Menguak Tabir
Peristiwa 1 Oktober 1965
Mencari Keadilan
Lifting the Curtain on the Coup of October 1
st1965
Suing for the Justice
Dihimpun oleh:
Cyntha Wirantaprawira
Diterbitkan oleh
Lembaga Persahabatan Jerman - Indonesia Heidelberg RF Jerman
Dipersembahkan kepada Seluruh Korban Rezim Jendral Suharto
Dedicated to all victims of the General Suharto´s Regime
Kata pengantar
Buku ini adalah bunga rampai tulisan-tulisan mengenai “Gerakan Satu Oktober 1965” (Coup d´État ´65), yang saya baca dan kumpulkan selama bulan September – Oktober 2005 dari berbagai Mailinglist di Internet dalam rangka Membuka Tabir Sejarah Republik Indonesia “40 Tahun Tragedi Nasional Republik Indonesia” (01.10.1965 – 01.10.2005).
Sebagai generasi muda yang lahir tahun 1983 dan hidup di luar Indonesia, saya ingin mengetahui sebab-sebab, mengapa Bapak saya yang tercinta, Willy R. Wirantaprawira, yang oleh Pemerintah Republik Indonesia diberi tugas untuk belajar di Eropah Timur (1963 – 1968), sejak umur 24 tahun sampai saat ini, lebih dari 42 tahun terpaksa kelayaban di mancanegara.
Tulisan-tulisan dalam buku ini disajikan se-adanya, tanpa di-modifikasi dan tanpa komentar dari saya pribadi. Hak cipta dari pada tulisan-tulisan tersebut adalah milik penulis yang bersangkutan. Penerbitan buku ini saya biayai sendiri dan disebar-luaskan secara gratis kepada perpustakaan-perpustakaan diseluruh Indonesia dan kepada mereka yang tidak mempunyai akses ke Internet.
Dipersembahkan kepada seluruh “anak bangsa, - korban rezim OrBa Jendral Soeharto - yang terpaksa kelayaban di mancanegara” (Gus Dur 2000)..
Heidelberg, RF Jerman , September – Oktober 2005
Cyntha Wirantaprawira cynth@wirantaprawira.net
http://www.wirantaprawira.org/privat/cyntha/
Hak Masyarakat Dapat Informasi Peristiwa Gerakan Satu Oktober ´65 secara Benar
Kesalahan Orang Yang Terlibat „Gestok“ Jangan Sampai Ditanggung Anak dan Cucu
Pemberontak GAM yang mengangkat senjata melawan NKRI kini telah diberi amnesti dan di-rehabilitasi.
Sedangkan ……..
Anak-anak bangsa – termasuk juga Bung Karno - - "Founding Father“ Negara Kesatuan Republik Indonesia – yang "di-tuduh mau menggulingkan“ Pemerintah RI yang syah tahun 1965
Kapan mereka akan diberi amnesti dan di-rehabilitasi ?
Daftar Isi
1 Pengantar Hal 4
2 Pemberitahuan Situs Coup d´Ètat 1965 Hal. 10
3 Kumpulan Sajak Hal 13
4 Profile Pelaku Coup d´Ètat 1965 Hal 23
5 Beberapa Peraturan tentang Diskriminasi terhadap bekas Hal 29
Anggota OrganisasiTerlarang
6 TAP MPRS XXV/1966 Hal 33
7 Pandangan Mahkamah Agung Tentang Korban Orde Baru Hal 36
8 Menyikapi Surat Mahkamah Agung RI No. KMA/403/VI/1003 Hal 39
Gustaf Dupe: Martabat Bangsa yang Beradab Hal 40
9 Kompas: Presiden diminta Rehabilitasi Korban Orba 1965 Hal 42
Amin Rais: Bego minta larangan Penyebaran Komunis dicabut Hal 43
10 Forum Koordinasi Tim-Tim Advokasi & Lembaga Perjuangan Hal 44
Rehabilitasi Korban Peristiwa ´65
11 Rehabilitasi Korban Peristiwa ´65 dalam Perspektif Hal 46
Rekonsiliasi dan kepentingan nasional
12 Permohonan Rehabilitasi Umum Hal 55
Surat Annie Pohlman, Mahasiswi Universitas Queensland Hal 60
13 Lima Tahun Janji Kosong Menkumdang Yusril Ihza Mahendra Hal 63
Resolusi Pantiia Peringatan 40 Tahun Tragedi Nasional Hal 67
Peristiwa´65 di Netherlands
14 Asvi Warman Adam: Rehabilitasi Korban 1965 Hal 73
15 Francisca Fanggidaej: Penilaian terhadap Masakini atas dasar Hal 76
Pengalaman Masa Lampau
16 A. Supardi Adiwidjaya: Di Den Haag Yusril Pernah Berjanji Hal 85
Eddi Santosa: Hak Korban G30S Agar Dipulihkan (Detikcom) Hal 88
17 Surat Gugatan LBH Jakarta Terhadap Para Presiden RI Hal 89
Tentang Korban ´65
18 Asvi Warman Adam: Tragedi 1965 Berawal dari Tahun 1948 Hal 160
19 Berbagai Versi Tentang Sebuah Tragedi Hal 163
20. Surat Soekarno Kepada Dewi Hal 165
21 Kusni anak Dayak – Putra Indonesia Hal 168
22 Wawancara Tom Ilyas dengan Radio Netherlands Hal 171
23 M.D. Kartaprawira: Korban Pelanggaran HAM 1965 – 1966 Hal 176
Menggugat
24 James Luhulima: G30S, Terlibatkah Soeharto? Hal 182
25 Surat Rahasia Soeharto? Hal 188
26 Apa Yang Terjadi di Indonesia Oktober 1965? Hal 189
Surat Benedict R. Anderson & Ruth McVey
27 Revisi KUHP Jauh dari Semangat Rekonsiliasi Hal 197
(Tempo 17.03.2004)
15 Soebandrio: Kesaksianku tentang G30S Hal 200
29 Benedict R. Anderson: Tentang Matinya Para Jendral Hal 260
30 Orde Baru sebagai Boneka International Gangster Capitalism Hal 265
31 Karim D.P.: Tiga Faktor Penyebab G30S Hal 269
32 Hak Masyarakat Untuk Mendapat Informasi Hal 278
Peristiwa G30S Secara Benar
33 Bonnie Triyana: Kemungkinan Orde Baru Hal 280
dan Pembunuhan Massal
34 Aneka Ragam Pengalaman Korban Orde Baru Hal 289
35 Kisah Para Perempuan Korban 1965 Hal 297
Dusta Tari Porno di Bukit Duri Hal 301
36 Surat Terbuka Pramudya Ananta Toer Hal 304
37 Membangkit Batang Terendam Hal 319
38 Orde Baru Candu Bagi Penguasa Hal 321
39 Asahan Alham Aidit: “Alhamdulillah” (Roman Memoar) Hal 325
40 Asahan Aidit: Pimpinan PKI keblinger? Hal 333
1 Fakta-Fakta Keterlibatan PKI Dalam Peristiwa G30S Hal 371
(Komentar: Yap Hing Gie)
42 Pelajaran dari G30S (Chan CT) Hal 375
43 Sejarah Tahun 1965 yang Tersembunyi Hal 389
(Prof. Dr. W.F. Wertheim)
44 Media Indonesia: Komunisme dimata Kalangan Muda Hal 401
45 Fakta Korban Tragedi Peristiwa 1965 Hal 402
46 Harsutejo: 40 Tahun Tragedi 1965 ( Bagian I s/d Bagian 8) Hal 419
47 Temu Rindu Menggugat Senja Hal 440
48 Menguak Tabir - Merajut Masa Depan Hal 443
49 Haryo Sasongko: Ketidakadilan Mengadili Hal 451
Perbedaan Pemikiran
50 Soal Pembunuhan Pasca G30S, NU lebih jujur dari Katolik Hal 453
(Wawancara Radio Netherlands 27.09.2005)
51 49 Tahun G30S, Kasusnya Masih Misteri Hal 455
(Wawancara Renesi 27.09.2005)
52 Pengalaman Sobron Aidit Hal 457
53 Solahudin Wahid: Kemanusiaan dan Hal 459
Keberagaman Mendorong Kita Rekonsiliasi
54 Bali Post: Meski Belum Bisa Dibuktikan Hal 462
55 Media Indonesia: Mantan Dubes Tanpa Tanah Air Hal 464
56 32 Tahun Tanpa Warga Negara Membela Satu Nusa Hal 469
dari Jauh (Wawancara Waruno Mahdi)
57 Warisan Sebuah Rezim Hal 471
58 Kolom Ibrahim Isa Hal 478
59 Solahudin Wahid: Setelah 40 Tahun Peristiwa G30S Berlalu Hal 513
Bagaimana kita melihatnya?
60 Solahudin Wahid: Menyikapi G30S Hal 515
61 Solahudin Wahir: PKI dan Rekonsiliasi Hal 520
62 Baskara T. Wardaya: Tentang Tragedi 1965 Hal 525
63 Fairimel A. Gofar: Kapan Peristiwa G30S Diungkap (Kompas) Hal 531
64 Selalu Ingat Kekejaman PKI Hal 533
65 KKP HAM 1965 Sumatra Utara Menuntut Hal 534
66 Gadis Arivia: Merasakan Pengalaman Etis Hal 537
67 Ilmuwan Ceko Bongkar Konspirasi dibalik Kudeta PKI 1965 Hal 539
68 Korban Pengalaman HAM; Tuntut Pencabutan UU KKR Hal 543
69 Amelia Yani: Ajak Mema´afkan Bukan Melupakan Hal 544
70 G30S dalam Pelajaran Sekolah Hal 545
71 Upaya Penghancuran Keturunan Yang Tersisa Hal 547
72 A. Kohar Ibrahim: Merajut Senja di Panti Jompo Hal 551
73 A. Kohar Ibrahim: Pemberangusan Hal 552 Lagu Kemerdekaan Manusia
74 A. Kohar Ibrahim: Penghancur-Binasaan Internasional Hal 555
Yang Menang Sebelum Bertempur Hal 558
Sang Praktis Hal 561
Lelaki Tua dan Kurungan Burung Hal 563
75 Tahun Yang Tak Pernah Berakhir Hal 565
Editor: John Roosa, Ayu Ratih dan Hilmar Farid
76 Ricoeur tentang Mengampuni (K. Bertens) Hal 567
Anatomy of the Jakarta Coup October 1, 1965 (Resensi Buku) Hal 569
77 Melepas Belenggu Masa Lalu Hal 572
78 G.A. Guritno: Soeharto Biografi Bertimbang (R.E. Elson) Hal 573
79 Diskusi: "Siapa Dalang G30S" Hal 575
80 M.D. Kartaprawira: Gelapnya Jalan Menuju Hal 585
ke Kebenaran dan Keadilan
81 Julius Pour: Mengkaji Peranan Bung Karno Hal 592
Pada tanggal 30 September 1965
82 Eep Saefullah Fatah: Mencari Dalang Hal 595
Gerakan 30 September ´65
83 Debat di Penghujung Orde Baru Hal 598
(Soegiarso Manai dan Buku Putih)
84 Eep Saefulloh Fatah: Urgensi Rekonstruksi Sejarah 1965 Hal 602
85 Wilson: Coup ´65 Pembunuhan Atas Demokrasi Hal 605
86 Acara Bedah Buku "Antology ´65" Hal 607
87 Dalam Karya-Karya itu telah disembunyikan Luka Hal 612
(Sihar Ramses Simatupang)
88 Pancasila Sakti (Franz Magnus Suseno) Hal 615
89 Terri Cavanagh: Pelajaran-Pelajaran dari Kudeta 1965 Hal 617
di Indonesia
90 Satu Museum Untuk 7 Jendral (Kompas 08.10.2005) Hal 651
91 Coup ´65: 30 September (Coen Husain Pontoh) Hal 654
92 Kolom Umar Said: Sekilas tentang Peringatan 40 Tahun Hal 655
Tragedi Kemanusiaan ´65
93 Dr. rer.pol. A. Tchaniago: Tragedi Nasional 30 September 1965 Hal 672
94 Jendral Soeharto Menuju Tahta Kekuasaan Hal 677
A.S. Munandar: Peranan Nekolim Dalam Tragedi Nasional 1965 Hal 686 A. Supardi Adiwidjaja: Kapankah Soeharto Diseret Ke
Pengadilan Hal 691
Table of Contents
95 Preface p. 698
96 Table of Contents p. 699
97 UNHCR: Statement of Dr. Ribka Tjiptaning p 701
Crimes Against Humanity and Gross Violations p. 702
of Human Rights in Indonesia committed by the Military Regime of General Suharto
98. Class Action Against Five Presidents RI by Victims of 1965 p 706
99 Peter Dale Scott: The US and the Overthrowing
Soekarno 1965 – 1966 p 711
100 Ralph McGehee: The Indonesian Massacres and the CIA p. 737
.101 Benedict R. Anderson: Petrus Dadi Ratu p 773
102 Kathy Kadane: “Ex-Agents say :
CIA compiled Death List for Indonesians“ p 780
103 CIA Stalling State Department Histories. p 786
Archive posts one of two disputed Volumes on Web
104 CIA Book 1964 – 1968 Vol. XXVI p 788
concerning Indonesia, Malaysia-Singapore and
105 The Indonesian Institute for the Study of
1965 – 1966 Massacres (YPKP ´65/´66) P: 789
106 Keep the Indonersian Pot Boilling p 792
David Easter: Western Covert Intervention in Indonesia, October 1965 – March 1966
107 Chomsky on Indonesia p 813
108 Anonymous: The Coup p 827
109 Mark Curtis: US and British Conspiracy in Indonesia 1965 p 829
110 Covert OIperations in Indonesia 1965 p 835
111 Greg Poulgrain: Who plotted 1965 Coup? p 854
112 Mike Head: US orchestrated Suharto´s 1965 –
1966 Slaughter in Indonesia p 856
113 During Suharto´s Coup in 1965 - 1966 p 868
US Officials Provided Indonesian Military with Death Lists
114 Mike Head: A Key Participant in Indonesian Massacre p 870
115 Noam Chomsky: Thirty Five Years of Complicity p 905
Indonesia: Master Card in Washington´s Hand
116 Indonesia: US Role in 1965 Massacres. p 908
Confessions from the US State Department
117 What happened in Indonesia? p 913
Letter of Benedict R. Anderson & Ruth McVey
118 Killer File: Mohamed Suharto p 918
119. Asvi Warman Adam: The Institutionalization p 929
of State Violence after 1965
120 Ibrahim Isa: Focus on the 30th September ´65 Events p 934
121 Mochtar Buchori: Tragedy Between Amnesia and Lustration p. 935
122 Hera Diani: Forty Years on Events of 1965 remains a mystery p 937
123 M. Taufiqurrahman: Democracy takes root p 938
in larges Muslim Country
124 Statement of the Asian Human Rights Commission p. 941
(AHRC) of October 6th,2005
125 The Mass Killings in Indonesia After 40 Years p 943
by John Roosa and Joseph Nevins
126 LAMPIRAN - ATTACHMENTS p 950
************** 0 0 0 0 0 0 0 *****************
Rubrik 40 Tragedi Nasional 1965 website
Meskipun sebagian kegiatan untuk memperingati 40 Tahun Tragedi Nasional 1965 pada pokoknya sudah selesai dilangsungkan, rubrik 40 Tahun Peristiwa 65 dalam website http://perso.club-internet.fr/kontak/ akan dibuka, untuk berusaha terus me-nyajikan berbagai soal yang berkaitan dengan peristiwa besar yang bersejarah bagi bangsa kita seluruhnya ini.
Penyajian terus-menerus persoalan peristiwa 65 ini sangat perlu, mengingat bahwa bangsa kita perlu menyadari sejelas-jelasnya bahwa apa yang dilakukan oleh
pimpinan TNI-AD di bawah pimpinan Jenderal Suharto pada masa yang lalu adalah kejahatan besar dan dosa yang amat berat terhadap bangsa dan negara. Suharto bersama-sama konco-konconya dengan licik telah menggulingkan Presiden Sukarno, menghancurkan kekuatan PKI dan kekuatan kiri lainnya, membunuhi secara besar-besaran jutaan manusia tidak bersalah, memenjarakan ratusan ribu orang (yang juga tidak bersalah apa-apa!) dalam jangka lama, mendirikan rejim militer Orde Baru yang mengangkangi Indonesia selama 32 tahun.
Dengan menggunakan Orde Baru pimpinan militer di bawah Suharto telah selama puluhan tahun mengebiri kehidupan demokratik, menindas kebebasan bersuara dan berorganisai, mengontrol pers, membungkam suara kritis, memalsu Pancasila, melakukan terror berjangka lama, membunuhi dan menculik para penentangnya, sambil mengeruk kekayaan publik dengan cara-cara haram, serta melakukan korupsi dan pencurian dengan berbagai bentuk dan cara. tindakan Orde Baru (yang selama puluhan tahun didukung Golkar dan golongan militer) ini sebagian terbesar rakyat Indonesia telah mengalami berbagai macam penderitaan, walaupun yang paling menderita adalah golongan kiri atau anggota-anggota PKI dan simpatisannya.
Oleh karena itu, kalau direnungkan dalam-dalam dan ditinjau secara jauh, pada hakekatnya peristiwa 65 adalah urusan bangsa seluruhnya, adalah masalah nasion Indonesia. Perlakuan rejim militer Orde Baru terhadap para korban 65 beserta keluarga atau sanak-saudara mereka adalah manifestasi dari kebiadaban yang sudah keterlaluan. Karena, perlakuan yang mendatangkan bermacam-macam penderitaan terhadap kira-kira 20 juta orang ini sudah berlangsung hampir 40 tahun.
Dalam rangka partisipasi dalam usaha bersama menjadikan masalah peristiwa 65 sebagai kesadaran nasional, website ini akan terus membuka secara permanen rubrik 40 Tahun Tragedi Nasional.
Dapat diinformasikan bahwa sampai sekarang website ini sudah dikunjungi lebih dari 51.000 kali sejak diluncurkan 3 tahun yang lalu. Akhir-akhir ini, jumlah pengunjung menunjukkan kenaikan yang drastis. Rata-rata dalam sehari semalam (24 jam) tercatat lebih dari 150 pengunjung, bahkan sering sekali tercatat sekitar 250 pengunjung (yang berbahasa Indonesia), yang tinggal di lebih dari 40 negara.
Umar Said, Paris 25. Oktober 2005
.: PEMBERITAHUAN: Website Coup d'État 65 :.
"Kolektif (i)nfo Coup d'etat 65"kolic65@progind.net wrote:
Salam solidaritas,
Sejarah punya banyak muka, tergantung dari dalangnya yang menceritakan. Apa lagi masalah 'peristiwa' 1965 (coup d'etat'65) yang sampai saat ditutupkan dengan banyak topeng.
Tapi apa sebenarnya yang terjadi? Dengan website ini kami berusaha menginfor-masikan sejujur mungkin, apa yang selama ini susah diomongkan secara bebas tanpa terror. Agar berjuta-juta suara sunyi, tak terbungkam. Biar anak-anak sampai
tujuh keturunannya yg akan datang dengan hak-hak yg sepenuhnya serta mengerti dan etap mengingatnya bahkan diharapkan akan terus memperjuangkannya...
Sudah cukup lama hingga saat ini, anak-anak sekolahan dibohongi dengan pelajaran sejarah Indonesia versi orde Baru ciptaan Suharto dan konco-konconya.
Sudah cukup lama PKI dikambing hitamkan dan kepentingan negara-negara asing- pun untuk itu. Dalam wawasan yang lebih luas, soal pembunuhan massal besar di abad 20, perlu diceritakan kembali ke dunia.
Tragedi kemanusiaan tak boleh dilupakan! : antara 1 sampai 3 juta orang dibunuh spontan oleh militer dan masyarakat, banyaknya orang yang hingga saat ini hilang, ribuan orang dipenjarakan tanpa proses pengadilan, ratusan orang yang diluar negeri tidak bisa pulang. Sampai sekarangpun banyak yang terpisah dari keluarga-nya tanpa tahu nasib saudara-saudarakeluarga-nya.
Pada saat ini di Indonesia orang-orang yang pernah jadi tahanan politik atau 'tak bersih lingkungan' masih didiskriminasikan oleh peraturan-peraturan negara.
Di negara demokrasi semestinya tak ada lagi yang namanya DISKRIMINASI. Seharusnya undang-undang negara melindungi semua warga penduduknya tanpa lihat asal-usulnya!
:: UCAPAN TERIMA KASIH ::
Terima kasih untuk semuanya yg telah membantu merealisasi website ini, baik yg didalam/diluar negeri tanpa mendiskriminasikan gender, ras/suku dan agama.
Website Coup d'etat 65 bisa Anda akses di: www.progind.net
Website ini berhasil diwujudkan atas bantuan dan kerja sama perorangan yg namanya tidak mungkin bisa disebutkan satu-persatu dan juga organisasi-organisai seperti Sastra Pembebasan, Perhimpunan Dokumentasi Indonesia, Kolektif Anti Fasis, dll.
Bantulah untuk terus membangun website ini dengan kritik membangun atau kirimkanlah dengan melalui bahan-bahan, seperti tulisan, foto, cerita atau pun dalam bentuk lainnya.
Bagi Anda yang ingin menyumbangkan bahan-bahan pada bagian Dokumen dan dll,pengguna forum diharapkan melalui cara sbb;
- pertama-tama Anda mendaftarkan terlebih dahulu secara cuma-cuma dan informasi yang Anda kirimkan kami jamin sepenuhnya HANYA ditangani oleh kami, sesuai persaratan perlindungan hak privacy anda.
- kedua, Anda dapat meregister secara langsung: dengan mengisi user-name Anda, password, alamat e-mail dst.
- Sesudah itu login dengan menggunakan username dan password Anda yang baru dibuat tadi, gunakanlah juga cara ini jika Anda mau mengirim tulisan/foto dll, ikut berdiskusi di forum yang kami sediakan.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian dan solidaritas Anda.
KISAH PEJUANG
Dia pejuang klayaban
Waktu muda belajar keluar negeri Dengan harapan murni
Bisa menyumbang sesuatu ibu pertiwi Ditinggalkannya ayah ibu yang sudah tua Ditinggalkannya sanak saudara yang tercinta
Ditinggalkannya kawan seperjuangan sehidup semati. Jauh, jauh dari seberang lautan
Bisikan kabar sedih dari surat surat selundupan Mendera hatinya
Bagai hujaman pisau
Menyelinap kelubuk hati yang dalam Tanah airnya telah menjadi lautan darah
Kekasih dan kawan kawannya dibantai dipersekusi Oleh diktatur militer Suharto yang keji.
Dia pejuang
Dia mengubah kesedihan jadi kekuatan Dia dia bekerja
Dia merantau kemana mana
Menyumbangkan segala bagi kebajikan rakyat tertindas diseluruh dunia. Dia klayaban
Dia menunggu, menunggu Dalam mimpi yang menunjang hari Kesedihan yang tak pernah Kapan saatnya tiba
Dia bisa melihat sendiri dengan sepasang mata Tempat kekasih dan kawan kawannya
Sebelum dibantai dengan kejam dianiaya Dia bisa mendengar sendiri
Cerita dari kawan kawan yang lolos dari kejamnya Yang tiada bandingnya didunia dan sepanjang jaman. Ketika Suharto dilorot dari kuasa
Dia pulang kekampung halaman
Dari sekian banyak kawan kawan seperjuangan Hanya dua tiga yang tinggal
Yang berhasil merangkak dari tumpukkan mayat mayat Berpindah pindah meninggalkan keluarga hutan yang sunyi Lengang lengang melewati hari demi
Bertahun tahun bersembunyi Menyelamatkan diri.
Akhirnya klayaban bertemu lama Seorang pejuang tamatan sekolah tinggi Meyembunyikan diri menjadi buruh tani Buku buku tak pernah dirabanya
Surat kabar tak pernah dibacanya
Dua sahabat saling berpelukan setelah berpisah begitu lama Bercucuran mengalir air mata
Dikedua wajah mereka
Sebelum mengawali kisah kisah duka.
Semua kawan kawannya tak pernah menyangka Setelah g 30 s mereka pergi seperti biasa Karena mereka tak tahu apa apa
Hanya guru, buruh atau petani biasa Tiba tiba datang truck truck tentara Kawan kawannya ditangkapi semua Dengan tuduhan yang mengada ada Pukulan, siksaan, pemerkosaan Awal mula dari segala kekejaman
Truck truck menderu deru ditengah malam Satu hari giliran dia dipindahkan
Disitu dia menyaksikan pembantaian dan pembunuhan
Untung dia tertumpuk dibawah tubuh tubuh yang mati berebahan.
Ditengah kampung halaman indah Dipulau kecil sepi berselimut embun
Darah para pejuang setia negeri berhamburan Air sungai
Air sungai penuh dengan darah dan dendam Pejuang klayaban menggeram penuh kemarahan Kapan, kapan penjahat penjahat berdosa diadili?.
Fadjar Sitepu 8 Oktober 2005.
Stockholm - Swedia.Kolektif (i)nfo Coup d'etat 65
E K S E K U S I
Oleh HD. Haryo Sasongko
33. PERCAKAPAN SEORANG ANAK DENGAN ANGIN LALU
ayahku mati ibuku mati
kakak dan saudaraku mati semua keluargaku mati juga tetanggaku terbunuh
apa salah mereka?
angin lalu itu membisu mungkin dia tak mengerti negeri ini pernah dilanda badai dan jutaan rakyat mati terbantai
betulkah mereka semua hilang ditelan bumi
karena dituduh ikut pe-ka-i dan merebut kekuasaan?
angin lalu itu berbisik lembut kekuasaan siapa akan direbut ketika bung karno juga dibantai?
tetapi apakah engkau tidak tahu kenapa semua itu musti terjadi?
angin lalu itu berlalu mungkin dia tak paham
bagaimana harus memberi jawaban
35. PERCAKAPAN SEORANG CUCU DENGAN KAKEKNYA
kenapa ayahku dibunuh, tanya seorang cucu karena dia terlibat g-30-s,
jawab sang kakek apakah itu g-30-s?
itu suatu gerakan untuk membunuh para jenderal
tetapi apakah di kampung ini ada jenderal kek?
tentu saja tidak cucuku
di kampung ini hanya ada kopral jenderal adanya di jakarta
kalau begitu, kenapa ayahku harus mati dibunuh di kampung ini?
diamlah cucuku
nanti bisa giliran kau yang mati dibunuh
36. PERTANYAAN SEORANG ANAK PADA IBUNYA
di saat yang sepi seorang anak bertanya pada ibunya yang duduk sendiri
kenapa dulu bapak ditangkap massa ramai-ramai menghajarnya hingga tubuh bapak mandi darah?
si ibu diam, matanya berkaca-kaca kenapa kemudian bapak dibunuh dan diceburkan ke lubang itu? si ibu diam, matanya berair
kenapa yang ikut membunuh bapakku kemudian merawat kita, memberi uang dan pakaian pada ibu?
juga menyekolahkan diriku?
si ibu diam, airmatanya mengalir
kenapa dari tadi ibu diam tak mau menjawab pertanyaanku?
nanti kau akan tahu semua jawabannya
si ibu diam lagi
si anak juga ikut diam sepi
2. PULAU BURU PADA SUATU HARI *)
di ini tubuh ribuan tapol dibakar matahari
mandi keringat oleh panas yang menyengat dalam kerja paksa
di bawah ancaman laras senjata
di pulau ini ribuan tapol harus pandai mencuri hasil jerih lelah sendiri
kalau tidak mau mati kelaparan
pulau buru, saksi bisu ladang pembantaian
dan pemerkosaan hak asasi manusia ribuan tapol menjadi terpidana tanpa pernah disidangkan ke depan pengadilan
pulau buru, saksi bisu kejahatan orde baru
ribuan tapol harus berhadapan dengan tantangan kehidupan yang tak diinginkan
mereka mengolah hutan rimba dan bumi yang tidak ramah untuk menghidupi dirinya
karena penguasa yang menahannya tak mampu memberinya makan merekalah yang justru menghidupi para petugas keamanan
dengan memberinya upeti
pulau buru ini semua tapol tak lagi dipandang sebagai manusia yang masih perlu dihargai karena pesakitan politik memang tak punya harga
setiap hari mereka boleh dieksekusi mati atasnama dosa yang tak mereka ketahui setiap hari hasil kerja mereka
boleh disita
atasnama keamanan negara
sesobek koran yang terselip di sakunya atau apel yang terlambat dilakukan bisa mengantarnya
ke kuburan
setiap saat tonwal boleh menjatuhkan hukuman
sesuai kemauan
karena mereka berkuasa penuh untuk menganiaya atau membunuh
tapol adalah sampah boleh disapu dan dibakar atau dibuang ke kali
tapol adalah tanaman beracun yang perlu dicabut dan disingkirkan agar tak merusak harmoni
kehidupan
mereka yang terbuang di pulau buru adalah mahluk berbahaya
yang harus dikarantina sepanjang masa agar pe-ka-i
tak bisa hidup kembali
*) Berdasarkan penuturan Prodjokusumo (almarhum), kader IPPI Jakarta ikut dibuang ke Pulau Buru. meninggal karena sakit liver
3. T A P O L
apakah itu tapol, ?
tanya si anak pada bapaknya yang baru pulang dari penjara
tapol artinya tahanan politik apakah bapak orang politik?
bukan, bapak petani yang tak tahu politik apakah bapak anggota partai politik? bukan, bapak tidak pernah berkenalan dengan partai politik
tetapi kenapa ditahan sebagai tapol sejak saya dalam perut
hingga kini saya dewasa?
ya, karena tidak tahu politik itu bapak ditangkap dan disebut tapol
60. KALI BRANTAS
di kali brantas ini
air merah bercampur darah saksi kisah ribuan anak manusia yang hanyut tanpa nyawa lagi bahkan tak jelas mana kepalanya mana pula badannya
malam demi malam
mereka yang berindikasi pendukung dewan revolusi
dikirim ke laut tanpa nyawa lagi lewat kali brantas ini
kali yang semula ramah dengan airnya yang jernih dan akrab dengan petani tiba-tiba menyajikan
pemandangan mengerikan yang tak terbayangkan bisa terjadi di negeri yang beradab ini
tak ada sudut yang kosong dari manusia tanpa nyawa yang tubuhnya tak lengkap lagi
mereka seperti tebangan batang pisang yang terbuang
terbawa arus yang mengalir lambat karena begitu banyaknya mayat yang menghambat dan menyumbat
seperti kuburan bergerak berarak-arak
berbenturan dengan ribuan batu menuju ke laut
kali brantas
saksi bisu sejarah bangsa yang kelabu
kali brantas
persinggahan terakhir
korban pembantaian tanpa pengadilan
kali brantas
tempat sesama anak bangsa yang belum jelas salah dan dosanya membayar tuntas
harga mahkota yang dipasang di kepalanya
sebagai pengkhianat dan pemberontak
di tepi kali brantas ini
aku berdiri menyaksikan pemandangan yang tak pernah kuimpikan
49. K E A D I L A N
siapa bilang keadilan telah pergi dari tengah-tengah kita
ketika kita terus sibuk mencarinya
dia tetap ada di mana-mana hanya kita harus tahu
bagaimana cara mendapatkannya
sebab
keadilan adalah pengabdian yang ada di telapak kaki mereka yang menunggu upeti keadilan adalah kebenaran
menurut selera pemegang kekuasaan dan selera
tak bisa diperdebatkan dengan pasal hukum pidana atau perdata
keadilan adalah dongeng
yang tetap mengasyikkan bagi anak-anak manja yang sedang berangkat tidur malam
keadilan adalah bunga cantik
yang tetap menggairahkan untuk dipetik oleh mereka yang tak pernah
apa arti kolusi
mimpi tentang keadilan
membuat hati rindu dan berbunga bunga tanpa keadilan sama artinya dengan kematian
keadilan adalah harapan
yang tak pernah selesai dibicarakan namun selalu sirna diterpa kenyataan
berjuta orang harus mati memeluk bumi atasnama keadilan
54. MENCARI GEMA PROKLAMASI
DI ERA REFORMASI
hari itu, tujuhbelas agustus empat lima
kau kumandangkan proklamsi kemerdekaan negeri ini ke segala penjuru bumi
"kami bangsa indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan indonesia"
proklamasi yang kau bacakan itu bukanlah puisi tanpa makna juga bukan rangkaian kata tanpa arti dunia berguncang
negeri dengan tujuhpuluh juta rakyat yang pernah ditindas berabad-abad telah bangkit sebagai
negara berdaulat
kami berhutang kepadamu bung karno! karena kami belum mampu melaksanakan apa yang telah kau amanatkan
di balik makna proklamasi kemerdekaan yang kau kumandangkan
setelah kami dibelenggu
selama rezim orde baru berkuasa kini di era reformasi
kami tetap terpasung kedaulatannya
kami kembali terjajah oleh sesama bangsa sendiri
suara rakyat tak lagi punya makna di depan penguasa
karena penguasa tak merasa memiliki rakyat
yang dulu pernah mendukungnya duduk di singgasana
kami, yang dulu mandi darah di tempat ini
karena mendukung nyanyian demokrasi malah tercampakkan bagai sampah dan tersingkir bagai pesakitan politik
bung karno!
maafkan kami dengan amanatmu
dan proklamasi kemerdekaan yang kau kumandangkan karena semua itu
belum mampu memerdekakan kami yang ada di sini
dari belenggu tirani
(Bila petikan kumpulan puisi ini dihimpun maka akan
menjadi rajutan kisah sejarah mulai Pengumuman Dewan Revolusi, pembantaian massal, kudeta lewat Supersemar, era Orde Baru hingga Reformasi - mencakup sekitar 60 judul).
58. REKONSILIASI
engkau bilang rekonsiliasi untuk mengobati luka yang telah ditoreh sesama anak bangsa
engkau berseru rekonsiliasi untuk mengembalikan jati diri bangsa yang hilang diterjang badai
siapa yang membuat luka?
luka tak bisa diobati dengan maaf dan ampunan siapa menghembuskan badai?
badai tak dapat dihentikan dengan bersalaman
rekonsiliasi tak dapat dibangun di atas puing pelanggaran hukum rekonsiliasi tak dapat hidup
di atas tulang belulang korban ketidakadilan
rekonsiliasi tanpa hukum dan keadilan hanyalah sandiwara kekanak-kanakan untuk melanggengkan kekuasaan
mereka yang dulu tangannya berlumuran darah
rekonsiliasi hanya ada dalam retorika bila hukum tetap terpasung
dan keadilan tetap menjadi dongeng
59. M A A F
engkau berpidato dengan manis dosa-dosa kalian sudah kami maafkan tetapi kenapa kalian tetap meradang dan tak tahu diri
malah mau menghidupkan kembali pe-ka-i?
engkau berceramah di depan anak-anak ingusan dosa mereka yang dulu memberontak
dan mendukung pe-ka-i telah diampuni tapi mereka malah mau bangkit kembali dan merebut kekuasaan di negeri ini
dan jutaan tulang belulang di perut bumi itu ganti bertanya: kenapa kami yang dimaafkan? bukankah kalian yang melakukan pembantaian?
kami kalian tuduh pemberontak kami kalian hujat sebagai pengkhianat kalianlah yang harus minta maaf kepada kami dan kalau itu terjadi
kami tak pernah akan memaafkan sebelum kalian dijatuhi hukuman
1. S U A R A
ketika reformasi bergulir para politisi karbitan yang ingin meraih kedudukan
tersenyum manis di atas onggokan tulang belulang
nenek moyang kami
nasib kalian akan kuperjuangkan keadilan akan kutegakkan
kalian adalah saudara dan darah dagingku yang harus dibela dengan segala cara
dan kemudian kau menyodorkan formulir menjadi anggota partai
kalian korban orde baru, katamu partaiku musuh orde baru, teriakmu
karena itu suaramu perlu mendukung partaiku
kini kau menang karena suara kami tetapi kami tetap kalah
di bawah sol sepatumu
*********** 0 0 0 0 0 **********
PROFILE PELAKU COUP D´ETAT
Profil: Brigjen. Soepardjo – Militer AD
Brigjen Soepardjo berasal dari Divisi Siliwangi, yang kemudian dipertautkan dengan Mayjen Soeharto pada satu garis komando. Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Panglima Komando Mandala Siaga (KOLAGA), bulan Agustus 1965 Mayjen Soeharto disebut-sebut mengunjungi Kalimantan dan bertemu dengan Soepardjo.
Menjelang 30 September, Brigjen Soepardjo terbang dari Kalimatan khusus ke Jakarta untuk ikut serta dalam gerakan bulan September 1965 tersebut. Dia yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada Soekarno. Dia juga yang men-dapat perintah Soekarno untuk menghentikan gerakan dan menghindari pertum-pahan darah.
Tengah hari 1 Oktober 1965, Brigjen Soepardjo membawa amanat itu pulang ke Cenko II yang bertempat di rumah Sersan Udara Anis Suyatno, kompleks Lubang Buaya. Perintah itu didiskusikan oleh para pimpinan pelaksana gerakan September 1965.
Brigjen Soepardjo dan pasukan Diponegoro, terlibat pertempuran bersenjata melawan pasukan RPKAD yang menyerang mereka. Bersama Sjam dan Pono, Brig-jen Soepardjo menyelamatkan diri ke rumah Pono di Kramat Pulo, Jakarta. Kemudian mereka menemui Sudisman di markas darurat CC PKI.
Setelah tertangkap, Brigjen Soepardjo langsung diamankan ke RTM untuk kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Berbeda dengan Sjam yang ditempatkan di ruang VIP dalam tahanan militer, eks Brigjen Soepardjo berbaur dengan tapol lainnya. Seorang mantan tapol yang biliknya berdekatan dengan Soepardjo memberikan kesaksian, ketika esoknya akan dihukum mati, malamnya Soepardjo sempat me-ngumandangkan adzan. Kumandang adzan itu sempat membuat hati para sebagian penghuni penjara yang mendengarkan tersentuh dan merinding
Dalam memoarnya, Oei Tjoe Tat menuliskan perihal kematian Soepardjo. Sebelum eksekusi, Soepardjo dengan sangat gentle ambil bagian dalam "perjamuan terakhir" yang dihadiri oleh keluarganya dan petugas militer. Pada waktu makan bersama pada perjamuan tersebut, Soepardjo memohon pada petugas penjara agar
bolehkan berpidato. Salah satu isinya: "Kalau saya malam nanti menemui ajal saya, ajal saudara-saudara tak diketahui kapan. Itu perbedaan saya dari kalian." Kemudian ia minta diperkenankan menyanyi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Tiga hari sebelum eksekusi, familinya datang membesuk. Supardjo memberikan kenang-kenangan berupa sepasang sepatu buat istrinya. Makanannya yang terakhir sebelum dieksekusi, dibagikan kepada orang lain.
Oei Tjoe Tat mendikotomikan karakter Supardjo dengan sosok Sjam. Dua tokoh utama gerakan September 1965 - yang satu Sjam, sipil, orang pertama Biro Khusus yang kabarnya perancang dan pelaksana; yang lain Jenderal Supardjo, ujung tombak militernya - menampakkan sikap yang berbeda ketika harus memper-tanggungjawabkan perbuatannya.
Jenderal Pardjo selama dalam tahanan di RTM mendapat simpati, baik dari para petugas maupun dari para tahanan karena sikapnya. Ia tidak mau diutamakan lebih dari yang lain, hanya karena ia seorang Jenderal. Bila menerima kiriman makanan, ia selalu membagi-bagikan kepada para tapol lain yang melintas di depan selnya. Oei Tjoe Tat melukiskannya dengan kata-kata: "Sangat mengesankan, jantan, benar-benar bermutu jenderal, namun tetap sopan, ramah terhadap siapa pun".
Menurut penggambaran Oei Tjoe Tat, Supardjo merupakan orang yang loyal ter-hadap Presiden. Tapi mengapa Supardjo ikut serta dalam gerakan September 1965 yang mendemisionerkan kabinet dan tidak mencantumkan nama Soekarno dalam daftar 45 orang anggota Dewan Revolusi? Memang, ada kemungkinan, Supardjo dijerumuskan (entah oleh siapa), sehingga ambil bagian dalam gerakan tersebut.
Satu kemungkinan, yang menjerumuskan Supardjo dalam hal itu adalah Sjam. Kemungkinan lain sebagaimana dituturkan oleh Siregar, "Supardjo sekalipun kemu-dian dibunuh juga oleh Soeharto menyusul hancurnya Gerakan 30 September 1965, tadinya bukan tidak mungkin adalah juga anggota dari kubu Soeharto. Perekrutan atas Supardjo mungkin sekali ketika ia menjadi Wakil Panglima KOSTRAD dan ketika kampanye Ganyang Malaysia dimana Soepardjo menjadi Panglima Komando Tempur Kalimantan dibawah KOLAGA yang dikepala-staffi oleh Soeharto"
Profil: Lettu Doel Arif – Militer AD
Akhir petualangan Lettu Doel Arif pun tak jelas. Sebagai komandan Pasukan Paso-pati yang menjadi operator G 30 S, ia adalah tokoh kunci. Ia bertanggung jawab terhadap operasi penculikan jenderal-jenderal pimpinan AD. Tapi Doel Arief, yang ditangani langsung oleh Ali Moertopo, hilang bak ditelan bumi. Bentuk hukuman apa yang diberikan Ali Moertopo bagi Doel Arief? Mungkin saja ia langsung di-dor, seperti halnya D. N. Aidit oleh Kolonel Yasir Hadibroto. Atau, bukan tidak mungkin, ketidak-jelasan Doel Arief lebih mirip dengan misteri tentang Sjam Kamaruzzaman.
Kalau dilihat secara holistik **dengan asumsi bahwa G 30 S betul-betul merupakan skenario kudeta** peran Doel Arief tidak begitu penting. Setidaknya, ia hanyalah pion yang dimainkan para elit diatasnya. Perannya hanya sebagai pelaksana untuknculik para jenderal. Namun kalau diasumsikan bahwa G 30 S merupakan skenario jenial untuk menabrakkan PKI dan AD guna memunculkan konstelasi politik baru di Indonesia, maka Lettu Doel Arief adalah key person, seperti halnya Sjam.
Dalam sebuah operasi intelijen, antara operator dan pengguna (desainer gerakan), tak ada struktur komando langsung. Yang ada hanyalah pivot atau penghubung secara tidak langsung, yang biasanya dimainkan oleh beberapa aktor kunci. Kalau Sjam dianggap sebagai desainer G 30 S, dan Untung adalah pelaksana - maka tesis yang muncul adalah; Doel Arief sebagai pivot. Dalam istilah intelijen, ia adalah faktor cut - disadari atau tidak disadari oleh Doel Arief sendiri. Kalau operasi intelijen, ternyata gagal, faktor cut memang harus di-cut artinya di-dor agar tidak meninggal-kan jejak.
Berdasarkan atas asumsi diatas, dapat disusun rekonstruksi sebagai berikut. Sjam mendisain gerakan yang dirancang untuk dilakukan Untung. Namun, ada pihak ketiga yang memanfaatkan Lettu Doel Arief untuk mengacaukan gerakan. Cara kerjanya mirip dengan virus komputer yang dirancang untuk mengacaukan program/ sistem. Kalau semula tidak ada perintah bunuh terhadap para jenderal, tetapi oleh Doel Arief (selaku komandan Pasukan Pasopati), diberikan instruksi "tangkap hidup atau mati". Akhirnya gerakan menjadi kacau balau.
Betulkah eks Lettu Doel Arief merupakan faktor cut yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga ? lalu, siapakah pihak ketiga itu ? Soeharto-kah ?
Sulit untuk menyimpulkan. Perkembangan yang terjadi sungguh-sungguh rumit. Lettu Doel Arief bergabung bersama Pelda Djahurub dalam operasi di rumah Nasution. Tetapi ternyata operasi itu gagal. Nasution lolos. Bahkan Pierre Tendean dan Karel Sasuit Tubun (pengawal di rumah Leimena) menjadi korban. Operasi penculikan di rumah Nasution itu sendiri sama sekali tidak elegan. Sebab dari awal sudah memancing keributan; yang berarti membuka kemungkinan untuk gagal.
Menurut keterangan yang diperoleh dari pengadilan Gathut Soekresno, sebetulnya diperoleh petunjuk tentang Doel Arief. Ketika ditanya Hakim apa tindakan yang diambil Gathut (selalu petugas pengamanan basis di Halim, di bawah komando Mayor Soedjono) setelah jenderal-jenderal itu dibawa ke Lubang Buaya, Gathut menjawab:
"Doel Arief memaksa meminta saya supaya dibereskan saja. Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat, kemudian saya menulis surat kepada Mas Jono (maksud-nya, Mayor Udara Soedjono), yang disampaikan per kurir yang bunyinya ialah bagaimana mengenai para jenderal yang sudah ada di Lubang Buaya, ter-utama yang masih hidup. Oleh karena waktu itu kami dalam keadaan gugup, maka kami suruhkan kurir untuk membawa surat sampai kedua kali untuk minta keputusan Mas Jono, yang pada waktu itu berada di PENAS (gedung penas). Lagipula oleh karena Saudara Doel Arief waktu itu mengulangi lagi permintaannya, memaksa-maksa dan membentak-bentak, maka kami jawab kami belum mengerti bagaimana saya harus perbuat, karena ketentuan harus datang dari Mas Jono.”
"Mula-mula kita sepakati para jenderal itu dihadapkan kepada Presiden/Panglima Tertinggi Bung Karno di Istana. Pelaksanaannya oleh Resimen Cakrabirawa yang dikomandoi Letkol Untung. Komando pelaksananya Letnan Doel Arief. Tanpa sepe-ngetahuan Brigjen Supardjo dan saya sendiri, Sdr. Sjam ikut Letkol Untung. Kami baru tahu setelah selesai pelaksanaan atas laporan Letnan Doel Arief. Saya dan Brigjen Supardjo kaget. "Kenapa sampai mati?" tanya Pak Pardjo. Letnan Doel Arief
menjawab bahwa Sjam menginstruksikan bahwa bila mengalami kesulitan mengha-dapi para jenderal, diambil saja hidup atau mati. Mereka melaksanakan perintah Sjam karena tahu bahwa Sjam duduk dalam pimpinan intel Cakrabirawa."
Profil: Sjam Kamaruzzaman –Sipil PKI
Sekarang kita bicarakan tentang Sjam Kamaruzzaman, tokoh Peristiwa September 1965 yang paling misterius.
Nama aslinya adalah Sjamsul Qamar Mubaidah. Dia adalah tokoh kunci G30S dan orang nomor satu di Biro Khusus PKI yang bertugas membina simpatisan PKI dari kalangan ABRI dan pegawai negeri sipil. Sjam kelahiran Tuban, Jawa Timur, 30 April 1924. Pendidikannya hanya sampai kelas tiga Land & Tunbow School dan Suiker-school, Surabaya. Karena Jepang keburu masuk ke Indonesia, maka Sjam tidak menamatkan sekolahnya. Pada tahun 1943 dia masuk sekolah dagang di Yogya-karta tapi itu pun hanya sampai kelas 2.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Sjam ikut berjuang memanggul senjata dalam pertempuran di Magelang tahun 1945 - 1946, Ambarawa dan Front Mranggen, Semarang. Dia sempat memimpin kompi laskar di Front Semarang Barat. Sekembali-nya dari Front tersebut, ia menjadi anggota Pemuda Tani dan menjadi pemimpin Laskar Tani di Yogyakarta.
Tahun 1947, menjelang Agresi Militer Belanda I (Clash I), ia membentuk Serikat Buruh Mobil, sebuah organisasi buruh yang beraliran kiri. Pada akhir 1947, ketika SBKP (Serikat Buruh Kapa dan Pelabuhan) didirikan, Sjam juga menjadi pimpinan, bahkan kemudian menjadi ketua. Ia banyak mempelajari teori Marxis pada periode tersebut.
Tahun 1950, dia menajdi Wakil Ketua SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) Jakarta Raya. Tahun 1951 sampai 1957. dia menjadi staf anggota Dewan Nasional SOBSI. Dan barulah semenjak tahun 1957, dia menjadi pembantu pribadi DN. Aidit. Mulai tahun 1960, Sjam ditetapkan menjadi anggota Departemen Organi-sasi PKI. Empat tahun setelah itu, dia memperkenalkan bentuk pengorganiOrgani-sasian anggota-anggota PKI yang berasal dari ABRI. Lahirlah apa yang disebut Biro Khusus Sentral pada tahun 1964.
Sjam mengaku bahwa dia ditugaskan oleh Aidit untuk memimpin biro khusus tersebut. Suatu biro yang menangani pekerjaan khusus yaitu pekerjaan yang tidak dapa dilakukan melalui aparat-aparat terbuka yang lain, terutama di bidang militer dan bidang lainnya yang harus dikerjakan secara klandestin atau bawah tanah.
Ketika mulai dekat dengan Aidit, Sjam menjalin hubungan dengan anggota ABRI. Channelnya dia sangatlah mengagumkan. Ia pernah menjadi informan Moedigdo, seorang komisaris polisi. Kelak salah satu anak Mudigdo diperistri oleh Aidit. Sjam juga disebut-sebut pernah menjadi intelnya Kolonel Soewarto, direktur seskoad pada tahun 1958. Melalui cabang-cabang di daerah, Sjam berhasil mengadakan kontak-kontak tetap dengan kira-kira 250 perwira di Jawa Tengah, 200 di Jawa Timur, 80 sampai 100 di Jawa Barat, 40 hingga 50 di Jakarta, 30 - 40 di Sumatera Utara, 30 di Sumatra Barat dan 30 di Bali.
Sjam ibarat hantu yang bisa menyusup kemana saja ia mau. Sehingga banyak orang yang yakin bahwa sesungguhnya Ia adalah agen ganda. Dia bukan cuma bekerja untuk PKI, tetapi juga bertugas sebagai spionase untuk kepentingan-kepentingan lain. Ada lagi yang meyakini bahwa Sjam adalah agen rahasia ganda untuk KGB dan CIA. Lalu ada juga yang bilang bahwa Sjam itu adalah orang sipil yang menjadi informan tentara.
Sjam dianggap sebagai tokoh terpenting dalam peristiwa september 1965 ini yang membuat bukan saja PKI, tetapi juga kekuatan-kekuatan politik nasionalis, runtuh dalam beberapa hari seperti layaknya rumah kertas. Setelah G 30 S meletus dan kemudian gagal (atau didesain untuk gagal), Sjam pun menghilang. Menurut Mayjen Tahir, perwira pelaksana Team Pemeriksa Pusat, Sjam ditangkap di daerah Jawa Barat sekitar akhir tahun 1965 atau awal 1966.
Banyak orang sepakat bahwa sesungguhnya Sjam adalah tokoh kunci dalam peristiwa September 1965 tersebut. Tetapi sejauh manakah peranan yang dia main-kan ?
Saat Bung Karno jatuh sakit, Sjam dipanggil Aidit ke rumahnya tanggal 12 Agustus 1965 dan dalam pertemuan itu, Aidit mengemukakan suatu hal yaitu "seriusnya sakit Presiden dan adanya kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera apabila beliau meninggal"
Kemudian Aidit meminta Sjam untuk "meninjau kekuatan kita" dan "mempersiapkan suatu gerakan". Atas dasar instruksi tersebut maka Sjam dan rekan-rekannya dari Biro Khusus yakni Pono dan Walujo membicarakan kemungkinan ikut serta dalam "suatu gerakan", dan memutuskan untuk mendekati Kolonel Latief, Komandan Brigade Infantri I Kodam Jaya, Letkol Untung, komandan salah satu dari tiga batal-yon pasukan pengawal istana Cakrabirawa di Jakarta dan Soejono dari AU, koman-dan pertahanan pangkalan Halim. Petunjuk inilah yang menunjukkan bahwa Sjam adalah inisiator dari gerakan yang kemudian gagal.
Di sisi lain ada yang meragukan bahwa inisiatif itu datangnya dari Sjam. Keterangan Untung dalalm sidang pengadilannya mengatakan bahwa semua gerakan itu adalah idenya dan Kolonel Latief dan bukan ide Sjam.
Sementara itu, eksekusi terhadap para jenderal, juga bukan atas inisiatif Sjam. Gathut Soekresno yang dihadapkan sebagai saksi atas perkara Untung pada tahun 1966, memberi petunjuk bahwa Doel Latief lebih berperan, kendati sebetulnya Mayor Udara Soejono adalah yang bertanggung jawab terhadap nasib para jenderal ter-sebut.
Di pengadilan, Sjam memang divonis mati. Akan tetapi, banyak mantan tahanan politik penghuni RTM (Rumah Tahanan Militer) Budi Mulia, Jakarta Pusat, meragu-kan apakah Sjam betul-betul dieksekusi.
Dari para mantan tapol penghuni RTM Budi Mulia, lebih banyak yang percaya, Sjam dilepas. Ia ganti identitas dan hidup sebagaimana orang biasa, atau bahkan sudah kabur ke luar negeri. Semua itu tidak lepas dari jasanya terhadap pemerintahan Orde Baru dibawah Jenderal Soeharto.
Beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Sjam adalah agen ganda, memang didasarkan pada logika yang dapat diterima. Dugaan itu sesuai dengan karakteristik Sjam yang cukup cerdas dan penuh perhitungan, akan tetapi misterius. Dia tidak banyak omong. Karakteristik tokoh ini ditampakkan oleh ciri-ciri fisiknya; berkulit gelap, berambut keriting, tinggi 170 cm, sering memakai baju drill, dan ada codetan di pipi dekat mata kanannya.
John Lumeng Kewas, Ketua Presidium GMNI tahun 1957 - 1965 dan juga wakil sekjen PNI menceritakan percakapannya yang pernah terjadi dengan Sjam bahwa dia menanyakan kepada Sjam kenapa PKI melakukan pemberontakan pada 30 September 1965. Dia dengan hati-hati mengatakan, "Bung John perlu tahu, bahwa memang PKI berniat mengkup Bung Karno". Ketika John menanyakan alasannya, kembali Sjam menjawab "Bung Karno memimpin revolusi itu secara plin-plan"
Perlakuan istimewa petugas LP terhadap Sjam juga diakui oleh banyak orang. Sjam bisa lebih leluasa berada di luar sel dan tampak akrab berbincang-bincang dengan petugas.
Eks Kolonel Latief mengatakan bahwa sekitar tahun 1990 Sjam Kamaruzzaman pun masih ditahan di Cipinang. Sementara hal itu bertentangan dengan cerita seorang mantan pejabat di lingkungan Depkeh RI bahwa Sjam dilepaskan pada malam hari di bulan September 1986 atas seizin Soeharto.
Demikianlah sekelumit tentang misteri orang paling misterius dalam pemberontakan September 1965 Sjam Kamaruzzaman ..
Profil: Sersan Mayor Boengkoes – Militer AD
Eks Sersan Mayor Boengkoes adalah salah satu pelaku langsung dari Tragedi September 1965. Dia dibebaskan dari LP Cipinang pada tanggal 25 Maret 1999.
Sebagai Komandan Peleton Kompi C Batalyon Kawal Kehormatan Cakrabirawa yang berada di bawah Kol. Untung, dia mengaku bahwa dia hanya menjalankan perintah atasannya yaitu Lettu Dul Arief.
Ia diperintahkan untuk 'mengambil' Mayjen MT. Haryono, hidup atau mati. Sebelum dilakukan pengambilan tersebut, dia diberi penjelasan oleh atasannya tersebut bahwa ada sekelompok jenderal yang menamakan dirinya "Dewan Jenderal" yang bertujuan meng-coup Presiden Soekarno.
Ketika ditanya apakah Boengkoes mengerti dengan yang dimaksud "Dewan Jenderal", dia menjawab dalam masa G 30 S tersebut ada dua kubu yang tampak-nya lagi berkonflik dalam kemiliteran terutama di Angkatan Darat. Yaitu apa yang disebut sebagai "Dewan Jenderal" dan "Dewan Revolusi".
"Dewan Jenderal" adalah yang berniat melakukan coup pada Presiden Soekarno sedangkan "Dewan Revolusi" adalah yang berniat menyelamatkan Presiden Soekarno. Menurut Boengkoes ada ketidaserasian dalam Angkatan Darat tidak hanya menyangkut Soekarno.
Sekitar pukul setengah tiga dini hari semua unsur pasukan yang bertugas untuk melakukan penangkapan dikumpulkan dan diberi briefing akhir. Pasukan dibagi
dalam tujuh sasaran dengan dalam tiap titik sasaran terdiri atas satu peleton pasukan. Waktu 'pengambilan' sangat singkat, antara 15 - 20 menit dan tidak dihitung dengan waktu berangkat. Dan sebelum pukul 06.00 harus sudah dibawa ke semua tujuh orang Jenderal tersebut.
Waktu itu Serma Boengkoes mendapat sasaran Mayjen MT. Haryono. Sebelum penangkapan, Serma Boengkoes melakukan observasi dulu. Yang dia ingat adalah waktu itu pintu menghadap ke selatan. Setelah Boengkoes mengetuk pintu dan meminta ijin untuk kedua kalinya, pintu ditutup dan dikunci dari dalam. Waktu itu keadaan gelap sekali karena oleh pemilik rumah semua lampu dimatikan.
Dalam hati Boengkoes timbul pertentangan antara melanjutkan atau tidak tetapi sebagai seorang tentara dia teringat akan perintah komandannya yang harus dituruti. Akhirnya didobraknyalah pintu tersebut dan ketika itu Boengkoes terkejut karena melihat kelebatan bayangan putih dan secara reflek dia menarik pelatuk dan terjadilah penembakan itu. Gugurlah satu bunga bangsa Mayjen MT. Haryono. Menurut pengakuan Boengkoes pada saat dia melakukan penembakan, dia tidak mengetahui bahwa yang ditembaknya adalah Mayjen MT. Haryono.
Pukul 05.30 pagi tanggal 01 Oktober, Boengkoes dan pasukannya sudah tiba di tempat semula. Baru ketika matahari sudah panas dilakukanlah eksekusi terhadap para jenderal yang masih hidup. dan itupun dilakukan dnegan sopan dengan dipapahnya para jenderal sampai bibir sumur dan baru kemudian ditembak.
Menurut pengakuan Boengkoes tidaklah benar kalau ada pesta dan nyanyi-nyanyi seperti yang ditampakkan pada film G 30 S tersebut. Suasana saat itu benar-benar sepi. Boengkoes mengatakan bahwa pada saat itu hanya terdengar tiga suara (yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telinganya jika mengingat kejadian tersebut), yaitu suara desiran angin di pepohonan, suara tangis bayi dan suara ayam berkokok. Semua orang yang ada disitu terdiam dan tentara pun seperti robot bahkan air putih pun terasa pahit.
Boengkoes mengatakan bahwa dia benar-benar merasakan penyesalan yang terdalam dan hatinya hancur begitu mengetahui semuanya. Bahkan ketika keluar dari penjara pun terbersit banyak pertanyaan apakah nanti ia mampu hidup layak dan wajar di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana disebut tadi, menurut pengakuan Boengkoes, waktu penembakan atau eksekusi para jenderal adalah jam setengah sembilan pagi.
Malam hari pada tanggal 01 Oktober pasukan Boengkoes dipindah ke suatu tempat, entah ke mana. Yang jelas mereka melintasi lapangan udara. Tanggal 02 Oktober, Boengkoes pulang ke Asrama. Setelah diterima oleh Kepala Asrama, kemudian Boengkoes dibawa ke suatu tempat yang ternyata adalah LP. Cipinang.
*********** 0 0 0 0 0 **********
BEBERAPA PERATURAN TENTANG DISKRIMINASI TERHADAP BEKAS ANGGOTA ORGANISASI TERLARANG
1. Tap MPRS No. XXV/1966
* Pembubaran PKI, pernyataan organisasi terlarang di seluruh wilayah negara RI bagi PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan/
mengembangkan paham atau ajaran komunise/marxisme, leninisme.
* Masih berlaku
2. UU No. 3/1967
* Dewan Pertimbangan Agung
* Pasal 4-e untuk menjadi anggota DPA, tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam gerakan kontra revolusi G30S/PKI/organisasi terlarang.
3. UU No. 15/1969
* Pemilihan umum anggota-anggota Badan Permusyawaratan Perwakilan Rakyat
* Pasal 2, WNI bekas anggota organisasi terlarang PKI termasuk organisasi massanya yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam gerakan kontra revolusi G30S/PKI/organisasi terlarang lainnya tidak diberi hak untuk memilih dan dipilih.
4. UU No. 5/1985
* Referendum
* Pasal 11 ayat 2-a untuk dapat dari daftar dalam pemberi pendapat rakyat, harus dipenuhi syarat-syarat bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat
langsung/tidak langsung.
5. UU No. 14/1985
* Mahkamah Agung
* Pasal 7 ayat 1d untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus memenuhi syarat: bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya.
6. UU No. 2/1986
* Peradilan Umum
* Pasal 14 ayat 1d untuk diangkat menjadi hakim pengadilan negeri, seorang calon bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya/ bukan seseorang yang terlibat langsung/tidak langsung dalam G30S/PKI.
7. UU No. 5/1986
* Peradilan Tata Usaha Negara
* Pasal 14 ayat 1d untuk diangkat menjadi Hakim pada pengadilan TUN, seorang hakim bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya/bukan seseorang yang terlibat langsung/tidak langsung dalam G30S/PKI.
8. UU No. 7/1989
* Peradilan Agama
* Pasal 13 ayat 1d untuk diangkat menjadi hakim pada pengadilan agama, seorang Hakim bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya/bukan seseorang yang terlibat langsung/tidak langsung dalam G30S/PKI.
9. UU No. 17/1997
* Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
* Pasal 8d untuk dapat menjadi anggota setiap calon bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI termasuk organisasi massanya/bukan seseorang yang terlibat langsung/ tidak langsung dalam G30S/ PKI.
10. UU No.5/1991
* Kejaksaan Negeri
* Pasal 9d syarat untuk diangkat menjadi jaksa tidak boleh bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya/bukan seseorang yang terlibat langsung/tidak langsung dalam G30S/PKI.
11. UU No. 3/1999
* Pemilihan Umum
* Pasal 43 ayat 1f seorang calon anggota DPP, DPRD I, DPRD II adalah bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi
massanya/bukan seseorang yang terlibat langsung/tidak langsung dalam G30S/PKI.
12. UU No. 4/1999
* Susunan, Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD
* Pasal 3 ayat 1d bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya/bukan seseorang yang terlibat langsung/tidak langsung dalam G30S/PKI.
Sumber: Kompas, 1 Maret 2004, halaman 8.
ATURAN DISKRIMINATIF
* Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 1981:
Larangan menjadi pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, guru, pendeta, dan sebagainya bagi mereka yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam G30S/1965 dan mereka yang tidak "bersih lingkungan".
* Keputusan Presiden No.16 Tahun 1990:
Penelitian khusus (Litsus) bagi calon pegawai negeri sipil, anggota DPR dan notaris.
* Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 1991:
KTP seumur hidup tak berlaku bagi WNI yang berusia 60 tahun tapi pernah terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan organisasi terlarang (OT).
* Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Azas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian:
Pegawai negeri sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena melakukan penyelewengan terhadap Ideologi negara, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, atau terlibat dalam kegiatan yang menentang negara dan pemerintah (Pasal 23 Ayat 5 b).
* Undang-Undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah:
Syarat kepala daerah tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang menghianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, yang dinyatakan dengan surat keterangan ketua pengadilan negeri (Pasal 33-c).
* Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik:
Partai politik dilarang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme (Pasal 19 Ayat 5).
* Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu:
Syarat caIon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi maupun kabupaten/kota bukan bekas anggota organisasi terlarang PKI, termasuk organisasi massanya atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya (pasal 60 g).
* Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden:
Syarat calon presiden dan wakil presiden bukan bekas anggota terlarang PKI termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKi (pasal 6-s)
*********** 0 0 0 0 0 **********
TAP NO.: XXV/MPRS/1966
yang diperdebatkan
P E N G A N T A R
Sampai saat ini isu pencabutan soal Tap XXV/MPRS/1966 yang mengatur tentang Komunisme, Marxisme, dan Leninisme masih menjadi perdebatan. Terlebih setelah Presiden Gus Dur – sebelum berangkat ke Kuba –berkali-kali menyatakan tak keberatan Tap itu dicabut.
Komentar Gus Dur itu diungkapkan di berbagai tempat dan cukup demonstratif: di Istana, di Kongres PDIP Semarang, juga di Gajah Mungkur-Wonogiri, dan lain-lain. Tapi ucapan presiden itu ditentang oleh Menkumdang Yusril Ihza Mahendra yang menolak pencabutan Tap itu. Tentangan juga datang dari TNI, yang menganggap ucapan Gus Dur itu sebagai pernyataan pribadi.
Tentangan terhadap Gus Dur kian terasa ketika Ormas-ormas Islam menyatakan penolakan pencabutan. Penolakan itu diikuti aksi demo massive di jalan-jalan protokol dan Istana Merdeka. Tapi Gus Dur di Meksiko malah menilai para penolak itu tak mengerti persoalan.
Agak aneh bila penolak itu tak mengerti persoalan. Sebab, Amien Rais yang Ketua MPR – sebagai lembaga tertinggi negara – pun menyatakan tak setuju. Bahkan Amien juga mengatakan tak ada rencana mencabut Tap tersebut. Ia yakin peta di MPR yang tak memungkinkan pencabutan Tap tersebut.
Lepas dari perdebatan itu, inilah isi lengkap TAP No. XXV/MPRS/1966, selamat menyimak;
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
NO. : XXV/MPRS/1966
TENTANG
PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA. PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU
AJARAN KOMUNIS/MARXISME-LENINISME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
Bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada hakekatnya ber-tentangan dengan Pancasila;
Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang mengenal faham atau ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan cara kekerasan.
Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebabkan atau me-ngembangkan faham atau ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme.
Mengingat :
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (3).
Mendengar :
Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PER-NYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DISELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYE-BARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/ MARXISME-LENINISME
Pasal 1
Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasinya yang seazas/ berlindung/ bernaung dibawah-nya dan perdibawah-nyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/S/1966, dan meningkatkan kebijaksana-an tersebut diatas menjadi Ketetapkebijaksana-an MPRS.
Pasal 2
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya,
dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pe-ngembangan faham atau ajaran tersebut dilarang.
Pasal 3
Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.
Pasal 4
Ketentuan-ketentuan di atas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 1966
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
Ketua, Wakil Ketua Wakil Ketua
Ttd Ttd Ttd
(DR. AH. Nasution) (Osa Maliki) (HM. Sumchan ZE)
Jenderal TNI
Wakil Ketua Wakil Ketua
Ttd. Ttd.
(Mashudi) (M. Siregar)
Brigjen TNI
Sesuai dengan aslinya
Administrator Sidang Umum ke-IV MPRS
Ttd
(Walujo Puspo Judo) Mayjen TNI
Sumber: Detik.Com, Kamis, 13/04/2000
PANDANGAN HUKUM MAHKAMAH AGUNG R.I.
TENTANG KORBAN ORDE BARU
P E N G A N T A R
Pada tanggal 12 Juni 2003, telah diterima tembusan surat Nomer.KMA/403/VI/2003, dari Mahkamah Agung RI kepada Presiden Republik Indonesia, yang pada pokoknya mem-berikan pandangan/pendapat/rekomendasi yang meminta Presiden RI untuk mengambil langkah-langkah konkrit ke arah penyelesaian hukum dan pemberian rehabilitasi umum bagi para korban rezim Orde Baru, khususnya para korban peristiwa ’65. (copy surat terlampir).
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 12 Juni 2003
N o m o r : KMA/403/VI/2003
Sifat : Biasa
Lampiran : 10 (sepuluh) surat Perihal : Permohonan Rehabilitasi
Kepada Yth.
Sdr.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
di JAKARTA
Menimbang bahwa, berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak, kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.
Menimbang bahwa, Mahkamah Agung banyak menerima surat-surat baik dari perorangan maupun dari berbagai kelompok masyarakat yang menyatakan diri sebagai korban Orde Baru, yang pada pokoknya mengharapkan agar memperoleh rehabilitasi.
Menimbang bahwa, wewenang memberikan rehabilatsi tidak ada pada Mahkamah Agung, karena hal tersebut merupakan hak prerogatif yang ada pada Saudara Presiden.
Menimbang bahwa, sekalipun demikian dengan dilandasi keinginan untuk mem-berikan penyelesaian dan kepastian hukum yang sama, serta didorong oleh semangat rekonsiliasi bangsa kita, maka Mahkamah Agung dengan ini memberikan pendapat dan mengharapkan Saudara Presiden untuk mempertimbangkan dan mengambil langkah-langkah konkrit ke arah penyelesaian tuntutan yang sangat diharapkan tersebut.
Demikian pendapat mahkamah Agung dalam masalah rehabilitasi tersebut, dan atas perhatian Saudara Presiden diucapkan terima kasih.
MAHKAMAH AGUNG R.I.
Cap Mahkamah Agung
Tanda tangan
BAGIR MANAN
Tembusan kepada :
1. Sdr. Ketua DPR – RI
2. Sdr. Menko POLKAM
3. Sdr. Ketua KOMNAS – HAM
4. Sdr. Ketua DPP Lembaga Perjuangan Rahabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR - KROB)
5. Sdr. Ketua Tim Advokasi/Rehabilitasi POLRI.
6. Sdr. Koordinator Forum Komunikasi Ex Menteri Kabinet Dwikora Korban Penyalahgunaan Surat Perintah 11 Maret 1966.
7. Sdr. Ketua DPP Paguyuban Korban Orde Baru (PAKORBA)
8. Sdr. Ketua Tim Advokasi untuk Rehabilitasi ex Anggota TNI/AD
9. Sdr. Ketua Tim Advokasi untuk Rehabilitasi ex Anggota TNI/AL
10. Sdr. Ketua DPP Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM)
11. Sdr. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).
12. Sdr. Ketua Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 1965 (LPKP '65)
13. Sdr.Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1965 (YPKP '65-'66)
14 Sdr. Ketua Tim Advokasi Perhimpunan Purnawirawan TNI/AU.
*********** 0 0 0 0 0 **********
Surat dari Mahkamah Agung tersebut adalah suatu kejutan dan secara obyektif sampai dengan saat ini merupakan hasil yang paling signifikan yang bisa dicapai dalam kaitan dengan upaya perjuangan nasib dari para korban peristiwa '65
KRONOLOGI:
Sebelum dikeluarkan surat Mahkamah dari Agung tersebut, ada beberapa langkah yang mendahuluinya, di mana langkah-langkah tersebut merupakan upaya yang terintegrasi guna mendorong semua potensi yang ada dalam perjuangan peng-hapusan diskriminasi terhadap nasib para korban peristiwa '65 dan keluarganya, yaitu:
1. 26 OKTOBER 2002: Adanya surat dari Lembaga Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru LPR-KROB) No. 349/Sek/SPP.U/X/2002 tanggal 26 Oktober 2002 yang meminta kesediaan Ketua Mahkamah Agung R.I. untuk bertemu.
2. 11 Maret 2003: adanya respons positip dari Mahkamah Agung melalui surat jawaban No.204/Set-MA/III/2003 tanggal 11 Maret 2003, yang dilanjutkan dengan dilaksanakannya pertemuan Ketua Mahkamah Agung R.I. dengan delegasi dari LPR-KROB yang dipimpin oleh bapak Sumaun Oetomo di-dampingi Bp. Drs.Moh.Achadi (Ex. Menteri), Bp. Drs.R.Soebekti, Bp. Drs. Gunardi (Advokasi POLRI), Bp.Pradono, Bp.Koesnandar, Ibu Titi Soebron-to, Bp. Mujayien, Bp. Soeripto (LPR-KROB), Bp. Reinhard Parapat SH, Bp. Leonard Sitompul. SH (PBHI) dan Bp. Witaryono S Reksoprodjo.
3. 14 Maret 2003: Adanya usulan yang konstruktif dari Ketua Mahkamah Agung R.I., yang meminta Tim-Tim Advokasi maupun Lembaga-Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban '65 untuk mengajukan surat permintaan rehabilitasi kepada Mahkamah Agung agar dapat menjadi dasar bagi Mahkamah Agung untuk menyampaikan pandangan/pendapat hukum kepada Presiden R.I.
4. 1 April 2003: Dilakukannya mobilisasi pengajuan surat dari 12 (dua belas) organisasi yang terdiri dari Tim-Tim Advokasi maupun Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Peristiwa '65, kepada Mahkamah Agung R.I. yang pada pokoknya meminta dilakukannya rehabilitasi terhadap korban peristiwa '65 dan keluarganya yang selama ini mendapat perlakukan diskriminaf. (ke 12 organisasi tersebut adalah yang tercantum dalam organisasi yang men-dapatkan tembusan surat dari Mahkamah Agung).
1. 5 April 2003: Bersamaan dengan proses pengajuan surat kepada MA, maka
dilakukan pula langkah-langkah paralel dalam rangka perjuangan
tasi bagi para korban peristiwa '65, yakni dengan berangkatnya Dr. Tjiptaning, Ir. Setiadi Reksoprodjo, Heru Atmodjo, Ibrahim Isa dan Ny. Tatiana sebagai Delegasi Korban '65 ke Sidang Komisi Tinggi Hak-Hak Asasi Manusia (UN-HCHR) di Jenewa, serta dilakukannya upaya pende-katan kepada Menko POLKAM Bambang Yudhoyono oleh Marsekal TNI (Purn) Saleh Basaran (Advokasi TNI/AU), Mayjen TNI (Purn) Moersjid, Letjen Marinir (Purn) Ali Sadikin, Laksamana TNI (Purn)Waloejo Soegito dan Irjen Pol. (Purn) R.Subekti, guna guna memberikan bahan masukan tentang hal-hal yang berkaitan dengan tuntutan rehabilitasi korban peristiwa '65, kepada Menko POLKAM selaku anggota Kabinet dan pembantu utama Presiden di bidang Politik dan Keamanan.
2. 13 Juni 2003: Mahkamah Agung R.I. , selaku Lembaga Tertinggi Negara di
bidang Yudikatif, melalui surat No. KMA/403/VI/2003 tanggal 13 Juni 2003 yang ditanda tangani oleh Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan S.H., telah memberikan/pendapat/rekomendasi/ pendapat hukum kepada Presiden R.I.yang pada inti meminta Presiden untuk mengambil langkah-langkah konkrit ke arah penyelesaian hukum dengan rehabilitasi umum bagi korban rezim Orde Baru, khususnya pata korban peristiwa '65.
*********** 0 0 0 0 0 **********
Sedangkan di bawah ini merupakan ulasannya yang ditulis oleh: bung_karno@minister.com dkk.:
MENYIKAPI SURAT MAHKAMAH AGUNG R.I. No.: KMA/403/VI/2003.
(Oleh: bung_karno@minister.com)
Ada banyak pandangan dan argumentasi yang muncul terhadap surat Mahkamah Agung R.I. kepada Presiden R.I. No. KMA/403/VI/2003. Tetapi satu hal obyektif yang harus diakui adalah bahwa surat itu memang merupakan terobosan yang mengejut-kan dari Lembaga Tertinggi Negara di bidang hukum tersebut dan sekalipun ada juga yang menanggapinya secara pesimis, namun surat tersebut selayaknya dinilai secara positif berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Surat Mahkamah Agung tersebut janganlah dlilihat semata-mata pada materi kata perkatanya saja, tetapi penting pula dipahami bagaimana proses surat itu dibuat, sehingga dengan demikian kitapun akan dapat memberikan apresiasi yang lebih obyektif dan proporsional. Dalam mekanisme internal Mahkamah Agung, prosedur standar sebelum Ketua MA menanda tangani suatu surat penting, apalagi merupakan pandangan hukum kepada Presiden, maka terlebih dahulu haruslah mendapat perse-tujuan dan disepakati oleh para Hakim Agung lainnya.
2. Dalam kondisi politik saat ini yang tidak berpihak pada nasib para korban peristiwa '65, di mana banyak instansi lain justru menghindar untuk mem-bahasnya atau bahkan cenderung memberikan perlakuan yang diskriminatif