• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian ini, tujuan akhir yang diharapkan adalah melihat ada atau tidaknya “Hubungan antara hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata” yaitu di kawasan wisata Gunung Bromo. Bab kali ini akan memaparkan dan menjawab rumusan masalah yang terakhir, tujuan akhir yang diharapkan, serta membuktikan tiga hipotesis yang telah dibuat, maka dilakukanlah uji korelasi ”Rank Spearman” melalui aplikasi SPSS for windows versi 20. Hasil yang diperoleh cukup berbeda-beda dari ketiga hipotesis yang akan di uji dan dibuktikan, ada yang menyatakan “tidak terdapat hubungan” yang artinya hipotesis “tidak terbukti”, dan ada pula yang menyatakan “terdapat hubungan” yang artinya hipotesis “terbukti”. Berikut ketiga hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini:

1. Diduga terdapat hubungan antara tingkat hambatan operasional dengan tingkat efektivitas pengelolaan wisata.

2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat hambatan struktural dengan tingkat efektivitas pengelolaan wisata.

3. Diduga terdapat hubungan antara tingkat hambatan kultural dengan tingkat efektivitas pengelolaan wisata.

Tabel 24 akan dijelaskan dan dipaparkan hasil dari uji korelasi Rank Spearman hambatan operasional (X1), hambatan struktural (X2), hambatan kultural (X3) dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo (Y), dimana pada variable hambatan operasional merupakan hasil skor total dari tiga indikator didalamnya (koordinasi pihak-pihak, sentralisasi, kurangnya informsi), hambatan struktural merupakan hasil skor total dari empat indikator (dominasi elite (pemangku kepentingan), kurangnya sumber daya keuangan, sikap profesional, dan kurangnya hukum yang sesuai sistem). Pada hambatan kultural merupakan hasil skor total dari tiga indikator yaitu (keterbatasan kemampuan, sikap apatis, dan rendahnya kesadaran komunitas). Sedangkan, variabel efektivitas pengelolaan wisata adalah dari hasil skor total empat indikator didalamnya (kebersihan, peningkatan kesejahteraan, menjamin kepuasan pengunjung, keterpaduan unity pemngembangan). Berikut penjelasannya pada Tabel 24.

Tabel 24 Uji Korelasi Rank Spearman hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan wisata

Partisipasi (X) Correlation coeficien Sig. (2-tailed)

1 Hambatan Operasional (X1) -0,089 0,537

2 Hambatan Struktural (X2) 0,049 0,736

3 Hambatan Kultural (X3) -0,545** 0,000

4 Hambatan Partisipasi (X) -0,219 0,127

Keterangan: **. Berkorelasi sangat nyata (p<α 0,01)

Hubungan Hambatan Operasional dengan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Wisata Gunung Bromo

Hasil uji korelasi Rank Spearman (Tabel 24), pada variabel X1 diperoleh nilai korelasi koefisien diperoleh sebesar -0,089 dengan signifikan 0,537. Sesuai aturan dalam menentukan nilai: 0,00 (tidak ada hubungan), 0,01-0,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0,69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna). Maka dari hasil data tersebut dapat dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan kurang berarti” dengan peubah arah yang berlawanan (-). Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dapat dijabarkan seperti berikut:

H0: Tidak terdapat hubungan nyata antara hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

H1: Terdapat hubungan nyata antara hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

Penentuan hipotesis dalam penelitian ini digunakan kriteria (H1) Diterima jika r hitung > r tabel atau nilai signifikansi ≤α (0,05). Sesuai dengan uji statistik terhadap kedua variable diatas maka, didapatkan nilai -0,089 > 0,537 ≤ α (0,05), dan menyimpulkan bahwa “Tidak terdapat hubungan nyata (kurang berarti) antara hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya HO diterima dan H1 ditolak.

Pada penelitian ini ada beberapa faktor mengapa hipotesis tidak teruji. Pada Tabel 25 dipaparkan jumlah dan persentase hasil tabulasi silang antara hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas (21 responden) merasakan adanya hambatan operasional berada pada kategori rendah, dengan menunjukkan nilai persentase 38.1% pada efektivitas yang rendah. Aturan terujinya hubungan adalah apabila hambatan operasional rendah, maka efektivitas pengelolaan wisata tinggi begitupun sebaliknya. Namun, hasil menunjukkan hambatan operasional yang rendah diikuti dengan efektivitas yang rendah pula, hal ini berarti walaupun tingkat hambatan operasional yang dirasakan rendah (tidak ada hambatan operasional), belum tentu diikuti dengan nilai efektivitas pengelolaan wisata yang tinggi. Artinya, belum cukup bukti bahwa hambatan operasional merupakan faktor penentu dari penilaian tingkat efektivitas pengelolaan wisata dan belum cukup bukti untuk H1 akan diterima. Berikut penjelasan selengkapnya dalam tabulasi silang Tabel 25. Tabel 25 Jumlah dan persentase hambatan operasional terhadap efektivitas

No Hambatan Operasional

Efektivitas Pengelolaan Wisata

Total Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

1 Rendah 8 38.1 7 33.3 6 28.6 21 100.0

2 Sedang 5 33.3 7 46.7 3 20.0 15 100.0

3 Tinggi 6 42.8 6 42.8 2 14.4 14 100.0

Total 19 38.0 20 40.0 11 22.0 50 100.0 Hubungan Hambatan Struktural dengan Efektivitas Pengelolaan

Kawasan Wisata Gunung Bromo

Pada Tabel 24 menjelaskan hasil uji korelasi variabel hambatan struktural merupakan hasil skor total dari empat indikator (dominasi elite (pemangku kepentingan), kurangnya sumber daya keuangan, sikap profesional, dan kurangnya hukum yang sesuai sistem) dengan variabel Efektivitas pengelolaan wiata (Y). Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman, diperoleh nilai korelasi koefisien diperoleh sebesar 0,049 dengan signifikan 0,736. Sesuai aturan dalam menentukan nilai : 0,00 (tidak ada hubungan), 0,01-0,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0,69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna). Maka dari hasil data tersebut dapat dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan kurang berarti” dengan arah peubah yang satu dengan yang lain sama/ searah (+). Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dapat dijabarkan seperti berikut:

H0: Tidak terdapat hubungan nyata antara hambatan struktural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

H1: Terdapat hubungan nyata antara hambatan struktural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

Penentuan hipotesis dalam penelitian ini digunakan kriteria (H1) Diterima jika r hitung > r tabel atau nilai signifikansi ≤α (0,05). Sesuai dengan uji statistik terhadap kedua variable diatas maka, didapatkan nilai 0,049 > 0,736 ≤ α (0,05), dan menyimpulkan bahwa “Tidak terdapat hubungan nyata (kurang berarti) antara hambatan struktural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya HO diterima dan H1 ditolak.

Pada penelitian ini ada beberapa faktor mengapa hipotesis tidak teruji. Pada Tabel 26 dipaparkan jumlah dan persentase hasil tabulasi silang antara hambatan struktural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas (21 responden) merasakan adanya hambatan struktural berada pada kategori sedang, dengan menunjukkan penilaian efektivitas pengelolaan yang sedang pula (47.6%). Selanjutnya, masyarakat (15 responden) merasakan hambatan struktural pada kategori rendah dengan menunjukkan penilaian efektivitas pengelolaan wisata yang rendah pula (60.0%). Aturan terujinya hubungan adalah apabila hambatan struktural rendah, maka efektivitas pengelolaan wisata tinggi begitupun sebaliknya. Namun, hasil menunjukkan hambatan struktural yang sedang diikuti dengan efektivitas yang sedang pula, artinya ada beberapa masyarakat merasakan hambatan struktural pada kategori rendah dan ada pula yang merasakan pada kategori tinggi, dan dalam hal ini

walaupun nilai efektivitas diikuti dengan nilai kategori yang sedang pula, namun masih ada beberapa masyarakat yang merasakan efektivitas pada ketegori yang rendah (cenderung) maupun tinggi, artinya memberikan penilaian netral antara hubungan struktural dengan efektivitas pengelolaan wisata. Artinya, belum cukup bukti bahwa hambatan struktural merupakan faktor penentu dari penilaian tingkat efektivitas pengelolaan wisata dan belum cukup bukti untuk H1 akan diterima. Berikut penjelasan selengkapnya dalam tabulasi silang Tabel 26.

Tabel 26 Jumlah dan persentase hambatan struktural terhadap efektivitas pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo 2015

No Hambatan Struktural

Efektivitas Pengelolaan Wisata

Total

Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

1 Rendah 9 60.0 3 20.0 3 20.0 15 100.0

2 Sedang 4 19.1 10 47.6 7 33.3 21 100.0

3 Tinggi 6 42.9 7 50.0 1 7.1 14 100.0

Total 19 38.0 20 40.0 11 22.0 50 100.0

Hubungan Hambatan Kultural dengan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Wisata Gunung Bromo

Berdasarkan hasil uji korelasi Rank Spearman pada Tabel 24, diperoleh nilai korelasi koefisien diperoleh sebesar -0,545** dengan signifikan 0,000-0,01 level (2-tailed). Sesuai aturan dalam menentukan nilai: 0,00 (tidak ada hubungan), 0,01- 0,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0,69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna). Maka dari hasil data tersebut dapat dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan kuat” dengan arah peubah yang satu dengan yang lain berlawanan (-). Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dapat dijabarkan seperti berikut:

H1: Terdapat hubungan antara hambatan kultural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

H0: Tidak terdapat hubungan antara hambatan kultural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

Penentuan hipotesis dalam penelitian ini digunakan kriteria (H1) Diterima jika r hitung > r tabel atau nilai signifikansi ≤α (0,05). Sesuai dengan uji statistik terhadap kedua variable diatas maka, didapatkan nilai 0,545** > 0,000 ≤α (0,05), nilai tersebut memenuhi batas nilai signifikansi sebesar < 0,01 dengan selang kepercayaan 99%. Dapat disimpulkan bahwa “Terdapat hubungan nyata (kuat) antara hambatan kultural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya H1 diterima dan H0 ditolak.

Tabel 27 menjelaskan jumlah dan persentase hasil tabulasi silang antara hambatan kultural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas (27 responden) merasakan adanya hambatan

kultural berada pada kategori sedang, dengan menunjukkan penilaian efektivitas pengelolaan yang sedang pula (40.7%). Selanjutnya, mayoritas masyarakat (12 responden) merasakan hambatan kultural pada kategori tinggi dengan menunjukkan penilaian efektivitas pengelolaan wisata yang rendah (75.0%). Aturan terujinya hubungan adalah apabila hambatan kultural rendah, maka efektivitas pengelolaan wisata tinggi begitupun sebaliknya. Namun, hasil menunjukkan nilai skor ke-1 hambatan kultural sedang diikuti dengan efektivitas yang sedang pula, dan pada nilai skor ke-2 yaitu sebanyak 12 responden merasakan adanya hambatan kultural yang tinggi dan memberi penilaian dengan menunjukkan nilai efektivitas pengelolaan wisata yang rendah (75.0%), sehingga cukup bukti untuk H1 akan diterima. Berikut penjelasan selengkapnya dalam tabulasi silang Tabel 27.

Tabel 27 Jumlah dan persentase hambatan kultural terhadap efektivitas pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo 2015

No Hambatan Kultural

Efektivitas Pengelolaan Wisata

Total Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ %

1 Rendah 0 0.0 6 54.5 5 45.5 11 100.0

2 Sedang 10 37.1 11 40.7 6 22.2 27 100.0

3 Tinggi 9 75.0 3 25.0 0 0.0 12 100.0

Total 19 38.0 20 40.0 11 22.0 50 100.0

Hubungan Hambatan Partisipasi dengan Efektivitas Pengelolaan Kawasan Wisata Gunung Bromo

Hasil uji korelasi Rank Spearman, pada variabel X secara keseluruhan, diperoleh nilai korelasi koefisien diperoleh sebesar -0,219 dengan signifikan 0,127. Sesuai aturan dalam menentukan nilai: 0,00 (tidak ada hubungan), 0,01- 0,09 (hubungan kurang berarti), 0,10-0,29 (hubungan lemah), 0,30-0,49 (hubungan moderat), 0,50-0,69 (hubungan kuat), 0,70-0,89 (hubungan sangat kuat), > 0,9 (hubungan mendekati sempurna). Maka dari hasil data tersebut dapat dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan yang lemah” dengan peubah arah yang berlawanan (-). Untuk memperjelas uji hipotesis dalam penelitian ini maka dapat dijabarkan seperti berikut:

H0: Tidak terdapat hubungan nyata antara hambatan partisipasi dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

H1: Terdapat hubungan nyata antara hambatan partisipasi dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata

Penentuan hipotesis dalam penelitian ini digunakan kriteria (H1) Diterima jika r hitung > r tabel atau nilai signifikansi ≤α (0,05). Sesuai dengan uji statistik terhadap kedua variable diatas maka, didapatkan nilai -0,219 > 0,127 ≤α (0,05), dan menyimpulkan bahwa “Tidak terdapat hubungan nyata (hubungan lemah) antara hambatan partisipasi dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, hal ini dikarenakan nilai hitung signifikasi lebih besar dari 0,05 artinya signifikan

kepecayaa 95% tidak tercapai atau kepercayaan kurang, sehingga HO diterima dan H1 ditolak.

Pada variabel ini uji hubungan hampir bisa saja dikatakan H1 diterima namun, hubungan berada pada selang “hubungan yang lemah”. Pada Tabel 28 dipaparkan jumlah dan persentase hasil tabulasi silang antara hambatan partisipasi dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas (21 responden) merasakan adanya hambatan partisipasi berada pada kategori rendah, dengan menunjukkan nilai persentase 42.8% pada efektivitas yang sedang. Selanjutnya, mayoritas masyarakat (15 responden) merasakan hambatan partisipasi pada kategori tinggi, dengan menunjukkan penilaian efektivitas pengelolaan wisata yang rendah (53.4%). Aturan terujinya hubungan adalah apabila hambatan partisipasi rendah, maka efektivitas pengelolaan wisata tinggi begitupun sebaliknya. Namun, hasil menunjukkan hambatan partisipasi yang rendah diikuti dengan efektivitas yang sedang, hal ini berarti walaupun tingkat hambatan partisipasi yang dirasakan rendah (tidak ada hambatan), belum tentu diikuti dengan nilai efektivitas pengelolaan wisata yang tinggi, seperti pada yang ditunjukkan pada tabel masih ada sebagian masyarakat (responden) yang menilai bahwa efektivitas rendah. Artinya, belum cukup bukti bahwa hambatan partisipasi merupakan faktor penentu dari penilaian tingkat efektivitas pengelolaan wisata dan belum cukup bukti untuk H1 akan diterima. Berikut penjelasan selengkapnya dalam tabulasi silang Tabel 28.

Tabel 28 Jumlah dan persentase hambatan partisipasi terhadap efektivitas pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo 2015

No Hambatan Partisipasi

Efektivitas Pengelolaan Wisata

Total Rendah Sedang Tinggi

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % 1 Rendah 6 28.6 9 42.8 6 28.6 21 100.0 2 Sedang 5 35.7 6 42.8 3 21.5 14 100.0 3 Tinggi 8 53.4 5 33.3 2 13.3 15 100.0 Total 19 38.0 20 40.0 11 22.0 50 100.0 IKHTISAR

Hubungan hambatan operasional (X1) dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata gunung bromo (Y) memiliki nilai korelasi koefisien yang diperoleh sebesar -0,089 dengan signifikan 0,537, dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan kurang berarti”, artinya “Tidak terdapat hubungan antara hambatan operasional dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya H0 diterima dan H1 ditolak, dan Hipotesis Pertama “Tidak Terbukti”. Hubungan hambatan struktural (X2) dengan efektivitas pengelolaan Kawasan Wisata Gunung Bromo (Y) memiliki nilai korelasi koefisien diperoleh sebesar 0,049 dengan signifikan 0,736, dikatakan dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan kurang berarti”, artinya “Tidak terdapat hubungan antara hambatan struktural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya H0 diterima dan H1 ditolak, dan Hipotesis

Kedua “Tidak Terbukti”. Hubungan hambatan kultural (X3) dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata gunung bromo (Y) memiliki nilai korelasi koefisien diperoleh sebesar 0,545** dengan signifikan 0,000- 0,01 level (2-tailed), dapat dikatakan kedua variable memiliki arti “hubungan kuat”, artinya “Terdapat hubungan antara hambatan kultural dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya H1 diterima dan H0 ditolak, dan Hipotesis Ketiga “Terbukti”. Secara keseluruhan hubungan hambatan partisipasi (X) dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata gunung bromo (Y) menyatakan “Tidak terdapat hubungan nyata (hubungan lemah) antara hambatan partisipasi dengan efektivitas pengelolaan kawasan wisata”, artinya HO diterima dan H1 ditolak, dan Hiotesis keseluruhan (mayor) “Tidak terbukti”.

Dokumen terkait