• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berbagai Versi tentang Sebuah Tragedi.

Dalam dokumen menguak tabir g30s bagian pertama (Halaman 163-165)

Tragedi 30 September telah terjadi 40 tahun yang lalu. Banyak fakta objektif yang bersifat mutlak dan tidak bisa dipungkiri; antara lain keterlibatan PKI; ambiguitas Soekarno; intrik dalam tubuh militer (khususnya AD); serta kedekatan hubungan personal antara pelaku utama G 30 S dengan Mayjen Soeharto, Pangkostrad/ Pangkopkamtib.

G 30 S juga tidak dapat diabaikan begitu saja, mengingat bahwa peristiwa tersebut menjadi triggering factor bagi operasi paling efektif pembasmian suatu ideologi di sebuah negara. Stigmatisasi yang diterapkan Soeharto terhadap mereka yang tidak terlibat langsung dengan komunisme -- misalnya melarang anak-anak eks tapol untuk menjadi pegawai negeri -- juga merupakan cara yang efektif untuk menutup kemungkinan bangkitnya komunisme di negeri ini.

Telah banyak penelitian, kajian ataupun literatur yang mengkaji collapse-nya komunisme di Indonesia, baik yang ditulis oleh pakar dari luar negeri maupun dalam negeri. Berbagai versi tentang G 30 S pun muncul. Setidaknya, ada enam teori yang ada dalam penulisan mengenai peristiwa tersebut, masing-masing adalah sebagai berikut :

a. Pelaku Utama G 30 S adalah PKI dan Biro Khusus

Dengan memperalat unsur ABRI, tokoh-tokoh Biro Khusus PKI merencanakan putsch ini sejak lama. Tujuannya untuk merebut kekuasaan dan menciptakan masyarakat komunis di Indonesia. Tentu saja, pemerintah Orba adalah pihak yang pertama kali menyetujui teori pertama ini. Buku Putih Pengkhianatan G 30 S/PKI yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara (1994) merupakan penjelasan secara lengkap atas peristiwa paling tragis itu. Sejarawan Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh adalah penulis domestik pertama yang menulis versi ini, bukunya berjudul Percobaan Kup Gerakan 30 September di Indonesia, terbitan Jakarta, 1968. Penulis luar negeri yang dikategorikan masuk dalam versi ini adalah Arnold Brackman, penulis buku The Communist Collapse in Indonesia, terbitan New York tahun 1969. b. G 30 S adalah Persoalan Internal AD

Versi kedua beranggapan bahwa G 30 S adalah persoalan internal AD yang didalangi sebuah kelompok terbatas. Persiapan gerakan dilakukan secara teliti oleh kelompok tersebut, dengan cara menyusupi PKI. Versi kedua ini ditulis oleh MR.

Siregar (Tragedi Manusia dan Kemanusiaan, Kasus Indonesia: Sebuah Holokaus yang Diterima sesudah Perang Dunia Kedua - terbit pertama kali tahun 1993 di Amsterdam). The 30 September Movement karya Coen Holtsappel juga termasuk dalam versi kedua ini. Demikian pula Cornell Paper (A Preliminary Analysis of the October 1, 1965: Coup in Indonesia) karya Ben Anderson dkk, yang diterbitkan di Ithaca, 1971. Whose Plot ? New Light on the 1965 Events karya WF. Wertheim juga mengacu pada versi yang memojokkan ABRI, khususnya Angkatan Darat ini. Buku karya Wimandjaja K. Litohoe, Primadosa, juga mengarah pada sintesis bahwa G 30 S merupakan kudeta yang dirancang oleh sekelompok orang AD dibawah pimpinan Soeharto.

Penyusunan Mozaik ...

Bisa dikatakan bahwa tahun 1965 merupakan puncak krisis politik di Indonesia. Tahun ini diawali dengan hancurnya BPS (Barisan Pendukung Soekarno) sebuah barisan yang sebetulnya bercorak oposisi terhadap Soekarno tetapi menggunakan kamuflase politik .. (salah satu anggota BPS yang sampai sekarang masih hidup adalah Ibu Sudjinah, beliau pernah ditahan lama sekali oleh rezim Orde Baru, sekarang beliau mengajar bahasa Inggris private dan juga sedang mempersiapkan memoarnya untuk diterbitkan).

Keputusan Presiden Soekarno untuk keluar dari PBB juga merupakan salah satu pemicu dari keributan-keributan yang kemudian terjadi di tahun 1965. Dengan keluarnya Indonesia dari PBB, otomatis perselisihan antara Soekarno dan "Nekolim" semakin meruncing tajam. Keluarnya RI dari PBB menyebabkan timbulnya spekulasi bahwa kita akan semakin dekat dengan "Kawan di Utara" yang dalam hal ini adalah RRT. Bahkan terdengar sas-sus bahwa kemungkinan Indonesia akan mendapat senjata nuklir dari pemerintah RRT yang pada masa itu dipimpin oleh PM Chou En Lai.

Situasi Indonesia sangatlah buruk, dengan turunnya ekspor dan besarnya pinjaman untuk keperluan tentara, mendongkrak utang luar negeri jadi US$ 2,4 miliar. Tapi yang paling berpengaruh terhadap gejolak politik dalam negeri kondisi kesehatan Bung Karno. Ia menolak anjuran tim dokter dari Wina, Austria, agar penyakit ginjalnya dioperasi. Keengganannya itu disebabkan nasihat seorang dukun yang meramalkan bahwa ia akan mati oleh pisau!. Kemudian ia berkonsultasi dengan para dokter-dokter dari Cina dan memilih cara pengobatan secara akunpunktur. Sempat dalam salah satu pidatonya di bulan Januari 1965, Bung Karno mengejek "desas- desus Nekolim" yang mengeluarkan rumors tentang sakitnya.

Faktanya, gangguan kesehatan Bung Karno tidak dapat disembunyikan lagi. dalam suatu pertemuan umum tanggal 05 Agustus 1965, ia diserang sakit yang kemudian timbullah desas-desus kuat bahwa ia sedang dalam keadaan gawat.

Kecemasan perebutan kekuasaan pun akhirnya timbul. Hal lain terjadi adalah ketika pada tanggal 30 September 1965, siang hari (beberapa jam sebelum penculikan para jenderal-jenderal TNI AD), ditengah-tengah pidatonya, Presiden Soekarno terpaksa berhenti. Rupanya disebabkan oleh kurang enak badan. Beberapa menit kemudia, ia melanjutkan pidatonya.

Dan kemudian terjadilah peristiwa tragis itu. Sekelompok orang menyusun sebuah rencana - yang masih spekulatif apakah berada dalam sebuah skenario besar atau bukan - yang rentetannya sangat panjang. Dini hari 1 Oktober 65, enam jenderal dan satu perwira pertama AD menjadi korban kelompok tersebut. Peristiwa ini dengan cepat merubah peta politik Indonesia. Pilar kekuasaan Presiden Soekarno, yakni golongan kiri (baik yang komunis maupun nasionalis) sama - sama hancur. Ayunan pendulum politik bergeser pada AD. Terbunuhnya jenderal-jenderal loyalis terhadap Soekarno, semakin memperburuk posisi dan kondisi sang "Founding Father" tersebut

Kendati sangat menyadari bahwa PKI berada di sisi yang tidak menguntungkan dan demikian juga dengan AURI, Presiden Soekarno tetap memainkan kartunya (yang benar-benar sudah sangat lemah) untuk mempertahankan kekuasaan. Dia tinggal memiliki beberapa jenderal AD yang masih dapat dipercaya, serta segelintir politisi yang loyal. Namun seberapa jauh ia mampu bertahan ? ...

*********** 0 0 0 0 0 **********

Dalam dokumen menguak tabir g30s bagian pertama (Halaman 163-165)