• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berakhirnya Kongres, Dimulainya Persiapan Melawan

Darul Islam di Aceh adalah sebuah “pemberontakan unik”, ia di- mulai dari sebuah konggres, dan juga berakhir melalui sebuah kong- gres. Perang hanyalah dianggap sebagai selingan saja, meskipun ba- nyak darah para syuhada tumpah ruah di medan perang suci dari tahun 1953 hingga tahun 1959, bahkan hingga tahun 1962 “getaran- getaran” dari gemuruhnya roda-roda jihad gerakan Darul Islam masih terasa di Aceh. Berperang adalah hal yang sudah biasa, namun ber- konggres adalah kesempatan yang langka. Artinya, musyawarah ada- lah sesuatu yang paling dihormati, keputusannya-keputusannya selalu dijunjung tinggi. Bertempur bukanlah sesuatu yang ditakuti oleh rak- yat Aceh, namun berkonggres adalah hajatan istimewa yang mesti di- hadiri, perang pun akan dihentikan sementara jika ada undangan konggres.38

Selama bulan-bulan pertama tahun 1953 ketegangan kian me- muncak di Aceh. Beredar desas-desus tentang penangkapan-penang- kapan baru, rapat-rapat rahasia, dan hubungan antara Daud Beureu`eh dan Kartosoewirjo. Anggota-anggota PUSA memulai kampanye mere- ka untuk pemilihan umum dan pidato-pidato mereka menekankan perlu-nya otonomi daerah serta Negara Islam. Bicara negara Islam ketika itu sangat mengerikan dan bisa mendatangkan bahaya bagi siapa saja yang membicarakannya secara terbuka. Agen mata-mata bersembunyi di mana-mana, intelijen menempel di setiap sudut, bah- kan dinding pun memiliki “telinga” di Aceh ketika itu.39

38 Jika kita membandingkan dengan apa yang terjadi di tahun 1976 kemudian, prok-

lamasi Aceh Merdeka juga dimulai dari sebuah seminar, sebuah kongres, muktamar atau sejenisnya di Medan tentang Sejarah Perjuangan Rakyat Aceh sejak 1879 hingga 1910.

39 Wawancara dengan Tgk. Ibrahim A. Rahman, Banda Aceh, 28 Juni 2006.

Sulawesi Selatan dan Tengah dan Kalimantan, dan selanjutnya menjalankan politik divide et impera dan kolonialisme, dan mengadu domba berbagai suku bangsa dan agama satu sama lain.

Ia bertanya kepada Ali Sastroamidjojo apakah barangkali telah tiba abad baru kolonialisme yang di dalamnya hanyalah kaum komunis yang memungut hasil buah kemerdekaan, sedangkan yang lain dibunuh habis begitu saja. Lalu ia menuntut agar Ali Sastroamidjojo menghentikan politik agresifnya, membebaskan tahanan-tahanan politik, dan mulai berunding dengan pejuang mujahidin Darul Islam. Bila tidak, maka ia pribadi akan mengambil sejumlah langkah. Sebuah langkah berani dan penuh perhitungan intelejensia. Dari surat yang hanya secarik ini, ia adalah satu-satunya “wakil suara Aceh” di luar negeri. Hasan Tiro akan membuka kedutaan-kedutaan Republik Islam Aceh di seluruh dunia—di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan semua negara Islam, demikian pula di Perserikatan Bangsa-Bangsa—dan menelanjangi kebuasan Pemerintah Republik dan kekejaman serta pelanggarannya terhadap Hak Asasi Manusia di Aceh di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa mengirimkan Komisi Penyelidikan ke Aceh. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan akan dilakukan oleh pejuang Darul Islam mana pun di Indonesia, baik di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, atau di Kalimantan Selatan ketika itu. Biarlah forum internasional mengetahuinya, katanya, tentang tindakan-tindakan kekejaman yang paling keji yang dilakukan di dunia sejak zaman Jenghis Khan dan Hulagu.31

Langkah-langkah lain yang dipertimbangkan Hasan Muhammad Tiro mengadukan Pemerintah Republik Indonesia di depan PBB atas tuduhan melakukan pembunuhan massal untuk memberitahu Dunia Islam akan kekejaman yang dilakukan terhadap para alim ulama di

31 Hulagu adalah cucu Jenghis Khan, yang memerintah Iran dengan tangan besi

kombinasi yang jarang terdapat: pesona dan keteguhan hati”,29 lahir di

Desa Lhok Rheum, Tiro, Pidie. Dalam zaman Belanda dia adalah salah seorang murid Teungku Daud Beureu`eh di Madrasah Jami’atud- diniyah Blang Paseh di Sigli, sedangkan dalam masa pendudukan Jepang dia belajar di Perguruan Normal Islam; tempat ia menjadi “anak emas” Said Abubakar. Sesudah proklamasi kemerdekaan ia berangkat ke Yogyakarta untuk belajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Dia kembali ke Aceh sebentar untuk bekerja pada Pemerintah Darurat Sjafruddin Prawiranegara. Kembali ke Yogyakarta, dia menjadi salah seorang dari dua mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang pada tahun 1950 menerima beasiswa untuk melanjutkan pelajarannya di Universitas Columbia, Amerika Serikat. Di Amerika Serikat Hasan Mohammad Tiro selain belajar ia juga bekerja pada Dinas Penerangan Delegasi Indonesia di Perserikatan Bangsa- Bangsa sebentar dan memiliki bisnis yang tersebar di berbagai bidang: perkapalan, pengeboran minyak dan menjadi konsultan pada beberapa perusahaan multinasional.30

Dalam paruh kedua tahun 1954 dia membuat surat protes, kombinasi antara diplomasi, kemarahan dan spirit kemanusiaan yang sangat halus yang menimbulkan hal-hal yang mengabaikan Pemerintah Republik. Ia kemudian dipecat dari kantor perwakilan diplomatik RI dan memulai suatu kerja serius untuk rakyat Aceh. Ia menyebut dirinya “Menteri Berkuasa Penuh” dan “Dutabesar pada Perserikatan BangsaBangsa dan Amerika Serikat” Republik Islam Indonesia. Dengan mewakili Negara Islam ini, ia mengirim ultimatum kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada awal September tahun itu. Dalam ultimatum ini ia menuduh pemerintah “fasis- komunis” membawa bangsa Indonesia hampir ke dalam kehancuran ekonomi dan politik, kemiskinan, percekcokan, dan perang saudara, serta melakukan agresi terhadap rakyat Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah,

29 J. Burham, “Dispatch from a forgotten front”, National Review 25 Maret 1961. 30Ibid., hlm. 154.

Nama-nama yang paling sering muncul sehubungan dengan persiapan-persiapan pemberontakan dalam masa ini adalah Daud Beureu`eh, Hasan Aly, Husin Jusuf, dan Amir Husin al Mudjahid. Dua yang akhir ini khusus mengusahakan sendiri memperoleh dukungan dari gerilyawan yang didemobilisasikan. Untuk ini mereka membentuk (Persatuan) Bekas Pejuang (Islam) Aceh (BPA). Organisasi ini dipimpin Husin Jusuf, dan Daud Beureu`eh sebagai pelindungnya. Amir Husin al Mudjahid dikabarkan telah melakukan hubungan dengan sebuah organisasi lain bekas gerilyawan, Biro Bekas Angkatan Perang, demi- kian pula diusahakannyamenarik bekas pejuang gerilyawan yang tidak puas di Sumatera Timur.40 Juga diadakan hubungan dengan pasukan

Aceh dengan maksud menghasut mereka melakukan desersi.41

Bahwa terdapat hubupgan antara Daud Beureu`eh dan gerakan

Darul Islam sebelum September 1953 sudah pasti. Tetapi kurang- dapat dipastikan, siapa yang mengambil prakarsa: pemberontak-pembe- rontak di Aceh atau Kartosoewirjo. Menurut sebuah laporan rahasia, Daud Beureu`eh dan Amir Husin al Mudjahid dikatakan telah pergi ke Jawa untuk berunding dengan Kartosoewirjo di Jawa Barat sesudah suatu pertemuan rahasia yang diadakan Daud Beureu`eh pada 13 Maret, yang dihadiri Amir Husin al Mudjahid, Husin Jusuf, Sulaiman Daud, Hasan Aly (Kepala Kejaksaan di Aceh, ketika itu sedang cuti resmi), Said Abubakar, dan A.R. Hanafiah (pegawai Kantor Agama Aceh Timur). Dalam pertemuan ini komplotan itu telah mengutus dua orang untuk pergi ke Jawa untuk melakukan hubungan dengan pemimpin- pemimpin Darul Islam di sini.42 Menurut laporan yang sama, sekem-

balinya dari Jawa, Amir Husin al Mudjahid dari Jawa tinggal beberapa hari di Medan untuk menemui wakil organisasi-organisasi lainnya di

40 Informasi ini diperoleh dari sebuah laporan rahasia yang dikemukakan K. Werdojo

(K. Werdoyo) selama perdebatan parlemen mengenai pemberontakan Daud Beureu`eh (Sekitar t.t.I: 302-303).

41 A.H. Gelanggang, Rahasia Pemberontakan Aceh dan Kegagalan Politik Mr. S.M. Amin,

(Banda Aceh: Pustaka Murni Hati, 1956), hlm. 38.

42 Dokumentasi, Sekitar Peristiwa Daud Beureu’eh, Jilid I (Jakarta: Kronik Kementerian

sana, seperti Masyumi dan cabang pemudanya, GPII.

Daud Beureu`eh dan Kartosoewirjo tetap saling berhubungan me- lalui para utusan. Demikianlah Kartosoewirjo memutuskan untuk me- ngirim Mustafa Rasjid (Abdul Fatah Wirananggapati) ke Aceh untuk membicarakan penggabungan wilayah ini ke dalam Negara Islam Indonesia dan pengangkatan Daud Beureu`eh sebagai pemimpin Tentara Islam di Aceh. Mustafa Rasjid, nama yang sebenarnya adalah Abdul Fatah Tanu Wirananggapati, menyatakan dirinya kuasa usaha Negara Islam Indonesia untuk Aceh. Ia ditangkap ketika kembali ke Jawa pada Mei 1953. Di sini juga tertangkap seorang utusan Daud Beureu`eh.43 Pemerintah Pusat yang berusaha merahasiakan penang-

kapan-penangkapan ini, tidak terus menangkap Daud Beureu`eh, dan hanya menambah jumlah satuan Mobil Brigade di Aceh.

Dalam pada itu, berlangsung dua kongres yang penting, April 1953. Pertama, Kongres Alim Ulama yang diadakan di Medan dari 11 sampai 15 April. Kedua, kongres untuk menilai hasil-hasil kongres Medan diadakan oleh PUSA di Langsa dari 15 sampai 29 April. Kedua pertemuan ini diketuai Daud Beureu`eh, yang dengan demikian men- dapat kesempatan yang baik sekali untuk menyampaikan kepada para peserta rencananya dan membicarakan bersama mereka kemungkinan mengadakan pemberontakan.

Konggres Alim Ulama di Medan, menurut Daud Beureu`eh, adalah bukti bahwa Islam lebih kompak dibanding sebelum perang. Ia me- nandaskan ketegangan antara kelompok “muda” dan kaum “kolot” sudah berakhir pada tahun tiga puluhan. Salah satu pertanda adanya persatuan baru ini adalah tak ditonjolkannya perbedaan-perbedaan di antara mazhab-mazhab hukum Islam. (Mazhab Syafi’i dominasi di Indonesia). Ia lalu membikin kami geli dengan cerita-cerita tentang guru-guru agama masa sialm yang bodoh dan percaya tahayul, yang menyatakan bahwa potongan rambut dan pakaian orang Barat itu

43 Dokumentasi, Sekitar Peristiwa Daud Beureu’eh, Jilid I (Jakarta: Kronik Kementerian

Penerangan(t.t.), hlm. 547-553.

Djengkiz Khan. Kami akan meminta PBB mengirimkan komisi ke Atjeh. Biar rakjat Atjeh mendjadi saksi;

Kami akan menuntut regima Tuan di muka PBB atas kedjahatan genocide jang tuan sedang lakukan terhadap suku bangsa Atjeh;

Kami akan membawa kehadapan mata seluruh dunia Islam, kekedjaman-kekedjaman jang telah dilakukan oleh regime Tuan terhadap para alim ulama di Atjeh, Djawa Barat, Djawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan;

Kami akan mengusahakan pengakuan dunia international terhadap Republik Islam Indonesia, jang sekarang de fakto menguasai Atjeh, sebagian Djawa Barat dan Djawa tengah, Sulawesi Selatan dan Tengah dan sebagian Kalimantan;

Kami akan mengusahakan pemboikotan diplomatik dan ekonomi international terhadap regima Tuan dan penghentian bantuan teknik dan ekonomi dari PBB, Amerika Serikat, dan Kolombo Plan;

Kami akan mengusahakan bantuan moral dan material buat Republik Islam Indonesia dalam perdjuanngannja menghapus regime-teror Tuan dari Indonesia.

Dengan demikian terserah kepada Tuanlah, apakah kita akan manjelesaikan pertikaian politik ini setjara antara-kita atau sebaliknja. Tuan dapat memilih tetapi kami tidak !

Apakah tindakan tindakan jang saja ambil ini untuk kepentingan bangsa Indonesia atau tidak, bukanlah hak tuan untuk menentukannja. Allah Subhanahu wa ta’ala dan 80 djuta rakjat Indonesialah jang akan mendjadi Hakim, jang ketengah-tengah mereka saja akan kembali didunia, dan keharibaanNja saja akan kembali di hari kemudian.

C. Hasan Mohammad Tiro

Hasan Muhammad Tiro, yang dilukiskan seorang wartawan Ame- rika sebagai “inteligen, berpendidikan baik, dan diberkahi dengan

membiarkan Tuan menukarnja dengan pendjadjahan model baru !. Persoalan jang dihadapi Indonesia sesungguhnja bukan tidak bisa dipetjahkan, tetapi Tuanlah jang mentjoba membuatnja mendja- di sukar. Sebenarnja djika Tuan hari ini mengambil keputusan buat menjelesaikan pertikaian politik ini dengan djalan semestinja, jakni perundingan, maka besok hari djuga keamanan dan ketenteraman akan meliputi seluruh tanah air kita. Oleh karena itu demi kepentingan rakjat Indonesia, saja mengandjurkan Tuan mengambil tindakan berikut:

Hentikan agressi terhadap rakjat Atjeh, rakjat Djawa Barat, rakjat Djawa Tengah, rakjat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan rakjat Kalimantan;

Lepaskan semua tawanan-tawanan politik dari Atjeh, Sumatera Selatan, Djawa Barat, Djawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan dan Maluku;

Berunding dengan Tengku Muhammad Daud Beureu`eh, S.M. Kartosoewirjo, Abdul Kahar Muzakkar dan Ibnu Hadjar.

Djika sampai pada tanggal 20 September 1954, andjuran- andjuran kearah penghentian pertumpahan darah ini tidak mendapat perhatian Tuan, maka untuk menolong miliunan djiwa rakjat jang tidak berdosa jang akan mendjadi korban keganasan kekedjaman agressi jang Tuan kobarkan, saja dan putera-putera Indonesia jang setia, akan mengambil tindakan-tindakan berikut:

Kami akan membuka dengan resmi perwakilan diplomatik bagi Republik Islam Indonesia di seluruh dunia, termasuk PBB, benua Amerika, Eropa dan Asia dan seluruh negara-negara Islam;

Kami akan memadjukan kepada General Assembly PBB j.a.d. segala kekedjaman, pembunuhan, penganiajaan, dan lain-lain pelanggaran terhadap Human Rights jang telah dilakukan oleh regime Komunist-Fasist tuan terhadap rakjat atjeh. Biarlah forum international mendengarkan perbuatan-perbuatan maha kedjam jang pernah dilakukan didunia sedjak zamannja Hulagu dan

haram menurut hukum Islam. Guru-guru agama yang paling konser- vatif masih yakin bahwa semua kebiasaan orang Barat itu terkutuk, tetapi mereka tak berani mengatakannya diluar desa mereka. Menurut- nya, konservatifisme cerewet yang lazim di Aceh sampai kemarin- kemarin ini, didasarkan atas kejumudan terhadap hukum Islam; kema- juan di tahun-tahun ini menjadikannya tampak dungu.44

Kedua kongres ini merupakan titik awal dari suatu gerakan luas yang meliputi seluruh Aceh, yang digunakan pemimpin-pemimpin Islam untuk mendesak rakyat memberikan suara untuk partai Islam da- lam pemilihan umum yang akan datang (yang ketika itu tampaknya sudah dekat), dan untuk Islam sebagai dasar konstitusional Negara Indonesia. Di samping itu mereka mengemukakan sejumlah persoalan yang sejak lama telah menimbulkan kemarahan sebagian besar rakyat Aceh, yaitu sikap Pemerintah Indonesia yang dinyatakan anti-atau bukan-Islam, kelalaian Pemerintah terhadap Aceh, dan penggantian orang Aceh dengan orang dari luar daerah dalam pemerintahan daerah dan tentara. Dalam rapat-rapat umum dan khotbah-khotbah mereka selanjutnya menuduh orang Jawa dan orang Batak mengan- dung maksud untuk mengambil alih Aceh. Menurut mereka, pasukan Angkatan Darat yang dikirim ke Aceh terdiri dari bekas serdadu- serdadu KNIL dan orang-orang kafir, dan mereka menyerang Soekarno karena ingin memajukan agama Hindu. Sebuah monografi tentang pemberontakan Aceh45 menyatakan, para alim ulama "dengan tegas

bersumpah ... bahwa sekembalinya mereka ke daerah mereka mereka akan mengusahakan dengan sekuat tenaga untuk meyakinkan rakyat memperjuangkan Negara Islam dalam pemilihan umum yang akan datang untuk DPR dan Konstituante, dan bahwa bila kemenangan tidak tercapai dengan jalan ini, mereka tidak akan ragu-ragu meng- gunakan cara-cara yang melanggar hukum guna mencapai tujuan ini".

Kedua kongres ini tidak hanya memberikan titik awal untuk ge-

44 Boyd R. Compton, ibid., hlm. 150. 45 Gelanggang, op.cit., hlm. 13.

rakan seluruh Aceh guna menjelaskan pandangan pemimpin-pemim- pin Islam tentang Negara Islam dan menghasut rakyat memberontak terhadap Pemerintah Pusat. Juga memberikan dorongan guna mem- perbaharui usaha meluaskan pengaruh PUSA dalam masyarakat. Struk- tur organisasi PUSA diperkukuh dengan dibentuknya organisasi- organisasi massa untuk mengerahkan para pendukung. Demikianlah cabang Pemuda PUSA yang selama bertahun-tahun tidak aktif dihi- dupkan kembali, didirikan Persatuan Bekas Pejuang Islam yang terse- but di atas, dan PUSA memperkuat penguasaannya atas gerakan Pandu Aceh, Pandu Islam, dengan mengangkat A.G. Mutiara sebagai pemimpinnya. Ketiga organisasi ini memainkan peranan penting dalam persiapan-persiapan militer bagi pemberontakan yang akan datang. Di samping memberikan Darul Islam Aceh bagian terbesar pasukannya, mereka barsyak memudahkan perencanaan untuk aksi- aksi yang terkoordinasi pada saat pemberontakan meletus dengan menyerang kota-kota utama Aceh sekaligus. Para bekas gerilyawan yang dipersatukan dalam Persatuan Bekas Pejuang Islam Aceh meru- pakan pasukan tempur pokok, disokong para pemuda dari Pemuda PUSA dan Pandu Islam sebagai pembantunya.

Pandu Islam ini tidak hanya menjadi gerakan Pandu. Di samping latihan militer-militeran biasa, kepada para anggotanya diberikan la- tihan dasar militer. "Pandu Islam hari demi hari bertambah sehat dan pengikutnya makin bertambah banyak. Kemudian ternyata, para ang- gotanya menerima latihan militer dari prajurit-prajurit berpengalaman pilihan khusus dan diajarkan metode menyerang dan menyerbu. Latihah ini mereka terima tidak hanya siang tetapi juga malam hari".46

Sebagian dari Pandu ini, yang jumlahnya menurut taksiran Pemerintah adalah 4.000 orang,47 juga bekas gerilyawan.

E. Persiapan Pemberontakan

46 Gelanggang, op.cit., hlm. 18.

47 Keterangan Pemerintah, 1953, hlm. 107.

kejahatan politik jang se-jahat2nja jang bisa diperbuat dalam negara

jang terdiri dari suku2 bangsa, bebagai halnja Indonesia, jaitu

mengadu-dombakan satu suku bangsa dengan suku bangsa jang lain, mengadu-dombakan suku bangsa Kristen dengan suku bangsa Islam, dan sebagainja. Tuan mengadu suku Minahasa dengan suku Sunda, suku Sunda dengan suku Bugis, suku Djawa dengan suku Ambon, dan suku Batak Kristen dengan suku Atjeh Islam. Dan Tuan mengatakan bahwa Tuan telah memperbuat semua ini atas nama persatuan nasional dan patriotisme! Rasanja tak ada suatu tjontoh jang lebih tepat bagi pepatah jang mengatakan bahwa patriotisme itu adalah tempat perlindungan jang terachir bagi seorang pendjahat!

Sampai hari ini, sembilan tahun sesudah tertjapainja kemerde- kaan bangsa, sebagian besar bumi Indonesia masih terus digenangi darah dan air mata putera puterinja jang malang, di Atjeh, di Djawa Barat, di Djawa Tengah, di Sulawesi Selatan, di Sulawesi Tengah dan Kalimantan, jang kesemuanja terdjadi hanja karena Tuan ingin melakukan pembunuhan terhadap lawan-lawan politik Tuan. Seluruh rakjat Indonesia menghendaki penghentian pertumpahan darah jang maha kedjam ini sekarang djuga, dengan djalan musjawarat antara kita-sama-kita. Tetapi Tuan dan kaum Komunist lainnja, sedang terus mentjoba mengeruk keuntungan jang sebesar-besarnja dari kesengsaraan rakjat ini, dan hanja Tuan sendirilah jang terus berusaha memperpandjang agressi terhadap rakjat Indonesia ini. Dan sekarang, belum puas dengan darah jang sudah tertumpah, harta benda jang sudah musnah, ratusan ribu djiwa jang sudah melajang, Tuan sedang merentjanakan pula buat melantjarkan agressi jang lebih hebat, dahsjat dan kedjam lagi terhadap rakjat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Djawa Barat, Djawa Tengah, Kalimantan dan Atjeh. Tetapi Tuan akan mengetahui dengan segera bahwa djiwa merdeka, harga diri, dan ketjintaan suku-suku bangsa ini kepada keadilan, tidak dapat Tuan tindas dengan sendjata apa pun djuga. Rakjat Indonesia sudah merebut kemerdekaannja dari pendjajah Belanda. Pastilah sudah mereka tidak akan membiarkan Tuan merebut kemerdekaan itu dari mereka, djuga tidak akan