• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SOSIAL BUDAYA

B. Pengaruh Budaya Daerah

8. Budaya Papua a. Sejarah Suku Papua

Hubungan komunitas di daratan Irian Jaya Papua ini sangat sulit, karena beratnya medan yang akan dilalui, karena itu di dalam perkembangan budaya kedaerahan sangat memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya, sebagai contoh dapat dilihat banyaknya bahasa daerah di wilayah ini, sebab masing-masing daerah, lokasi, suku, tempat dan lain-lain itu, masing-masing mengembangkan bahasa ibunya yang sulit dipengaruhi oleh daerah lain karena hubungannya terputus.

Namun demikian budaya yang hampir sama pada sebagian besar orang Irian Jaya Papua adalah keras hati, gengsi, dengan demikian tidak tampak sikap merunduk orang Irian Jaya Papua dalam saling menghormati. Dampak positifnya bila orang Irian Jaya Papua memegang jabatan, akan mudah mempertahankan wibawa dan kharismanya masing-masing bahkan cenderung kurang berkenan membuka aib.

Pada kesempatan lain, yang umum terjadi adalah bila seorang perjaka sudah meminang seorang wanita pujaan hatinya, dan ditolak oleh calon mertuanya maka akan melalukan kawin lari, karena gengsi menanggung penolakan tersebut,

Terjadinya berbagai gerakan separatis di daerah ini bukan saja karena tujuan politik semata tetapi karena adanya rasa tidak terpakai dalam pemerintahan, sehingga menimbulkan rasa gengsi tehadap kemampuannya, sehingga ingin dibuktikan yang bersangkutan. Itulah sebabnya gerakan-gerakan ini tidak pernah bersatu dalam aliansi keseluruahan kepulauan ini.

Pemuda pemudi Irian Jaya Papua tidak sedikit yang berpendidikan tinggi, walaupun berasal dari daerah yang sangat pedalaman, inilah bukti dari kekerasan hati dan gengsi itu sendiri. Hubungannya dengan pariwisata adalah terkaitnya wisatawan manca negara untuk mempelajari berbagai budaya spesifik daerah ini sehingga DR. Wynn Sargent menyebutkan harus menikah dengan kepala suku Abahorok untuk melakukan penelitian kualitatifnya.

Dalam pemerintahan adanya keberanian melawan pemerintah secara bersama-sama adalah karena akibat menyebar luasnya perilaku yang berangkat dari adat istiadat Papua yang diuraikan diatas.

b. Kondisi dan Letak Geografis Papua

Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian timur Indonesia.Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua. Pada masa pemerintahan kolonia Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda ( Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Nieuw-Guinea ). Setelah belanda di bawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap secara resmi hingga tahun 2002.Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Papua Barat. Luas wilayah provinsi Papua adalah 317.062 ( Km2 ) dengan Kota Merauke yang terluas dan Kota Jayapura yang terkecil. Papua terletak diantara 130-141o Bujur Timur dan 2o25’ Lintang Utara – 9o Lintang Selatan.

1. Batas Wilayah

Sebelah Utara : Samudera Fasifik Sebelah Selatan : Laut Arafura

Sebelah Barat : Provinsi Papua Barat Sebelah Timur : Papua New Guinea 2. Iklim dan Cuaca

Kota Jayapura merupakan daerah dengan suhu udara tertinggi, mencapai 28,2oC ditahun 2005 sedangkan Wamena merupakan daerah dengan suhu udara terendah yang mencapai 19,4oC pada tahun 2004. Persentase kelembaban udara tertinggi mencapai 87% di Biak pada tahun 2005 dan terendah mencapai 77% di Serui pada tahun 2001.

c. Kesenian dan Kebudayaan Papua :

Papua memiliki banyak kesenian dan kebudayaan yang ada di dalamnya, kesenian dan kebudayaan tersebut sangat unik dan menarik. Berikut beberapa kesenian dan kebudayaan yang ada di Papua:

1. Bahasa

Terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok etnik yang ada di Papua. Aneka Berbagai bahasa ini menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi antara satu kelompok etnik dengan kelompok etnik lainya. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia digunakan secara resmi oleh masyarakat-masyarakat di Papua bahkan

hingga ke pedalaman. Namun ada masyarakat yang tidak mengerti bahasa Indonesia karena minimnya pendidikan yang ada di Papua

2. Pakaian Tradisional

Pakaian adat Papua untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Pakaian adat itu memakai hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa bentuk burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. Namun ada juga masyarakat suku pedalaman Papua yang hanya menggunakan koteka dalam membalut tubuhnya

3. Rumah Adat

Rumah adat Papua memiliki nama Rumah Honai, dimana bahan yang diguanakan untuk membuat rumah Honai yaitu dari kayu dengan dan atapnya berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Rumah tradisional Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak berjendela.. Sebenarnya struktur Honai dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.Umumnya rumah Honai terdiri dari 2 lantai yang terdiri dari lantai pertama untuk tempat tidur sedangkan lantai kedua digunakan sebagai tempat untuk bersantai, makan, serta untuk mengerjakan kerajinan tangan.

4. Tari Tradisional

Papua memiliki berbagai macam tarian yang unik dan menarik, seperti tari selamat dating yang merupakan tarian khas papua yang menggambarkan kegembiraan hati para penduduk dalam menyabut para tamu terhormat yang datang ke wilayah mereka. Tari ini memiliki gerakan yang menarik, dinamik dan dilakuakan dengan semangat 5. Senjata Tradisional

Papua memiliki senjata tradisional yang digunakan untuk melawan musuh. Seperti pisau belati papua yang terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulu burung tersebut yang menghiasi pinggiran belati tersebut. Namun ada senjata lain yang biasanya di gunakan yaitu busur dan panah serta lembing yang digunakan untuk berburu.

6. Makanan Khas

Makanan khas papua yaitu sagu yang di buat jadi bubur atau yang dikenal dengan nama papeda. Masyarakat papua biasanya menyantap papeda bersama kuah kuning, yang terbuat dari ikan tongkol atau ikan mubara dan di bumbui kunyit dan jeruk nipis. Selain itu banyak olahan ikan khas papua sampai yang ekstrem yaitu sate ulat sagu.

7. Alat Musik

Papua memiliki banyak alat musik tradisional salah satunya yaitu tifa. Tifa merupakan salah satu alat musik pukul yang bentuknya hampir mirip dengan gendang. Alat musik Tifa terbuat dari kayu yang mana pada bagian tengah kayu tersebut dibuat lubang besar yang dibersihkan. Lalu diujung salah satu kayu tersebut ditutup dengan mengunakan kulit rusa yang telah dikeringkan yang berfungsi agar alat musik Tifa ini bisa menghasilkan suara yang indah dan bagus

Alat musik tifa 8. Kerajinan Tangan

Masyarakat papua biasanya membuat kerajinan tangan yang di buat dari bahan-bahan yang tersedia dialam. Seperti kerajinan tas yang bernama Noken. Kerajinan ini di buat dari kulit kayu yang di anyam, dan warna yang diguanakan berasal dari pewarna alami akar tumbuhan dan buah-buahan. Noken ini biasa di gunakan dan di bawah dengan menyangkutkan noken di atas kepala.

9. Sistem Kepercayaan/Religi

Sebagian masyarakat Papua masih memiliki kepercayaan totemisme, sebagai bentuk kepercayaan yang memandang asal-usul manusia berasal dari dewa-dewa nenek moyang, dan masih ada suku suku yang tertutup atau tidak mau berhubungan dengan dunia luar. mendiami tiga distrik yakni Merauke, Okaba dan Muting, Kabupaten Merauke, Papua. Namun walaupun begitu sebagian dari mereka telah memeluk beberapa agama resmi yang diakui oleh pemerintah.Di Papua Timur sebagian agamanya beragama Kristen dengan persentase sebagai berikut :

a. Protestan ( 51.2 % ), Katolik ( 25.42 % ), Islam ( 20% ), Hindu ( 3 % ) dan Buddha ( 0.13 % )

Sedangkan di Papua Barat :

b. Kristen ( 50.7 % ), Islam ( 41.3 % ), Katolik ( 7.7% ), Hindu ( 0.1 % ), Buddha (0.1 %) dan Konghucu ( 0.1 % )

10. Sistem Mata Pencarian

Sistem mata pencaharian di papua ini amat beragam, sesuai dengan dimana masyarakat itu tinggal. Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum, rumah diatas tiang ( rumah panggung ), mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan.Penduduk daerah pedalaman yang hidup pada daerah sungai, rawa, danau dan lembah serta kaki gunung. Pada umumnya bermata pencahariannya menangkap ikan, berburu, binatang uatama yang diburu biasanya Babi, tapi dalam

perjalanan orang sering menangkap beraneka ragam binatang dan mengumpulkan hasil hutan. Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharianya berternak dan berkebun secara sederhana.

 Penduduk pesisir pantai

Penduduk ini mata pencaharian utama sebagai Nelayan disamping berkebun dan meramu sagu yang disesuaikan dengan lingkungan pemukiman itu. Komunikasi dengan kota dan masyarakat luar sudah tidak asing bagi mereka.

 Penduduk pedalaman yang mendiami dataran rendah

Mereka termasuk peramu sagu, berkebun, menangkap ikan disungai, berburu dihuta disekeliling lingkungannya. Mereka senang mengembara dalam kelompok kecil. Mereka ada yang mendiami tanah kering dan ada yang mendiami rawa dan payau serta sepanjang aliran sungai.

 Penduduk pegunungan yang mendiami lembah

Mereka bercocok tanam, dan memelihara babi sebagai ternak utama, kadang kala mereka berburu dan memetik hasil dari hutan

11. Peralatan dan Perlengkapan Hidup

Banyak senjata yang digunakan oleh masyarakat papua dalam bertahan hidup, seperti halnya pisau belati yang merupakan senjata tradisional Papua. Selain itu mereka juga sering menggunakan Tombak serta panah untuk berburu.

12. Sistem Kekerabatan dan Sistem Organisasi Sosial

Umumnya masyarakat papua hidup dalam system kekerabatan dengan menurut garis keturunan ayah ( Partrilinea ).Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat berpendudukan asli papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.

Beberapa contoh sistem kekerabatan yang berlaku di Papua :

Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batin, dimana bapak, ibu dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya. Dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.Pada dasarnya silimo / sili merupakan komplek tempat kediaman yang terdiri dari beberapa unit bangunan beserta perangkat lainnya. Perkampungan tradisional di Wamena dengan rumah-rumah yang dibuat berbentuk bulat beratap ilalang dan dindingnya dibaut dari kayu tanpa jendela. Rumah seperti ini disebut Honai. Komplek bangunan biasanya terdiri dari unsur-unsur unit bangunan yang dinamakan : rumah laki-laki

(Honai / pilamo), rumah perempuan ( ebe-ae / ebei ), dapur ( hunila ) dan kandang babi ( wamdabu / wamai ).

a. Sistem Kemasyarakatan

Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang berbeda satu dengan lainnya, seperti, Suku Asmat, Suku Ka moro, Suku Dani dan Suku Sentani. Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat. Penduduk Papua dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, masing-masing:

 Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang

(rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan;

 Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah

serta kaki gunung. Umunya mata pencaharian mereka yaitu menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan;

 Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan beternak

secara sederhana.

 Tiap kelompok suku mengenal sistem strata dalam masyarakat. Penduduk

diklasifikasikan berdasarkan faktor tertentu seperti keturunan dan kekayaan. Banyaknya macam suku di Papua juga mengakibatkan munculnya beberapa falsafah masyarakat yang unik dalam perilaku sosial mereka masing-masing.

 Suku Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat gendering dengan

menggunakan darah.

 Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya yang gemar melakukan perang-perangan,

yang dalam bahasa Dani disebut Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan dijadikan festival budaya Lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai, yang di dalamnya terdapat mummy yang diawetkan dengan ramuan tradisional. Terdapat tiga mummy di Wamena; Mummy Aikima berusia 350 tahun, Mummy Jiwika 300 tahun, dan Mummy Pumo berusia 250 tahun.

 Suku Imeko di Kabupaten Sorong Selatan menampilkan tarian adat Imeko dengan

budaya suku Maybrat dengan tarian adat memperingati hari tertentu seperti panen tebu, memasuki rumah baru dan lainnya.

 Suku Marin di Kabupaten Merauke, terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu

yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah hari kematian seseorang dan akan dicabut kembali setelah 1.000 hari.

14. Sistem Pengetahuan

Seperti yang sudah dijelaskan di bagian terdahulu bahwa Papua memiliki berbagai ragam suku, maka tak heran jika setiap suku juga memiliki sistem pengetahuan yang berbeda. Pada bagian ini, kami akan memberi contoh sistem pengetahuan dari Suku Asmat dan Suku Dani.

13. Pengetahuan Suku Asmat c. Pengetahuan mengenai alam sekitar

Orang Asmat berdiam di lingkungan alam terpencil dengan rawa-rawa berlumpur yang ditumbuhi pohon bakau, nipah, sagu dan lainnya. Perbedaan pasang dan surut mencapai 4-5 meter. Pengetahuan itu dimanfaatkan oleh orang Asmat untuk berlayar dari satu tempat ke tempat lain. Pada waktu pasang surut, orang berperahu ke arah hilir atau pantai dan kembali ke hulu ketika pasang sedang naik.

d. Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal.

Pohon sagu banyak tumbuh di daerah dimana Suku Asmat tinggal. Oleh karenanya, makanan pokok Suku Asmat adalah sagu dengan makanan tambahan seperti ubi-ubian dan berbagai jenis daun-daunan. Mereka juga memakan berbagai jenis binatang seperti, ulat sagu, babi hutan, burung, telur ayam hutan, dan ikan. Selain itu, gigi-gigi anjing yangtelah mati biasa digunakan sebagai perhiasan.

b. Pengetahuan Suku Dani

Salah satu pengetahuan terbesar Suku Dani adalah bagaimana mereka bisa tetap bertahan hidup yaitu dengan sistem pengetahuan mereka untuk membuat tempat tinggal yang disebut dengan Honai.

Honai berbentuk bundar, berdindingkan kayu, beratap jerami, dan pintunya mungil sekali. Ukurannya tergolong mungil. Rumah bundar itu begitu kecil hingga kita tidak berdiri di dalamnya. Honai hanya mempunyai tinggi sekitar 1 meter. Di dalamnya hanya ada 1 perapian yang terletak persis di tengah. Tak ada perabotan seperti kasur, lemari, apalagi cermin.

Atap jerami dan dinding kayu berfungsi untuk mengatur suhu di dalam rumah. Hawa sejuk mampu masuk melalui celah-celah kayu ke dalam Honai. Ketika udara sangat dingin, mereka menyalakan api di perapian. Bagi mereka, asap dari kayu sudah tak aneh lagi dihisap dalam waktu lama. Oksigen akan

selalu masuk melalui pintu rumah yang tidak pernah tertutup. Mereka pun meringkuk dalam kehangatan.

Ada juga tempat tinggal yang disebut Ebei. Bentuknya mirip dengan Honai, hanya perbedaannya terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki, sedangkan Ebei dihuni oleh perempuan.

Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, Honai juga memiliki beberapa fungsi lainnya. Ada Honai khusus untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang, ada pula yang khusus untuk pengasapan mumi.

9. Budaya Aceh