• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Deskripsi Teori .1 Modal Sosial

2.1.2 Budaya Organisasi

Budaya organisaasi merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia dan teori organisasi. Istilah budaya berasal dari kata bahasa latin colere

yang berarti mengolah, mengerjakan. Kemudian dalam bahasa Inggris disebut culture. Sedangkan organisasi adalah tempat atau wadah orang-orang berkumpul bekerja sama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali dalam memanfaatkan sumber daya organisasi secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Budaya dalam konteks komunitas manusia, baik dalam bentuk kelompok, organisasi, suku bangsa atau negara memiliki fungsi yang strategis, yaitu sebagai pengikat atau perekat hingga membentuk satu kesatuan yang utuh sebagai suatu kelompok, organisasi, suku, bahkan negara.

Peter F. Drucker dalam Umam (2010: 128) mendefinisikan budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan internal yang pelaksanaanya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait. Sementara Phithi Sithi Amnuai mendefinisikan budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah masalah-masalah integritas internal.

Edgar H. Schein dalam Umam (2010: 128) mendefinikan budaya organisasi mengacu pada suatu sistem makna bersama, dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi lain. Sejalan dengan Edgar H. Schein, Daniel R. Denison mendefinisikan budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi

sistem dan praktik-praktik manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan prinsip prinsip tersebut.

Robbins dalam Umam (2010: 129) mendefinisikan budaya organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan. Robbins menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai nilai organisasi.

Robbins (2001) memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:

(1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan;

(2) Perhatian terhadap detil (Attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian;

(3) Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut;

(4) Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi;

(5) Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama;

(6) Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya;

(7) Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankanstatus quosebagai kontras dari pertumbuhan.

Budaya organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya organisasi

juga berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra, brand, motivator, pengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat dipelajari dan diwariskan. Selain itu dapat dijadikan acuan perilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.

Dalam penelitian ini teori untuk mengukur budaya organisasi adalah Teori Robbins karena budaya organisasi dalam penelitian ini bersifat proses integrasi internal, dimana para anggota organisasi dapat bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagaimana berinteraksi satu dengan yang lain hal ini pula berkaitan dengan teori modal sosial Coleman yang menggambarkan bentuk modal sosial yang sifatnya relasi antar anggota di dalam organisasi atau yang disebut modal sosial internal.

Setiap organisasi harus menyelesaikan permasalahan integrasi internal dan adaptasi eksternal. Permasalahan internal dan eksternal saling berkaitan, sehingga harsu dihadapi secara stimulant. Oleh sebab itu fungsi utama budaya organisasi adalah membantu memahami lingkungan dan menentukan bagaimana meresponnya, sehingga dapat mengurangi kecemasan, ketidakpastian dan kebingungan. Budaya organisasi memiliki dua fungsi utama, yaitu: (1) Sebagai proses integrasi internal, dimana para anggota organisasi dapat bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagaimana berinteraksi satu dengan yang lain. Fungsi integrasi internal ini akan memberikan seseorang dan rekan kerja lainnya identitas kolektif serta memberikan pedoman bagaimana seseorang dapat bekerjasama secara efektif; (2) Sebagai proses adaptasi eksternal, dimana budaya organisasi akan menentukan bagaimana organisasi memenuhi berbagai tujuannya dan

berhubungan dengan pihak luar. Fungsi ini akan memberikan tingkat adaptasi organisasi dalam merespon perubahan zaman, persaingan, inovasi dan pelayanan terhadap konsumen.

Budaya organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungan internal organisasi, karena keragaman budaya ada dalam organisasi sama banyaknya dengan jumlah individu yang ada dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi dipengaruhi oleh internal organisasi. Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajiban dan perilakunya di dalam organisasi. Nilai nilai tersebut akan memberi jawaban apakah suatu tindakan benar atau salah dan apakah suatu perilaku dianjurkan atau tidak sehingga berfungsi sebagai landasan untuk berperilaku. (Susanto dalam Sudaryono, 2014: 36).

Dalam suatu organisasi ada dua aspek penting perangkat, yaitu aspek fisik dan aspek hard yang tampak dalam struktur, kebijakan, peraturan-peraturan, teknologi dan keuangan yang pengukurannya mudah dan dapat dikuantifikasikan serta dikontrol secara kasat mata. Aspek yang bersifat psikologis atau soft yang menyangkut sisi manusiawi dari organisasi seperti nilai-nilai, kepercayaan, keyaninan, budaya dan norma-norma perilaku adalah aspek yang tidak mudah mengukurnya, tetapi sangat berperan dalam memacu organisasi menuju arah yang diinginkan. Aspek manusia dalam organisasi peran penting yang membuat, mengkreasi, menggerakan, mengontrol dan mengevalusi struktur kinerja lembaga. Dalam proses tersebut, manusia melakukan interaksi antar individu sesuai dengan peran dan fungsinya. Hal ini terus dalam waktu yang cukup panjang yang

akhirnya membentuk suatu pola budaya tertentu yang unik antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

Budaya organisasi memiliki dua atribut yang berbeda, pertama adalah intensitas, yaitu batas-batas atau tahap tahap ketika para organisasi atau unit sepakat atas norma-norma, nilai-nilai atau isi budaya lain yang berhubungan dengan organisasi unit tersebut. Kedua adalah integritas, yaitu batas-batas atau tahap ketika unit yang ada dalam suatu organisasi ikut serta memberikan batasan yang umum (Rousseau dalam Sudaryono, 2014: 38). Dua artibut tersebut menjelaskan adanya budaya yang diciptakan organisasi mempengaruhi perilaku karyawan dan pelaksanaan budaya organisasi yang dipengaruhi oleh budaya yang dibawa pribadi-pribadi dalam organisasi.

Budaya organisasi merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi-asumsi, pemahaman dan harapan yang diyakini oleh anggota organisasi atau kelompok serta dijadikan pedoman bagi perilaku dan pemecahan masalah yang mereka hadapi (Hodge and Anthony dalam Sudaryono, 2014: 38).

Unsur-unsur yang ada dalam budaya organisasi digali dari persepsi, kepercayaan dan nilai yang ada dalam budaya pada sumber daya manusia di dalam organisasi. Implementasi budaya organisasi didukung oleh sumber daya manusia yang terlibat langsung untuk mencapai tujuan. Dalam budaya organisasi terdapat nilai inti yang merupakan dasar filosofi organisasi yang menjadi karakter organisasi (Ismail Nawawi dalam Sudaryono, 2014: 39).

Dari berbagai konsep budaya organisasi, ditemui sebuah uraian budaya organisasi sebagai suatu pola dan model yang terdiri atas kepercayaan, dan

nilai-nilai yang memberikan arti bagi anggota suatu organisasi dan aturan bagi anggota untuk berperilaku di organisasi (Sudaryono, 2014).

Ada tiga tipe budaya organisasi (Kreitner dan Kinicki, 2005) yaitu (1) Budaya konstruktif, adalah budaya dimana para karyawan didorong untuk berinteraksi dengan individu lain serta mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe budaya ini mendukung keyakinan normatife yang berhubungan dengan pencapaian tujuan akan akutualisasi diri, penghargaan dan persatuan; (2) Budaya pasif-defensif, adalah budaya ini bercirikan keyakinan yang memungkinkan karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvesional, ketergantungan dan penghindaran; (3) Budaya agresif-defensif, budaya ini mendorong karyawan mengerjakan tugas-tugas dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status mereka. Tipe budaya ini bercirikan keyakinan normative yang mencerminkan oposisi, kekuasaan, kompetitif dan perfeksionis.

Sementara itu Wallach membagi tipe budaya organisasi menjadi tiga (Wallach, 2012: 228) yaitu (1) Budaya birokratis ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang terstruktur, tertib, teratur, berurutan dan memiliki regulasi yang jelas. Dalam budaya ini pengawasan dilakukan dengan katat dalam bentuk penetapan standar atau aturan baku. Garis batas tanggung jawab serta otoritas jelas dan tegas. Wewenang dan tanggung jawab diturunkan berdasarkan level hierarki; (2) Budaya inovatif ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang penuh

tantangan, memberikan tugas-tugas yang beresiko dan membutuhkan kretaivitas untuk menyelesaikannya. Semua anggota organisasi diberi tekanan dan stimuli untuk berkarya sekreatif mungkin. Pengendalian dilakukan melalui supervise dan konsultasi; (3) Budaya suportif menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam organisasi. Budaya ini ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang lebih bersahabat, peduli terhadap sesama, saling percaya dan adil. Budaya ini merupakan lingkungan yang penuh dengan kehangatan, ramah tamah dan saling memberikan kebebasan individu, sehingga oleh Wallach disebut sebagai budaya

‘fuzzy places to work’.