• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOP

B. Tentang Sewa-Menyewa

Jenis-jenis perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdiri atas perjanjian bernama dan perjanjian tak bernama. Yang termasuk perjanjian bernama adalah perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, perjanjian kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam-meminjam, bunga tetap atau bunga abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggungan utang, dan perdamaian. Sedangkan perjanjian tak bernama yang tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi lazim dibuat saat ini adalah seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, sewa beli, dan lain sebagainya.

Sebagai salah satu jenis perjanjian bernama, perjanjian sewa-menyewa diatur dalam Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi : “Sewa

menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.”

Istilah sewa-menyewa (huur en verhuur) yang dipergunakan dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut seolah-olah memberikan pengertian bahwa para pihak saling sewa menyewakan di antara mereka. Padahal sebenarnya tidak demikian, yang benar-benar terjadi adalah satu pihak yang menyewakan barang kepada pihak penyewa dan si penyewa membayar sejumlah harga atas barang yang disewakan. Dengan kata lain, hanya sepihak saja yang menyewakan dan bukan saling sewa menyewakan antara mereka. Karena itu, yang dimaksud dengan sewa-menyewa dalam Pasal 1548 tersebut tidak lain ialah persewaan. Perjanjian sewa-menyewa adalah salah satu bentuk perjanjian yang merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.75

Yahya Harahap mengemukakan bahwa sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang-barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk

75Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal. 53.

dinikmati sepenuhnya (volledige genot)”.76 Sewa-menyewa merupakan bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan, karena dalam perjanjian sewa-menyewa kepemilikan terhadap objek sewa tidak beralih kepada pihak penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari pihak yang menyewakan.

Mengenai syarat-syarat perjanjian sewa-menyewa harus berpedoman pada syarat-syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak yang melakukan perjanjian, para pihak yang melakukan hubungan hukum harus cakap bertindak, adanya objek atau hal tertentu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, dan adanya sebab yang halal. Hal ini juga tersebut dengan jelas dalam bagian Penjelasan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan yang menyebutkan bahwa hubungan sewa menyewa umumnya tercipta karena ada kata sepakat antara pihak pemilik dan penyewa. Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan sewa-menyewa.77

Kecakapan merupakan hal yang penting dalam melakukan perjanjian sewa-menyewa, yaitu penyewa dan yang menyewakan haruslah orang-orang yang cakap untuk membuat dan mengadakan suatu perjanjian yaitu orang-orang dewasa yang sehat pikirannya serta tidak dilarang oleh undang-undang. Pentingnya kecakapan para pihak dalam membuat dan mengadakan perjanjian sewa-menyewa adalah

76M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 19. 77Hardijan Rusli,op.cit., hal. 66.

dikarenakan akibat dan tanggung jawab yang ditimbulkan dengan terjadinya perjanjian itu dipikul oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian dan hanya orang-orang yang cakap bertindak dalam hukum yang dapat melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan baik.78 Wirjono Prodjodikoro menyebutkan bahwa : “Subjek yang merupakan seorang manusia, haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu dewasa, sehat pikirannya, dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah”.79

Syarat berikutnya yang mendasari suatu perjanjian sewa-menyewa adalah adanya suatu hal (objek) tertentu, maksudnya bahwa objek atau barang dalam suatu perjanjian sewa-menyewa haruslah tertentu dan bertujuan untuk mempermudah terjadinya pelaksanaan perjanjian tersebut serta untuk lebih mempermudah hak dan kewajiban yang harus dipikul pihak penyewa dan pihak yang menyewakan, juga terhadap kemungkinan yang akan timbul di kemudian hari.80

Syarat terakhir yang wajib dipenuhi untuk sahnya perjanjian yakni isi dan ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa-menyewa haruslah hal yang halal dalam arti tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, karena apabila isi serta ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut tidak halal atau bertentangan dengan hukum, maka perjanjian

78Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 67.

79Wirjono Prodjodikoro,op.cit., hal. 91.

tersebut batal demi hukum. Suatu perjanjian sewa-menyewa yang diperbuat tanpa suatu sebab atau diperbuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah merupakan perjanjian yang tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).81

Sewa-menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada si penyewa, karena selama berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas benda atau barang yang disewanya agar pihak penyewa dapat menikmati barang yang disewanya dengan bebas selama masa sewa berlangsung.82

Karena kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang untuk dinikmati dan bukannya menyerahkan hak milik atas barang itu, maka ia tidak usah pemilik dari barang tersebut. Dengan demikian maka seseorang yang mempunyai hak nikmat hasil dapat secara sah menyewakan barang yang dikuasainya dengan hak tersebut.83

Pasal 1550 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur bahwa pada setiap perjanjian sewa-menyewa, pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban untuk : 1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.

2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.

81Ibid., hal.76.

82M. Yahya Harahap,loc.cit.

3. Memberikan si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan.

Kewajiban pihak yang menyewakan seperti tersebut di atas adalah kewajiban mutlak karena apabila ternyata pihak yang menyewakan tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang yang disewakannya dalam keadaan baik dan terpelihara dari segala-galanya, ikatan dan hak apapun atas barang yang disewakan, maka pihak yang menyewakan dapat dituntut telah melakukan ingkar janji atau cidera janji ataupun wanprestasi, dimana pihak penyewa dapat menuntut penggantian kerugian ataupun meminta pembatalan perjanjian sewa-menyewa tersebut meski jangka waktu berakhirnya masa sewa belum berakhir.84

Selanjutnya Pasal 1560 menetapkan bahwa kewajiban utama penyewa dalam perjanjian sewa-menyewa ialah :

1. Memakai barang yang disewa sebagai seorang ‘bapak rumah yang baik’, sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya.85 2. Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut

perjanjian.

Jika si penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan lain daripada yang menjadi tujuan pemakaiannya, atau suatu keperluan sedemikian rupa hingga dapat menerbitkan kerugian kepada pihak yang menyewakan, maka pihak

84 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2002, hal. 70.

85Kewajiban untuk memakai barang sewaan sebagai seorang ‘bapak rumah yang baik’ berarti kewajiban untuk memakainya seakan-akan itu barang kepunyaannya sendiri.

yang menyewakan dapat meminta pembatalan sewanya.86 Misalnya sebuah rumah tempat tinggal yang disewa ternyata dipakai untuk tujuan usaha yang ternyata menyimpang dari tujuan pemakaian objek sewa-menyewa tersebut.

Dalam perjanjian sewa-menyewa, si penyewa tidak diperbolehkan untuk mengulangsewakan barang yang disewanya maupun melepaskan sewanya kepada orang lain, jika ia tidak diizinkan oleh pemilik barang. Perbedaan antara mengulangsewakan dan melepaskan sewa kepada orang lain adalah :

Dalam hal mengulangsewakan, si penyewa barang bertindak sendiri sebagai pihak dalam suatu perjanjian sewa-menyewa kedua yang diadakan olehnya dengan seorang pihak ketiga, sedangkan dalam hal melepaskan sewanya, ia mengundurkan diri sebagai penyewa dan menyuruh seorang pihak ketiga untuk menggantikan dirinya sebagai penyewa, sehingga pihak ketiga tersebut berhadapan sendiri dengan pihak yang menyewakan. Jika si penyewa sampai berbuat apa yang dilarang itu, maka pihak yang menyewakan dapat meminta pembatalan perjanjian sewanya dengan disertai pembayaran kerugian, sedangkan pihak yang menyewakan setelah dilakukannya pembatalan itu, tidak diwajibkan menaati perjanjian ulang sewa dengan orang ketiga tersebut.87

Bentuk perjanjian sewa-menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Jika perjanjian sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa itu berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis, tanpa

86Pasal 1561 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 87R. Subekti,op.cit., hal. 46.

diperlukannya sesuatu pemberitahuan untuk itu. Sebaliknya, kalau sewa-menyewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak yang menyewakan memberitahukan kepada si penyewa bahwa ia hendak menghentikan sewanya, pemberitahuan mana harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu, maka dianggaplah bahwa sewa itu diperpanjang untuk waktu yang sama.88