• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berawal dari Kebutuhan Warga

Dalam dokumen IRE Yogyakarta | Mandatory Edisi 10 vol 2 : (Halaman 139-143)

Persoalan utama tentang keberadaan program pemberdayaan berbasis TIK sejauh ini selalu terkait dengan pertanyaan mendasar: apakah keberadaan program tersebut benar-benar itu dibutuhkan oleh komunitas? Bagaimana mengelola program pemberdayaan secara tepat? Jika kedua pertanyaan ini tidak dieksplorasi dengan baik, alih-alih melayani kepentingan komunitas, program

TIK tersebut hanya merupakan “proyek” sesaat yang bersifat top down. Akibat yang terjadi antara lain program atau media komunitas yang didirikan tidak akan berkembang, bahkan lambat laun mati. Sebaliknya, jika tidak terjadi kondisi yang demikian, media komunitas justru meniru gaya media mainstream yang semakin menjauhkan media dari sifat komunitasnya.

Untuk menjawab kehawatiran itu, upaya yang harus diperhatikan pertama kali adalah menumbuhkan dan memelihara “kebutuhan” komunitas terhadap pentingnya TIK dan media komunitas berbasis TIK. Paling tidak ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yakni kultural dan struktural. Pendekatan kultural dilakukan dengan penguatan langsung kepada masyarakat, misalnya berupa kampanye-sosialisasi, pelatihan-pelatihan tentang arti penting saluran informasi dan teknologi sehingga informasi (termasuk hiburan) yang disampaikan lewat media komunitas menjadi needs, bukan hanya wants. Kebutuhan ini tidak hanya kebutuhan menurut pemahaman pengelola media atau pemrakarsa dari luar. Sebaliknya, ini adalah kebutuhan yang berasal dari bawah: dari masyarakat yang benar-benar membutuhkan ada atau tidaknya, yang menilai penting atau tidaknya keberadaan TIK dan media komunitas di lingkungannya. Pendekatan berikutnya melalui aspek struktural yakni dengan penguatan kelembagaan dan jaringan, misalnya untuk televisi dan radio komunitas, penguatan baik di tingkat pusat maupun daerah melalui advokasi perizinan yang berfokus pada legalitas keberadaan televisi dan radio komunitas, serta para pengelolanya di tingkat desa. Demikian pula program seperti RT/RW.net, secara struktural pemerintah perlu memberi otonomi kepada masyarakat terutama di daerah untuk membangun infrastruktur Internet sendiri, bukan hanya tersentralisasi ke perusahaan besar, sebagaimana kelemahan dalam proses tender PLIK/MPLIK.

Langkah berikutnya dalam pengembangan manajemen pelaksanaan program secara tepat perlu dilakukan melalui riset khalayak yang dilakukan secara lebih “profesional” namun tetap memperhitungkan sumber daya yang ada sehingga tidak mengeluarkan banyak energi dan biaya. Riset khalayak melalui survei atau focus group discussion penting untuk mengidentifikasi

kebutuhan komunitas sekaligus pemetaan khalayak. Metode survei yang benar dapat menjawab kebutuhan data pokok media komunitas seperti jumlah pendengar/penonton/pembaca, jangkauan (coverage area), segmen (psikograis dan demograis), serta isi/program acara yang diminati komunitas. Melalui pemahaman metode riset yang sederhana, pengelola media komunitas harus membuat desain riset yang relatif murah, termasuk pengolahan dan analisis datanya. Media komunitas akan kuat bila komunitasnya merasa terlayani oleh keberadaan media tersebut. Dalam kaitan ini, pegiat media komunitas harus mampu menangkap keinginan warga untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan program siaran atau materi yang ditampilkan. Saluran komunikasi seperti sms, facebook, twitter, atau cara tradisional seperti surat/ formulir juga dapat dijadikan sebagai bahan pemantauan.

Selanjutnya, dalam pengembangan program pemberdayaan berbasis TIK, juga dibutuhkan identiikasi kekhasan. Karakter media komunitas di Indonesia misalnya sangat bervariasi. Tingginya kekhasan masing-masing media komunitas ditentukan beberapa faktor, misalnya: kondisi alam (terkait dengan wilayah tertentu jangkauan penerimaan stasiun radio dan televisi lain); lokasi stasiun radio atau televisi (semakin strategis, kemungkinan berkembang semakin terbuka); ketersediaan bandwith Internet yang berbeda satu lokasi dengan lokasi lain, karakteristik (perempuan/laki-laki) dan tingkat militansi pengelola; kemandirian media komunitas/masyarakat; pemahaman warga dan pengelola mengenai “media komunitas”; dan keberadaan stakeholder lainnya dalam komunitas. Kemudian, dari data tersebut perlu diidentifikasi lebih lanjut sehingga dapat diketahui potensi maupun kendala pengembangan dan keberlanjutan media komunitas. Identiikasi ini dapat dilakukan dengan melihat kinerja media komunitas, dengan tolok ukur kinerja pengelola, peran masyarakat, dan melihat stakeholder di lingkungan komunitas. Model sederhana analisis ini misalnya berbentuk analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman). Data mentah dapat diambil dari preferensi/pengetahuan pengelola dan warga masyarakat sekitar media komunitas.

Langkah berikutnya, guna menuju pengeloaan media komunitas yang eisien, maka perlu dilakukan pembenahan sistem database. Dengan manajemen yang baik, yang didukung perangkat komputer, database ini bisa menjadi dokumentasi yang penting sebagai bukti keterlibatan komunitas yang pada gilirannya mendukung perjuangan dan gerakan yang ada dalam komunitas tersebut. Sebagai contoh untuk pengelola radio komunitas misalnya, dimulai dari mekanisme pendataan semua respon yang masuk, misalnya lewat sms atau surat ke pengelola, dan sebagainya. Pada kasus laporan warga yang mencuatkan pertanyaan dan isu-isu tertentu yang perlu disampaikan atau diteruskan pada pihak terkait, perlu difasilitasi oleh pengelola media komunitas. Agar berfungsi maksimal sebagai bank data komunitas, data yang ada perlu dibuat kategorisasi berdasarkan topik permasalahan sehingga mudah diakses saat diperlukan.  

Strategi lain yang perlu dilakukan media komunitas adalah meningkatkan kerjasama dengan non-governmental organization (NGO). Keberadaan media komunitas dan banyaknya NGO di Indonesia memberi peluang kerjasama saling menguntungkan dalam membangun iklim keterbukaan informasi. Bagi media komunitas, sosialisasi prorgam-program atau isu dari NGO, termasuk pengawasan pelaksanaan program NGO merupakan sumber informasi yang tidak pernah kering untuk disiarkan. Bagi NGO sendiri, menjalin dan menjaga hubungan dengan media komunitas merupakan cara yang efektif untuk membangun, menjaga, dan meningkatkan citra atau reputasi NGO di mata masyarakat. Media komunitas penting artinya sebagai wujud komunikasi dan mediasi antara NGO dengan publiknya. Di sisi lain, fungsi komunikasi berbasis komunitas yang berjalan baik sangat bermanfaat bagi aktivitas NGO karena masyarakat memberi perhatian pada isu-isu yang diperjuangkan.

Pentingnya media komunitas bagi sebuah NGO tidak terlepas dari “kekuatan” media massa yang tidak hanya mampu menyampaikan pesan kepada banyak khalayak, namun lebih dari itu, media sebagaimana konsep dasar yang diusungnya memiliki fungsi mendidik, memengaruhi, mengawasi, menginformasikan, menghibur, memobilisasi, dan sebagainya. Dari sinilah media memiliki potensi

strategis untuk memberi pengertian, membangkitkan kesadaran, mengubah sikap, pendapat, dan perilaku sebagaimana tujuan yang hendak disasar NGO. Inilah yang perlu disadari baik oleh pengelola radio maupun NGO sendiri sehingga kerjasama saling menguntungkan dapat terpelihara.

Terakhir yang paling penting adalah penguatan manajemen media komunitas, melalui kaderisasi dan regenerasi, serta pelatihan-pelatihan untuk upgrading pengetahuan dasar pengelolaan media komunitas seperti programming, penulisan, siaran, dan fundrising. Di satu sisi, aspek keberlanjutan program baik jangka pendek dan jangka panjang juga perlu diantisipasi. Kunci keberlanjutan program media komunitas di sini dapat diwujudkan melalui adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat, pendanaan (program lanjutan), perizinan (antisipasi sweeping/legalitas), dan membangun jaringan kelembagaan bersama dengan media komunitas yang lain. Dalam konteks radio, misalnya, suatu media komunitas bisa bergabung dengan Jaringan Radio Komunitas Indoensia (JRKI) atau televisi bergabung dengan Asosiasi Televisi Komunitas Indonesia (ATVKI).

Dalam dokumen IRE Yogyakarta | Mandatory Edisi 10 vol 2 : (Halaman 139-143)