• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia, supaya mengusahakan terlaksananya apa yang disebut dalam Pasal A

Jakarta, 7 Agutus 1950.

Kesimpulan-kesimpulan di atas diambil oleh Panitia Kesimpulan Konferensi Kebudayaan Indonesia yang terdiri atas: Ny. Dr. Sutarman, Anas Ma'ruf, Mr. K. Probopranoto, R. Katamsi, Mr. M. Yamin, Prof. Sunaria Sanyatavijaya, G. Siagian, T. Sumardjo, Mr. St. Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, D. Suradji dan Dr. Bahder Djohan.

Berkenaan dengan penyelenggaraan konferensi itu, tiga buah surat kabar yang terbit pada saat itu masing-masing memberikan komentarnya. Tiga surat kabar itu adalah surat kabar De Locomotief, Semarang tanggal 12 Agustus 1950, Sin Po, Jakarta tanggal

19

Agustus

1950

dan

Pemandangan,

Jakarta,

12

Agustus

1950.

Harian

De

Locomotief Semarang menyebut konferensi tersebut sebagai Kongres Kebudayaan,

dan menyoroti kesimpulan konferensi yang dipandang tidak tepat, yakni kesimpulan yang menyatakan bahwa pada umumnya tiap-tiap kebudayaan sesuatu bangsa itu merupakan suatu kesatuan yang organis. Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa kini bangsa Indonesia telah bebas merdeka 'dan masyarakat mencari bentuk yang sesuai dengan keinginan dan syarat-syarat bagi masyarakat modern. Sementara itu Sin Po di samping menyoroti masalah perlunya kerja sama kebudayaan di samping mengemukakan dampak negative yang ditimbulkan. Di sam ping itu Sin Po menyinggung masalah Atase Kebu-dayaan, bahwa ternyata bersama-sama Duta Besar RRT (Republik Rakyat Tjina) Mr. Wang Yen Shu, ikut pula Atase Kebudayaan RRT untuk Indonesia Mr. Liang Sang Yuan. Sedangkan surat kabar Pemandangan menyoroti tentang kehadiran Mahaguru Asing di Indonesia agar mendapatkan perhatian secara serius. Harian ini mengkhawatirkan akan masuknya Mahaguru yang berjiwa kolonial, terutama untuk ilmu bidang hukum, sosiologi, ekonomi dan politik, dan oleh sebab itu menyarankan agar masuk melalui seleksi pemilihan yang ketat.

8.2 Kongres Kebudayaan 1951 8.2.1 Persiapan dan Pelaksanaan

Kongres Kebudayaan yang diselenggarakan di kota Bandung pada tanggal 6 sampai dengan

11

Oktober

1951,

ditetapkan sebagai Kongres Kebudayaan II. Kongres ini diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Diban-dingkan dengan kongres Magelang, kongres ini lebih mengkhususkan diri pada usaha pemecahan berbagai bidang kesenian, tidak pada kebudayaan secara umum. Ada 4 masala-h yang dijadikan bahan pembicaraan mengenai:

(1)

hak pengarang atau hak cipta;

(2)

perkembangan kesusastraan; (3) kritik seni, dan;

( 4)

mengenai sensor film. Di samping itu juga secara khusus dibahas tentang organisasi kebudayaan.

Acara KK Indonesia II adalah sebagai berikut: Saptu, 6 Oktober 1951

Jam 12.00 siang sampai sore PENERIMAAN TAMU-TAMU oleh Panitia Kongres Kebudayaan.

Jam 19.30 (malam) Resepsi di gedung Concordia, Jl. Pos Raya Timur Bandung, dengan acara:

o Lagu Indonesia Raya.

o Ucapan selamat dating oleh Ketua Panitia, Dr. Djundjunan.

o Pembukaan oleh Ketua Lembaga Kebudayaan Indonesia, Dr. Bahder Djohan

o Sambutan Menteri PP & K. o Amanat PYM. Presiden. o lstirahat.

o Hidangan kesenian: Angklung Modern dan Musik Gentono.

Minggu, 7 Oktober 1951.

Jam og.oo pagi RAPAT PLENO I, di Jl. Naripan No.3 Bandung, dengan acara:

o Pembukaan oleh Ketua LKI.

o Usul Agenda Kongres oleh Pengurus LKI.

o Usul prosedur Kongres oleh Ketua Panitia, Dr. Djundjunan.

o lstirahat.

o Pembagian Seksi-seksi.

Jam 17.00 (sore) PEMBUKAAN SETELING (maksudnya:

pameran)

SASTRA di Jl.

Naripan No. 1 Bandung.

Jam 20.00-23.00 (malam) RAPAT SEKSI-SEKSI di Jl. Naripan No.3 Bandung. Senin, 8 Oktober 1951

Jam og.oo-12.00 (siang) RAPAT SEKSI-SEKSI di Jl. Naripan No.3 Bandung. lstirahat.

Jam 15.00-17.00 (sore) RAPAT SEKSI-SEKSI di Jl. Naripan No.3 Bandung.

Jam 20.00-23.00 (malam) MALAM SEN I SUARA DAN DEKLAMASI di Jl. Naripan No. 3 Ban dung. Musik Angklung, Gentono dengan irama musik Barat.

Selasa, 9 Oktober 1951

Jam og.oo-12.00 (siang) PENINJAUAN di: o Perguruan Tinggi Teknik.

o Museum Geologi. o Dll.

Jam 15.00-17.00 (sore) RAPAT SEKSI-SEKSI di Jl. Naripan No.3 Bandung.

Jam 20.00-23.00 (malam) RAPAT PENGURUS LKI DENGAN KETUA-KETUA DAN RAPORTEUR SEKSI-SEKSI (untuk menerima, mengkoordinasikan dan memilih usul­ usul Seksi yang akan diajukan dalam Rapat Pie no) di Jl. Naripan No. 3 Bandung. Rabu, 10 Oktober 1951

Jam og.oo-12.oo(siang) RAP AT PLENO II, diJI. Naripan No.3 Bandung, membicarakan usul-usul dari seksi-seksi.

lstirahat.

Jam 20.00-22.00 (malam) Malam pertunjukan Seni Drama oleh Sandiwara Ratu Asia di gedung Concordia, Jl. Pos Raya Timur, Bandung.

Kamis, 11 Oktober 1951

Jam 09.00 (pagi) RAPAT PLENO II di Jl. Naripan No. 3 Bandung, membacakan

resolusi, kesimpulan dan keputusan.

Jam 20.00 (malam) MALAM PERPISAHAN di gedung Jl. Naripan No. 3 Bandung.

Meskipun dalam acara disebutkan akan hadir Paduka Yang Mulia Presiden, tetapi ternyata tidak hadir. Dalam acara pembu-kaan kongres, telah memberikan sambutah Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K dan Drs. Moh. Hattta selaku Wakil Presiden Rl. Dalam sambutannya Dr. Bahder Djohan melaporkan tentang proses pendirian Lembaga Kebudayaan Indonesia dan program-program untuk mendorong dan menggiatkan segala usaha kebudayaan. Di samping LKI telah menyelenggarakan Konferensi Kebudayaan dengan tema Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Asing, juga telah mempersiapkan penyelenggaraan Kongres Kebudayaan di Bandung. Sementara itu Mr. Wongsonegoro selaku Menteri PP dan K mengharapkan agar kongres ini dapat lebih meningkat dibandingkan dengan KK 1948 yang seolah-olah lebih memandang kebudayaan dari segi teori semata. Kongres ini jangan hanya menitikberatkan pada kebudayaan kongkrit tetapi juga jangan melupakan inti hakikatnya.

Sementara itu, Wakil Presiden Moh. Hatta menekankan bahwa kewajiban kita di samping melaksanakan perjuangan memertahankan kemerdekaan juga membangun kebudayaan dengan jiwa baru. Di samping itu juga menjelaskan tentang hubungan antara ekonomi dan kebudayaan. Bung Hatta tidak setuju dengan pandangan bahwa kebudayaan tidak akan bangun tidak akan maju, apabila ekonomi rakyat tidak maju. (Majalah Indonesia No. 1-2-3, 1952: hal. 21). Ekonomi dan kebudayaan selalu berjalan bersama. Ekonomi d_an kebudayaan dapat berkembang dan subur, apabila memupuk timbal-balik, ganti-berganti mempengaruhi. Ada kalanya ekonomi meletakkan coraknya pada kebudayaan. Tetapi sebaliknya sering pula terjadi bahwa ciptaari manusia, yang dihidupkan oleh perkembangan kebudayaan, membuka pikiran ke jalan baru untuk memperbaiki dasar produksi. Di samping itu Bung Hatta pun mene-gaskan bahwa dalam "melaksanakan pembangunan, minat kita tidak boleh hanya ditujukan pada satu arah saja. Kita harus berkembang ke segala arah". (Majalah Indonesia No. 1-2-3, 1952: hal. 22).

Khusus mengenai kebudayaan Indonesia, Hatta menjelaskan bahwa dalam kenyataan kita sebagai bangsa memiliki berbagai corak kebudayaan. Usaha memajukan kebudayaan agar tidak diarahkan untuk memaksakan menjadi satu, tetapi membangun keselarasan di antara bermacam-mac'3m corak kebudayaan itu. Dengan demikian tercapailah 'bhinneka tunggal ika' yang diistilahkannya sebagai 'persdtuan dalam puspa ragam'. Selanjutnya menurut Hatta, ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat universal akan semakin besar pengaruhnya terhadap kebudayaan kita, yakni akan memperbesar persamaan dan menciutnya perbedaan di antara corak­ corak kebudayaan yang ada. Namun, ia tetap yakin bahwa persatuan sama sekali tidak akan tercapai, berbagai berbagai perbedaan akan tetap tinggal sebagai tanda hidup

dalam masyarakat Indonesia yang begitu luas. Konsep inilah yang seharusnya menjadi acuan dan dijadikan bahan kampanye kepada masyarakat dalam rangka membangun kebudayaan sekaligus mem-bangun persatuan bangsa.

B.2.2 Rumusan Hasil Kongres

Keputusan Kongres Kebudayaan Indonesia 1951 secara lengkap adalah sebagai berikut: PUTUSAN-PUTUSAN KONGRES KEBUDAYAAN

INDONESIA II Dl BAN DUNG

( dilangsungkan dari 6 s/d 11 Oktober '51)

KONGRES KEBUDAYAAN INDONESIA memutuskan: I. Mengenai HAK PENGARANG

1. lstilah Hak Pengarang harus diganti menjadi Hak Cipta. 2. Perlu diadakan dengan segera:

a. Perundang-undangan Hak Cipta Nasional yang sempurna.

b. Peninjauan kembali sikap Indonesia terhadap Konvensi Bern.

3. Perlu didirikan suatu organisasi antara para pencipta yang berupa badan hukum yang

diakui sah, untuk menyelenggarakan segala hubungan dan kepentingan pencipta mengenai ciptaannya.

II. Mengenai PERKEMBANGAN KESUSASTERAAN

Menganjurkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia supaya:

1. bekerja sama dengan badan-badan yang telah ada (seumpama: Balai Pustaka) untuk mengadakan Balai Penterjemah yang mengusahakan:

terjemahan dari bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah, di antaranya yang mengenai filsafat dan keaga-maan.

pendidikan menterjemah.

mengadakan hadiah yang tertentu setiap tahun bagi ciptaannya yang terbaik dari

sastrawan dan pengarang Indo-nesia.

mengumpulkan dan menerbitkan cerita-cerita lama dan lagu-Iagu yang hidup di desa-desa, di antaranya juga lagu-lagu yang tumbuh semasa revolusi.

berusaha menyuburkan kesusasteraan dan bahasa daerah di samping kesusasteraan dan bahasa Indonesia.

bekerja sama dengan badan-badan kebudayaan di luar negeri, di antaranya dengan P.E.N. Club International, untuk mengadakan pertukaran visitorship para sasterawan.

mengadakan dana untuk membantu perkembangan karang-mengarang sandiwara dan film.

sehingga buku-buku yang tidal< akan menghasilkan keuntungan commercieel tetapi mempunyai nilai kebudayaan dapat juga diterbitkan.

b. mengusulkan kepada yang berwajib supaya Balai Pustaka dijadikan badan yang otonom, langsung di bawah pimpinan Menteri P.P.dan K. dan dapat bekerja sama dengan L.K.I.

mengusahakan berdirinya BALAI SASTERA, bail< di Pusat maupun di Daerah­ daerah.

mengusulkan kepada yang berwajib supaya Balai Bahasa dan Pemerintah dengan segera berangsur-angsur menyiarkan hasi/-hasil pekerjaannya dan menganjurkan pemakaian bahasa Indonesia seluas-luasnya.