• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III CITRA PEREMPUAN DALAM FILM PEREMPUAN TANAH

3.3 Citra Sosial Perempuan

3.3.2 Citra Perempuan dalam Masyarakat

Selain peran dalam keluarga, citra sosial perempuan juga berperan dalam masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya memerlukan manusia lain. Demikian juga bagi perempuan, hubungannya dengan manusia lain itu dapat bersifat khusus maupun umum tergantung pada bentuk sifat hubungan itu.

(Sugihastuti, 2000:132).

Dalam aspek masyarakat, menjelaskan bagaimana perempuan melakukan interaksi sosial dan cara mereka bersikap terhadap masyarakat. Hubungan perempuan dalam masyarakat dimulai dari hubungannya dengan orang-seorang, antar orang, sampai ke hubungan dengan masyarakat umum. Termasuk ke dalam hubungan orang-seorang adalah hubungan perempuan dengan laki-laki dalam masyarakat. Hal penting yang mengawali citra sosial perempuan adalah citra dirinya (Sugihastuti, 2000:142 - 144).

Upaya mengungkapkan citra perempuan dalam masyarakat yang tersaji pada film Perempuan Tanah Jahanam, diawali penulis dengan mengidentifikasi opening scene saat Maya dan Dini bekerja sebagai penjaga gerbang tol. Adegan tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa perempuan dengan segala potensi dalam dirinya, tetap memiliki peluang untuk berada pada ranah publik.

81

Perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang setara dengan laki-laki dalam mengembangkan profesionalitas kariernya.

Pada scene tersebut disisipkan pula dialog yang berisi kekesalan Maya terhadap tetangganya yang menspekulasikan Maya sebagai pelacur karena kebiasannya pulang ke rumah pada dini hari. Adegan ini sekaligus mewakili polemik yang membenang dalam superstruktur masyarakat kita. Ditandai dengan kelanggengan ‘kredo’, apabila perempuan pulang ke rumah larut malam pasti telah melakukan hal-hal buruk yang melanggar norma. Stereotip ini kerap terbersit dalam benak masyarakat tanpa pernah mengindahkan kejadian sebenarnya.

Beralih ke pembahasan seputar citra perempuan dalam masyarakat yang terbentuk di Desa Harjosari. Hierarki berpikir Joko Anwar selaku sutradara Perempuan Tanah Jahanam cenderung menyoroti isu-isu patriarkis dalam budaya masyarakat desa. Hal ini tampak pada alur cerita dan potongan-potongan adegan dalam film Perempuan Tanah Jahanam. Pola berpikir Joko Anwar merujuk pada fakta sosial bahwa budaya patriarki dalam lingkungan perdesaan masih dominan.

Meskipun keseluruhan alur film dilandasi oleh pola kehidupan masyarakat yang mengutamakan kedudukan laki-laki, tersirat aspirasi sang sutradara yang ingin mendobrak stereotip negatif mayoritas masyarakat kita. Streotip yang mengatakan bahwa perempuan dikonsepsikan hanya bisa macak, masak, manak, di luar itu merupakan pekerjaan laki-laki.

Pengetahuan tanpa disertai rujukan dan interpretasi yang tepat maka akan menghasilkan pola yang salah. Asumsi inilah yang ingin ditunjukkan Joko Anwar pada film garapannya, Perempuan Tanah Jahanam. Joko merepresentasikan

82

aspirasi feminisme melalui karakter keempat tokoh utama perempuan yang tangguh, pemberani, mandiri dan energik.

Gambaran yang kuat mengenai kokohnya posisi laki-laki dalam budaya masyarakat desa tercermin dalam setiap adegan Ki Saptadi (kepala Desa Harjosari) yang menenggelamkan jabang bayi tanpa persetujuan sang ibu. Sebagai seorang pemimpin desa, Saptadi selalu berbuat sewenang-wenang terhadap warganya.

Saptadi merasa berkuasa untuk mengatur dan memutuskan setiap tindakan yang dianggapnya benar tanpa izin siapapun.

Sikap despotik tersebut sampai pada taraf tatkala Saptadi tidak segan untuk melakukan tindak kekerasan terhadap warga desa khususnya sang ‘ibu bayi’ yang mencoba memberontak atau membantah perintahnya. Sikap Saptadi ini merupakan bentuk praktik penindasan terhadap perempuan yang dilakukannya terus menerus tanpa memedulikan hak fundamental perempuan sebagai ibu dari anak yang dikandung dan dilahirkannya.

Manifestasi budaya patriarki terhadap kedudukan perempuan di Desa Harjosari dalam Perempuan Tanah Jahanam, secara impilisit direpresentasikan melalui status Saptadi sebagai kepala desa Harjosari. Hal ini dilandasi dengan pola berpikir masyarakat desa yang memandang bahwa perempuan merupakan makhluk irrasional dan emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin.

Terbukti melalui scene saat seorang pria yang merupakan asisten pribadi Saptadi membentak tokoh perempuan yang mencoba menyuarakan pendapatnya kepada kepala Desa Harjosari itu. Tindakan ini mengakibatkan langgengnya sikap yang menjadikan perempuan sebagai entitas yang ditempatkan pada posisi tidak

83

penting dengan derajat paling rendah. Laki-lakilah yang dianggap dominan sehingga paling pantas berada di pusat. Perempuan hanya sebagai konco wingking atau dalam istilah bahasa Jawanya “swargo nunut neroko katut”. Pada akhirnya, Ideologi negatif yang disuntikkan para misoginis tersebut berhasil menginternalisasi perempuan.

Karena kedudukannya yang dianggap lebih tinggi dibandingkan kaum perempuan, laki-laki di Desa Harjosari merasa superior. Mereka merasa bebas serta pantas melampaui batasan yang ada untuk berekspresi dan mengaktualisasikan dirinya di segala sendi kehidupan tanpa mengindahkan kaum perempuan. Bentuk

‘ekspresi’ itu tercermin dalam salah satu adegan ketika tokoh Ratih yang sedang hamil muda dilecehkan oleh dua orang laki-laki di rumahnya sendiri. Budaya patriarkis semacam inilah yang menyelimuti Desa Harjosari dalam Perempuan Tanah Jahanam.

Tak hanya itu, ketimpangan dalam kultur masyarakat Desa Harjosari juga terwujud pada kisah pilu Nyi Misni yang termarginalkan dan tak mampu berbuat apa-apa setelah dihamili oleh majikannya sendiri. Dalam Perempuan Tanah Jahanam, diceritakan bahwa Nyi Misni terpaksa mengalah dan menarik diri saat hak-hak esensialnya sebagai perempuan tidak dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa realitas sosial seringkali memperlihatkan ketidakadilannya.

Ketidakadilan ini muncul akibat direduksi oleh pandangan yang bersumber dari sistem nilai kepercayaan masyarakat. Golongan masyarakat ini memandang bahwa semakin rendah status sosial seseorang, semakin besar pula kemungkinan direnggutnya hak-hak mereka sebagai manusia. Dalam Perempuan Tanah

84

Jahanam, akibat pekerjaan Nyi Misni yang hanya seorang pembantu rumah tangga, membuat sang majikan membelakanginya dan hanya memandangnya sebelah mata.

Hasilnya, majikan Nyi Misni tak merasa bertanggungjawab atas segala perbuatan nista yang telah dilakukannya pada Nyi Misni.

Isu patriarkis juga tersirat dalam problematika kisah masa lalu tokoh Nyi Misni. Hal ini direfleksikan melalui kedudukan majikan Nyi Misni di Desa Harjosari. Majikan Nyi Misni merupakan seorang pria kaya raya yang pada saat itu menjabat sebagai kepala desa Harjosari dan sangat dihormati warganya. Hal tersebut menimbulkan adanya disparitas sosial antara laki-laki kelas atas dengan perempuan yang berada di lapisan bawah (merujuk pada peran Nyi Misni &

majikannya). Laki-laki dengan status sosial tinggi seolah memiliki privilege untuk melakukan apa saja pada orang-orang khususnya perempuan yang dianggapnya lemah. Paham ini tercermin dalam citra diri tokoh sang kepala desa.

Ideologi patriarki semacam itulah yang menyebabkan perempuan dikontrol dan dikuasai sepenuhnya oleh lelaki. Sayangnya, diceritakan dalam Perempuan Tanah Jahanam, Nyi Misni mengambil sikap yang salah sebagai bentuk perlawanannya terhadap dominasi laki-laki tersebut. Ia menggunakan ilmu hitam sebagai alat untuk memusnahkan kehidupan sang majikan beserta keluarganya.

Alih-alih membalaskan dendam, langkah nekat Nyi Misni justru secara konstan menjerumuskan dirinya, anak tunggalnya (Saptadi) beserta seluruh warga Desa Harjosari pada jurang petaka.

Berdasarkan pemaparan di atas, secara substansial dapat disimpulkan bahwa citra perempuan dalam masyarakat yang tercermin pada film Perempuan Tanah

85

Jahanam tidaklah harmonis. Ketidakrukunan relasi ini dilatarbelakangi oleh terbinanya sejumlah problematika antar orang-seorang, hingga ke hubungan yang berkenaan dengan masyarakat umum.

3.4 Rangkuman

Pada bab 3 ini telah dianalisis rumusan masalah kedua, yaitu citra perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Citra perempuan dalam film ini terbagi ke dalam dua faset, yakni citra diri perempuan dan citra sosial perempuan. Citra diri perempuan terdiri atas aspek fisik dan psikis, sedangkan citra sosial perempuan meliputi peran perempuan dalam keluarga dan perempuan dalam masyarakat.

Citra para tokoh perempuan dari aspek fisik menggambarkan para tokoh perempuan yang dapat mengalami kehamilan dan melahirkan. Tokoh Ratih dan Nyi Misni merupakan kedua tokoh perempuan yang mengalami hal tersebut. Ratih dalam Perempuan Tanah Jahanam diceritakan sedang mengandung anak pertamanya. Nyi Misni merupakan seorang ibu tunggal yang melahirkan anak semata wayangnya, Saptadi. Namun, kehamilan dan melahirkan tidak dialami oleh kedua tokoh lainnya, yakni Maya dan Dini. Diceritakan bahwa Maya dan Dini merupakan perempuan muda yang berpenampilan fisik maskulin dan tidak menjalin hubungan dengan laki-laki manapun. Sehingga, citra fisik perempuan yang dicirikan dengan kemampuannya dalam menghasilkan keturunan tidak dapat dibuktikan pada tokoh Maya dan Dini.

Sedangkan dari aspek psikis para tokoh perempuan digambarkan sebagai makhluk psikologis, makhluk berpikir, berperasaan, dan beraspirasi. Walaupun

86

tokoh Maya dan Dini belum menikah dan menjadi seorang ibu, mereka tetap dapat merasakan gejolak dalam hati dan akalnya sebagai seorang perempuan. Hal ini tergambar pada momen yang ditampilkan dalam film, saat tokoh Maya merasakan guncangan dalam dirinya sebab tidak pernah mengetahui siapa keluarganya. Begitu pula dengan Dini, yang memiliki orangtua namun seperti hidup sebatang kara.

Tokoh Ratih ditampilkan sebagai sosok perempuan yang memiliki perasaan lembut dan sabar. Ratih selalu bersedia menolong Maya dalam menghadapi permasalahan yang menimpanya. Sedangkan Nyi Misni merupakan tokoh perempuan antagonis yang memiliki perasaan destruktif akibat kendali ilmu hitam serta kisah masa lalunya yang kelam.

Citra perempuan dalam keluarga, menganalisis bagaimana tokoh perempuan merawat dan mendidik anak, mengelola rumah tangga serta cara mereka dalam memenuhi perekonomian keluarga dengan pekerjaannya masing-masing.

Tokoh Ratih mendedikasikan hidupnya untuk mengurus sang suami dan calon anak yang sedang dikandungnya. Ratih memenuhi kebutuhan keluarganya dengan berjualan makanan pada sebuah kedai kecil, di Desa Harjosari.

Tokoh Nyi Misni merupakan ibu tunggal yang berhasil merawat dan membesarkan putranya seorang diri tanpa didampingi sosok suami. Walaupun Nyi Misni memiliki watak yang jahat, ia tidak pernah meninggalkan tanggungjawabnya sebagai seorang ibu bagi Saptadi. Sementara itu, citra perempuan dalam keluarga tidak tercermin pada diri tokoh Maya dan Dini, sebab dalam film, keduanya diceritakan hidup tanpa keluarga.

87

Citra perempuan dalam masyarakat menggambarkan bagaimana para tokoh perempuan menjalin hubungan dengan manusia lain yang dapat bersifat khusus maupun umum, tergantung kepada bentuk relasi tersebut. Dalam Perempuan Tanah Jahanam, tokoh Maya dan Dini memiliki hubungan persahabatan yang baik.

Keduanya selalu bersama-sama dalam kondisi apapun. Diceritakan pula bahwa tokoh Maya tidak menjalin relasi yang baik dengan tetangganya karena para tetangga seringkali mengasumsikan Maya sebagai pelacur karena selalu bekerja di malam hari. Sedangkan pada tokoh Nyi Misni dan Ratih, hubungannya dengan masyarakat Desa Harjosari dapat dikatakan tidak harmonis karena kultur desa yang cenderung memarginalkan perempuan dan meninggikan laki-laki.

Penelitian citra perempuan atau the women image ini merupakan suatu jenis sosiologi yang menganggap bahwa karya sastra dapat digunakan sebagai bukti adanya berbagai jenis peranan perempuan. Peran-peran tersebut terkait dengan kesadaran perempuan akan potensi yang mereka miliki serta posisi mereka dalam masyarakat di tengah genggaman kekuasaan laki-laki. Keterkaitan antara citra perempuan dan kekuasaan patriarki akhirnya terlihat jelas. Tercermin pada kajian citra perempuan pada bab ini yang membabitkan disrupsi feminitas berupa hegemoni patriarki. Hegemoni ini menghujam sangat dalam pada praktik budaya di lingkungan perkotaan maupun perdesaan seperti yang digambarkan dalam film Perempuan Tanah Jahanam. Hasilnya, mayoritas tingkatan kepemimpinan berjaya dimonopoli laki-laki, sedangkan perempuan hanya sebatas mengurusi persoalan reproduksi. Citra perempuan dalam kajian ini telah menemukan aspek-aspek utama yang membentuk image perempuan sekaligus perbedaannya dengan kaum laki-laki.

88

Tabel 3. Citra diri perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam

No Tokoh dirinya maupun luar dirinya.

Hal ini dibuktikan dengan adegan Maya yang seringkali merasakan guncangan dalam dirinya, karena sejak kecil ia sama sekali tidak mengetahui siapa keluarganya. menikah dan menjadi seorang ibu, Dini tetap memiliki pemikiran untuk menanggapi

89 melakukan kegiatan-kegiatan kerumahtanggan.

keadaan dalam dirinya maupun luar dirinya.

3. Ratih Berpenampilan fisik sederhana tanpa polesan perempuan Jawa yang identik dengan psikologi yang sabar, setia, rajin, positif, serta menerima. Ratih tengah mengandung anak pertamanya hingga membuat psikis Ratih lebih sensitif dalam menanggapi keadaan di dalam maupun di luar dirinya.

4. Nyi Misni Berpenampilan fisik selayaknya lansia pada

90 turut berimplikasi pada citra psikis tokoh Nyi Misni.

Tabel 4. Citra sosial perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam

No Tokoh

91 Harjosari karena kultur desa

yang cenderung

memarginalkan perempuan dan lebih meninggikan laki-laki. Sehingga ruang gerak tokoh Ratih sangat terbatas.

92 4. Nyi Misni Walaupun dikenal

berwatak antagonis, Nyi

Misni sangat

bertanggungjawab dengan keluarga kecilnya. Ia merupakan ibu yang protektif bagi putra semata wayangnya Saptadi. Ia berhasil berjuang seorang diri dalam mendidik dan membesarkan Saptadi hingga dewasa tanpa didampingi sosok suami.

Serupa dengan Ratih, tokoh Nyi Misni juga memiliki hubungan yang tidak begitu baik dengan masyarakat Desa Harjosari karena kultur desa yang masih melanggengkan budaya patriarki dan adanya disparitas sosial antara orang-orang dengan strata sosial yang tinggi dan yang memiliki strata sosial rendah seperti Nyi Misni.

93 BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi struktur film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar, yang meliputi unsur naratif dan juga unsur simenatik serta mengidentifikasi citra perempuan yang tercermin dalam film Perempuan Tanah Jahanam ini. Analisis struktur film digunakan sebagai pijakan/dasar identifikasi dan interpretasi terhadap citra perempuan yang terwujud dalam Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kritik sastra feminis. Pendekatan feminisme dalam kajian sastra lebih dikenal sebagai kritik sastra feminis yakni studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, bukan upaya melawan pranata sosial, budaya seperti perkawinan, rumah tangga, maupun bidang publik. Feminisme merupakan gerakan perempuan untuk memperoleh otonomi atau kebebasan dalam menentukan dirinya sendiri.

Analisis suatu karya sastra yang dalam hal ini berupa film dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis berhubungan dengan konsep membaca sebagai perempuan (reading as woman). Peneliti dalam memahami karya sastra harus menggunakan kesadaran khusus, yaitu kesadaran bahwa jenis kelamin banyak berhubungan dengan masalah keyakinan, ideologi, dan wawasan hidup.

Kesadaran khusus membaca sebagai perempuan merupakan aspek esensial dalam kritik sastra feminis.

94

Data penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer diambil dari film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar yang dirilis pada 17 Oktober 2019. Sedangkan data sekunder diambil melalui majalah, buku-buku, ensiklopedi, jurnal online dan lain sebagainya. Hasil analisis penelitian ini berupa kesimpulan mengenai struktur film dan citra perempuan dalam bentuk deskriptif.

Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II menguraikan struktur film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Bab III menguraikan citra perempuan yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam. Bab IV memuat penutup yang terbagi atas kesimpulan dan saran.

Pada bab 2, peneliti telah menganalisis rumusan masalah yang pertama, yaitu struktur film dalam Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Struktur film yang terdapat dalam Perempuan Tanah Jahanam terdiri atas dua unsur, yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berisi uraian terkait tokoh, konflik

& masalah, lokasi serta waktu. Sedangkan unsur sinematik meliputi mise-en scene, sinematografi, editing, dan suara.

Unsur naratif membahas mengenai suatu rangkaian peristiwa dalam film, terdiri atas unsur ruang dan waktu yang terpaut oleh hukum logika kausalitas (sebab-akibat). Hukum kausalitas ini bergabung dengan unsur ruang dan waktu sebagai elemen utama pembentukan sebuah film. Perempuan Tanah Jahanam yang

95

merupakan besutan sutradara Joko Anwar secara khusus menghadirkan sejumlah aktor kenamaan Indonesia untuk berperan dalam film ini. Mereka adalah Tara Basro, Marissa Anita, Christine Hakim, Asmara Abigail, Ario Bayu, Faradina Mufti dan Zidni Hakim.

Dalam film ini terdapat empat central character yang semuanya berjenis kelamin perempuan, yakni Maya yang diperankan oleh Tara Basro, Dini yang diperankan oleh Marissa Anita, Ratih yang diperankan oleh Asmara Abigail serta Nyi Misni yang diperankan oleh Christine Hakim. Selain empat karakter utama, dihadirkan pula tiga karakter tambahan (peripheral character) yang peranannya tak kalah penting dalam menghidupkan kisah Perempuan Tanah Jahanam. Ketiga tokoh sampingan tersebut adalah Saptadi (Ario Bayu), Nyai Shinta (Faradina Mufti) dan Donowongso (Zidni Hakim).

Maya (Tara Basro) merupakan jantung dari kisah Perempuan Tanah Jahanam. Diceritakan bahwa Maya merupakan anak yatim piatu yang terpaksa memperjuangkan hidupnya sendiri tanpa didampingi keluarga. Realitas getir yang harus ditelan Maya setiap hari telah membentuk dirinya menjadi perempuan yang mandiri, tangguh dan berani. Maya memiliki sahabat karib bernama Dini yang senantiasa berada di sisinya dalam keadaan apapun. Tokoh Dini merupakan sosok yang lebih aktif menghidupkan suasana pada awal film. Karakternya yang outspoken membumbui Perempuan Tanah Jahanam dengan dialog-dialog jenakanya. Sebagai seorang sahabat, Dini sangat menyayangi Maya hingga sanggup berkorban demi mendampingi Maya beserta segala permasalahan dalam hidupnya.

96

Tokoh Ratih dalam Perempuan Tanah Jahanam merupakan penduduk Desa Harjosari yang memegang karakter protagonis perempuan. Sosok Ratih akan mampu menyita empati penonton dengan kepribadiannya yang positif dan suportif.

Selanjutnya, dihadirkan pula tokoh antagonis perempuan bernama Nyi Misni yang diperankan oleh Christine Hakim. Dalam film ini, Nyi Misni berperan sebagai ibu dari Ki Saptadi (kepala Desa Harjosari). Nyi Misni merupakan pemantik konflik utama dengan pembawaan watak jahatnya.

Saptadi, anak dari Nyi Misni, yang diperankan oleh Ario Bayu diceritakan pernah menjalin relasi gelap dengan Nyai Shinta yang merupakan istri dari seorang pria bangsawan, Ki Donowongso. Dalam film diceritakan bahwa Saptadi hidup dalam genggaman sang ibu, Nyi Misni. Nyai Shinta (Faradina Mufti) dan Donowongso (Zidni Hakim) dalam Perempuan Tanah Jahanam memiliki hidup yang berakhir tragis sebab menjadi korban kekejaman Nyi Misni dan putranya Saptadi hingga merenggut nyawa keduanya.

Perempuan Tanah Jahanam menyajikan sebuah drama keluarga dengan balutan adat budaya bersentuhan dengan ilmu hitam. Narasi film ini bukanlah sebuah urban legend, namun merupakan kisah yang dapat terjadi dengan siapa saja.

Berawal dari cerita perjuangan hidup Maya dan Dini, dua perempuan kota yang bekerja keras setiap harinya agar dapat bertahan hidup. Maya dan Dini tidak memiliki pertalian darah namun relasi keduanya sudah seperti saudara kandung.

Suatu ketika, Maya mendapatkan informasi kalau dirinya merupakan keturunan keluarga kaya raya yang berdiam di sebuah desa terpencil bernama Harjosari.

97

Mengetahui hal itu, Maya beserta Dini bertekad menuju Desa Harjosari demi mendapatkan penerangan terkait harta warisan keluarga Maya yang kemungkinan besar tertinggal di desa tersebut. Konflik dan masalah semesta Perempuan Tanah Jahanam bermula dari sini. Desa dan kota selalu menjadi dua wilayah yang bertolak belakang. Desa yang penuh kesederhanaan dan kota dengan gemerlap kemewahan, desa yang selalu diselimuti keramahan dan kota kerap arogan. Tapi, dalam Perempuan Tanah Jahanam, desa dan kota memiliki satu kesamaan; malam yang kelam. Upaya bertahan hidup sekaligus menyingkap tabir masa lalu menjadi outline jagat Perempuan Tanah Jahanam.

Dibutuhkan usaha dan tenaga ekstra untuk menemukan lokasi syuting yang sesuai dengan kebutuhan skenario film. Joko Anwar selaku sutradara film Perempuan Tanah Jahanam pada akhirnya memilih desa-desa terpencil di sekitar Jawa Timur sebagai lokasi syuting film garapannya. Hal ini dilakukan guna memberi kesan real ‘tanah jahanam’ sesuai dengan judul filmnya. Terdapat tiga lokasi utama yang menjadi tempat terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam Perempuan Tanah Jahanam. Ketiga lokasi tersebut adalah Desa Harjosari, Rumah keluarga Maya dan juga Rumah Ki Saptadi beserta ibunya.

Sebuah cerita dalam film tidak mungkin terjadi tanpa adanya unsur waktu.

Terkait waktu maupun perkembangan plot Perempuan Tanah Jahanam, secara keseluruhan dituturkan dengan pola linear (berurutan) tanpa adanya penundaan tempo yang signifikan sehingga tidak akan mempersulit penonton dalam memahami serta menikmati rentetan alur ceritanya.

98

Sinematik menguraikan unsur-unsur pembangun sebuah film yang bersifat teknik. Selaras dengan konflik dan masalah yang terbentuk, mise-en scene film Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan berisi mengenai petualangan dan pergelutan tokoh Maya maupun Dini dalam menyelami misteri Desa Harjosari.

Kisah sepasang sahabat itu seolah dikemas dalam bentuk puzzle yang harus dirangkai satu-persatu oleh para penonton untuk menemukan esensi ceritanya.

Suguhan horor dengan selubung misteri, dilengkapi pula oleh unsur black magic Jawa yang cukup kental, Perempuan Tanah Jahanam berhasil menciptakan efek ketakutan yang ‘tak biasa’ bagi para penikmat filmnya.

Dalam Perempuan Tanah Jahanam, yang ditawarkan bukan sekadar ketakutan namun juga pengalaman sinematik. Teknik sinematografi yang cantik

Dalam Perempuan Tanah Jahanam, yang ditawarkan bukan sekadar ketakutan namun juga pengalaman sinematik. Teknik sinematografi yang cantik