• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengembangkan karakter disiplin anak usia dini melalui metode pembiasaan dengan media permainan di TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mengembangkan karakter disiplin anak usia dini melalui metode pembiasaan dengan media permainan di TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015."

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN ANAK USIA DINI MELALUI METODE PEMBIASAAN DENGAN MEDIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan karakter disiplin anak usia dini melalui metode pembiasaan dengan media permainan di kelas B1 TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015. Berdasarkan observasi dan wawancara menunjukkan bahwa anak kelas B1 dalam karakter disiplin masih sangat kurang.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang dilaksanakan dalam pra tindakan dan dua siklus perbaikan. Setiap siklus dilaksanakan dalam satu pertemuan. Subjek pada penelitian ini adalah anak kelas B1 TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015, dengan jumlah 25 anak. Data hasil penelitian diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian mulai dari pra tindakan ke siklus I dan ke siklus II, serta berlanjut pada penerapan ke metode pembiasaan, menunjukkan adanya perkembangan karakter disiplin anak. Perkembangan karakter disiplin anak pada pra tindakan mencapai 60%, masuk pada kategori cukup. Pada siklus I 78%, masuk dalam kategori baik, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 96%, masuk dalam kategori sangat baik. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan ada perkembangan karakter disiplin melalui penerapan metode pembiasaan dengan media permainan pada anak usia dini di TK B 1Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015.

(2)

ABSTRACT

DEVELOPING DISCIPLINE CHARACTER OF YOUNG LEARNERS THROUGH HABITUATION METHOD USING GAME MEDIA IN THE B1 OF

TARAKANITA KINDERGARTEN BUMIJO YOGYAKARTA IN THE SCHOOL YEAR 2014/2015

Nurhayati

Sanata Dharma Univeristy Yogyakarta

2015

This research is aimed at developing discipline character of young learners through habituation method using game media in the B1 class of Tarakanita Kindergarten Bumijo Yogyakarta in the school year 2014/2015. Based on the observation and interview, it shows that the discipline character of B1 students was poor.

The research was counseling guidance action research that was conducted in two phases. They were pre action and two revision cycles. Each of cycle was conducted in one meeting. The research subjects were students of B1 class of Tarakanita Kindergarten Bumijo Yogyakarta in school year 2014/2015.The number of subjects were 25 students. The research data were gained from observation, interview, and documentation.

The result of the research from pre-action up to cycle I and cycle II and continued to implementation of habituation method, showed that the developing of students’ discipline character was increasing. Developing students’ character discipline in the pre-action was 60% which is categorized as moderate. In the cycle I was 78 % that categorized as good, and in the cycle II increased up to 96% which is categorized as very good. Based on the result of the research, the writer concludes that developing discipline character of young learners through habituation method using game media for young learners in B1 class of the Tarakanita Kindergarten Bumijo Yogyakarta in the school year 2014/2015 was founded.

Keywords: discipline character, habituation method, young learners.

(3)

MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN ANAK USIA DINI

MELALUI METODE PEMBIASAAN DENGAN MEDIA

PERMAINAN DI TK B1 TARAKANITA BUMIJO

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Nurhayati NIM 101114041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN ANAK USIA DINI

MELALUI METODE PEMBIASAAN DENGAN MEDIA

PERMAINAN DI TK B1 TARAKANITA BUMIJO

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Nurhayati NIM 101114041

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

(8)

v

MOTTO

“……Waktu itu kami mulai menerima anak-anak miskin, dengan maksud membangun dasar baik dalam batin mereka, kami memberikan pelajaran agama Kristen, menjahit,

berdoa, serta memberikan dorongan ke arah semangat hidup

yang suci………”

(Bunda Elisabeth Gruyters, Pendiri Kongregasi CB.)

(Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya....)

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN ANAK USIA DINI MELALUI METODE PEMBIASAAN DENGAN MEDIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan karakter disiplin anak usia dini melalui metode pembiasaan dengan media permainan di kelas B1 TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015. Berdasarkan observasi dan wawancara menunjukkan bahwa anak kelas B1 dalam karakter disiplin masih sangat kurang.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang dilaksanakan dalam pra tindakan dan dua siklus perbaikan. Setiap siklus dilaksanakan dalam satu pertemuan. Subjek pada penelitian ini adalah anak kelas B1 TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015, dengan jumlah 25 anak. Data hasil penelitian diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian mulai dari pra tindakan ke siklus I dan ke siklus II, serta berlanjut pada penerapan ke metode pembiasaan, menunjukkan adanya perkembangan karakter disiplin anak. Perkembangan karakter disiplin anak pada pra tindakan mencapai 60%, masuk pada kategori cukup. Pada siklus I 78%, masuk dalam kategori baik, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 96%, masuk dalam kategori sangat baik. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan ada perkembangan karakter disiplin melalui penerapan metode pembiasaan dengan media permainan pada anak usia dini di TK B 1Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/ 2015.

(12)

ix ABSTRACT

DEVELOPING DISCIPLINE CHARACTER OF YOUNG LEARNERS THROUGH HABITUATION METHOD USING GAME MEDIA IN THE

B1 OF TARAKANITA KINDERGARTEN BUMIJO YOGYAKARTA IN THE SCHOOL YEAR 2014/2015

Nurhayati

Sanata Dharma Univeristy Yogyakarta

2015

This research is aimed at developing discipline character of young learners through habituation method using game media in the B1 class of Tarakanita Kindergarten Bumijo Yogyakarta in the school year 2014/2015. Based on the observation and interview, it shows that the discipline character of B1 students was poor.

The research was counseling guidance action research that was conducted in two phases. They were pre action and two revision cycles. Each of cycle was conducted in one meeting. The research subjects were students of B1 class of Tarakanita Kindergarten Bumijo Yogyakarta in school year 2014/2015.The number of subjects were 25 students. The research data were gained from observation, interview, and documentation.

The result of the research from pre-action up to cycle I and cycle II and continued to implementation of habituation method, showed that the developing of students’ discipline character was increasing. Developing students’ character discipline in the pre-action was 60% which is categorized as moderate. In the cycle I was 78 % that categorized as good, and in the cycle II increased up to 96% which is categorized as very good. Based on the result of the research, the writer concludes that developing discipline character of young learners through habituation method using game media for young learners in B1 class of the Tarakanita Kindergarten Bumijo Yogyakarta in the school year 2014/2015 was founded.

(13)

x

Kata Pengantar

Puji syukur atas berkah dan rahmat yang Tuhan berikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

Penulis banyak menerima bantuan, semangat, dan doa dari berbagai pihak yang sangat mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rohadi, Ph.D., selaku Dekan Falkutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan memberikan kelancaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd., M.A selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam membimbing dan mendampingi penulis pada setiap tahap dan seluruh proses penyusunan skripsi ini.

(14)

xi

5. Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus, yang telah memberi kepercayaan dan dukungan, baik secara spiritual, moril maupun financial kepada penulis untuk studi di BK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Para suster di Komunitas yang dengan caranya masing-masing telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama studi hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

7. Kepala Sekolah TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian, serta memberikan dukungan secara penuh kepada penulis dalam kelengkapan pengumpulan data. 8. Guru TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta yang banyak membantu dalam

proses penelitian hingga selesai.

9. Anak-anak TK Tarakanita Bumijo Yogyakarta yang dengan senang hati menerima penulis dan bersedia mengikuti kegiatan layanan bimbingan. 10.Teman-teman BK khususnya angkatan 2010 yang dengan caranya

masing-masing telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Mas A. Priyatmoko, atas kesabaran dan pelayanannya dalam membantu penulis mengurus administrasi perkuliahan serta penyelesaian skripsi.

(15)
(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

E. Definisi Operasional... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Karakter Disiplin ... 12

1. Pengertian Disiplin ... 12

2. Tujuan Perilaku Disiplin ………. 13

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cara Disiplin ... 16

4. Perlunya Disiplin Bagi Anak ... 18

5. Unsur-Unsur Displin ... 24

6. Cara Mendisiplin Anak ... 30

B. Konsep Dasar Metode Pembiasaan ... 34

1. Pengertian Metode Pembiasaan ... 34

2. Bidang Pengembangan Pembentukan Perilaku Melalui Pembiasaan ... 36

(17)

xiv

4. Dasar dan Tujuan Pembiasaan……… 40

5. Tujuan Pengembangan Pembiasaan ……… 41

6. Fungsi Pembiasaan ……….. 42

C. Konsep Dasar Metode Pembiasaan pada Pengembangan Karakter ... 43

1. Konsep Pengembangan Pembiasaan……… 43

2. Metode Pembelajaran Perilaku Melalui Pembiasaan…. . 45

3. Pelaksanaan Pembiasaan………. 47

4. Bermain sambil Belajar……… 70

5. Sarana dan Alat Bermain Anak TK……… 72

E. Prosedur Penelitian... 87

F. Tahap Penelitian ... 89

3. Analisis Data Dokumentasi……….. 109

K. Kriteria Keberhasilan ... 109

1. Kuantitatif……… 109

(18)

xv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ………... 111

1. Pra Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling ... 112

2. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Siklus I ... 128

3. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Siklus II ... 145

B. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ... 162

C. Pembahasan ... 164

D. Keterbatasan Penelitian ... 171

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 173

B. Saran ... 173

DAFTAR PUSTAKA ... 175

(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Guru ... 106 Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi Anak ... 107 Tabel 3. Kriteria Kategori Hasil Persentase Skor Observasi ...

Terhadap Karakter Disiplin ….…..……… 110 Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kelas B1 TK

Tarakanita Bumijo Yogyakarta ... 111 Tabel 5. Analisis Hasil Observasi Karakter Disiplin

Pada Pra Tindakan ... 120 Tabel 6. Analisis Hasil Observasi Karakter Disiplin

Pada Siklus I ... 137 Tabel 7. Analisis Hasil Observasi Karakter Disiplin

Pada Siklus II ... 154 Tabel 8. Data Hasil Observasi Karakter Disiplin

Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 163

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Penelitian Tindakan Model Hopkins ( 1993 ) ………. ... 88 Gambar 2. Grafik Skor Karakter Disiplin Anak ……… ... 158 Gambar 3. Grafik Hasil Observasi Siswa Pra Tindakan, Siklus I,

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Program Rancangan Kegiatan Penelitian Tindakan ... 177

Lampiran 2. Satuan Pelayanan Bimbingan . ... 187

Lampiran 3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 197

Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian ... 203

Lampiran 5. Foto-Foto ... 208

Lampiran 6. Foto-Foto Observasi dalam Kehidupan Konkrit Anak-anak di Sekolah ... 217

(22)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional dari istilah-istilah pokok yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini di Indonesia telah mendapatkan perhatian. Masyarakat sudah mulai peduli dengan masa keemasan anak. Kenyataan ini terlihat dari banyaknya diselenggarakan pendidikan anak usia dini, misalnya play group dan taman kanak-kanak. Bahkan pendidikan anak usia dini ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat perkotaan saja, tetapi juga dilakukan di pedesaan. Pihak pemerintah menyambut baik respon masyarakat yang sangat peduli dengan pendidikan bagi anak usia dini ini. Terbukti respon baik dari pihak pemerintah ini adalah adanya undang-undang yang sah yang mengayomi pelaksanaan pendidikan anak. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 Tahun 2003 pada BAB 1 pasal 1 ayat 12 disebutkan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dalam pasal 1 ayat 14, dijelaskan pengertian pendidikan anak usia dini yang berbunyi: “Pendidikan anak usia dini

(23)

Pendidikan harus mendapat prioritas, mengingat betapa pentingnya pendidikan bagi seorang anak. Adapun pendidikan itu sendiri pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UU Sistem Pendidikan Nasional, Pasal I: 1994). Atmadi dan Setianingsih (2000) menjelaskan, bahwa pendidikan masa depan adalah bagaimana mengupayakan pendidikan yang membentuk pribadi yang mampu belajar seumur hidup. Pernyataan ini mau menandaskan bahwa pendidikan bagi seseorang tidak terbatas oleh usia, ruang, dan waktu. Pendidikan harus senantiasa mengiringi perjalanan kehidupan manusia, atau dikenal dengan Long Life Education, dan pada usia dinilah, pendidikan sangat berpengaruh bagi terbentuknya karakter yang baik.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal pembentukan manusia. Pendidikan awal pembentukan manusia erat kaitanya dengan pendidikan karakter. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak (Erikson :1969).

(24)

yang terus menerus. Suyanto (dalam Wibowo, 2013) menyatakan pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).

Jadi, pendidikan karakter dalam proses pembelajaran yang terus menerus, tidak hanya terbatas pada kemampuan kognitif saja, tetapi juga pada kemampuan sosial dan emosional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kepribadian yang dimiliki anak harus dilakukan secara menarik, bervariasi dan menyenangkan. Pengkonkritan pendidikan karakter pada anak usia dini dapat dituangkan dalam progam harian, yaitu tentang kepribadian anak, kemandirian anak, tanggung jawab serta kedisiplinan, sehingga anak siap mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya.

(25)

Wibowo (2013) menyatakan disiplin merupakan faktor yang sangat penting untuk membentuk manusia yang berkarakter, maka penting mengajarkan disiplin sejak usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar-dasar pengembangan kemampuan, salah satunya adalah kemampuan disiplin. Berns (dalam Wibowo, 2013) menyatakan salah tugas perkembangan masa kanak-kanak awal adalah mengembangkan kesadaran untuk mematuhi peraturan. Pengembangan kemampuan disiplin yang dimulai dari usia dini, akan membentuk anak tersebut menjadi manusia dewasa yang disiplin pula dalam mematuhi peraturan.

Pada saat ini, di Indonesia bisa dikatakan disiplin masih merupakan masalah yang cukup berat, misalnya disiplin di jalan raya, disiplin kerja, disiplin waktu, dan juga disiplin dalam belajar. Disiplin dalam kehidupan bermasyarakat juga belum menjadi keterbiasaan. Ketidakdisiplinan yang terjadi pada masa sekarang ini sering kali menyebabkan munculnya berbagai macam persoalan. Sebagai contoh adalah ketidakdisplinan di jalan raya. Pelanggaran lalu lintas terjadi setiap hari di mana-mana. Menerobos lampu merah, menerobos palang pintu kereta api, mengendarai sepeda motor tanpa helm pengaman masih sering dijumpai. Menyeberang jalan juga masih seenaknya, dan kurang memperhatikan keselamatan orang lain. Bentuk ketidakdisiplinan yang lain seperti membuang sampah sembarangan. Kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya masih terjadi disebagian kalangan masyarakat. Sungai dan selokan masih menjadi tempat sampah terbesar dan terpanjang, sehingga ketika banjir datang masyarakat tinggal mengeluh.

(26)

masyarakat Indonesia. Pertanyaannya adalah mengapa semua ini terjadi dan bagaimana mengatasinya? Salah satu bentuk jawabannya adalah ada pada pendidikan yang membiasakan seseorang pada perilaku disiplin. Membiasakan berperilaku disiplin ini harus ditanamkan dari sejak anak usia dini. Kedisiplinan yang ditanamkan dari sejak dini akan menghasilkan pribadi-pribadi yang berkarakter disiplin.

Pada kaitannya dengan metode pengajaran yang dilaksanakan di taman kanak-kanak, dapat dikatakan bahwa pembiasaan adalah cara atau metode yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntutan yang ada di masyarakat. Sebagai permulaan dan pangkal pendidikan anak usia dini, maka pembiasaan harus diterapkan pada anak. Maka dari itu tepatlah kalau pembiasaan dijadikan sebagai metode dalam mendidik anak usia dini. Anak bisa diarahkan dan dibimbing pada kebiasaan-kebiasaan dan perbuatan yang baik, karena anak berada pada usia sensitif, mudah dipengaruhi oleh lingkungan serta suka meniru (Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar, 2007). Pada proses arahan dan bimbingan melalui metode pembiasaan ini dapat dilaksanakan dengan media permainan. Pilihan terhadap media permainan ini mengacu pada perkembangan anak usia TK yang senang melakukan aktivitasnya dengan bermain, di mana bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak TK (Moeslichatoen, 2004).

(27)

sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan pada pengembangan karakter, dan itulah yang lebih penting untuk ditekankan.

Berdasarkan uraian di atas, akhirnya peneliti berusaha untuk melakukan penelitian tindakan. Penelitian tindakan dilakukan pada anak usia dini di TK B Tarakanita Bumijo. Hasil observasi (6 Juni 2014 dan 7 Juni 2014) pada saat proses pembelajaran berlangsung menunjukkan bahwa perilaku disiplin masih sangat kurang. Misalnya anak masih berjalan-jalan dan main sendiri di kelas saat guru mengajar, anak yang kurang perhatian dan tidak memelihara peralatan milik sendiri dengan membiarkan alat tulis berserakan di meja dan lantai, kurang menjaga kebersihan diri sendiri dengan mengusapkan tangan yang kotor ke baju atau celana, belum ada kesediaan untuk bermain bersama, seringnya menganggu teman dengan mencolek, menarik buku dan menjatuhkan buku tersebut. Selain itu anak belum bersikap tertib, dan tenang dalam berdoa, seperti saat berdoa anak jalan-jalan di kelas, masih mengajak temannya berbicara. Kemudian anak-anak juga masih ada yang memukul teman lain, dan juga belum ada kemauan untuk membantu teman yang membutuhkan bantuan. Observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan guru kelas TK Tarakanita Bumijo (6 Juni dan 7 Juni 2014) bahwa karakter disiplin anak-anak masih harus dikembangkankan.

(28)

ijin, kurang tenang dalam berdoa, dan anak-anak juga masih suka memukul teman lain. Hal ini menunjukan masih kurang maksimalnya perilaku disiplin anak. Perilaku disiplin anak yang kurang maksimal, yang ditemukan saat Focus Group Discussion (FGD), dilihat dari aspek sosial emosional, moral dan agama. Alasan penelitian dilihat dari aspek-aspek ini, yaitu bahwa untuk membangun karakter, maka anak-anak harus memiliki perilaku disiplin disemua aspek, yaitu aspek sosial emosional, moral dan agama.

Disiplin menurut Wibowo (2013) sebagai sesuatu yang penting. Orang tua atau guru harus menyakinkan anak bahwa disiplin itu merupakan bagian penting pembentukan karakter. Perkembangan karakter disiplin anak usia dini sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari orang tua. Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan karakter anak usia dini peranan orang tua dan guru pendidik sangatlah penting. Berbagai bentuk kejahatan dan tindakan tidak bermoral dikalangan anak menunjukkan bahwa anak didik belum memiliki karakter yang baik. Hal ini membutuhkan orang tua dan guru pendidik yang mampu mengembangkan karakter sesuai dengan kondisi anak, tidak sekedar pengetahuan tetapi lebih menjangkau dalam wilayah emosi anak.

(29)

suatu yang baru untuk membantu mengembangkan karakter disiplin anak agar berkembang lebih optimal yaitu, melalui pembiasaan berperilaku disiplin kepada anak-anak. Nilai-nilai yang terkandung dalam berperilaku disiplin, disampaikan saat pembelajaran dengan menggunakan media permainan. Melalui permainan anak akan dilatih untuk bersikap disiplin dalam aspek sosial, emosional, moral, dan agama.

(30)

bermain seorang anak dapat memperoleh nilai yang berarti untuk meraih prestasi dalam belajar dan perkembangannya dalam aspek sosial, emosional, dan moral.

Demikian hasil dari penelitian tindakan melalui FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan oleh peneliti, dan berdasarkan penelitian tindakan ini peneliti menetapkan judul “Upaya Mengembangkan Karakter Disiplin Anak Usia Dini melalui Metode

Pembiasaan dengan Media Permainan di TK B1 Tarakanita Bumijo Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ”. Penelitian ini dilakukan terhadap kelas yang berdasarkan observasi dan wawancara kurang memiliki karakter disiplin yaitu kelas B1. Melalui metode pembiasaan dengan menggunakan media permainan diharapkan dapat membantu mengembangkan karakter disiplin bagi anak.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah karakter disiplin anak usia dini di TK B1 Tarakanita Bumijo Yogyakarta tahun ajaran 2014/ 2015 dapat dikembangkan melalui metode pembiasaan dengan media permainan?

2. Seberapa tinggi perkembangan karakter disiplin anak usia dini di TK B1 Tarakanita Bumijo Yogyakarta tahun ajaran 2014/ 2015, melalui penerapan metode pembiasaan dengan media permainan pada setiap siklusnya?

C. Tujuan Penelitian

(31)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan wacana baru pemikiran bagi dunia pendidikan, khususnya bagi dunia pendidikan anak usia dini bagi pengasuh, pendidik dalam memberikan pendidikan karakter bagi anak usia dini.

b. Memberikan kontribusi pemikiran positif sebagai upaya membantu memecahkan permasalahan-permasalahan dalam dunia pendidikan karakter terutama bagi anak usia dini.

2. Manfaat Praktis a. Bagi anak

Menyadari dan mengenal perilaku yang dikehendaki dalam kehidupan sehari-hari. Menerima perilaku yang dikehendaki dan menolak perilaku yang tidak dikehendaki, baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Memilih perilaku yang mencerminkan nilai-nilai yang dikehendaki, misalnya disiplin, mandiri, sopan, ramah, hormat, dan menghargai orang lain. Menginternalisasi nilai-nilai yang baik sebagai bagian dari kepribadian yang menuntun perilaku sehari-hari.

b. Bagi pendidik

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pendidik untuk membuat program peningkatan metode pembiasaan bagi pengembangan karakter anak.

c. Bagi orang tua

(32)

E. Definisi Operasional

Definisi operasionalmenurut Suryabrata (dalam Purwanto, 2007) adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi). Berdasarkan pengertian tersebut maka definisi operasional pada penelitian ini adalah:

1. Karakter Disiplin

Disiplin merupakan kemampuan seorang anak untuk taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang diperoleh dari suatu proses belajar mengembangkan kebiasaan, sehingga anak menjadi lebih serasi, selaras dan seimbang dengan tuntuntan yang berlaku dimasyarakat, dan dapat menunjang terwujudnya kualitas hidup yang lebih bermakna.

2. Metode Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku melalui proses pembelajaran dan praktik yang berulang-ulang, sehingga sikap dan perilaku yang terus diulang dalam kehidupan sehari-hari dapat menetap dan otomatis.

3. Permainan

Permainan adalah suatu aktivitas yang dilakukan beberapa anak untuk mencari kesenangan dan aktivitas dalam permainan dapat membantu anak untuk mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.

4. Anak Usia Dini

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan mengenai karakter disiplin, metode pembiasaan, metode pembiasaan pada pengembangan karakter, media permainan, karakteristik anak usia dini.

A. Dimensi Pengembangan Karakter Disiplin pada Anak 1. Pengertian Disiplin

Menumbuhkan dan mengembangkan karakter anak usia dini, disiplin memegang peranan yang sangat penting. Disiplin sendiri berasal dari kata yang sana dengan “disciplin,” yakni seseorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang

pemimpin. Orang tua dan guru merupakan seorang pemimpin dan anak adalah murid yang belajar dari mereka cara hidup yang berguna dan bahagia (Hurlock:1992).

Disiplin adalah kemampuan seorang anak untuk menyeimbangkan antara pola pikir dan pola tindakan dikarenakan adanya situasi dan kondisi tertentu dengan pembatasan peraturan yang diperlukan terhadap dirinya oleh lingkungan dimana individu berada. (Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar,

Jakarta : 2007).

(34)

yang ambil adalah berhenti bermain karena waktu belajar telah tiba. Disinilah ada keseimbangan antara pola pikir dan pola tindakan.

Wibowo (2013) menjelaskan disiplin adalah satu karakter utama yang harus diinternalisasikan pada anak sejak dini. Sayangnya, sebagian besar orang tua di negeri ini sering salah persepsi mengenai disiplin. Mereka menyamakan disiplin itu dengan hukuman, dan anak yang melanggar harus dihukum secara fisik.

Disiplin merupakan bagian penting pembentukan karakter. Proses untuk mencapai pembentukan pribadi yang berkarakter, keterlibatan orang tua sangat penting. Proses pendisplinan ini bukan tindakan hukuman terhadap anak, ketika anak tidak mengikuti apa yang dikehendaki oleh orang tua, tetapi justru pendisplinan yang senantiasa tercurahi oleh kasih sayang. Kasih sayang yang anak terima akan memberi rasa aman terhadap anak dalam belajar untuk berperilaku disiplin.

Penjelasan di atas dapat simpulkan, bahwa disiplin merupakan cara untuk mengajari anak untuk bertindak atau berperilaku baik. Perilaku anak sesuai dengan situasi dan kondisi di mana anak tersebut tinggal dan perilaku itu disetujui kelompok masyarakat pada umumnya. Perilaku disiplin itulah yang akan menjadikan anak menjadi pribadi yang memiliki karakter baik.

2. Tujuan Perilaku Disiplin

(35)

budaya sangat beragam, walaupun mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengajarkan anak bagaimana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok masyarakat di mana anak tinggal.

Gartrell (dalam Carlo dan Barbara 2008) menyatakan tujuan disiplin adalah membimbing perilaku anak agar mampu menjadi pribadi yang mandiri, terkendali perilaku mereka sendiri tidak peduli apakah ada orang dewasa didekatnya. Mulyasa (2012) menyatakan akan tujuan disiplin yaitu untuk menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi kegiatan belajar dan bermain, sehingga mereka menaati segala peraturan yang ditetapkan.

Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar (2007)

menyebutkan tujuan perilaku disiplin terdiri atas:

a. Secara umum: membentuk perilaku sedemikian hingga akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya atau tempat individu itu diidentifikasi.

(36)

b. Jangka pendek: Membuat anak terlatih dan terkontrol perilakunya dengan membelajarkan pada anak tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih baru atau asing bagi mereka.

Mengenalkan nilai disiplin pada anak. Anak perlu dikenalkan apa yang pantas dan tidak pantas, serta batasan perilakunya supaya dapat diterima di lingkungannya. Misalnya, ketika bertamu di rumah orang lain, anak masuk rumah tidak duduk di atas meja, tetapi anak tahu bahwa ia akan duduk di kursi atau tempat yang memang disiapkan untuk duduk.

c. Jangka panjang: melatih pengendalian diri sendiri (self control and

self direction) yaitu dalam hal mana anak-anak dapat mengendalikan diri sendiri

tanpa terpengaruh dan pengendalian dari luar. Misalnya, anak masih asyik-asyiknya bermain dengan teman-temannya, tetapi karena saatnya belajar tiba, maka anak berani untuk mengambil keputusan untuk tidak bermain terus. Demikian anak tidak terpengaruh oleh situasi yang ada diluar dirinya, namun memiliki pengendalian diri.

(37)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cara Disiplin

Suksesnya pembentukan disiplin pada anak oleh orang tua atau guru ditentukan oleh beberapa faktor. Hurlock (1992) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi cara disiplin anak, diantaranya:

a. Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orang tua.

Teknik yang serupa yang digunakan antara guru dan orang tua akan berhasil dalam mendidik anak. Contoh, guru mendisiplin anak untuk makan makanan yang sehat seperti makan dengan sayur. Ketika di rumah anak pun disiplinkan oleh orang tua untuk makan makanan yang sehat seperti makan dengan sayur. Disanalah ada kesamaan antara guru dan orang tua cara mendidik anak untuk menjadi disiplin.

b. Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok

(38)

c. Usia orang tua atau guru

Orang tua dan guru muda cenderung lebih demokrasi dan permisif dibandingkan dengan mereka yang lebih tua. Mereka cenderung mengurangi kendali tatkala anak menjelang masa remaja.

d. Pendidikan untuk menjadi orang tua dan guru

Orang tua yang telah mendapat kursus dalam mengasuh anak dan kebutuhannya lebih menggunakan teknik demokratis dibandingkan orang tua yang tidak mendapatkan pelatihan demikian.

e. Jenis kelamin

Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebuthannya dibandingkan dengan pria, dan mereka cenderung kurang otonomi. Hal ini berlaku untuk orang tua dan guru maupun untuk para pengasuh lainnya.

f. Status sosial ekonomi

(39)

g. Konsep mengenai peran orang tua

Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua, cenderung otoriter dibandingkan orang tua yang menganut konsep lebih modern. Contoh, konsep mendisiplin anak untuk bangun pagi kemudian mandi. Ketika anak tidak lekas bangun dan mandi maka orang tua siap memukulnya dengan ikat pinggang. Orang tua yang seperti ini memiliki konsep bahwa anak hanya bisa disiplin kalau sudah kena cambukan ikat pinggang.

h. Usia anak

Disiplin otoriter jauh lebih umum digunakan untuk anak kecil daripada untuk anak yang lebih besar. Kebanyakan orang tua dan guru merasa bahwa anak kecil belum mengerti penjelasan, sehingga memusatkan perhatian mereka pada pengendalian otoriter.

i. Situasi

Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman, tetapi sikap menantang, agresi kemungkinan lebih mendorong pengendalian yang otoriter. Contoh, anak menaati peraturan bahwa dengan ia harus mengerjakan tugas dari sekolah di rumah, karena kalau tidak mengerjakan tugas maka ia akan mendapat hukuman.

4. Perlunya Disiplin Bagi Anak

(40)

Sekolah Dasar (2007) menjabarkan mengenai perlunya disiplin bagi anak usia dini, diantaranya:

a. Mengontrol tingkah laku anak (mengatur diri sendiri).

Berbagai permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan ini banyak diakibatkan karena ketidakmampuan seseorang dalam mengontrol tingkah lakunya. Alasan kedisplinan diterapkan pada anak sangat tepat, karena untuk mencegah terjadinya permasalahan-permasalah seperti misalnya terjadinya tawuran antar pelajar, terjadinya perampasan hak (mencuri, merampok, korupsi), penyalahgunaan obat terlarang, di mana semua ini merupakan contoh perilaku yang timbul karena ketidakmampuan dalam mengontrol tingkah laku diri.

Maka perlulah dicermati dari sejak dini perilaku-perilaku anak yang mengarah pada perilaku tawuran seperti berkelahi dengan temannya karena berebut mainan, perilaku anak yang pinjam alat tulis teman tanpa memberi tahu, di mana bila hal ini dibiarkan akan mengarah pada perilaku mencuri. Mensikapi persoalan-persoalan seperti ini maka bimbingan dari seorang guru pembimbing memiliki peran yang sangat penting. Peran guru pembimbing yaitu membantu anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang memiliki keterampilan dalam mengontrol tingkah laku dirinya.

b. Menjaga anak dari bahaya baik bagi dirinya ataupun orang lain.

(41)

pada kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh nyala korek api, anak perlu mendapatkan penjelasan dengan kata-kata yang sederhana, atau orang tua memperlihatkan gambar kebakaran akibat dari nyala korek api.

c. Menghindarkan diri anak dari kesalahpahaman.

Pemahaman mengenai perilaku disiplin harus disampaikan kepada anak, hingga anak benar-benar mengerti apa akibatnya jika ia tidak memiliki perilaku disiplin. Penjelasan ini harus disampaikan dengan bahasa yang sederhana yang bisa ditangkap anak, serta disampaikan secara terus menerus. Selain itu dalam penyampaian mengenai perilaku disiplin, anak harus dibawa pada pemahaman bahwa disiplin yang diterapkan bukan suatu tindakan yang menghukum, dengan demikian anak tidak akan salah paham dengan tindakan disiplin yang berlaku dilingkungannya.

(42)

d. Membuat anak disenangi karena dapat berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat di mana anak berada.

Perilaku disiplin bukan hanya sebatas pada disiplin dalam mentaati waktu jam masuk sekolah, tetapi disiplin yang mencakup semua tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh anak. Entah itu perilaku disiplin dari aspek sosial, emosional, moral, ataupun agama. Bila dalam kehidupan sehari-hari anak sudah mencoba menerapkan perilaku disiplin, hal tersebut akan membuat anak disenangi oleh masyarakat di mana ia tinggal.

Penulis mengambil contoh, ketika anak bermain dengan teman-temannya, ia tidak merebut mainan teman, ia tidak memukul, tetapi justru mengajak temannya untuk bermain bersama. Melihat temanya jatuh langsung ia menolong dan membantunya untuk lekas bangun, dan lain sebagainya. Pada intinya perilaku yang dilakukan oleh anak menunjukan perilaku disiplin.

e. Menyadarkan anak-anak bahwa ia mampu menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dan diharuskan melakukan apa yang kita tentukan.

Melalui kesadaran yang dimiliki bahwa ia mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah sendiri. Anak sudah dapat memilah mana yang baik dan harus dilakukan serta mana yang tidak baik dan tidak perlu dilakukan

(43)

guru. Agar anak mampu menghadapi tantangan untuk meyelesaikan masalah, maka anak dibiasakan untuk disiplin dalam mendengarkan guru, tidak jalan-jalan di kelas. Melalui pembiasaan ini harapannya akan membuat anak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi ketika harus mengerjakan tugas.

f. Melalui disiplin anak belajar bertingkah laku yang menimbulkan pujian, ia akan melihat ini sebagai indikasi dari cinta dan penerimaan.

Disiplin yang ditanamkan pada anak seperti misalnya anak berusaha taat dengan peratuan yang dibuat oleh orang tuanya. Ketaatan yang dilakukan oleh anak akan menimbulkan pujian, dan pujian ini akan dirasakan sebagai bentuk cinta dan penerimaan dari orang tuanya.

Penjelasan ini mau menekankan bahwa perhatian dan kasih sayang dari orang tua maupun orang-orang disekitar di mana anak itu tinggal akan sangat membantu anak dalam mengkonkritkan kedisplinan, dan sebagai contoh, anak bangun tidur tidak menangis, dan anak melipat selimutnya sekalipun tidak rapi. Kemudian yang dilakukan oleh orang tua, yaitu memeluk dan mencium. Pelukan dan ciuman dirasa anak sebagai cinta dan penerimaan karena ia sudah bertingkah laku disiplin

(44)

Disiplin menolong orang lain yang secara berulang-ulang diajarkan kepada anak, akan menjadikan hati peka akan keadaan disekitarnya, dan tanpa disuruh anak sudah bisa memutuskan apa yang harus dilakukan. Anak yang biasa melakukan disiplin menolong orang lain, jika tidak melakukan, maka hatinya akan merasa bersalah. Keputusan yang ia ambil dalam melakukan suatu tindakan berdasarkan apa kata hati. “Hati” mengatakan menolong orang lain, maka anak

melakukan, jika tidak melakukan hatinya akan terusik dengan rasa tidak nyaman. Penulis mengambil contoh, ada anak saat bermain dan berlari-lari melihat bahwa tas temannya jatuh dari rak tempat meletakan tas. Spontan anak ini berhenti, kemudian berjalan menuju di mana tas itu jatuh, lalu mengambilnya dan meletakkan tas tersebut ditempat yang biasanya digunakan untuk meletakkan tasnya anak-anak.

(45)

Ditegaskan lagi oleh Hurlock (1992) bahwa disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu. Beberapa kebutuhan yang diisi oleh disiplin adalah:

a. Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

b. Membantu anak menghindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah.

c. Anak belajar bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai kasih sayang dan penerimaan. Hal ini ensesial bagi penyesuaian yang berhasil dan kebahagiaan.

d. Disipiln yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi pendorong ego yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya.

e. Disiplin membantu anak mengembangkan hati nurani. Hati nurani sebagai pembimbing dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perilaku.

5. Unsur-Unsur Disiplin

Bila disiplin diharapkan mampu mendidik untuk berperilaku sesuai dengn standar yang ditetapkan kelompok masyarakat di mana anak tinggal, maka ia harus mempunyai unsur-unsur disiplin. Seperti dijelaskan oleh Hurlock (1992) bahwa ada empat unsur disiplin, yaitu peraturan, hukuman, konsistensi, dan penghargaan.

a. Peraturan

(46)

perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Hal peraturan di sekolah misalnya, peraturan mengatakan pada anak apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan sewaktu di kelas, koridor sekolah, atau lapangan bermain sekolah.

Demikian juga, peraturan di rumah mengajarkan anak apa yang harus dan apa yang tidak boleh dilakukan di rumah atau dalam hubungan dengan anggota keluarga. Misalnya, tidak boleh mengambil milik saudara, tidak boleh membantah nasehat orang tua dan tidak boleh lalai merapikan kembali mainan yang dipakai untuk bermain.

Peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok masyarakat. Misalnya, anak belajar dari peraturan tentang member dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya, bahwa menyerahkan tugas yang dibuatnya sendiri merupakan satu-satunya metode yang dapat diterima di sekolah untuk menilai prestasinya. Peraturan juga membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Bila merupakan peraturan keluarga bahwa anak tidak boleh mengambil mainan milik saudaranya tanpa sepengetahuan atau seijin dari saudaranya tersebut, anak segera belajar bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak diterima karena mereka dimarahi bila melakukan tindakan terlarang ini.

(47)

b. Hukuman

Unsur kedua disiplin ialah hukuman. Hukuman untuk perbuatan yang salah hanya dapat dibenarkan bila hukuman mempunyai nilai pendidikan, dan pada waktu anak memahami arti kata dengan cukup baik untuk mengerti peraturan, penjelasan verbal harus menggantikan hukuman.

Hukuman mempunyai fungsi menghalangi. Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Bila anak menyadari bahwa tindakan tertentu akan dihukum, anak akan urung melakukan tindakan tersebut. Selain itu hukuman mempunyai fungsi mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dangan mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka melakukan tindakan yang diperbolehkan.

Hukuman juga mempunyai fungsi memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mampu mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing alternatif, mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk menghindari tindakan tersebut.

(48)

mengisyarakatkan bahwa orang dewasa mempunyai hak memukul anak kecil, hukuman itu akhirnya tidak mempunyai fungsi mendidik, yang seharusnya memberitahukan pada anak mengapa tindakan tertentu itu salah dan karenannya tidak boleh diulang. Sebaliknya, mengajar anak-anak beranggapan bahwa orang dewasa mempunyai hak memukul anak yang lebih kecil, maka keyakinan ini akan menyebabkan munculnya anak-anak yang suka menteror anak yang lebih lemah. Jika hukuman yang digunakan membuat anak suka melawan dan bersikap bermusuhan, motivasi untuk mencoba bersikap lebih baik akan hilang. Sebaliknya, anak akan berusaha membalas, walaupun mungkin dengan memproyeksi rasa marah dan sikap permusuhan pada korban yang tidak bersalah alih-alih pada orang yang menghukumnya. Karena pengaruh psikologis hukuman badan potensial membahayakan, kini disadari hukuman badan sebaiknya tidak digunakan.

c. Penghargaan

Unsur ketiga disiplin ialah penggunaan penghargai. Istilah penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung.

(49)

penghargaan. Penghargaan juga mempunyai fungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara social, dan tiadanya penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku.

Penghargaan bertindakan sebagai sumber motivasi yang kuat bagi anak untuk melanjutkan usahanya untuk berperilaku sesuai dengan harapan. Sepanjang masa kanak-kanak, penghargaan mempunyai nilai pendidikan yang penting. Imbalan mengatakan pada mereka bahwa perilaku mereka sesuai dengan harapan social dan motivasi mereka untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara social ini. Jadi penghargaan merupakan agen pendorong untuk perilaku yang baik.

d. Konsistensi

Unsur keempat disiplin ialah konsistensi. Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Ia tidak sama dengan ketetapan, yang berarti tidak adanya perubahan. Sebaliknya, artinya ialah suatu kecenderungan menuju kesamaan. Contoh, bila anak pada suatu hari dihukum untuk suatu tindakan dan pada lain hari tidak, mereka tidak akan mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Bila suatu tindakan dihargai hari ini dan tidak dihargai lain kali, nilai pendorong dari pengahrgaan akan hilang.

Konsistensi dalam disiplin mempunyai peran yang sangat penting. Konsistensi mempunyai nilai mendidik. Bila peraturannya konsisten, maka proses belajar akan terpacu. Hal ini disebabkan karena pendorongnya. Sebagai contoh, jauh lebih mudah anak akan belajar peraturan “Kamu tidak boleh mengambil milik

(50)

Konsistensi juga mempunyai nilai motivasi yang kuat. Anak akan menyadari bahwa penghargaan selalu mengikuti perilaku yang disetujui dan hukuman selalu mengikuti perilaku yang dilarang, maka anak akan mempunyai keinginan yang lebih besar untuk menghindari tindakan yang dilarang dan melakukan tindakan yang disetujui. Selain itu konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. Anak kecil pun bisa kurang menghargai orang dewasa, jika orang dewasa tidak konsisten dalam memberikan suatu peraturan dalam tindakan.

Konsistensi memacu proses belajar dan membantu anak belajar peraturan dan menggabungkan peraturan tersebut kedalam aspek moral. Hasilnya, anak-anak yang terus diberi pendidikan moral yang konsisten cenderung secara keseluruhan menjadi lebih matang secara moral dibandingkan dengan teman sebaya mereka yang mendapat pendidikan moral yang tidak konsisten.

Pengetahuan yang diberikan di rumah maupun di sekolah yang konsisten, akan menciptakan dalam diri anak rasa hormat terhadap orang tua dan guru. Lebih penting lagi, anak yang mendapat disiplin yang konsisten mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku menurut standar yang disetujui secara social daripada mereka yang disiplin dengan tidak konsisten.

(51)

membimbing dan mendidik anak untuk menjadi pribadi yang memiliki karakter disiplin.

6. Cara Mendisplinkan Anak

Kekerasan kepada anak di Indonesia kerap terjadi, baik kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, maupun kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Para pelaku kekerasan pada anak seringkali berdalih bahwa yang mereka lakukan adalah cara untuk mendisiplinkan anak. Pelaku kekerasan berpikir bahwa jika anak tidak melaksanakan aturan yang mereka buat, maka anak wajib diberi sanksi atau hukuman yang salah satu bentuknya adalah hukuman fisik.

Hurlock (1992) menyebutkan bahwa ada tiga cara menanamkan atau mendisplinkan anak, yaitu dengan cara mendisiplin otoriter, permisif, dan demokratis. Disiplin otoriter seperti termaktub dalam namanya, yaitu melatih anak berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat merupakan tanggung jawab mereka yang berwewenang yaitu orang tua, guru dan orang lain yang bertindak sebagai pengasuh. Contohnya di lingkungan sekolah adalah guru yang memberi peraturan keras di dalam kelas, apabila siswa tidak mengerjakan pekerjaan rumah maka harus berdiri di depan kelas selama jam pelajaran berlangsung.

(52)

tujuan untuk membentuk orang menjadi lebih baik, dan rupanya menurut Hurlock (1992) cara disiplin demokratis dirasa cara yang paling baik, karena cara disiplin demokratis tidak mengandung kelemahan dan ciri-ciri yang buruk dalam mendisiplinkan anak.

Seperti jelaskan oleh Hurlock (1992) bahwa metode atau cara demokratis menggunakan penjelasan, disikusi, dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan edukatif dari disiplin daripada aspek hukuman, sebagai contoh, bila ada peraturan bahwa anak tidak boleh menyentuh kompor di dapur, anak diberitahu bahwa perbuatan itu akan menyakitinya, atau diperlihatkan dengan mendekatkan tangannya pada kompor, arti kata “sakit” mau mengatakan kepada anak mengapa ia tidak boleh menyentuh kompor.

Jadi, cara disiplin demoktratis ini mempunyai tujuan mengajar anak mengembangkan kendali atas perilaku mereka sendiri, sehingga mereka akan melalukan apa yang benar, meskipun tidak ada penjaga yang mengacam mereka dengan hukuman. Hukuman yang dimaksud disini misalnya diberi teguran. Teguran merupakan suatu peringatan terhadap perbuatan yang dianggap salah yang tidak perlu dilakukan dengan marah.

(53)

anak yang baik dan manusiawi. Wibowo (2010) menyebutkan ada beberapa seni mendisiplinkan anak diantarnya:

a. Berikan aturan pada anak, tetapi imbangi dengan curahan kasih sayang yang lebih besar. Kasih sayang menjadi penting sebagai imbal balik dari aturan yang sudah diterapkan oleh orang tua. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan orang tua akan membuat anak merasa tidak sendiri. Orang tua dalam memberikan aturan hendaknya juga menyesuaikan perilaku mereka kepada anak. Misalnya, orang tua tidak boleh memperlakukan anak umur lima tahun sama dengan anak yang baru umur dua tahun, karena anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang berbeda.

b. Disiplin sebagai bagian dari pengajaran dan pembelajaran. Melalui hal ini orang tua menggunakan kebijiksanaan untuk mengajarkan nilai-nilai yang memperlihatan betapa anak bisa menentukan pilihannya sendiri dengan baik. Disiplin sebagai pengajaran, memungkinkan orang dewasa untuk memandang sifat anak yang kurang menyenangkan sebagai suatu kesempatan untuk mengadakan perubahanan. Orang dewasa bisa mengembangkan sikap lebih positif terhadap anak, menghilangkan kata-kata hinaan terhadap perilaku kurang menyenangkan yang dilakukan anak, dan mendorong anak untuk lebih bisa bekerja sama untuk memilih dan memutuskan perilaku yang tepat untuk dilakukan.

(54)

karena anak akan mengerti konsep mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidk boleh dilakukan. Anak juga mempunyai penyesuaian pribadi dan sosial yang baik serta pengendalian diri yang baik.

d. Pengenalan secara tegas mana yang benar dan mana yang salah. Membangun karakter disiplin, anak perlu dikenalkan pada apa yang salah dan apa yang benar serta batasan terhadap perilakunya supaya diterima di kelompok masyarakat. Anak harus diajarkan batasan pedoman yang tegas agar mengerti seberapa jauh ia harus berperilaku dan kapan harus berhenti. Anak juga harus diajarkan bagaimana bertingkah laku dan bersikap terhadap tata cara yang ada.

e. Pentingnya motivasi. Orang tua atau guru perlu memberikan motivasi agar anak mempertahankan perilaku yang baik, misalnya dengan member pujian kepada anak yang sudah berperilaku baik. Sementara yang kurang baik tidak mendapatkan pujian, dengan demikan anak akan merasa bahwa perilaku yang buruk itu tidak diinginkan orang-orang yang ada disekitarnya atau oleh kelompok masyarakat.

f. Ajarkan disiplin sejak dini. Usia dini merupakan masa keemasan sekaligus masa kristis dalam tahapan kehidupan manusia. Menurut Gunarso (dalam Wibowo 2010) mengajarkan disiplin sejak dini dimaksudkan agar lebih mengakar pada anak sehingga menjadi suatu kebiasaan.

(55)

mengenalkan secara tegas mana yang benar dan mana yang salah, kemudian beri motivasi, hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa seluruh dari tindakan itu harus disertai dengan kasih sayang. Kasih sayang yang diterima anak dalam prosesnya belajar untuk disiplin akan menjadikan anak merasa tidak sendiri.

B. Konsep Dasar Metode Pembiasaan 1. Pengertian Metode Pembiasaan

a. Metode.

Metode berasal dari kata “Method” yang berarti cara, menurut Kamus Ilmiah Popular Internasional, “Method” atau metode berarti cara yang disusun secara teratur, mapan, sistematis sebagai landasan untuk suatu kegiatan tertentu atau pelaksanaan sesuatu. Metode juga diartikan sebagai cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Moeslichatoen (2004) menegaskan metode merupakan dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan.

Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa metode merupakan cara atau strategi yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan supaya apa yang diinginkan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

b. Pembiasaan

(56)

waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan atau keterampilan itu benar-benar dikuasai dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan, dan dalam ilmu psikologi proses pembiasaan disebut “Conditioning”. Proses ini akan menjadi kebiasaan (habit), dan kemampuan (ability), yang kemudian akan menjadi sifat pribadi (personal habit) yang nampak dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Pembiasaan (habituation) merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang.Mulyasa (2012) menyatakan bahwa kebiasaan yang baik harus ditanamkan pada anak mulai sejak dini, sehingga anak memiliki kesadaran, kepekaan, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupannya sehari-hari.

(57)

2. Bidang Pengembangan Pembentukan Perilaku Melalui Pembiasaan

Pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan anak sehari-hari sehingga anak menjadi kebiasaan yang baik (Moeslichatoen:2004). Pembentukan perilaku melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang (Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar, Jakarta :2007). Adapun bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan menurut Isjoni (2010) meliputi:

a. Aspek perkembangan moral dan agama. Program pengembangan moral dan nilai-nilai agama anak diharapkan akan meningkatkan ketagwaan anak terhadap Tuhan yang MahaEsa dan membantu terbinanya sikap anak yang baik. Melalui pembentukan perilaku anak dikenalkan dengan aturan, mengenal sopan santun, salah, dan baik dan buruk dalam berperilaku.

(58)

Kesimpulan dari uraian di atas bahwa bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan terdiri dari aspek perkembangan moral, agama, sosial, dan emosional. Pembentukan tingkah laku ini harus dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan anak sehari-hari.

Ditinjau dari perkembangan anak, pembentukan tingkah laku disiplin melalui pembiasaan hendaknya lebih banyak dinyatakan dalam perbuatan dan tidak dalam ucapan saja. Hal ini bisa dilakukan seperti yang dijelaskan Hurlock ( dalam Moeslichatoen 2004) dengan cara:

a. Mendorong anak bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku yang tidak diharapkan

b. Tingkah laku yang diharapkan apabila dilakukan anak akan memberikan konsekuensi yang menyenangkan, sedang tingkah laku yang tidak diharapkan akan menimbulkan penyesalan pada diri anak.

c. Tingkah laku yang diharapkan apabila dibina secara terus menerus pada saatnya akan terjadi dengan dirinya, atas prakarsa anak sendiri meskipun tidak ada pengawasan dari guru.

d. Anak perlu mendapat kesempatan untuk mengubah tingkah laku yang tidak diharapkan itu.

(59)

3. Proses Pembiasaan

Wibowo (2013) menegaskan bahwa anak adalah peniru yang ulung. Proses pembiasaan berawal dari peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan di bawah bimbingan orang tua, dan guru pembimbing. Bila sudah menjadi kebiasaan yang tertanam di dalam hati, anak akan sulit untuk berubah dari kebiasaannya itu. Misalnya anak akan mengucapkan terima kasih setelah menerima pemberian dari orang lain. Anak tidak akan berpikir panjang apakah mengucapkan terimakasih atau tidak, atau berpikir menunggu untuk disuruh oleh orang tua kemudian melakukan. Namun karena kebiasaan mengucapkan terima kasih itu sudah merupakan perilaku yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan terlebih dahulu, berlangsung begitu saja tanpa dipikirkan lagi anak akan melakukan. Kebiasaan mengucapkan terima kasih ini berawal dari anak yang meniru apa yang dilakukan oleh orang lain.

Wibowo (2013) menegaskan bahwa pada dasarnya anak itu cenderung meniru perilaku orang tua, untuk itu proses pembiasaan bagi anak membutuhkan keteladanan dari orang tua. Orang tua adalah faktor utama dalam keberhasilan pendidikan karakter di dalam keluarga. “Air cucuran atap, jatuhnya kepelimbahan juga” demikian kata pribahasa yang

erat kaitannya dengan teladan orang tua atas anak. Menurut pribahasa ini, perilaku atau apa saja dari orang tua akan menurun dan diikuti anaknya. Semua aktivitas orang tua dipantau oleh anak dan dijadikan model. Pendek kata, semua perilaku orang tua termasuk kebiasaan buruk akan mudah ditiru oleh anak. Keteladanan dari orang tua, akan menjadi semacam blue print bagi anak dalam bertindak. Seorang anak tidak lagi menyaring apakah teladan

(60)

Keteladanan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti hal yang dapat ditiru atau contoh. Keteladanan merupakan kata yang positif, sehingga hal-hal yang mengikuti adalah perilaku, sikap, maupun perbuatan yang baik. Keteladanan terdapat unsur mengajak anak secara tidak langsung, sehingga terkadang kurang efektif karena anak belum bisa menangkap apa yang diteladankan oleh orang tuanya, maka perlu diimbangi dengan pembiasaan yang secara langsung. Pembiasaan yang secara langsung mengarahkan pada suatu perilaku, sikap maupun perbuatan yang diharapkan. Misalnya orang tua memberi teladan berdoa mau tidur dan setelah bangun tidur. Anak melihat apa yang yang dilakukan oleh orang tuannya, namun belum tentu anak mengerti apa yang dilakukan oleh orantuanya ini, untuk itu orang tua perlu menyampaikan kepada anak apa diteladankannya dan berusaha membiasakan anak untuk berdoa sebelum tidur dan setelah bangun tidur.

Moeslichatoen (2004) menjelaskan bahwa proses pembiasaan sebenarnya suatu tingkah laku yang dilakukan secara terus menerus. Artinya yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dan akhirnya menjadi kebiasaan. Pembiasaan harus diterapkan dalam kehidupan keseharian anak usia dini, sehingga apa yang dibiasakan terutama yang berkaitan dengan perilaku-perilaku yang baik dapat membentuk anak yang berkarakter baik. Misalnya saat makan bersama ada teman yang tidak membawa, anak mau berbagi kepada teman yang tidak membawa makanan. Bila anak tidak memberi, maka guru mengingatkan agar anak mau berbagi makanan kepada teman yang tidak membawa.

(61)

kebiasaan yang bersifat menetap dan otomatis, yang kemudian akan menjadi karakter yang nampak dalam kehidupan sehari-hari.

Akhirnya, dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan diadakannya metode pembiasaan bagi anak usia dini yaitu, untuk melatih serta membiasakan anak secara konsisten dan terus menerus untuk suatu tujuan, sehingga perilaku yang baik benar-benar tertanam pada diri anak dan akhirnya menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan di kemudian hari. Proses pembiasaan ini membutuhkan keteladanan dan bimbingan dari orang tua dan guru pembimbing.

4. Dasar dan Tujuan Pembiasaan a. Dasar Pembiasaan

Penyelenggaraan taman kanak-kanak tentu saja mempunyai arti dan manfaat yang tidak sedikit. Suatu konsep pendidikan yang dilaksanakan oleh sebagian besarnya oleh masyarakat dan diperuntukkan bagi anak usia dini sebelum pendidikan dasar, sungguh merupakan tindakan yang luar biasa. Penyelenggaraan pendidikan pra sekolah atau taman kanak-kanak ini juga mendapatkan perhatian dan pengayoman yang sah dari pihak pemerintah. Bentuk perhatian dan pengayoman akan pendidikan pra sekolah ini adalah:

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(62)

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

2. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0125/U/1994 tentang Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak dan Keputusan Mendikbud Nomor 002/U/1995 tentang Perubahan Kepmendikbud Nomor 0125/U/1994.

3. SK Dirjen Dikdasmen No 399a/C.C2/Kep/DS/2004 tanggal 2 Agustus 2004 tentang Implementasi terbatas Kurikulum TK dan SD.

b. Tujuan Pengembangan Pembiasaan

Tujuan pengembangan pembiasaan adalah menfasilitasi anak untuk menampilkan totalitas pemahaman ke dalam kehidupan sehari-hari, baik di TK maupun di lingkungan yang lebih luas (keluarga, kawan, masyarakat). Bidang pengembangan pembiasaan meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama, serta perkembangan sosial, emosional dan kemandirian. Aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar menjadi warga negara yang baik. Sedangkan aspek perkembangan sosial, emosional dan kemandirian bertujuan untuk membina anak agar dapat mengendalikan emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun orang dewasa dengan baik serta menolong dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup (Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan

(63)

Pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang ini meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial emosional dan kemandirian. Program perkembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak kepada Tuhan Yang Maha Esa. Program sosial emosional dan kemandirian diharapkan anak dapat memiliki sikap membantu orang lain, dapat mengendalikan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya. (Isjoni:2010)

Jika demikian pengembangan pembiasaan mempunyai tujuan agar anak memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih tepatdan positif

dalam arti selaras dengan kebutuhan di mana anak itu berada. Selain itu, secara

tepat dan positif perilakunya dapat selaras dengan norma dan tata nilai moral yang berlaku, baik yang bersifat religiusmaupun tradisional dan kultural.

c. Fungsi

Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar (2007) menyatakan bidang pengembangan pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun fungsi pengembangan pembiasaan yang dilakukan di taman kanak-kanak adalah menfasilitasi anak untuk:

(64)

2. Mentolerir adanya ragam perilaku yang mencerminkan adanya keragaman nilai. Misalnya anak mempunyai kemampuan untuk menghormati orang lain yang memiliki keyakinan lain.

3. Menerima perilaku yang dikehendaki dan menolak perilaku yang tidak dikehendaki, baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Misalnya anak mau untuk meminta maaf ketika salah dan mau memberi maaf kepada orang lain yang meminta maaf padanya.

4. Memilih perilaku yang mencerminkan nilai-nilai yang dikehendaki, misalnya disiplin, mandiri, sopan, ramah, hormat, dan menghargai orang lain.

5. Menginternalisasi nilai-nilai yang baik sebagai bagian dari kepribadian yang menuntun perilaku sehari-hari. Misalnya menyapa dan memberi salam pada orang lain, menolong teman yang membutuhkan bantuannya.

Fungsi pengembangan pembiasaan yang dilakukan di taman kanak-kanak dengan berbagai fasilitas yang telah diuraikan diatas, akan menumbuhkan dan mengembangkan untuk menjadi pribadi yang berkualitas. Melalui kehidupannya sehari-hari anak dibimbing dan didik untuk menyadari segala perilaku-perilakunya dan mengkonkritkan nilai-nilai yang baik dalam kehidupannya.

C. Konsep Dasar Metode Pembiasaan pada Pengembangan Karakter 1. Konsep Pengembangan Pembiasaan

(65)

berulang-ulang. Sikap atau perilaku yang menjadi kebiasaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Perilaku tersebut relatif menetap.

Misalnya, seorang anak suatu saat menolong temannya yang jatuh, dan ketika anak melihat lagi temannya jatuh anak menolong lagi dan itu selalu dilakukan terus menerus, maka kedisiplinan sosial menolong akan menetap dan melekat dalam diri anak tersebut.

b. Pembiasaan umumnya tidak memerlukan fungsi berpikir yang cukup tinggi, misalnya untuk dapat mengucapkan salam cukup fungsi berpikir berupa mengingat atau meniru saja.

c. Kebiasaan bukan sebagai hasil dari proses kematangan, tetapi sebagai akibat atau hasil pengalaman atau belajar. Misalnya anakbelajar bahasa yang sopan dalam menyapa orang lain, dan berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata yang kasar tidak sopan dan yang keliru, sehingga akhirnya anak terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan sopan dalam menyapa orang lain. d. Perilaku tersebut tampil secara berulang-ulang sebagai respons terhadap stimulus

yang sama. Misalnya anak selalu mengucapkan terima kasih setiap kali

menerima pemberian dari orang lain.

(66)

diberikan secara terus menerus atau berulang-ulang. Sikap atau perilaku yang menjadi kebiasaan mempunyai ciri-ciri perilaku tersebut relatif menetap, pembiasaan umumnya tidak memerlukan fungsi berpikir yang cukup tinggi, misalnya untuk dapat mengucapkan salam cukup fungsi berpikir berupa mengingat atau meniru saja, kebiasaan bukan sebagai hasil dari proses kematangan, tetapi sebagai akibat atau hasil pengalaman atau belajar, perilaku tersebut tampil secara berulang-ulang sebagai respons terhadap stimulus yang sama.

2. Metode Pembelajaran Perilaku Melalui Pembiasaan

Usaha menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dalam rangka mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak di dalam melakukan pengembangan perilaku melalui pembiasaan sejak dini, menurut Campbell dan Campbell (dalam Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanan dan Sekolah Dasar, Jakarta :2007) dapat dilakukan dengan berbagai metode sebagai

berikut:

a. Pengubahan Perilaku (behavior modification)

Metode ini merupakan suatu pengubahan perilaku yang berdasarkan atas prinsip-prinsip „penguatan‟ (reinforcement). Metode ini biasanya berhasil untuk

Gambar

Tabel 3. Kriteria Kategori Hasil Persentase Skor Observasi ..................
Gambar 3. Grafik Hasil Observasi Siswa Pra Tindakan, Siklus I,
gambar lain yang disediakan oleh guru.
gambar yang belum diwarnai kamu beri warna lagi!”
+6

Referensi

Dokumen terkait

sanksi-­‐sanksi  tersebut  tidak  dirasakan  secara  langsung  dengan   memuaskan  sehingga  kurang  menjamin  kepentingan  manusia..  Kaedah  fundamentil

Dalam Penulisan Ilmiah ini akan dibahas mengenai sistem penjualan tiket angkutan pulang bagi tenaga kerja Indonesia pada PT CITRA Eksekutifindo bertujuan untuk membantu perusahaan

kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam mata pelajaran

Geologi Mineral Logam Untuk Eksplorer Muda.. Yogyakarta : Gadjah Mada

Jawab : Bagi operator tingkat Kanwil Kemenag Propinsi, aplikasi desktop ini berfungsi sebagai aggregator (penggabung) data yang diterima dari setiap

[r]

Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan jasmani antara lain kemampuan mengelola proses pembelajaran, membangkitkan motivasi dan memberikan

Biaya tetap yang dihitung dalam usahatani kedelai di Desa Langkapsari meliputi PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), penyusutan alat ,dan bunga modal 24 persen