• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 7. Hasil Catatan Harian

Hari/tanggal : Senin, 16 Maret 2015 – Kamis, 8 April 2015 (3 minggu)

Lokasi Wawancara : Desa Ngadisari, rumah warga, Balai Besar TN

Nama : -

Jabatan : Tetua Adat, Perwakilan Desa, Perwakilan Balai TN Sejarah Kawasan Wisata Gunung Bromo

Sejarah terbentuknya gunung bromo dan laut pasir berawal dari dua gunung yang saling berhimpitan (gunung tengger) merupakan gunung terbesar dan tertinggi di pulau jawa dengan tinggi mencapai 4.000 m dan telah terbentuk sekitar 1 juta tahun yang lalu. Dari keadaan kedua gunung yang berhimpitan tersebut kemudian terjadi letusan kecil materi vulkanik ke tenggara dan membentuk limbah besar dan dalam, hingga sampai ke desa sapi kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari 8 kilometer, karena dalamnya kaldera materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk didalam dan sekarang menjadi lautan pasir dan diduga dahulu kala pernah terisi oleh air. Aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma di tengah kaldera dan muncul gunung-gunung baru antara lain Gunung Widodaren, Gunung Watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok, dan Gunung Bromo. Pegunungan vulkanik tengger ini pada akhirnya membentuk panorama alam yang spektakuler yaitu laut pasir tengger dan sekitarnya, dengan latar belakang Gunung Semeru. (Sumber: M. Adzm Staf Kantor TNBTS wil. 1)

Cerita lain yang dilihat dari sisi religius pada kawasan wisata Gunung Bromo yang dikenal sekarang, merupakan kawasan suci nan sakral dimana dahulunya Gunung Bromo adalah tempat kediaman Roro Anteng dan Joko Segger bertapa yang menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka tidak memiliki keturunan bertahu-tahun lamanya sehingga memulai mencari jawaban atas apa yang mereka inginkan dengan bertapa di Gunung Bromo. Tidak lama Sang Hyang Agung (kepercayaan mereka) menjawabnya, dan mereka mulai memiliki keturunan yang banyak hingga jadilah saat ini keturunan mereka adalah masyarakat yang mendiami sekitar pegunungan-pegunungan Tengger dan masyarakat itupun dijuluki dengan sebutan Suku Tengger. (Sumber: Bpk. STM, Tetua adat/Dukun pandita)

Gunung Bromo yang masuk dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditetapkan sebagai daerah wisata alam pada tanggal 29 juni 2005 oleh Menteri Kehutanan dengan SK Menteri Kehutan dan Perkebunan Nomor : SK. 178/Menhut-II/2005. Awalnya yang bertanggung jawab pada kawasan wisata ini adalah pemerintah setempat, pada saat itu karena Gunung Bromo ini berada pada 4 wilayah kabupaten maka tanggung jawab berada pada masing-masing kabupaten sesuai jalur arah yang digunakan. Dasar penetapan atau yang melatarbelakangi wilayah gunung bromo ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru karena potensi ekosistem atau kekayaan alam. Adanya fenomena atau gejala unik yaitu adanya aktivitas gunung berapi (Gn.Bromo dan Gn. Semeru). Selain itu, Terdapat tidak kurang dari 1025 jenis flora (266 Anggrek 40 langka, 15 endemik jatim, 3 endemik semeru selatan, 260

flora hias/ obat-obatan), adanya potensi hidro orologis sebagai daerah tangkapan air (cathment area) DAS Brantas dan DAS Sampean Madura. Adanya budaya dan adat istiadat khas masyarakat suku Tengger di sekitar Kawasan Taman Nasional. Terkait pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan wisata adalah pemerintah setempat baik pemerintah provinsi, kabupaten, dan desa-desa terdekat, perusahaan (AKAS), dan Masyarakat daerah atau desa terdekat dengan lokasi wisata.

Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat

Keterlibatan masyarakat sekitar menjadi hal penting bagi keberlanjutan wisata ini. Hal ini dikarenakan mengingat dari apa yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dasar penetapan kawasan ini juga karena adanya budaya dan adat istiadat khas masyarakat suku tengger sehingga dapat dikatakan keterlibatan masyarakat sekitar sudah sepenuhnya dilibatkan. Bentuk atau peran masyarakat yang dapat lihat secara nyata di sekitar kawasan dengan adanya penyediaan jasa wisata seperti masyarakat menjadikan beberapa tempat tinggal mereka sebagai Homestay, menyediatan tempat makan, penyediaan jasa traportasi mulai dari ojek, jip, kuda untuk mengunjungi beberapa lokasi wisata. Selain itu, katerlibatan masyarakat juga dalam beberapa organisasi atau program-program yang diadakan oleh pihal Balai Taman Nasional seperti program konservasi, pemberdayaan masyarakat (membentuk paguyuban), peduli hutan, MPA (Masyarakat Peduli Api) dan banyak program lainnya. Artinya, masyarakat sudah dilibat sepenuhnya oleh pemerintah. Sebagian besar motif masyarakat untuk terlibat adalah sebagai mata pencaharian meski sebagai mata pencaharian sampingan karena sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, sehingga menjadi pelaku wisata adalah pekerjaan sampingan. Sistem keterlibatan mereka diatur dengan baik artinya sebagian masyarakat yang dijuluki sebagai pelaku wisata adalah masyarakat yang memang mengikuti organisasi atau paguyuban-paguyuban yang ada, dan tidak ada batasan atau larangan atas siapa saja yang boleh ikut terlibat, semua masyarakat yang ingin terlibat bisa lansung menemui ketua paguyuban yang sudah didirikan seperti paguyuban jip, ojek, homestay, rumah makan, kuda, dan sebagainya.

Hambatan Partisipasi Masyarakat

Terkait hambatan partisipasi masyarakat yang dirasakan oleh masyarakat terutama pada hambatan operasional seperti kerjasama antar pihak yang terlibat, adanya sentralisasi, ataupun tidak tersampainya informasi hampir tidak dirasakan atau terjadi disekitar masyarakat. Hal ini dikarenakan perbedaan sudut pandang antar masyarakat yang berbeda-beda, bisa saja ada yang mengatakan hambatan operasional bukan suatu hambatan yang terlalu berpengaruh atas keterlibatan mereka. Pada hambatan struktural masyarakat mungkin ada yang mengalami terutama dalam keterbatan hal keuangan, kemampuan masyarakat yang berbeda- beda menjadi faktor utama mengapa bisa terjadi, selain itu pada hamatan kultural adanya keterbatasan dalam kapasitas, adanya sikap apatis dan kesadaran dari masyarakat sendiri yang dinilai masih kurang karena hal ini menyangkut faktor dari dalam diri masyarakat/individu itu sendiri. Penyelesaian atau solusi yang dapat disarankan adalah tetap terjaganya komunikasi yang baik antar pihak yang

terlibat. Terus memberi motivasi kepada masyarakat terutama bagi pemerintah, balai TN yang merupakan bagian pihak atas untuk terus mendampingi masyarakat secara seksama dan bersama-sama berkolaborasi demi tercapainya visi dan misi kawasan wisata yang baik dan bertaraf internasional.

Peran antar pihak terutama peran yang dimiliki oleh pemda, pemerintah desa, swasta dan balai TN (wil.1) tentunya telah memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Sejauh analisis yang peneliti lakukan ketika dilapang pihak swasta hanya berperan atau terlibat karena memiliki bisnis sebuat usaha hotel dan jasa transportasi travel, cukup bagus dan mewah yang dekat dengan kawasan wisata Gunung Bromo. Staff balai TN juga menjelaskan bahwa swasta terlibat hanya sewaktu-waktu ketika memang memiliki program untuk dikerjakan secara bersama seperti program pembagian pohon untuk sekitar kawasan wisata. Peran pemda dan Balai TN biasanya sama atau disatukan dan cukup banyak program-program yang dilakukan dan tentunya melibatkan masyarakat setempat dari program kebersihan desa-desa penyangga, penanaman pohon di tempat yang sudah disediakan, adanya program Masyarakat Peduli Api untuk menjaga hutan dari api dan masih banyak program-program lainnya. Sejauh ini, tidak ada peran dari pihak-pihak atas yang membuat masyarakat enggan untuk terlibat. Antara pihak atas atau pihak yang terlibat semua berkolaborasi dengan adil dan seksama membaur kesatuan. Kalaupun ada yang merasa, itu dari penilaian individu masing-masing. Hal-hal dapat mendukung masyarakat keseluruhan adalah adanya kemauan, kesempatan, dan kemampuan yang dimiliki berbagai pihak-pihak yang terlibat untuk melakukan kolaborasi yang baik, masyarakat mau untuk turut serta secara lansung, terlibat dalam pegelolaan, dan pihak balai TN, pemda, dinas pariwisata sebagai fasilitator yang mampu memberi kesempatan berupa dukungan dalam hal apapun bagi masyarakat secara keseluruhan.

Efektivitas Pengelolaan Kawasan Wisata

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki visi dan misi, tugas pokok, dan beberapa program yang dijalankan. Berikut visi dan misi, tugas pokok, serta program- program yang ada. Visi: Terwujudnya kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sebaga Destinasi Ekowisata bertaraf internasional yang bermanfaat bagi Kesejahteraan Masyarakat. Misi: 1) Memantapkan batas dan fungsi kawasan. 2) Mengembangkan pemanfaatan objek dan daya tarik wisata alam dan jasa lingkungan. 3) Meningkatkan perlindungan dan pengawetan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara optimal. 4) Mengenbangkan kelembagaan dan kemitraan pengelolaan Taman Nasional.

Adapun tugas pokok dan fungsi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTN-BTS), yaitu: melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan Taman Nasional (TN BTS) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan tugas BBTN BTS menyelenggarakan fungsi: 1. Penataan zonasi penyusunan rencana kegiatan pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan Taman Nasional, 2. Pengelolaan kawasan Taman Nasional, 3. Penyidikan perlindungan dan pengamanan kawasan Taman Nasional, 4. Pengendalian kebakaran hutan, 4. Promosi informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, 5.Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, 6. Kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan, 7. Pengembangan dan pemafaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam, dan 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Saat ini pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo terkait kemampuan menjaga kelestarian lingkungan dapat dikatakan sudah mampu untuk menjaganya. Hanya saja, masih ada oknum-oknum dari masyarakat yang tidak sadar dan tidak bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan sekitar kawasan wisata. Jika dilihat, terutama disekitar kawasan Laut Pasir terkadang ada kotoran kuda yang berserakan. Memang merupakan sampah organik tetapi bagi pengunjung itu sangat mengganggu indra penglihatan dan penciuman mereka. Padahal, sudah ada sosialisasi bagi para penarik kuda untuk memberi wadah plastik dibagian belakang (tempat pembuangan kuda) agar kuda sudah tidak buang kotoran sembarangan di jalanan, namun si pemilik kuda ada saja yang „bandel‟ tidak melakukannya. (Sumber: M.ADZM diperkuat dengan pernyataan BPK.STM)

Pada indikator efektivitas yang ke-2 yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat, dapat dikatakan masyarakat sangat terbantu akan adanya kesempatan untuk bisa terlibat dalam pengelolaan kawasan wisata dan diperbolehkan untuk membuka usaha-usaha dan jasa dibidang wisata. Peningkatan dapat dilihat dari tercapainya kebutuhan sehari-hari, mengingat masyarakat Desa Ngadisari yang sepenuhnya merupakan masyarakat yang bermata pencaharian melalui pertanian atau seorang petani. Sembari menunggu hasil panen yang bisa memerlukan berbulan-bulan maka, dari wisatalah mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari- harinya dan dapat menafkai keluarganya.

Pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo dari segi mampu menjamin kepuasan pengunjung dapat dikatan belum sepenuhnya. Hal ini dikarenakan, masih banyak fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan pengunjung belum tercapai seperti halnya penggunaan Rest Area yang masih terbengkalai tidak digunakan selayaknya. Bahkan, bukan sebagai tempat peristirahatan ataupun pemberhentian melainkan hanya ada namun, tidak ada yang menggunakan. Toko-toko yang sudah disediakan tidak ada yang menempati, serasa mati, diabaikan tanpa ada menempati. Tersedianya cinderamata hanya segelintir orang saja yang menyediakannya, dan itupun di puncak/ pennjakan satu seperti shal, topi, jaket, boneka namun untuk gantung kunci, foto hasil jadi belum tersedia. Masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan kesempatan dibidang ini. Dan perlunya pemberdayaan masyarakat dalam hal pengembangan keterampilan diri. Dilain hal harga tiket yang cukup mahal jika dibandingkan harga tiket yang dulu juga menjadi problema segelintir masyarakat dan pengunjung walaupun tidak banyak, karena setiap orang punya pandangannya masing-masing. Harga tersebut sudah ada sebagian untuk asuransi keselamatan mereka dalam perjalanan. Sehingga, masih cukup wajar.

Indikator terakhir yaitu tercapainya keterpaduan pembangunan masyarakat, dapat dikatakan sudah tercapai masyarakat sepenuhnya sudah dilibatkan, mampu membaur dengan berbagai pihak atas (pemerintah, Swasta, Balai TN). Masyarakan mengembangkan diri dalam hal pengorganisasian melalui paguyuban-paguyuban yang ada seperti paguyuban motor jip, kuda, homestay, rumah makan, ojek. Selain itu, masyarakat terutama masyarakat yang berada di desa penyangga, sudah mampu memanfaatkan zona pengembangannya dengan

sebai mungkin merawatnya, menjaganya sesuai dengan peraturan yang telah dibuat dan telah disepakati bersama-sama.

Dokumen terkait