• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkenaan dengan perkembangan, apa yang perlu diubah dalam sistem pendidikan? Laporan dari penyelenggaraan kongres itu dimuat dalam majalah DJAWA dalam

dalam jiwa (psyche) penduduk, dapat digunakan pada pendidikan (suku) bangsa Jaw a?

8. Berkenaan dengan perkembangan, apa yang perlu diubah dalam sistem pendidikan? Laporan dari penyelenggaraan kongres itu dimuat dalam majalah DJAWA dalam

bahasa Belanda. Majalah itu terbit antara tahun 1921 Kongres hingga 1941. Di samping itu ada juga data yang dimuat dalam majalah lain, yaitu majalah

SRI POESTAKA

terbitan Balai Pustaka. Prosiding kongres diterbitkan di Semarang dengan judul

"Congres

voor Ja-vaansche Cultuur Ontwikkeling: Programma en Tekstboekje Prae-Adviezen,

1918"

Stoomdrukkrij CA. MISSET, Semarang. Di dalam buku prosiding kongres seperti tersebut di atas, dimuat agenda kongres, paparan preadvisers, dan perdebatan secara lengkap, melebihi buku-buku prosiding kongres masa-masa sekarang.

Dari sembilan nama pemrasaran itu, 5 orang berkebangsaan Jawa dan 4 orang Belanda. Menurut Soebaryo, pemakalah Soetatmo dan Satiman berasal dari Komite Nasionalisme Jawa. Keduanya menguraikan tentang perlunya dikembangkan nasionalisme Jawa, sementara Dr. Radjiman dan A. Muhlenfeld lebih menekankan pada dukungan dikembang-kannya paham nasionalisme Jawa. Dua orang pemrasaran yang lain, menyam-paikan pokok pikiran yang berbeda dengan Sutatmo, Radjiman dan Muhlenfeld. Pada saat itu dr. Tjipto Mangoenkoesoemo mengemukakan pandangan yang sangat kritis terhadap paham nasionalisme Jawa sehingga dinilai bertentangan dengan pendapat Dr. Radjiman, sedangkan pendapat Z. Stokvis lebih ke arah paham nasionalisme Hindia Belanda dan tentang pencerahan moral (Soebaryo Mangoenwidodo, 1994: hal. 63).

Selain dimauat dalam majalah dan di buat prosiding, berita kongres itu juga dimuat di koran

De Locomotief.

Secara panjang Iebar memberitakan isi perdebatan yang berlangsung di dalam kongres.

De Locomotif

adalah salah satu surat kabar

(courant)

yang terbit di Semarang tahun 1863. Setelah koran ini sempat berhenti pada tahun 1947, terbit lagi hingga tahun 1956. lni berarti

De Locomotief

hidup di dua zaman, yaitu zaman pemerintahan Hindia-Belanda dan zaman pemerintahan Republik Indonesia. Pada masa kemerdekaan koran ini telah meliput berbagai kegiatan kebudayaan, antara lain Kongres Kebudayaan (1948, 1951, 1954) serta Koriferensi Kebudayaan tahun 1951 dan 1952 ..

A.1. lsi Prasaran

Berbeda dengan penulisan dan penyajian makalah masa sekarang, yang biasanya diuraikan secara cara penulisan makalah oleh para pemrasaran (waktu itu disebutnya

prae-advieser)

ditulis dalam bentuk butir-butir yang saat itu disebut stelling. Kata

'stelling'

digunakan pada sebelum Indonesia merdeka dan setelah merdeka

diterjemahkan menjadi 'dalil' seperti yang tertulis dalam Kongres Kebudayaan tahun 1948, 1951 dan 1954. Dari masing-masing butir dalil-dalil itu kemudian dielaborasi secara langsung oleh pemrasaran pada giliran penyampaian rna kala h.

Menurut pemrasaran Satiman Wirijosandjojo, bangsa-bangsa Timur memang berjuang untuk kemandiriannya masing-masing, dengan tujuan untuk membuat perhitungan akhir dengan Eropa yang sudah melakukan begitu banyak dosa. Tentang dosa itu dengan nada keras Satiman mengatakan: "Memanglah Eropa perlu dihajar", dan kata-kata ini membuat hadirin bergelak tawa. Pada awalnya bangsa Eropa hendak diusir dengan cara-cara yang primitif tetapi hasilnya selalu nihil. Oleh karena menurut Satiman Barat harus dilawan dengan menggunakan senjata Barat pula, yaitu dengan intelektual.

Oleh karen a itu menu rut Satiman kongres ini merupakan suatu usaha peremajaan diri kita (bangsa Jawa) untuk melawan mereka. Sistem p·endidikan untuk mempertinggi intelektual bangsa Jawa perlu diperbaiki. Semua ilmu pengetahuan Barat harus dapat dikuasai, dan untuk itu dapat menguasai bahasa Belanda merupakan keharusan. Di masa depan, bahasa-bahasa setempat dapat dikembangkan melebihi bahasa Belanda, karena bahasa Belanda tidak akan dapat diserap oleh seluruh lapisan masyarakat. Orang Jawa tidak perlu takut akan kehilangan kebudayaannya sebab hal itu sudah ada dalam dirinya sejak lahir. Orang Jawa harus membuktikan bahwa tiga ratus tahun masa tertidur hanya sekedar waktu beristirahat. Pada bagian akhir makalahnya dr. Satiman menyampaikan dalil-dalil sebagai berikut:

1. Usaha pengembangan kebudayaan Jawa yang sungguh-sungguh untuk mengejar · ketinggalan dilakukan dengan menyerap ilmu pengetahuan Barat dan melakukan upaya melalui cara-cara Barat, guna mencapai kedaulatan dan kemerdekaan dalam waktu dekat.

2. Cara-cara Timur yang digunakan di sini dan di seluruh Asia tidak dapat mengimbangi cara-cara Barat dan tidak memungkinkan tercapainya tujuan. Cara-cara Barat telah berkembang ke arah bentuk yang sempurna, sedangkan dari Timur dalam kondisi statis, bahkan cenderung mengalami kemunduran karena tidak dirawat.

3· Proses perkembangan ke arah Barat dapat terjadi karena adanya gerakan hati (inisiatief) dan desakan dari dalam, sehingga terjadi kesesuaian dengan perubahan yang terjadi di a/am seke/i/ing kita.

4· Perjuangan untuk kebebasan tanpa pertumpahan darah hanya dapat dicapai me/a lui 'peperangan' antara kemampuan intelektual melawan intelektual, dan kemampuan intelektua/ kita harus dibuat sama dengan inte/ektua/ Eropa.

5· Pendidikan harus diatur sedemikian rupa sehingga semua perigetahuan Barat dapat diserap oleh peserta didik. Di samping penguasaan bahasa asing (Belanda) bahasa lbu wajib diajarkan di semua lembaga pendidikan.

6. Pertemuan peradaban Bar at dan Timur harus sa ling mengisi bagi keduanya. ( Congres voor Javaansche Cultuur Ontwikke/ing, 1918: hal. 12)

Sementara itu pemrasaran R.M. Soetatmo Soerjokoesoemo menekankan pada masalah perlunya upaya pembimbingan dalam mengembangkan kebudayaan (Jawa) menuju ke arah jalan yang pernah dilalui oleh para leluhur yang memang diakui

memiliki sikap budaya yang terbuka bagi kita masa kini. Soetatmo berpendapat bahwa kebudayaan bertumpu pada pemahaman diri sendiri, pada kemanusiaan. Kebudayaan Timur terutama didasarkan pada aturan dan kaidah kehidupan rohani, sementara kebudayaan Barat bertumbu pada kaidah alam. Oleh karena itu kebudayaan Jawa akan mengembangkan kehidupan rohani seseorang. Pemrasaran menghimbau agar hak rohani diakui, begitu pula humanisme dan altruisme yaitu faham yang mementingkan kepentingan orang lain.

Pada bagian lain Soetatmo juga menyinggung masalah faham nasionalisme, meskipun dinilai pemikirannya cenderung pada pemikiran nasionalisme Jawa. Selain itu, dalam hal mendidik bangsa bagian pertama yang harus dilakukan menurut Soetatmo adalah menyadarkan mereka tentang keberadaannya dengan memberikan pengetahuan sejarah dan pengetahuan kebudayaan sendiri. Sebagai orang Jawa sejati ia memandang wayang sebagai salah satu media pendidikan yang a mat baik, karena di ·

dalam cerita wayang penuh dengan ajaran moral, etika, estetika dan ilmu pengetahuan lahir dan batin. Bagian lain yang menarik adalah pandangan tentang pentingnya memajukan kebudayaan dengan cara memberikan jiwa baru atau nilai-nilai baru yang berarti menghendaki adanya perubahan dalam kebudayaan. Selanjutnya Soetatmo menyampaikan dalil-dalil yang pada intinya sebagai berikut:

1. Pendidikan yang didirikan menu rut dasar Barat perlu dilakukan penye-suaian dengan kondisi bangsa dan negeri kita. Jangan dilupakan bahwa tujuan pendidikan adalah mengembangkan intelek - daya pikir- aka/ budi man usia Jawa.

2. Perlu dikembangkan ilmu pengetahuan teknik guna mema-jukan industri dan pertanian sendiri, juga ilmu kedokteran yang paling utama untuk diajarkan.

3· Sebelum kebudayaan yang lain, kebudayaan sendiri harus menjadi dasar pendidikan bangsa kita. Mungkin cara yang mudah untuk mencapai tujuan itu ada/ah menggunakan media wayang.

4· Per/u mempertahankan keberadaan kebudayaan kita dan memberikan jiwa baru untuk memajukan kebudayaan kita. ( Congres voor Javaansche Cultuur Ontwikkeling, 1918: hal. 17-18)

Pemrasaran berikutnya adalah dr.

Tjipto Mangoenkoesoemo,

lulusan STOVIA (Sekolah Dokter) di Jakarta yang menaruh perhatian terhadap kebudayaan. Ia tokoh pergerakan yang sering menu lis dan dimuat harian De Express. Karena tulisannya sering berisi kritikan yang tajam maka oleh pemerintahan Belanda dianggap sebagai usaha untuk menanamkan rasa kebencian pembaca terhadap Belanda.

Menurut pandangan Tjipto, pengembangan kebudayaan tidak dapat dilakukan tanpa memerhatikan sifat kebudayaan bersangkutan. Pemrasaran menggarisbawahi keunggulan kebuda-yaan Jawa seperti wayang, gamelan, teknik persawahan, yang semuanya itu tidak berasal dari bangsa Hindu melainkan memang berasal dari kebudayaan Jawa sendiri. Namun pemrasaran dinilai tidak dapat memberikan jawaban tegas apakah kebudayaan Jawa di masa depan harus bertumpu pada kebudayaan di masa lampau, atau harus mengambil dari kebudayaan lain, atau mungkin sebuah jalan tengah yang perlu diambil.

Selain itu, menurut koran De Locomotief pemrasaran juga mengingatkan kelompok Jong-Java (para kaum muda Jawa) agar jangan sampai

menumbuh-kembangkan chauvinisme atau kebanggaan yang berlebihan pada budaya dan bangsa sendiri. Ia mengingatkan mereka pada apa yang dilakukan Jerman terhadap Belgia. Apabila nasionalisme Jawa tumbuh seperti itu, maka pemrasaran akan menolak kebudayaan Jawa. Pemrasaran juga berpendapat bahwa rakyat Jawa kurang memerhatikan ilmu pengetahuan eksakta dan teknik dan hanya memusatkan perhatian kepada ilmu pengetahuan humaniora. ltu sebabnya bangsa Jawa kehilangan kemandiriannya. Diingatkan pula agar jangan terlalu terpukau pada keindahan masa lampau tanpa memerhatikan perubahan-perubahan yang terjadi sekarang. Dalam hal ini Tjipto Mangoenkoesoemo cenderung memilih faham nasionalisme yang tidak sempit (Jawa) tetapi nasionalisme yang meluas.

Bangsa Jawa harus menyadari bahwa mereka tidak dapat hidup terpisah, menyendiri, melainkan merupakan bagian dari dunia yang lebih luas. Pemrasaran menolak pandangan yang mengatakan bahwa dari dahulu sudah ada pemisahan antara berbagai golongan masyarakat. Menurut Tjipto sistem keningratan telah didorong dan ditumbuh-kembangkan oleh para penguasa dan dipertahankan secara semu saja. Sangat disayangkan bahwa dalam kongres ini tidak ada pemrasaran dari kelompok Sunda.

Pemrasaran dr. Radjiman atau Wediodiningrat menyatakan bahwa kebudayaan Jawa memang telah surut, tetapi bekas-bekas dan sisa-sisanya masih ada hingga kini dan terdapat di dalam berbagai cabang kesenian. Kebudayaan Jawa bertumpu pada agama dan masyarakat, bertumpu pada keyakinan akan adanya hubungan antara dunia roh dan dunia manusia. Di masa lampau bangsa Jawa memiliki satu kebudayaan, dengan tujuan yang jelas. Akibat bersentuhan dengan bangsa-bangsa lain di dunia maka kesatuan budaya itu terganggu, tetapi tidak sirna sama sekali. Kini masih ada kesempatan untuk mempersatukan usaha-usaha rakyat. Berbagai kekuatan baru yang

. berkembang harus diusahakan agar sejalan dengan perkembangan jati diri rakyat. Yang perlu dikembangkan bagi rakyat Jawa bukan hanya akal tetapi juga rasa. Bangsa Jawa harus dapat menemukan kembali jati dirinya dan setelah itu baru kemudian dapat berdiri sederajat dengan bangsa-bangsa maju lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Radjiman berpendapat bahwa hubungan antara keadaan saat itu dengan kebudayaan lama dan dengan kebudayaan yang datang dari Barat, perlu tetap dijalin dengan tidak melupakan hubungan dengan yang lama. Hal ini dapat dilihat pula pada pendapatnya yang dikutip oleh George D. Larson sebagai berikut:

"Pada waktu sekarang tidaklah hanya diinginkan, melainkan diperlukan bahwa bangsa Jawa bereaksi positif Iagi terhadap rangsangan dari luar, kali ini datang dari Barat untuk menemukan kembali semangat dan kesadaran akan tujuan murni yang /ebih menjiwai kebudayaan Jawa di masa /ampau. Sekali masyarakat Jawa menjadi muda'kembali maka ia akan memberi sumbangannya yang unik bagi peradaban dunia, sumbangan yang sesuai dengan bakat leluhur yang bertahan terus, tempat masing-masing orang merasakan harmoni dan kegunaan bagi dirinya, serta bagi kesenian dan kepercayaan yang terjalin dengan sangat eratnya dan yang berada di tengah-tengah kegiatan manusia". (Soebaryo Mangoenwidodo, 1994: hal. 63-64).

Demikian pula halnya dengan yang dikutip oleh Denys Lombard, menunjukkan bahwa Radjiman yakin bahwa tidak mungkin Barat akan dapat membaratkan orang Jawa. Antara lain ia menyatakan: "Jika pribumi dipisahkan sepenuhnya dan �ecara paksa dari masa lalunya, yang akan terbentuk ada/ah manusia tanpa akar, tak berkelas, tersesat di antara dua peradaban". (Denys Lombard/Jilid 1, 2000: hal. 235).

Dalam kongres itu dr. Radjiman menggariskan 7 buah dalil yang intinya adalah sebagai berikut:

1. Kebudayaan Jawa Kuno berdasarkan sosiologi keagamaan.

· 2. Dasar ini ditemukan kembali dalam jiwa bangsa masyarakat Jawa meskipun banyak yang tidak menyadarinya.

3· Kebudayaan Jaw a Kuno dipertukan untuk menjadi penggugah kesadaran masyarakat pribumi (karaktervorming).

4. Pengaruh baru mutlak diperlukan untuk berhubungan secara internasional guna menuntut ilmu pengetahuan sebanyak mungkin.

5· Pendidikan harus berlangsung serasi dalam bentuk pena-naman nilai etika dan estetika dan yang bersifat mendidik, serta harus memperhatikan dasar adat istiadat bangsa.

6. Latihan dan penggunaan bahasa Jawa, seni budaya dan sejarah harus mendapat tempat yang besar dalam pendidikan.

7· Kesempatan mempe/ajari bahasa Belanda harus terbuka Iebar untuk mendapatkan pengetahuan dan ilmu yang memungkinkan diterapkan dalam hubungan internasional.

Sementara itu, sebagai pemrasaran berikutnya R.A. Notosoedirdjo geb. Karlinah

mengawali prasarannya dengan menyatakan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir telah banyak menyimpan sejumlah pertanyaan untuk bidang kebudayaan dan pendidikan. Untuk bidang kebudayaan pertanyaannya ke mana arah dan kebijakan pembangunan bangsa Jawa yang akan dijalankan, pada hal rakyat sangat bersemangat untuk menata masa depannya? Untuk bidang pendidikan Karlinah menggambarkan "semua orang hari ini menangis untuk pendidikan". Nyaris tidak ada sekolah yang baru dibuka dan yang ada telah penuh sesak oleh siswa. Bagaimana pendidikan mereka yang tidak sempat bersekolah? Bagi yang bersekolah pertanyaanya, apa gunanya kalau semuanya ingin belajar bahasa Be Ianda tanpa tujuan apapun? Apa yang akan anak-anak dapatkan? Apa yang bisa mereka capai dengan pendidikan seperti itu?

Menurut pemrasaran yang penting untuk manusia itu adalah pengembangan karakter. Oleh karena itu pendidikan tidak hanya menyiapkan anak-anak untuk ujian saja tetapi juga pengembangan etika dan moral. Selain itu juga diingatkan tentang peran seorang "lbu" dalam melakukan penanaman nilai-nilai budaya kepada anak. Tugasnya berat dan sulit tetapi selalu dilakukan penuh kesungguhan. lbulah yang membangun fisik maupun rohani anak. lbu yang memperkenalkan berbagai dongeng, cerita, permainan, nyanyian dan sejarah kepada anaknya.

Yang sangat digarisbawahi oleh pemrasaran berikutnya, yaitu Hinloopen Labberton adalah kenyataan bahwa tidak hanya Jawa yang memiliki kesatuan kebudayaan melainkan di seluruh Indonesia. Dikatakan bahwa kebudayaan Jawa merupakan yang paling kuat di Indonesia, dan oleh karena itu bangsa Jawa memiliki

kewajiban terhadap kemajuan kebudayaan bangsa-bangsa lain. Bangsa Jawa perlu menguasai ilmu pengetahuan Barat. Bangsa Jawa perlu berpaling kepada Timur dan Barat, kebudayaan Jawa perlu dikembangkan secara horisontal maupun vertikal. Selain itu pemrasaran menilai perlunya dibangun sebuah pusat kebudayaan. Juga disarankan agar kebudayaan Jawa dikembangkan secara horisontal dengan melaksanakan pemberantasan buta huruf. Untuk itu sekolah-sekolah desa dinilai sudah memadai, dan selanjutnya setiap orang Jawa yang sudah maju akan menyebarkan pengetahuannya kepada sesama. Perlu ditiru apa yang terjadi di Jepang, di mana kebudayaan Barat dialihkan ke dalam kebudayaan Jepang. Dengan demikian maka bangsa Jawa akan tetap mempertahankan jati dirinya.

Pada bagian lain D. van Hinloopen Labberton setelah menyajikan

10

dalil dalam prasarannya, menyampaikan 3 kesimpulan sebagai berikut:

1. Gegeven de tegenwoordige westersche bei:nvloeding van Java is een op westerschen grondslag ingericht onderwijs voor de ontwikkeling van een zeker percentage van de Javanen noodzakelijk, waarbij a/ datgene in aanmerking komt om te worden onderwezen wat tot vermeestering van de westersche techniek zoowel theoretisch als praktisch, noodig is.

2. Naast dit Westersche onderwijs dat aangevuld moet worden door bestudeering en vernieuwing van eigen taal en traditie, dient aan de eene kant onderwijs in het Javaansch (lezen en schrijven met Javansche karakters) aan aile Javanen te worden gebracht, en aan de andere zijde hooger onderwijs in Javanen en Kawi te worden verzorgd. Door de veralgemeening van de lees-en schrijfkunst onder Javanen, en daarnaast de critisch wetenschappelijke berstudering van de Javaansche taal en letteren in een daarvoor te scheppen centrum, zal het behoud van de Javaansche taal en het opbloeien tot nieuwe glorie verzekerd zijn.

3· De z.g. Volksschool dienst te worden vervangen door rondreizende Goeroe­ djawa's die tot taak hebben de desakinderen het Adji Saka-alfabet (tjatjarakan) te leeren, gevolgd door verspreiding van echt Javaansche lectuur. Op de Kweek-en Opleidingsscholen, de Rechtsschool en de In/. Artsenschool dient litteratuur in Nieuw­ en Oud-Javaansch te worden onderwezen. In de komende Universiteit dienen aan de litteraire faculteit leerstoelen voor Javaansch letteren, Oud-Javaansch en Sanskrta te worden verbonden. (Congres voor Javaansche Cultuur Ontwikkeling,

1918:

hal.

7-8)

Pemrasaran berikutnya adalah A. Muhlenfeld. Bagian penting yang diingatkan pemrasan adalah orang Jawa harus menyambung kembali hubungannya dengan masa lampau mereka yang telah terputus. Bila hal ini tidak diperhatikan maka orang Jawa akan kehilangan jati dirinya. Diingatkan pula betapa Boedi Oetomo telah membangkitkan kembali intelektual orang yang telah tertinggal oleh kemajuan ekonomi dan politik. Selain itu pemrasaran menyatakan tidak benar bahwa bangsa Jawa selalu terjajah, oleh karena itu pemahaman tentang sejarah menjadi amat perlu. Bahasa ibu tidak boleh diabaikan, kendati bahasa Belanda tetap harus dipertahankan agar kita dapat memahami pengetahuan Barat. Di masa depan mungkin diperlukan sebuah

lingua franca

baru, mungkin bahasa lnggeris atau bahasa Eropa lain. Bahasa ibu

harus dimasukkan ke dalam pelajaran di sekolah dan untuk itu perlu dibentuk sebuah lembaga di tingkat pusat, dan sebuah lembaga ilmu pengetahuan Timur (Oriental) di Solo yang bermanfaat tidak hanya untuk sekolah-sekolah menengah tetapi juga untuk rakyat.

Perlu pula dikembangkan bahan bacaan Jawa yang bermutu tetapi juga harus diperhatikan agar tidak tumbuh rasa kebangsaan yang berlebihan

(chauvinisme).

Pemrasaran kembali menghimbau perlunya toleransi terhadap kelompok-kelompok agama lain. Terlepas dari perbedaan-perbedaan, maka yang harus diutamakan adalah pemulihan kesatuan dan persatuan bangs a Jawa. Juga ditekankan agar tidak mengekor saja pada Barat, dan juga agar tidak bermimpi untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Walau demikian, kebangkitan budaya J,awa tua tetap dapat dilakukan.

Pemrasaran menggarisbawahi bahwa rakyat Bali, Sunda dan Madura serta rakyat Jawa merupakan kesatuan yang alami dan tradisi lama perlu dijunjung tinggi. Sementara dengan rakyat dari daerah-daerah lain, perlu dibina suatu hubungan yang bersifat federasi. Pada bagian akhir dari prasarannya Muhlenfeld menyampaikan 18 butir dalil yang amat jelas dan lugas tentang pembangunan rasa kebangsaan. Untuk menanamkan rasa kebang-saan itu harus ditempuh melalui pendidikan yang materinya disebutkan antara lain berupa pendidikan sejarah, pendidikan bahasa terutama untuk penguasaan bahasa asing, penguasaan ilmu pengetahuan Barat dan lain-lain. Terjemahan tentang dalil-dalil tersebut kurang lebih adalah sebagai berikut:

1.

Dipandang dari sudut politik Hindia Belanda, di negeri ini sebagian pemimpin gerakan