• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dimensi Pengembangan Karakter Disiplin pada Anak 1. Pengertian Disiplin

6. Cara Mendisplinkan Anak

Kekerasan kepada anak di Indonesia kerap terjadi, baik kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, maupun kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Para pelaku kekerasan pada anak seringkali berdalih bahwa yang mereka lakukan adalah cara untuk mendisiplinkan anak. Pelaku kekerasan berpikir bahwa jika anak tidak melaksanakan aturan yang mereka buat, maka anak wajib diberi sanksi atau hukuman yang salah satu bentuknya adalah hukuman fisik.

Hurlock (1992) menyebutkan bahwa ada tiga cara menanamkan atau mendisplinkan anak, yaitu dengan cara mendisiplin otoriter, permisif, dan demokratis. Disiplin otoriter seperti termaktub dalam namanya, yaitu melatih anak berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat merupakan tanggung jawab mereka yang berwewenang yaitu orang tua, guru dan orang lain yang bertindak sebagai pengasuh. Contohnya di lingkungan sekolah adalah guru yang memberi peraturan keras di dalam kelas, apabila siswa tidak mengerjakan pekerjaan rumah maka harus berdiri di depan kelas selama jam pelajaran berlangsung.

Kemudian munculah mendisplinkan anak dengan disiplin permisif, yaitu sebagai disiplin yang kendor. Contohnya di sekolah adalah guru yang tidak memberikan hukuman apapun kepada siswanya yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, jadi ia membiarkan siswanya yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah begitu saja tanpa memberinya pengarahan bahwa tindakan yang dilakukannya tersebut merupakan hal yang tidak baik. Nampak bahwa baik cara otoriter maupun cara permisif tidak mencapai

tujuan untuk membentuk orang menjadi lebih baik, dan rupanya menurut Hurlock (1992) cara disiplin demokratis dirasa cara yang paling baik, karena cara disiplin demokratis tidak mengandung kelemahan dan ciri-ciri yang buruk dalam mendisiplinkan anak.

Seperti jelaskan oleh Hurlock (1992) bahwa metode atau cara demokratis menggunakan penjelasan, disikusi, dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan edukatif dari disiplin daripada aspek hukuman, sebagai contoh, bila ada peraturan bahwa anak tidak boleh menyentuh kompor di dapur, anak diberitahu bahwa perbuatan itu akan menyakitinya, atau diperlihatkan dengan mendekatkan tangannya pada kompor, arti kata “sakit” mau mengatakan kepada anak mengapa ia tidak boleh menyentuh kompor.

Jadi, cara disiplin demoktratis ini mempunyai tujuan mengajar anak mengembangkan kendali atas perilaku mereka sendiri, sehingga mereka akan melalukan apa yang benar, meskipun tidak ada penjaga yang mengacam mereka dengan hukuman. Hukuman yang dimaksud disini misalnya diberi teguran. Teguran merupakan suatu peringatan terhadap perbuatan yang dianggap salah yang tidak perlu dilakukan dengan marah.

Mendisiplinkan anak usia dini sangat membutuhkan peran dari orang dewasa, terlebih orang tua, karena orang tua menjadi orang yang terdekat bagi itu sendiri. Allen (dalam Wibowo 2010) menyatakan orang tua dalam memilih pendekatan disiplin dengan memberi sanksi yang keras, karena melihat pada masa kecilnya, jika masa kecilnya orang tua menggunakan pendekatan memukul maka pendekatan tersebut akan diberlakukan secara turun temurun. Lalu bagaimana sebaiknya cara mendisiplinkan

anak yang baik dan manusiawi. Wibowo (2010) menyebutkan ada beberapa seni mendisiplinkan anak diantarnya:

a. Berikan aturan pada anak, tetapi imbangi dengan curahan kasih sayang yang lebih besar. Kasih sayang menjadi penting sebagai imbal balik dari aturan yang sudah diterapkan oleh orang tua. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan orang tua akan membuat anak merasa tidak sendiri. Orang tua dalam memberikan aturan hendaknya juga menyesuaikan perilaku mereka kepada anak. Misalnya, orang tua tidak boleh memperlakukan anak umur lima tahun sama dengan anak yang baru umur dua tahun, karena anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda.

b. Disiplin sebagai bagian dari pengajaran dan pembelajaran. Melalui hal ini orang tua menggunakan kebijiksanaan untuk mengajarkan nilai-nilai yang memperlihatan betapa anak bisa menentukan pilihannya sendiri dengan baik. Disiplin sebagai pengajaran, memungkinkan orang dewasa untuk memandang sifat anak yang kurang menyenangkan sebagai suatu kesempatan untuk mengadakan perubahanan. Orang dewasa bisa mengembangkan sikap lebih positif terhadap anak, menghilangkan kata-kata hinaan terhadap perilaku kurang menyenangkan yang dilakukan anak, dan mendorong anak untuk lebih bisa bekerja sama untuk memilih dan memutuskan perilaku yang tepat untuk dilakukan.

c. Tanamkan persepsi bahwa disiplin itu sebagai sesuatu yang penting. Orang tua maupun guru hendaknya bisa menyakinkan anak bahwa disiplin itu merupakan bagian yang untuk pembentukan karakter. Disiplin sangat diperlukan oleh anak

karena anak akan mengerti konsep mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidk boleh dilakukan. Anak juga mempunyai penyesuaian pribadi dan sosial yang baik serta pengendalian diri yang baik.

d. Pengenalan secara tegas mana yang benar dan mana yang salah. Membangun karakter disiplin, anak perlu dikenalkan pada apa yang salah dan apa yang benar serta batasan terhadap perilakunya supaya diterima di kelompok masyarakat. Anak harus diajarkan batasan pedoman yang tegas agar mengerti seberapa jauh ia harus berperilaku dan kapan harus berhenti. Anak juga harus diajarkan bagaimana bertingkah laku dan bersikap terhadap tata cara yang ada.

e. Pentingnya motivasi. Orang tua atau guru perlu memberikan motivasi agar anak mempertahankan perilaku yang baik, misalnya dengan member pujian kepada anak yang sudah berperilaku baik. Sementara yang kurang baik tidak mendapatkan pujian, dengan demikan anak akan merasa bahwa perilaku yang buruk itu tidak diinginkan orang-orang yang ada disekitarnya atau oleh kelompok masyarakat.

f. Ajarkan disiplin sejak dini. Usia dini merupakan masa keemasan sekaligus masa kristis dalam tahapan kehidupan manusia. Menurut Gunarso (dalam Wibowo 2010) mengajarkan disiplin sejak dini dimaksudkan agar lebih mengakar pada anak sehingga menjadi suatu kebiasaan.

Membangun karakter disiplin anak itu membutuhkan seni. Ketika orang dewasa berusaha membangun karakter disiplin ini dengan memberikan suatu aturan, mengajarkan disiplin sebagai bagian dari pengajaran dan pembelajaran, menanamkan persepsi bahwa disiplin itu sebagai sesuatu yang penting,

mengenalkan secara tegas mana yang benar dan mana yang salah, kemudian beri motivasi, hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa seluruh dari tindakan itu harus disertai dengan kasih sayang. Kasih sayang yang diterima anak dalam prosesnya belajar untuk disiplin akan menjadikan anak merasa tidak sendiri.

B. Konsep Dasar Metode Pembiasaan