• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SOSIAL BUDAYA

B. Pengaruh Budaya Daerah

4. Budaya Bugis Makasar

a. Sejarah Berdirinya Suku Bugis di Indonesia

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata

“Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada

raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.

Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.

Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

Sebenarnya antara suku Bugis dan Makassar terdapat perbedaan yang mencolok, namun kesamaannya lebih besar dari pada perbedaannya dilihat dari persepsi orang lain di luar suku ini. Sebagai pelaut suku ini lebih sering bertebal muka dengan orang lain, namun untuk prinsip tertentu akan berakibat fatal, hal ini karena mereka memiliki budaya Siri sebagai penebusan rasa ketersinggungan, yaitu bila harkat keberadaan dirinya terlalu terinjak. Misalnya menjaga keperawanan anak mereka.

Siri berakibat hilangnya nyawa orang lain, untuk itu tidak diperlukan pandai bersilat karena tantangannya berkelahi di dalam sarung dengan badik terhunus, tetapi siri juga dapat saja berpengaruh positif karena rasa kekeluargaan yang besar , apalagi bila seorang Bugis Makassar merantau, maka sangat kental rasa tolong menolong antara mereka bahkan dengan orang lain yang dianggapnya keluarga.

b. Perkembangan

Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.

Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan).

c. Letak Geografis Makassar

Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0-5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai.Tallo yang bermuara di

bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km².

d. Bahasa suku Bugis

Membahas tentang bahasa Bugis adalah hal yang sangat kompleks, namun sesuai dengan permintaan Bang Atta, aku berupaya mencari literatur tentang itu.Adalah suatu kehormatan besar memenuhi permintaan seorang sahabat yang masih satu Anchestor. Namun sebelum itu saya mulai dari pengenalan aksara bugis itu sendiri, yang dikenal dengan nama Lontara.

Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Itu dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakan huruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu. Yah dahulu kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daun lontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun kata yang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo. Bahasa Bugis merupakan bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng. Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan

dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu

melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.

e. Kesenian Suku Bugis

 Alat musik:

1. Kacapi (kecapi)

Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai,diambil

karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.

2. Sinrili

Alat musik yang mernyerupai biaola cuman kalau biola di mainkan dengan membaringkan di pundak sedang singrili di mainkan dalam keedaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.

3. Gendang

Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.

4. Suling

Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah. 2. Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan

dimainkan bersama penyanyi

3. Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.

 Seni Tari

o Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.

o Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan

o Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.

o Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun

jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.

o Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa ,tari Pa’galung, dan tari

Pabbatte (biasanya di gelar padasaat Pesta Panen).

f. Makanan Khas 1. Coto makassar 2. Konro

3. Sop saudara 4. Pisang epe’

5. Pisang ijo 6. Palu bassah 7. Pala butung

8. Nasu palekko (bebek)

g. Sistem Kepercayaan Kebudayaan Suku Bugis Makassar

Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Propinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di daerah ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo, mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu: 1. Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.

2. Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.

3. Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi.

Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng-Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada lima unsur pokok sebagai berikut: 1. Ade’ (ada’ dalam bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri atas:

1. aAde’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga, dan sopan-santun pergaulan antar kaum kerabat.

2. Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang terwujud dalam bentuk hukum negara, hukum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan dan

pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa

pejabat adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’, dan parewa ade.’

2. Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan hukum adat, acara di muka pengadilan, dan mengajukan gugatan.

3. Rampang, berarti perumpamaan, kias, atau analogi. Sebagai bagian dari panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesinambungan suatu keputusan hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi hukum kasus yang dihadapi

dengan keputusan di masa lampau. Rampang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun pemerintahan.

4. Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam memelihara garis keturunan dan hubungan kekerabatan antarraja.

5. Sara, adalah bagian dari pangaderreng, yang mengandung pranata hukum, dalam hal ini ialah hukum Islam.

Kelima unsur keramat di atas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang Bugis-Makassar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentimen kewargaan masyarakat, identitas sosial, martabat, dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan seseorang.

h. Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bugis Makassar Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah:

a. Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

b. Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

c. Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya.

Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara: 1. Anak dengan ibu atau ayah.

2. Saudara sekandung. 3. Menantu dan mertua.

4. Paman atau bibi dengan kemenakannya. 5. Kakek atau nenek dengan cucu.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah:

a. Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.

b. Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya.

c. Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.

i. Rumah Adat Bugis

Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :

1. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng) 2. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)

3. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa Bagian-Bagian Dari Rumah Adat Bugis

1. Rakkeang, adalah bagian diatas langit - langit ( eternit ). Dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen.

2. Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah.

3. Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah.

Rumah ini bisa berdiri tanpa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.

Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) dan bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.

Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya. Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian : 1. Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan

tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian.

2. Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam

aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman. Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini. · Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe.

3. Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya. Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.

Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an

j. Pakaian adat Suku Bugis

Pakaian adat khas wanita Bugis Makassar adalah baju bodo. Baju bodo berupa kain sarung yang berwarna merah hati, biru, dan hijau.

5. Budaya Manado