Modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan tujuan bersama di dalam berbagai kelompok/organisasi (James Coleman, 1999). Coleman (1999) menyebutkan tiga
unsure utama dalam modal sosial adalah jaringan sosial/kerja, kepercayaan antar sesama dan ketaatan terhadap norma
1) Jaringan sosial/kerja merupakan bentukan dari insfrastruktur modal sosial itu sendiri. Jaringan tersebut menjadi fasilitator dalam mendukung terjadinya interaksi yang kemudian akan menumbuhkan kepercayaan dan kerja sama yang kuat. Semakin kuat jaringan sosial yang terbentuk maka akan memperkuat modal sosial yang terbentuk. Modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu individu, melainkan akan terletak pada individu individu yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal sosial yang ada tergantung pada kapasitas kelompok untuk membangun sejumlah asosiasi beserta jaringanya yang tujuannya adalah untuk menciptakan hubungan sosial.
2) Kepercayaan antar sesama. Kepercayaan merupakan nilai yang ditunjukan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerja sama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Pada dasarnya kepercayaan harus dimiliki dan menjadi bagian yang kuat untuk membentuk modal sosial yang baik, yang dapat ditandai dengan kuatnya lembaga-lembaga sosial yang menciptakan kehidupan yang harmonis dan dinamis.
3) Ketaatan terhadap norma. Norma merupakan susunan dari pemahaman terhadap nilai-nilai kehidupan serta harapan yang diyakini dan dijalankan oleh sekelompok orang. Norma yang terbentuk dapat didasari oleh nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya, maupun nilai-nilai-nilai-nilai yang dari kehidupan
sehari-hari yang dibuat menjadi aturan untuk ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara. Norma juga merupakan modal sosial kerena muncul dari kerjasama di masa lalu yang kemudian diterapkan untuk kehidupan bersama. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat atau kelompok. Robbins (2001: 129) mendefinisikan budaya organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan. Robbins menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai nilai organisasi. Robbins (2001) memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan
2) Perhatian terhadap detil (Attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian
3) Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut
4) Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi
5) Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama
6) Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya
7) Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
status quosebagai kontras dari pertumbuhan.
Kinerja menurut (Moeherione, 2012: 96) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantatif maupun kualitataif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Balanced Scorecard terdiri atas dua kata, yaitu (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Balanced scorecard ditemukan dan digunakan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton tahun 1992. Balanced scrorecarduntuk organisasi publik akan dijelaskan oleh (Moeheriono, 2012: 171) sebagai berikut :
1) Perspektif Stakeholder menjelaskan cara-cara bagaimana penciptaan nilai untuk stakeholders serta bagaimana nilai tersebut akan dipenuhi sehingga
tercapai tujuan organisasi. Keberhasilan dalam perspektif stakeholder itu diperoleh dari keberhasilan organisasi mengelola mitra kerja. Oleh karena itu, sasaran kegiatan dalam persfektif mitra kerja organisasi harus diarahkan mengacu pada persfektif ini. Hal penting lainnya yang mempengaruhi adalah perubahan kebijakan pemerintah yang kemungkinan akan mengubah tujuan dan stakeholder organisasi.
2) Perspektif Proses Internal merupakan analisis utama proses internal organisasi. Analisis ini mencangkup identifikasi tugas pokok dan fungsi serta kegiatan yang diperlukan untuk mendukung pencapaian prespektif stakeholder serta sumber daya dan kapabilitas yang dibutuhkan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
3) Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran memungkinkan organisasi melakukan pembaharuan kapasitas sumber daya manusia, informasi dan lingkungan kerja yang kondusif untuk meningkatkan, baik efesiensi maupun produktivitasnya dalam mendorong terwujudnya proses internal yang akan memberikan kepuasan dan memenuhi harapan mitra kerja. 4) Perspektif Keuangan pada organisasi publik, perspektif anggaran bukan
menjadi tujuan utama, namun lebih bersifat efektivitas alokasi sumber dana agar dapat mendorong pencapaian sasaran stategik organisasi. Oleh sebab itu, alokasi dana harus diarahkan untuk mencapai sasaran dari kegiatan dan program perspektif lain.
3.4.2 Definisi Operasional
Untuk memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data maka peneliti membuat pengembangan instrument berupa kisi-kisi instrument sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan sebagai berikut:
Table 3.1
Operasionaliasasi Variabel Modal Sosial (X1)
Variabel (X1) Dimensi Indikator Item
Modal Sosial (X1), menurut Coleman (1999) 1. Jejaring Sosial/Kerja
1. Kerelaan membangun jaringan kerjasama antara pegawai
1,2 2. Keterbukaan dalam melakukan
hubungan atau jaringan sosial/kerja dengan siapapun
4,5
3. Keaktifan dalam memelihara dan menggembangkan hubungan atau jaringan sosial/kerja yang lebih baik
5,6
2. Kepercayaan antar sesama
1. Tingkat kepercaayan yang terjalin antara anggota organisasi
7,8,9 10,11,12 3. Ketaatan
terhadap norma
1. Bentuk peraturan yang ada di organisasi 13,14 2. Kepatuhan pada peraturan yang berlaku
di organisasi
15,16 3. Manfaat kepatuhan peraturan bagi
tujuan organisasi
17,18 Sumber: Peneliti Tahun 2015
Table 3.2
Operasionaliasasi Budaya Organisasi (X2)
Variabel (X2) Dimensi Indikator Item
Budaya Organisasi (X2), menurut Robbins (2001) 1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking)
1. Inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan
19,20 2. Inisiatif dalam menyelesaikan
masalah pekerjaan
21,22 2. Perhatian terhadap
detil (Attention to detail)
1. Perhatian terhadap rincian pekerjaaan
23,24 2. Kecermatan dalam bekerja 25,26 3. Berorientasi kepada
hasil (Outcome
1. Perhatian terhadap hasil yang ditetapkan oleh program kerja
orientation) 2. Kualitas hasil program kerja 29,30 4. Berorientasi kepada
manusia (People orientation)
1. Kepatuhan pada keputusan organisasi
31,32 2. Efek keputusan organisasi bagi
anggota organisasi
33,34 5. Berorientasi tim
(Team orientation)
1. Kerjasama yang dilakukan dengan tim kerja
35,36 2. Tanggung jawab terhadap
kegiatan kerja
37,38 6. Agresifitas
(Aggressiveness)
1. Kemampuan dalam menjalankan nilai organisasi
39,40 2. Kepedulian terhadap pekerjaan
yang ada
41,42 7. Stabilitas (Stability) 1. Stabilitas kegiatan organisasi 43,44
2. Kemampuan mempertahankan nilai nilai dalam organisasi
44,46 Sumber: Peneliti Tahun 2015
Table 3.3
Operasionaliasasi Kinerja Organisasi (Y)
Variabel Y Dimensi Indikator Item
Kinerja Organisasi (Y), menurut Moeheriono (2012) 1. Perspektif Stakeholder 1. Ukuran efesiensi 47,48 2. Manfaat jangka panjang
kepada masyarakat
49,50 2. Perspektif Proses
Internal
1. Kualitas teknis yang terkait dengan standar internal
51,52 2. Ketepatan waktu 53,54 3. Kepuasan pegawai 55,56 3. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran 1. Pemanfaatan
peningkatan akses dari teknologi informasi
57,58
2. Pelatihan dan peningkatan keahlian pegawai
59,60 3. Proses aturan baru untuk
meningkatkan pelayanan jasa
61,62 4. Perspektif Keuangan 1. Realisasi biaya operasional 63,64,65 Sumber: Peneliti Tahun 2015