• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TERJADINYA PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOP

D. Pelaksanaan Perjanjian Penggunaan Rooftop

Dalam penulisan tesis ini, dilakukan penelitian terhadap dua perjanjian sewa-menyewarooftopantara pemilik bangunan di kota Medan yang menyewakan bagian

rooftop bangunannya kepada operator telekomunikasi untuk dipergunakan

mendirikan menara BTS. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian penggunaan

rooftoptersebut yaitu : a. Pemilik bangunan.

Masing-masing pemilik bangunan adalah pemilik bangunan perorangan atau individu. Pemilik bangunan yang menyewakanrooftopbangunannya kepada operator telekomunikasi adalah orang-perorangan yang namanya tercatat sebagai pemilik di atas tanah tempat bangunan tersebut berada. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama pemilik yang tercantum dalam alas hak berupa sertifikat tanah yang meliputi bangunan tersebut berada.

Pemilik bangunan yang menyewakan area rooftop bangunannya kepada operator telekomunikasi haruslah pemilik lahan yang sah dan cakap melakukan tindakan hukum sebagaimana dipersyaratkan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Operator telekomunikasi.

93Wawancara dengan Bapak Agus Manurung,Sitac Coordinatoroperator XL, tanggal 10 Oktober 2013.

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, operator telekomunikasi adalah penyelenggara telekomunikasi yang berbentuk perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara. Operator telekomunikasi melakukan kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

Dalam penelitian ini, ada dua operator telekomunikasi yang memanfaatkan

rooftop bangunan untuk mendirikan menaranya, yaitu operator XL dan operator

Smart. Namun kedua operator tersebut tidak terlibat langsung dalam pendirian menara, melainkan menggunakan jasa kontraktor untuk membangun menara BTS.

Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, definisi Kontraktor Menara adalah penyedia jasa orang-perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang jasa konstruksi pembangunan menara yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menara untuk pihak lain (Pasal 1 angka 8).

Operator telekomunikasi memberi kuasa khusus kepada kontraktor menara untuk mendirikan tower sesuai kebutuhan operator di tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya setelah menara tersebut selesai didirikan, maka akan diserahkan kepada operator untuk dioperasikan, termasuk juga urusan pemeliharaan BTS tersebut

selanjutnya menjadi wewenang dan tanggung jawab dari operator telekomunikasi selaku pemilik menara.

Dalam perjanjian sewa-menyewa ditemui adanya sesuatu yang menjadi objek. Pada dasarnya apa yang menjadi objek sewa-menyewa adalah merupakan objek hukum. Yang dimaksud dengan objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam suatu hubungan hukum.94

Kedua perjanjian sewa-menyewa rooftop tersebut dilakukan secara notariil, yaitu dibuat di hadapan notaris sehingga memiliki kekuatan sebagai alat bukti otentik di hadapan hukum. Format perjanjiannya telah ditentukan oleh operator telekomunikasi, sehingga bisa dianggap sebagai perjanjian baku. Namun sebelum perjanjian tersebut ditandatangani, biasanya di antara operator dengan pemilik bangunan telah tercapai kesepakatan terlebih dahulu tentang semua syarat-syarat mengenai perjanjian sewa-menyewarooftoptersebut, yang dituangkan dalam sebuah berita acara kesepakatan, yaitu suatu surat yang dibuat di bawah tangan dan bermeterai cukup, yang berisi kesepakatan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa, surat berita acara kesepakatan tersebut selanjutnya menjadi dasar dibuatnya akta perjanjian sewa-menyewa rooftop yang dibuat di hadapan notaris tersebut.

94 Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta 1999, hal. 68.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan perjanjian penggunaan

rooftopadalah sebagai berikut :95

a. Penentuan lokasi pembangunan tower BTS.

Pada tahap awal dilakukan penentuan titik lokasi pembangunan tower BTS. Setiap operator telekomunikasi memiliki tim survei yang disebut tim SITAC (site

acquisition), ada kalanya pihak operator menggunakan jasa tim SITAC internal,

tetapi kadang menggunakan jasa SITAC eksternal.

SITAC bertugas untuk melakukan peninjauan ke lapangan untuk mencari lahan kosong yang masuk radius dari titik awal koordinat yang ditentukan oleh operator, karena berkaitan dengan jangkauan radio dari tower di lokasi lain milik operator tersebut. Setelah mendapat lokasinya, tim SITAC akan melakukan survei tentang kondisi lahan, status kepemilikan lahan, jangkauan menara, dan harga sewa yang akan dikeluarkan.

Dalam penelitian ini, hasil survei tim SITAC operator XL dan operator Smart merekomendasikan bahwa pembangunan tower tersebut harus dilakukan di lokasi dimana telah terdapat bangunan, sehingga pihak operator tidak dapat mendirikan

tower di tanah kosong, melainkan harus memanfaatkan bagian rooftop bangunan

tersebut untuk memasang BTS dan sarana-sarana pendukungnya.

Lalu tim SITAC akan melakukan negosiasi dengan pemilik bangunan untuk memohon kesediaan agar pemilik bangunan menyewakan lahan rooftop-nya untuk

95 Wawancara dengan Bapak Agus Manurung, Sitac Coordinator operator XL, tanggal 10 Oktober 2013.

dipergunakan operator membangun tower BTS, dengan membayar sejumlah harga sewa tertentu. Apabila pemilik bangunan setuju untuk menyewakan lahan rooftop -nya kepada operator, maka kedua pihak selanjut-nya akan menuangkan-nya dalam sebuah berita acara kesepakatan.

Kemudian tim SITAC akan melakukan sosialisasi terhadap warga di sekitar lokasi tersebut, sosialisasi tersebut bertujuan untuk meminta persetujuan dari warga sekitar sebagai syarat pengurusan izin-izin seperti Izin Mendirikan Bangunan Menara. Izin tersebut umumnya membutuhkan persetujuan dari warga sekitar yang masuk radius tower. Dalam kedua perjanjian sewa-menyewa yang diteliti ini, persetujuan yang diminta hanyalah persetujuan dari masing-masing tetangga yang bersebelahan dengan ruko pemilik bangunan tersebut, karena tower tersebut bukan didirikan di lahan kosong, melainkan di atas bangunan sehingga radiustowertersebut lebih kecil daripadatoweryang dibangun di lahan kosong.

b. Penandatanganan perjanjian sewa-menyewa.

Setelah adanya kesepakatan antara pihak operator dengan pemilik bangunan, maka dilakukan penandatanganan perjanjian sewa-menyewa penggunaan lahan

rooftop tersebut. Kedua perjanjian yang diteliti dalam tesis ini dituangkan dalam bentuk tertulis yang dibuat di hadapan notaris sehingga memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik.

Akta perjanjian tersebut dibuat berdasarkan berita acara kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya antara pihak operator dengan pemilik bangunan. Masing-masing akta perjanjian sewa-menyewa tersebut pada dasarnya mengatur hal yang

sama seperti dalam perjanjian sewa-menyewa pada umumnya, meskipun ada beberapa substansi yang berbeda.

Beberapa hal pokok yang terdapat dalam kedua perjanjian sewa-menyewa yang diteliti tersebut diantaranya :

1. Ruang lingkup perjanjian, sama-sama mengatur tentang objek sewa yaitu lahan

rooftopyang disewa untuk pembangunan menara BTS.

2. Jangka waktu sewa

Pada perjanjian antara operator XL dengan Bapak Hasan, jangka waktu sewanya adalah 5 tahun, sedangkan dalam perjanjian antara operator Smart dengan Ibu Ida jangka waktunya berlaku 10 tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa jangka waktu sewa antara operator yang satu dengan operator lain berbeda-beda sesuai kondisi, namun untuk perjanjian penggunaanrooftopumumnya dilaksanakan dalam jangka waktu panjang, paling sedikit selama 5 tahun.

3. Biaya sewa atas penggunaan lahanrooftop

Mengenai biaya sewa ini nilainya berbeda-beda, karena tergantung dengan lokasi pendirian tower. Penentuan biaya sewa tersebut berdasarkan hasil survei operator yang disesuaikan dengan nilai pasar wajar di sekitar lokasi sewa tersebut.

Biaya sewa yang dikeluarkan operator lebih tinggi apabila lokasi sewa tersebut berada di kawasan bisnis dibanding lokasi sewa di kawasan nonbisnis. Hal ini disebabkan risiko yang ditanggung pemilik bangunan di kawasan bisnis

lebih besar daripada pemilik bangunan di kawasan nonbisnis seandainya timbul kejadian yang mengakibatkan kerugian terhadap pemilik bangunan.96

4. Hak dan kewajiban para pihak

Dalam kedua perjanjian tersebut, kewajiban pokok masing-masing pemilik bangunan adalah sama yakni diwajibkan untuk menyediakan akses penuh setiap saat (24 jam sehari dan 7 hari seminggu) dan mengizinkan pihak operator untuk mengerjakan segala pekerjaan yang berkaitan dengan tower milik operator tersebut. Sedangkan hak pihak yang menyewakan adalah mendapat pembayaran uang sewa dari operator. Hak dan kewajiban tersebut bersifat timbal balik dan saling mengikat kedua pihak.

5. Kerusakan dan kerugian

Masing-masing pihak dalam perjanjian baik pemilik bangunan maupun operator bertanggung jawab atas segala kerusakan dan atau kerugian yang ditimbulkan dan berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut.

6. Jaminan

Dalam kedua perjanjian tersebut, pihak pemilik bangunan menjamin bahwa objek yang disewakan memang benar miliknya dan tidak tersangkut dalam perkara/sengketa apapun, sehingga pihak operator mendapat keleluasaan sepenuhnya untuk memanfaatkan objek lahanrooftoptersebut untuk kepentingan pendiriantower.

96 Wawancara dengan Bapak Hasan, pemilik bangunan/pihak yang menyewakan rooftop

7. Force Majeure

Kedua perjanjian tersebut sama-sama mengatur tentang keadaan memaksa yang timbul di luar kekuasaan para pihak. Apabila terjadi keadaan memaksa tersebut sehingga salah satu pihak tidak dapat memenuhi unsur perjanjian, maka pihak lainnya tidak dapat menuntut pihak tersebut untuk bertanggung jawab atas kelalaian tersebut, sepanjang telah ada pemberitahuan tertulis setelah terjadinya keadaan force majeure tersebut. Pemberitahuan tertulis tersebut harus disampaikan paling lambat 21 hari (perjanjian operator XL dan Bapak Hasan) dan 7 hari (perjanjian operator Smart dan Ibu Ida) setelah terjadinya force majeure.

8. Penyelesaian perselisihan

Pada kedua perjanjian penggunaan rooftop yang diteliti dalam tesis ini, perselisihan/sengketa yang timbul akan diselesaikan secara kekeluargaan/musyawarah terlebih dahulu. Jika tidak tercapai kesepakatan, barulah diselesaikan melalui pengadilan negeri setempat dimana objek sewa berada, yaitu di Pengadilan Negeri Medan.

Setelah itu, pihak operator akan melakukan pembayaran uang sewa terhadap pemilik bangunan setelah penandatanganan akta perjanjian sewa-menyewa tersebut. Metode pembayaran dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam akta perjanjian sewa-menyewa di atas, mencakup pajak yang dikenakan atas transaksi tersebut.

Selanjutnya operator akan mulai melaksanakan pekerjaan konstruksi menara BTS tersebut. Dimulai dari memasukkan perangkat-perangkat material untuk pembangunan tower tersebut seperti menara, antena GSM dan antena microwave,

shelter (CKD), perangkat GSM dan Radio, perangkat catuan daya listrik, sistem

grounding,penangkal petir,air conditioner(AC), danrotary lamp.

Perangkat sebuah tower GSM umumnya terdiri dari 1 unit BTS dan 1 unit

rectifier dan dry battery, di mana letak penempatan shelter disesuaikan dengan luas lokasi. Perangkat untuk catuan daya listrik terdiri diletakkan di dekat ruang shelter

BTS, sementara di menara dipasang antenadigital microwave dengan diameter lebih kurang 60 cm. Selain itu, perangkat penunjang yang penting yaitu sistemgrounding, penangkal petir, pendingin ruangan (AC), danrotary lamp.

Pemasangan atau instalasi perangkat-perangkat tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah adanya peninjauan dan pemeriksaan terhadap kondisi lokasi (baik tanah atau bangunan) secara mendetil oleh tim teknis operator/kontraktor menara, sehingga hasil pemeriksaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Pemeriksaan tersebut wajib dilakukan dengan standar dan prosedur yang baku untuk memastikan bahwa tanah atau bangunan/gedung tersebut layak digunakan untuk pembangunan infrastruktur menara telekomunikasi, serta mementingkan aspek keselamatan dan keamanan terhadap lingkungan sekitar yang termasuk dalam jangkauan ketinggiantower.

Pekerjaan konstruksi menara tidak boleh dimulai sebelum operator mendapat perizinan yang sah dari instansi yang berwenang seperti telah disebutkan di atas.

Bentuk-bentuk perizinan yang diperlukan dalam kedua perjanjian sewa menyewa

rooftopyang diteliti yaitu :

- Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menara,

- Surat persetujuan dari warga/tetangga sekitar lokasi pendirian BTS, - Izin Gangguan atauHinder Ordonantie(HO),

- Izin BTS/penggunaan frekuensi radio d. Pengoperasiantowerdan pemeliharaan

Setelah pekerjaan konstruksi menara tersebut selesai, tahapan berikutnya kontraktor pembangun tower tersebut akan menyerahkan hak penggunaan menara tersebut kepada operator. Kemudian pihak operator telekomunikasi sendiri akan menginstalasi peralatan radionya untuk mengoperasikan BTS tersebut.

Pihak operator juga secara berkala akan melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan atas seluruh peralatan menara BTS tersebut agar kualitas pelayanan telekomunikasi yang disediakan tetap terjaga.

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK BANGUNAN DAN MASYARAKAT SEKITAR DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN

ROOFTOPDI KOTA MEDAN

A. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur tentang Menara Telekomunikasi

Sebelum menguraikan lebih jauh ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang menara telekomunikasi, perlu dijabarkan sekilas mengenai telekomunikasi, yang berasal dari kata dasar komunikasi. Komunikasi merupakan suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan atau mengoper lambang-lambang, isyarat-isyarat yang mengandung arti atau makna, dari seseorang kepada orang lain. Lambang-lambang atau isyarat-isyarat yang disampaikan itu biasa disebut dengan pesan (message) atau informasi.97

Kelahiran teknologi komunikasi massa elektronik ditandai oleh penemuan Hans C. Oersted pada tahun 1820 yang membuktikan adanya hubungan listrik dengan kemagnetan. Penemuan ini mengilhami Cooke dan Wheatstone di Inggris yang kemudian memperagakan sistem telegraf listrik yang pertama. Telegraf kawat yang pertama berkembang berkat eksperimen Samuel Finlay Breese Morse. Morse adalah seorang guru seni dan pelukis terkemuka, yang dapat membuat catatan permanen atas pesan telegrafi yang diterima pada kertas berupa kode-kode yang berbentuk titik-titik dan garis. Kode itu kemudian dikenal dengan Kode Morse (Morse Code).98

97Gouzali Saydam,op.cit., hal.1.

98Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.2.

Keberhasilan melakukan hubungan telegraf antara Baltimore dan Washington pada tanggal 24 Mei 1844 dengan menerapkan gagasan Morse menjadi titik awal meluasnya sistem telegraf sampai ke daratan Eropa. Perkembangan ini menggagas perlunya suatu tataran pemanfaatan telegraf melalui suatu badan pengatur sehingga terbentuklah International Telegraf Union pada tahun 1865 dan berhasil menyelenggarakan hubungan telegraf antara 21 negara yang jaraknya mencapai 500.000 kilometer. Pada masa itu dirintis upaya untuk menghubungkan Amerika dan Eropa dengan pemasangan kabel bawah laut melalui samudera Atlantik.99

Tahun 1667 Robert Hooke memperkenalkan telepon benang yang menghubungkan sepasang kaleng dengan seutas benang. Perangkat sederhana yang lebih mirip mainan anak-anak itu membuktikan suatu teori bahwa gelombang suara dapat disalurkan melalui sarana penghantar. Ada dua orang berkebangsaan Amerika yang bekerja sendiri-sendiri dan pada waktu yang bersamaan berhasil menciptakan perangkat telepon berdasarkan eksperimen Hooke yaitu Alexander Graham Bell dan Elisha Gray. Alexander Graham Bell akhirnya dikenal sebagai penemu telepon. Era komunikasi manusia telah memasuki babakan baru, yaitu dari kode menjadi suara, dari hubungan satu rumah ke rumah lainnya hingga dikenal istilah STD (subscriber

trunk dialing) atau Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan Sambungan

Langsung Internasional (International Direct Dialing).100

99Ibid., hal.3. 100Ibid.

Babakan lain dalam kehidupan telekomunikasi antar manusia terjadi pada tahun 1864, pada saat James Clark Maxwell meramalkan terdapat sebuah gelombang, yang mengarungi angkasa tanpa sarana pengantar di mana kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya, dapat dipantulkan dan dibiaskan seperti cahaya, namun tidak dapat dilihat atau dirasakan. Teori ini berhasil dibuktikan kebenarannya 20 tahun kemudian oleh ilmuwan Jerman, Heinrich Hertz setelah Maxwell wafat. Gelombang yang kemudian disebut sebagai gelombang radio (radio wave) atau gelombang elektromagnetik ini menjadi sistem yang lebih praktis berkat penemuan perangkat radio oleh ilmuwan Italia, Guglielmo Marconi pada tahun 1896. Inilah tonggak lahirnya telekomunikasi tanpa kabel (wireless telecommunication).101

Penemuan telekomunikasi tanpa kabel telah mendorong ilmuwan untuk saling berlomba menciptakan teknologi untuk berkomunikasi. John Logir Baird dari Inggris dan Vladimir Zworkyn dari Amerika adalah orang-orang yang berjasa menemukan sistem lensa kamera yang menjadi cikal bakal kelahiran televisi. Pada tahun 1936 di Alexandra Palace London, berdiri stasiun televisi yang pertama. Eksperimen manusia itu selanjutnya memperkenalkan sistem telekomunikasi melalui satelit, transmisi gelombang mikro, sistem digital, komputer-internet, dan telepon seluler.102

Di Indonesia sendiri, layanan telekomunikasi telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Dimulai pada tahun 1882 dengan berdirinya sebuah badan usaha swasta penyedia layanan pos dan telegraf, yang disusul kemudian pada tahun 1906

101Ibid., hal.4 102Ibid., hal.5.

dengan dibentuknya Post, Telegraph en Telephone Dienst (PTT), yang menjadi cikal bakal PN Postel.103

Pada tahun 1965, PN postel dipecah menjadi PN Pos dan Giro, dan PN Telekomunikasi. Selanjutnya tahun 1974, PN Telekomunikasi disesuaikan menjadi Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel) yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi nasional maupun internasional. Kemudian pada tahun 1980, PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) didirikan untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi internasional. Dan sejak tahun 1989, dikeluarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, yang membuka ruang bagi peran swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi104, selanjutnya telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tersebut menyatakan telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.

Definisi menara telekomunikasi adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi (Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

103Zainal Abdi,op.cit., hal. 80. 104Ibid., hal.81.

Nomor 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi).

Menara telekomunikasi dalam praktik sehari-hari di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan sebutantower Base Tranceiver Station (BTS). Pada umumnya BTS terdiri dari sebuah menara dan beberapa antena yang ditempatkan dalam kotak persegi. Kotak tersebut biasanya diletakkan di tempat yang paling tinggi agar sinyal dapat ditangkap dan terhindar dari halangan gedung-gedung tinggi dan pepohonan. BTS merupakan stasiun induk untuk mengirim dan menerima sinyal atau gelombang-gelombang radio ke dan dari pesawat telepon pelanggan.105

Keberadaan BTS di setiap sel di sepanjang jalur perhubungan sangat penting, khususnya bagi teknologi telekomunikasi seluler nirkabel yang menggunakan sistem teknologiGlobal System for Mobile Communication (GSM). Teknologi GSM hanya berfungsi apabila dioperasikan dalam area pelayanan BTS yang menaungi sejumlah pelanggan dan apabila tidak berada di wilayah cakupan BTS maka telepon seluler pelanggan tidak dapat berfungsi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kapasitas layanannya para operator telekomunikasi kemudian saling berlomba untuk membangun menara BTS di berbagai tempat bahkan kadang saling berdekatan satu sama lain guna memperoleh cakupan yang memadai bagi pelanggan mereka masing-masing.

105 Andy Dornan, The Essential Guide to Wireless Communications Application: From Cellular Systems to WAP and M-Commerce, Prentice Hall, New Jersey, 2000, hal. 178.

Beberapa ketentuan hukum pokok yang mengatur tentang menara telekomunikasi yang wajib dijadikan acuan oleh seluruh penyelenggara telekomunikasi (operator) dalam mendirikan infrastruktur telekomunikasinya, khususnya menara BTS.

1. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor

2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan

Penggunaan Menara Telekomunikasi

Pasal 2 Peraturan Menkominfo (Permenkominfo) ini mengatur bahwa setiap menara telekomunikasi yang didirikan operator harus digunakan secara bersama, yang bertujuan agar tercipta efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan ruang, tanpa mengesampingkan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi.

Pihak-pihak yang dapat melaksanakan pembangunan menara adalah : a. Penyelenggara Telekomunikasi;

b. Penyedia Menara; c. Kontraktor Menara.

Pihak yang membangun Menara harus memiliki Izin Mendirikan Menara dan berbagai izin lainnya dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian Izin Mendirikan Menara tersebut harus memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu pihak yang mendirikan menara juga wajib menyampaikan informasi tentang rencana penggunaan Menara Bersama (Pasal 3).

Dalam Pasal 4 regulasi ini dikatakan, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur penempatan lokasi Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku. Pemerintah daerah harus mempertimbangkan aspek-aspek teknis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan prinsip-prinsip penggunaan Menara Bersama. Selain itu, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang dilakukan dengan mekanisme yang transparan serta melibatkan peran masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk penataan ruang yang efisien dan efektif demi kepentingan umum.

Untuk melindungi kepentingan dalam negeri, Permenkominfo tersebut membatasi pihak-pihak yang boleh terlibat dalam konstruksi pembangunan menara telekomunikasi hanya untuk pelaku usaha dalam negeri dan tertutup untuk pemodal asing. Penyedia Menara, Pengelola Menara atau Kontraktor Menara yang bergerak dalam bidang pembangunan menara tersebut haruslah badan usaha yang seluruh modal atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri (Pasal 5).

Pasal 6 : Pihak-pihak yang melaksanakan pembangunan menara harus menjamin keamanan lingkungan sesuai dengan standar baku serta mempertimbangkan faktor-faktor penentu kekuatan dan kestabilan konstruksi menara sebagai berikut :

a. tempat/spacepenempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama, operator selalu mempergunakan tempat yang datar tanpa kemiringan untuk menempatkantowerdan peralatan pendukungnya ;

b. ketinggian Menara, tinggi menara yang dibangun sifatnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan operator dan kontur lokasi, jika memanfaatkan bidang rooftop

c. struktur Menara, mulai dari yang sederhana berbentuk segitiga dan ditopang dengan tali, jenis ini disebut tower Gaymas, atau yang kedua adalah jenis SST

(Self Supporting Tower), yang mempunyai konstruksi baja dengan empat buah

kaki ;

d. rangka struktur Menara, terbuat dari material baja atau besi yang dilapisi dengan galvanis sehingga bisa tahan sampai puluhan tahun tidak berkarat ;

e. pondasi Menara, jika didirikan di lahan kosong pondasi menara ditanam ke dalam