menurut teori perbaikan

apabila seseorang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah

tercemar.

22Dirtamam, “Teori-teori Hukum”, diperoleh dari http://munzdirtamam.blogspot.com/2011/05/teori-teori-hukum.html, diakses tanggal 2 Juli 2013.

(32)

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori,

mengenai suatu permasalahan yang dapat dijadikan sebagai bahan pegangan teoritis

bagi peneliti atau penulis. Teori adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang

saling berhubugan dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atau

gejala.24

“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas

penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.25Teori berfungsi untuk

menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi

dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat

menunjukkan ketidakbenaran.26

Menurut M. Solly Lubis bahwa :

Teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan walau bagaimanapun menyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.27

Suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana

mengorganisasikan dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan

menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.28

24 Purnama Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak

Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2008), hal. 10.

25Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986, hal.6.

26J.J.J.M. Wuisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal.203.

27M. Solly Lubis,op.cit., hal.27.

(33)

Kontrak yang berasal dari bahasa Inggris “contract”, adalah : Agreement

between two or more persons which treaties an obligation to do or not to do a

particular thing. It’s essentials are competent, subject matters, a legal concideration,

mutuality of agreement, and mutuality of obligation the writing which contains the

agreement of parties, with the terms and conditions, and which serves as a proof the

obligations.29

Jadi, kontrak adalah suatu perjanjian (tertulis) di antara dua atau lebih orang

(pihak) yang menciptakan (hak) dan kewajiban untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu hal khusus. Suatu kontrak dari definisi di atas “memiliki

unsur-unsur, yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum,

perjanjian timbal balik, serta hak dan kewajiban timbal balik.30 Pembuat Kitab

Undang-undang Hukum Perdata menyamakan istilah “kontrak dengan perjanjian, dan

bahkan juga dengan persetujuan.31

Pengertian perjanjian sewa-menyewa secara umum dapat ditemui pada pasal

1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa :

“Sewa-menyewa ialah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama

suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut

belakangan itu disanggupi pembayarannya”. Kita perhatikan lagi, yang dapat menjadi

objek sewa-menyewa yaitu barang, dan dalam pasal 1548 ayat 2 Kitab

Undang-29J. Satrio,Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal.33. 30Ibid.

(34)

undang Hukum Perdata ditegaskan bahwa “semua jenis barang baik yang tak

bergerak, baik bergerak dapat disewakan.

Unsur yang ada dalam Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata di atas

yaitu persetujuan, pihak-pihak, barang dan pembayaran. Persetujuan terjadi bila ada

kata sepakat. Pihak-pihak adalah pemilik barang yang disewakan dan penyewa.

Barang yang dimaksud barang secara umum baik benda bergerak maupun benda

tetap. Harga ialah nilai yang ada materi ekonomis yang disepakati pihak-pihak dan

pembayaran adalah merupakan atau jenis maupun bentuk pembayaran.

Jadi, adanya kemauan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu kontrak,

membangkitkan kepercayaan bahwa kontrak itu dipenuhi. Namun, harus diingat

bahwa asas kepercayaan ini merupakan “nilai etis yang bersumber pada moral”.

Manusia terhormat akan memelihara janjinya. Para pihak di dalam suatu kontrak

saling percaya bahwa di belakang hari masing-masing akan memenuhi perikatan

tersebut. Asas ini memberikan arah terhadap pihak sehingga mereka itu mengikatkan

dirinya.

Teori tujuan hukum penting dalam pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa

rooftop antara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan. Perjanjian

sewa-menyewa tersebut merupakan suatu perbuatan hukum yang dibuat oleh para pihak

sehingga klausula dalam perjanjian harus didasarkan pada prinsip keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian hukum agar kedua belah pihak kedudukannya seimbang

(35)

Selain itu azas ini penting untuk memberikan perlindungan hukum kepada

pemilik bangunan dan/atau pihak ketiga khususnya jika terjadi wanprestasi oleh

perusahaan telekomunikasi terkait perjanjian penggunaan rooftop tersebut. Sehingga

adalah adil, apabila hukum menjamin hak-hak dari pemilik bangunan yang telah

menyewakan lahan bangunannya kepada perusahaan telekomunikasi. Para pihak

dalam perjanjian juga menghendaki adanya jaminan kepastian hukum atas perikatan

yang dilakukan tersebut. Tanpa perlindungan yang memadai maka yang terjadi

adalah, salah satu pihak bisa saja ingkar dari kewajibannya, tanpa perlu takut bahwa

tindakannya dapat terjerat oleh hukum.

2. Kerangka Konsep

Dalam bahasa Latin, kata conceptio (di dalam bahasa Belanda : begrip) atau

pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan

“definisi” yang di dalam bahasa Latinnya adalah definitio. Definisi tersebut berarti

perumusan (di dalam bahasa Belanda : omschrijving) yang pada hakikatnya

merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian di samping aneka bentuk lain yang

dikenal dalam epistemologi atau teori ilmu pengetahuan.32

Dalam penelitian hukum sebagai suatu penelitian kualitatif yang sering kali

lebih bersifat normatif atau doktrinal, adanya kerangka konsepsional dan landasan

atau kerangka teoretis menjadi syarat yang sangat penting agar penelitian ini menjadi

tidak bias. Dalam kerangka konsepsional ini harus diungkapkan beberapa konsepsi

(36)

atau pengertian yang akan digunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan di dalam

landasan atau kerangka teoretis duraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori

sebagai sistem aneka “theore’ma” atau ajaran (di dalam bahasa Belanda :

“leerstelling”).33

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan

sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang

disebut dengan operational definition.34 Peranan konsep dalam penelitian adalah

untuk menghubungkan dunia teori dan penelitian, antara abstraksi dan realita.35

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika

masalah dan kerangka konsep teoretisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula

fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian. “Konsep sebenarnya

adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Maka konsep

merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, menemukan antara variabel-variabel

yang lain, menentukan adanya hubungan empiris”.36

Kerangka konsep merupakan penggambaran hubungan antara konsep-konsep

khusus yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, tetapi

33Ibid., hal.7.

34 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi

Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal.10.

35

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei,UI Press, Jakarta, 1989, hal.34.

(37)

merupakan abstraksi dari gejala tersebut.37Adapun kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Perjanjian, adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengakibatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.38

b. Rooftop, adalah bubungan atap atau disebut juga pucuk/puncak bangunan. Dalam

hal ini rooftop mengacu pada bagian datar dari lantai atau tingkat teratas pada

suatu bangunan, yang kemudian dipergunakan oleh operator telekomunikasi

untuk mendirikan menara telekomunikasinya.39

c. Sewa-menyewa, ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan

dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu

harga, yang oleh pihak yang tersebut belakangan itu disanggupi

pembayarannya.40

d. Telekomunikasi, adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan

dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,

dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik

lainnya.41

e. Operator telekomunikasi, adalah penyelenggara telekomunikasi yang berbentuk

perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara,

37Sri Mamudji,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum,Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 4.

38

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 39

“Deskripsi Rooftop”, diperoleh dari http://deskripsi.com/r/rooftop, diakses tanggal 5 Juli 2013 40

Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 41

(38)

badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan

negara. Operator telekomunikasi melakukan kegiatan penyediaan dan pelayanan

telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.42

f. Bangunan, adalah rumah, gedung ataupun segala sarana, prasarana atau

infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun

peradabannya.43 Fungsi bangunan umumnya dipergunakan sebagai tempat

tinggal ataupun tempat usaha oleh manusia. Bangunan gedung adalah wujud fisik

hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian

atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang

berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian

atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,

budaya, maupun kegiatan khusus.44

g. Menara telekomunikasi, adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana

penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau

bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan

telekomunikasi.45

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak

harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu

42Pasal 1 angka 8 dan 12 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi 43“Definisi Bangunan”, diperoleh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bangunan, diakses tanggal 5 Juli 2013.

44Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(39)

pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu,

maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul di dalam gejala yang bersangkutan.46

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah

sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini menggunakan

metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau disebut juga penelitian

hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan secara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka.47 Penelitian yuridis normatif (doktrinal) adalah

penelitian yang dilakukan dengan menginventarisir hukum positif yang berkaitan

dengan penulisan tesis untuk menemukan landasan hukum yang jelas. Penelitian

hukum dengan menggunakan pendekatan hukum normatif dimaksudkan untuk

mendapatkan data dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif baik dari

bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier.

Selain itu sebagai tambahan juga digunakan metode penelitian yuridis empiris

(studi lapangan), yang menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan

46Soerjono Soekanto,op.cit.,hal. 43.

(40)

situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis,

faktual, akurat mengenai fakta-fakta dan dari segi peraturan perundang-undangan

yang berlaku serta dokumen-dokumen berbagai teori.48

Sifat penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian yang bersifat preskriptif,

yaitu untuk mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Dalam hal ini ilmu hukum bukan

hanya menempatkan hukum sebagai suatu gejala sosial yang hanya dipandang dari

luar, melainkan masuk menusuk ke suatu hal yang esensial yaitu sisi intrinsik dari

hukum. Dengan penelitian yang bersifat preskriptif dimaksudkan untuk mencari

jawaban cara apakah untuk dapat menjembatani antara dua realitas yaitu apa yang

senyatanya ada berhadapan dengan apa yang seharusnya, yang kemudian diakhiri

dengan memberikan rumusan-rumusan tertentu.49

Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan

perundang-undangan (statute approach). “Pendekatan undang-undang (statute approach)

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani”.50

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan (library research) yang berfungsi untuk mendapatkan konsep, teori atau

48Ibrahim Johni,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, hal. 336.

(41)

doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahuluan yang

berhubungan dengan objek yang diteliti dengan mempelajari dan menganalisa secara

sistematis seluruh peraturan/undang-undang, buku, artikel/berita dari media cetak,

tulisan ilmiah, bahan seminar, bahan dari internet dan bahan pustaka lainnya yang

berhubungan dengan materi yang dibahas dalam tesis ini.

Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer,

sekunder dan tersier, yaitu :

1. Bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan

turunannya seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan aneka peraturan

terkait yang masih berlaku hingga saat ini.

2. Bahan hukum sekunder

Yaitu bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang mengacu pada bahan

hukum primer serta implementasinya seperti buku, laporan penelitian, artikel

ilmiah, makalah pertemuan ilmiah, dan tesis yang berhubungan dengan penelitian

ini.

3. Bahan hukum tersier

Yaitu bahan referensi, bahan acuan atau bahan rujukan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer atau bahan hukum

sekunder. Bahan acuan ini membantu dalam memperoleh informasi tertentu

secara cepat. Dengan demikian dalam hal ini bisa secara langsung menuju

kepada informasi yang dimuat dalam bahan acuan tersier tersebut. Dalam

(42)

kamus sebagai bahan rujukan untuk memperoleh informasi berupa pengertian

suatu kata atau istilah yang diperlukan dalam penelitian ini.

Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan, dilaksanakan 2 (dua) tahap

penelitian antara lain:

1. Studi kepustakaan (library research), yaitu dengan membaca, menelaah,

mempelajari, dan menganalisis bahan hukum kepustakaan untuk meneliti lebih

jauh, guna memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder

yang relevan dengan penelitian tesis ini.

2. Wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung antara peneliti

dengan narasumber untuk mendapatkan informasi.51 Dalam hal ini peneliti

menggunakan pedoman wawancara yang telah ditentukan (terstruktur) yang

ditujukan kepada narasumber yang telah ditetapkan, yakni :

a. pemilik bangunan di kota Medan, yang rooftop-nya disewakan untuk

pendirian menara telekomunikasi sebanyak dua orang, yaitu :

1. Bapak Hasan, pemilik bangunan perseorangan yang menyewakan rooftop

ke operator XL.

2. Ibu Ida, pemilik bangunan perseorangan yang menyewakan rooftop ke

operator Smart.

b. operator telekomunikasi yang diwakili oleh personil site acquisition (sitac),

yaitu Bapak Agus Manurung, site acquisition coordinator pada perusahaan

(43)

telekomunikasi XL, selaku penanggung jawab dalam pekerjaan konstruksi

pendirian menara BTS XL padarooftopbangunan milik Bapak Hasan.

3. Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke

komponen-komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing komponen dengan

keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Penelaahan dilakukan sesuai

dengan tujuan penelitian yang telah diharapkan.52

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisa data

kualitatif yaitu analisa data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi

berdasarkan atas peraturan perundang-undangan dan keterangan dari para narasumber

sehingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan

(library research) disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang merupakan tata cara penelitian

yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran

penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata.53

Kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu cara

berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum untuk selanjutnya menuju

kepada hal-hal yang bersifat khusus dalam menjawab segala permasalahan yang ada

dalam suatu penelitian, sehingga memungkinkan menghasilkan kesimpulan yang

menjawab permasalahan yang telah ditetapkan.

(44)

BAB II

TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAANROOFTOPANTARA

PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN

A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Para sarjana berpendapat bahwa pengertian perjanjian

di atas tidak lengkap dan terlalu luas. Disebut tidak lengkap karena yang dirumuskan

itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dan dikatakan terlalu luas karena dapat

mencakup semua hal.54

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.55 Sudikno Mertokusumo menyatakan perjanjian merupakan hubungan

hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu

akibat hukum.56

Wirjono Prodjodikoro menyebutkan perjanjian adalah suatu perhubungan

mengenai hukum harta benda antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji,

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal

54Mariam Darus Badrulzaman,Aneka Hukum Bisnis,Alumni, Bandung, 1994, hal. 115. 55R. Subekti,Hukum Perjanjian,Intermasa, Jakarta, 1987,hal. 1.

(45)

BAB II

TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAANROOFTOPANTARA

PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI DENGAN PEMILIK BANGUNAN DI KOTA MEDAN

A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Para sarjana berpendapat bahwa pengertian perjanjian

di atas tidak lengkap dan terlalu luas. Disebut tidak lengkap karena yang dirumuskan

itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja, dan dikatakan terlalu luas karena dapat

mencakup semua hal.54

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.55 Sudikno Mertokusumo menyatakan perjanjian merupakan hubungan

hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu

akibat hukum.56

Wirjono Prodjodikoro menyebutkan perjanjian adalah suatu perhubungan

mengenai hukum harta benda antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji,

dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal

54Mariam Darus Badrulzaman,Aneka Hukum Bisnis,Alumni, Bandung, 1994, hal. 115. 55R. Subekti,Hukum Perjanjian,Intermasa, Jakarta, 1987,hal. 1.

(46)

sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.57 Sri Soedewi Masjchoen

Sofwan berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana

seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih.58

Selanjutnya Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu

hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang

memberi kekuatan hukum pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus

mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.59 Soedjono Dirjosisworo

berpendapat perjanjian adalah kesepakatan antara dua pihak yang menimbulkan

pengikatan antara keduanya untuk melaksanakan apa yang telah diperjanjikan.

Perjanjian dapat pula disebut sebagai persetujuan obligatoir yaitu suatu persetujuan

yang menciptakan perikatan-perikatan yang mengikat mereka mengadakan

persetujuan.60

Suatu perjanjian yang dibuat antara para pihak akan menimbulkan hubungan

perikatan. Seluruh hal yang menyangkut perikatan diatur dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata Buku III (ketiga). Dalam Buku III Kitab Undang-Undang-undang

Hukum Perdata tersebut tidak hanya mengatur mengenai perikatan yang timbul dari

perjanjian, melainkan juga mengatur perikatan yang timbul dari undang-undang.

Namun Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak menjelaskan mengenai apa yang

dimaksud dengan perikatan. Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata hanya

57R. Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Perjanjian,Alumni, Bandung, 1993, hal.1. 58Sri Sofwan Masjchoen,Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan

dan Jaminan Perorangan,Liberty Offset, Yogyakarta, 2003, hal. 1.

59M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6.

(47)

menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun

karena undang-undang.

Syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal

1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :

1. Adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri.

Menurut Subekti, yang dimaksud dengan sepakat adalah persesuaian

kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga

dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang

sama secara timbal balik. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya

disebutkannya ‘sepakat’ saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun

seperti tulisan, pemberian tanda atau panjar, dan lain sebagainya, dapat disimpulkan

bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau

mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.61

Suatu perjanjian dapat dibatalkan apabila terjadi salah satu unsur dari unsur

paksaan (dwang), penipuan (bedrog), dan/atau kesilapan (dwaling), sehingga terhadap

perjanjian tersebut dianggap tidak terpenuhi syarat kesepakatan kehendak.

Unsur Paksaan (dwang, duress) diatur dalam Pasal 1324 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata yaitu: “Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian

rupa hingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dan apabila

(48)

perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau

kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”.

Paksaan dapat merupakan alasan untuk minta pembatalan perjanjian apabila

dilakukan terhadap :62

a. Orang atau pihak yang membuat perjanjian (Pasal 1323 KUH Perdata).

b. Suami atau istri dari pihak perjanjian atau sanak keluarga dalam garis ke atas

maupun ke bawah (Pasal 1325 KUH Perdata).

Unsur Penipuan (bedrog, fraud) diatur dalam Pasal 1328 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata yaitu : ”Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan

perjanjian, apabila tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah

sedemikan rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat

perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak

dipersangkakan tetapi harus dibuktikan”. Dalam bahasa Inggris, penipuan disebut

juga misrepresentation yang diartikan sebagai suatu pernyataan tentang fakta yang

tidak benar.63

Unsur Kesilapan (dwaling, mistake) diatur dalam Pasal 1322 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata yaitu : ”Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu

perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi

pokok perjanjian. Kekhilafan itu tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu

hanya mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu

62Hardijan Rusli,Hukum Perjanjian dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal. 70.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bakteri penyebab ISK pada anak di RSMH masih sensitif terhadap amikasin dan imipenem, tetapi sebagian

Orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya disekolah tersebut cenderung tidak mengkhawatirkan dikarenakan lembaga Al-Mufidah mengelolah anak dengan praktek serta

pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Presiden ini dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan

Dengan adanya model kompetensi yang tervalidasi maka dosen akan memiliki gambaran yang jelas mengenai kompetensi apa yang harus dikembangkan untuk berpartisipasi pada pendekatan

troattle penuh), sehingga udara tersebut menyerap kalor dari plat dan sirip-sirip pemanas pada alat pengering tersebut. Pada pengujian alat dengan beban,

Untuk Perda No.6 Tahun 2016 menyelenggarakan usaha pengelolaan dan pelayanan air minum kepada masyarakat untuk mewujudkan pengelolaan dan pelayanan air minum yang

Organisasi Pergerakan Nasional Budi Utomo Menghadapi Kekuasaan Kolonial Hindia Belanda Tahun 1908 Budi Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di.. Indonesia

Pertumbuhan dan Kandungan Gizi Tetnselmis sp. dari Lampung Mangroove Center pada Kultur Skala Laboratorium dengan Pupuk Pro Analis dan Urea yang Berbeda. Lia Setiani