• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK SYAIR.

Dalam dokumen PENDAHULUAN DAN GARIS GARIS BESAR ALKI (Halaman 54-57)

Orang Ibrani telah mewariskan kepada dunia sebuah bentuk pengungkapan syair yang sederhana dan kekanak-kanakan. Ungkapan berbentuk syair itu lebih berasal dari hati ketimbang dari keinginan untuk mengungkapkannya dengan keindahan seni. Karena bahasa Ibrani adalah bahasa bergambar, setiap kata yang dipakai itu jelas dan gamblang. Akar-akar kata kerjanya menggambarkan tindakan yang kelihatan, sedangkan pemakaiannya memberikan ruang untuk memakai imajinasi yang kuat. Di dalam bahasa ini terdapat ungkapan perasaan yang sangat kuat yang cocok untuk menunjukkan kerinduan religius yang membara.

Sekalipun puisi Ibrani tidak memiliki sajak dan lemah sistem metrisnya, puisi Ibrani memiliki ciri-ciri penggantinya. Sebaliknya dari dasar-dasar utama sajak Inggris ini, orang Ibrani menggunakan dua ciri khusus yang utama-penekanan aksen (irama) dan paralelisme. Menurut F. C. Eiselen (The Psalms and

Other Sacred Writings) irama adalah "pengulangan harmonis dari hubungan suara tertentu." Pola

aksen yang terdiri dari dua, tiga atau empat hitungan irama memungkinkan dibuatnya pengulangan harmonis ini. Sejumlah suku kata yang tanpa tekanan di antara setiap hitungan irama disusun secara bergantian di antara suku kata yang panjang dan suku kata yang pendek. Bentuk pengaturan semacam ini tergantung pada irama di dalam setiap anak kalimat dan keseimbangan irama di antara anak-anak kalimat itu. Hasilnya adalah suara yang naik dan turun secara menyenangkan sehingga sanggup mengungkapkan semangat yang hidup, kepastian yang tenang, keceriaan, ratapan atau ungkapan emosional lainnya.

Ciri khusus utama yang kedua di dalam syair Ibrani ialah keseimbangan di antara bentuk dan makna yang dinamakan paralelisme. Sang penyair mengemukakan sebuah pemikiran; kemudian pemikiran itu diperkuat lagi dengan pengulangan, variasi atau kontras. Ada tiga bentuk utama paralelisme yang dapat dijumpai di seluruh Kitab Mazmur.

1. Sinonim. Baris kedua mengulangi baris pertama dengan kata-kata yang sedikit berbeda (bdg

Mzm 1:2).

2. Antitetis. Baris kedua merupakan kontras yang tajam dari kalimat pertama (bdg Mzm 1:6). 3. Sintetis. Kalimat kedua melengkapi kalimat pertama dengan menambah pemikiran semula (bdg

Mzm 7:1).

Tiga bentuk yang kurang utama membantu menambah kekayaan dan keragaman dari syair Ibrani. 1. Introver. Kalimat kedua paralel dengan kalimat ketiga dan kalimat pertama paralel dengan

2. Klimaktis. Kalimat kedua melengkapi kalimat pertama dengan membawa pemikirannya kepada klimaks (bdg Mzm 29:1,2).

3. Emblematis. Kalimat kedua melanjutkan pemikiran kalimat pertama dengan mengangkatnya ke alam yang lebih tinggi atau dengan memakai sebuah simile (bdg Mzm 1:4).

Ada faktor-faktor lain yang menjelaskan keefektifan paralelisme. Inti masalahnya ialah harapan dan kepuasan pembacanya. Kalimat pertama akan selalu menimbulkan suatu rasa berharap, sedangkan kalimat-kalimat berikutnya akan memuaskan harapan tersebut. Penyair bisa membuat variasi dengan mengubah tingkat pengharapan atau cara memuaskan pengharapan itu dengan memakai kontras untuk menunjukkan apa yang tidak diharapkan. Paralelisme yang dipergunakan ini kadang-kadang lengkap, kadang-kadang tidak lengkap dengan satu unsur yang tidak ada; dan pada saat-saat tertentu

ditambahkan sebuah unsur pelengkap untuk memberikan rasa puas yang lebih baik. Bukan hanya paralelisme namun juga irama berpola menghasilkan rasa penantian pemuasan ini. G. B. Gray (The

Forms of Hebrew Poetry, 1915) telah memberi nama kepada dua jenis irama dasar ini. "Irama yang

menyeimbangkan" menghasilkan kepuasan tertentu sebab jumlah penekanan aksennya sama (Mzm 2:2 atau Mzm 3:3). "Irama yang menggema" menghasilkan perasaan berbeda dengan memberikan tekanan yang lebih sedikit pada kalimat kedua dibandingkan dengan kalimat pertama (Mzm 3:2). Yang paling sering dipakai dari bentuk yang kedua adalah irama Quinah, yang dipakai dalam ratapan dan nyanyian penguburan.

Di samping paralelisme dan irama, dua unsur lain mempengaruhi syair Ibrani. Ini bukan karakteristik khusus, sebab ini terdapat di dalam semua syair. Yang pertama adalah sifat emosional yang

menghasilkan suatu ekspresi yang memuncak. Kata-kata atau frasa khusus yang penuh kuasa dapat menghasilkan hal ini. Pemakaian suara tekak yang banyak dapat menampilkan suasana keras. Bunyi mendesis yang tajam dapat mengungkapkan kemenangan atau kesedihan atas sebuah kekalahan. Kata yang meniru suara dapat dengan mudah menunjukkan pesannya. Unsur kedua adalah nilai membantu

ingatan Bari sebuah syair yang membantu pembaca mengingatnya. Sebagai ganti pemakaian sajak,

pemazmur kadang-kadang memanfaatkan pengaturan akrostik. Setiap baris atau sejumlah baris akan diawali dengan huruf-huruf dalam abjad Ibrani. Mzm 119 merupakan contoh yang baik sekali karena setiap baris di dalam kelompok delapan baris diawali dengan huruf yang sama. Kedua puluh dua huruf dalam abjad Ibrani dipakai dalam kelompok-kelompok yang berurutan. Cara semacam itu membuat mazmur tersebut lebih mudah dihafalkan. Sesungguhnya, hanya delapan atau sembilan mazmur yang disusun demikian secara keseluruhan. Masing-masing mazmur ini bersifat sebagai amsal dan akan mengalami suatu keterpisahan pemikiran jika saja pengaturan menurut abjad ini tidak dipakai.

Berdasarkan gaya pokoknya, syair Ibrani sangat berbeda dengan syair modem. Sekalipun demikian, pola syair Ibrani memiliki kemiripan yang erat dengan pola syair Timur Dekat. Terdapat sejumlah kesamaan dalam gaya antara syair-syair di Israel dengan yang di Mesir dan Mesopotamia. Akan tetapi, kesamaan yang paling mencolok tampak jelas jika syair Ibrani dibandingkan dengan syair-syair Ugarit. Syair Ugarit pada dasarnya merupakan jenis Kanaan-Siria. Kanaan dan Siria berhubungan dekat dengan Israel di sepanjang sejarah pra-pembuangan. Kemiripan-kemiripan utamanya adalah dalam hal metafora, frasa, irama dan paralelisme-semua berkenaan dengan gaya penulisan dan pemakaian frasa. Perbedaan secara religius dan teologis jauh melebihi semua kesamaan ini.

KLASIFIKASI.

Suatu perbandingan sekilas dari syair-syair di dalam Mazmur menunjukkan bahwa syair-syair itu tidak dikelompokkan menurut pokok bahasannya. Pokok-pokok tersebut, yang dibahas atau disinggung, meliputi pengalaman manusia. Sekalipun berbagai topik itu terlalu banyak untuk didaftarkan, lima pokok utama dapat dikenali:

1. Kesadaran akan kehadiran Allah.

2. Pengakuan akan perlunya mengucap syukur. 3. Persekutuan pribadi dengan Allah.

4. Mengingat peranan Allah dalam sejarah. 5. Perasaan dibebaskan dari musuh.

Telah ada banyak usaha untuk mengklasifikasi mazmur-mazmur menurut sebuah patokan yang sudah dipertimbangkan sebelumnya. Mowinckel dan lain-lain memusatkan klasifikasi mereka pada isi dengan mengembangkan berbagai sub-divisi berdasarkan topik secara rinci. Yang lain berusaha mengungkapkan suasana hati dari penulis setiap mazmur. Kalangan yang lain lagi telah

menggunakan berbagai jenis mazmur sebagai kriteria klasifikasi. Ini berawal hanya dengan pembagian menjadi tiga yaitu nyanyian pujian, doa dan kidung iman. Baru-baru ini Gunkel telah melaksanakan pekerjaan yang sangat berharga dengan mengidentifikasi lebih jauh jenis-jenis atau kategori ini. Dasar pikiran pokoknya ialah bahwa mazmur pada mulanya merupakan nyanyian pemujaan yang dipakai ketika Israel beribadah. Oleh karena itu Gunkel menggolongkan setiap mazmur menurut "rumusan yang berulang secara tetap" dari setiap jenis tertentu. Gunkel menemukan lima jenis utama sebagai berikut:

1. Nyanyian Pujian. 2. Ratapan Nasional.

3. Mazmur Kerajaan (termasuk Mazmur Mesianis). 4. Ratapan Individu.

5. Ucapan Syukur Individu.

Kepada jenis-jenis tersebut Gunkel menambahkan sejumlah jenis minor yang masing-masing jenisnya hanya diwakili oleh beberapa mazmur saja.

6. Nyanyian Ziarah. 7. Ucapan Syukur Bangsa. 8. Syair Hikmat.

9. Liturgi Taurat. 10.Jenis-jenis Campuran.

Jenis-jenis ini merupakan skema yang terakhir dan paling mutakhir dari Gunkel (bdg. N. H. Snaith dalam Twentieth Century Bible Commentary, hlm. 235 dst.). Sebelumnya, Gunkel telah memasukkan juga jenis-jenis minor lainnya seperti "Berkat dan Kutuk" serta "Mazmur Nubuat" (bdg. John

Patterson, The Praises of Israel, hlm. 32). Kepada jenis-jenis ini masih dapat ditambahkan Mazmur- mazmur Mesianis.

Sekalipun usaha untuk merumuskan sebuah sistem klasifikasi itu sangat menarik, terdapat suatu keadaan tidak menentu sekitar Kitab Mazmur yang tidak memungkinkan klasifikasi secara mutlak. Keadaan tidak menentu ini disebabkan oleh sifat abadi dan universal dari kumpulan ini. Sebetulnya, setiap metode klasifikasi memberikan pandangan yang berbeda tentang Kitab Mazmur sehingga memungkinkan seseorang memahami banyak seginya yang ada.

Dalam dokumen PENDAHULUAN DAN GARIS GARIS BESAR ALKI (Halaman 54-57)

Dokumen terkait