• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.7 Landasan Teori

1.7.2 Kritik Sastra Feminis

Arti kritik sastra feminis secara sederhana adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus dan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia. Jenis kelamin itu membuat banyak perbedaan diantara semuanya dalam sistem kehidupan manusia.

Ada asumsi bahwa wanita memiiki persepsi yang berbeda dengan laki-laki dalam membaca sastra (Sugihastuti, 2010:140).

Kritik sastra feminis merupakan kenyataan konstruksi sosial gender yang mendorong citra perempuan masih belum dapat memenuhi cita-cita persamaan hak

20

antara laki-laki dan perempuan. Kesadaran akan ketimpangan struktur, sistem, dan tradisi masyarakat di berbagai bidang (Sugihastuti, 2010:19).

Culler dalam Sugihastuti (2010:20) menyatakan bahwa ritik sastra feminis mempermasalahkan asumsi tentang perempuan yang berdasarkan paham tertentu selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan yang kemudian menimbulkan isu tertentu tentang pengarang. Selain itu, kritik ini berusaha mengidentifikasi suatu pengalaman dan perspektif pemikiran laki-laki dan cerita yang dikemas sebagai pengalaman manusia dalam sastra.

Ruthven dalam Sugihastuti (2010:23) beranggapan bahwa masalah lain ialah adanya kebiasaan bahwa perempuan cenderung hanya dilihat dalam hubungannya dengan laki-laki. Padahal karya sastra seharusnya memberikan model-model peran, menyaring rasa identitas perempuan dengan menggambarkan perempuan seperti apakah mereka, mengaktualisasi dengan identitas yang tidak tergantung dengan laki-laki.

Culler dalam Sugihastuti dan Suharto (2002:7) menyatakan bahwa batasan umum kritik sastra feminis adalah “membaca sebagai perempuan”. “Membaca sebagai perempuan” merujuk pada kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra.

Hal ini mengungkapkan citra perempuan yang dilakukan dengan menggunakan kritik sastra feminis yang bersifat kualitatif sehingga data-data yang mendeskripsikan status dan peran perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan (Sugihastuti, 2010:25).

21 1.7.3 Teori Feminisme

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, politik, dan ideologi yang berupaya mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender.

Feminisme sebagai gerakan, mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentrasformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan kata lain, hakikat feminisme adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak melulu memperjuangkan soal perempuan belaka (Mansour, 2003:99).

Faruk dalam Sugihastuti (2010:94) menyatakan bahwa feminisme muncul sebagai sebuah upaya perlawanan atas berbagai upaya kontrol laki-laki di atas.

Asumsi bahwa perempuan telah ditindas dan dieksploitasi menghadirkan anggapan bahwa feminisme merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Salah satu alasan yang mendukung hal ini adalah kenyataan bahwa feminisme tidak hanya memperjuangkan masalah gender, tetapi juga masalah kemanusiaan atau memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Istilah feminisme tidak dapat diparalelkan begitu saja dengan istilah feminim sebab laki-laki yang feminis pun ada dan dia tidak harus berperilaku kefeminiman. Akan tetapi, banyaknya feminis laki-laki juga dapat menimbulkan masalah.

Susilastuti dalam Sugihastuti (2010:63) menyatakan bahwa feminisme apa pun alirannya dan di mana pun tempatnya muncul sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan

22

dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria biologis, melainkan juga sampai kriteria sosial dan budaya.

Selain itu, perlu dicatat pula bahwa feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti intuisi rumah tangga dan perkawinan, maupun upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya melainkan merupakan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih, dalam Sugihastuti, 2010:63).

Menurut Salden dalam Pradopo (2002:137) pengkajian sastra berspektif feminis terdiri atas lima fokus; (1) biologi, yang sering menempatkan perempuan lebih inferior, lembut, lemah, dan rendah, (2) pengalaman, seringkali wanita dipandang memiliki pengalaman terbatas, masalah menstruasi, melahirkan, menyusui, dan seterusnya, (3) wacana, biasanya wanita lebih rendah penguasaan bahasa, sedangkan laki-laki memiliki “tuntutan kuat”. Akibat dari semua ini akan menimbulkan stereotip yang negatif pada diri wanita, (4) proses ketidaksadaran, secara diam-diam penulis feminis telah meruntuhkan otoritas laki-laki. Seksualitas wanita bersifat revolusioner, subversif, beragam, dan terbuka, (5) pengarang feminis biasanya sering menghadirkan tuntutan sosial dan ekonomi yang berbeda dengan laki-laki. Dari berbagai fokus tersebut, peneliti sastra yang berhaluan feminis dapat memusat pada beberapa pilihan saja agar lebih mendalam.

1.7.4 Citra Perempuan

Citra wanita ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresikan oleh wanita (Indonesia). Kata citra wanita diambil

23

dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran, pendengaran, penglihatan, perabaan, dan pencecapan tentang wanita (Sugihastuti, 2000:45).

Identifikasi citra perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam digunakan untuk melihat perempuan yang direpresentasikan melalui karya sastra.

Untuk mengungkapkan citra perempuan tersebut, dapat ditelusuri melalui peran tokoh perempuan dalam masyarakat.

Citraan merupakan cermin yang dapat berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat, dan merupakan unsur dasar konsep citra wanita (Sugihastuti, 2000:45).

Citra perempuan juga merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai aspeknya yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2000:7).

Citra perempuan dalam karya sastra penting untuk dikaji karena dapat mengungkapkan pandangan-pandangan atau ide-ide tentang perempuan, bagaimana posisi dan perempuan dalam masyarakat dan potensi yang dimiliki perempuan di tengah kekuasaan patriarki dalam karya sastra (Ruthven, 1984:24).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori film dan semua hal yang melingkupinya akan dipakai untuk menganalisis rumusan masalah yang pertama terkait dengan struktur film Perempuan Tanah Jahanam. Sedangkan, teori kritik sastra feminis dan feminism dipakai untuk menganalisis rumusan

24

masalah yang kedua yaitu kajian terhadap citra perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

1.8 Metode Penelitian

Terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pengumpulan data, analisis data, serta penyajian hasil analisis data. Berikut dipaparkan ketiga tahapan tersebut.

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti.

Pawito (25:2007) menjelaskan bahwa data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dapat berupa teks, foto, cerita, gambar, serta artifact dan bukan berupa angka yang dapat dihitung.

Data primer diambil dari film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar yang dirilis pada 17 Oktober 2019. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan, melainkan melalui pihak lain yang telah dipublikasikan secara resmi dan relevan untuk dijadikan sebagai sumber data dan informasi. Data sekunder dalam penelitian ini berupa majalah, buku-buku, ensiklopedi dan lain sebagainya.

Data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya berupa informasi kategori substansif yang sulit dinumerasikan. Secara garis besar, data dalam penelitian kualitatif dikelompokan menjadi tiga jenis yaitu : data yang diperoleh dari hasil observasi, data interview serta data berupa dokumen, teks atau karya seni yang dinarasikan (Pawito, 2007:96). Karya seni yang dimaksudkan dalam hal ini adalah

25

gambar, film, patung, musik dan lainnya (Sugiyono, 2011:240). Berdasarkan klasifikasi jenis data kualitatif tersebut maka data dalam penelitian ini adalah sebuah karya seni yang dinarasikan dalam bentuk film (Perempuan Tanah Jahanam).

Pada penelitian kualitatif, teori secara mutlak dibutuhkan sebagai acuan penelitian. Teori sebagai hasil proses induksi dan deduksi dari pengamatan terhadap fakta. Teori pada dasarnya merupakan hasil akhir dari penelitian kualitatif yang disusun melalui proses pengumpulan data, menguji keabsahan data, interpretasi data dan menyusun teori (Purhantara, 2010:58).

Berhubungan dengan upaya pengumpulan data, maka hal utama yang menentukan kualitas data ialah metode pengumpulan data dan instrumentnya.

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi alat utama adalah peneliti sendiri.

Dikarenakan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa karya sastra/seni yang dinarasikan dalam (film), maka metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :

1. Mengamati secara langsung film Perempuan Tanah Jahanam.

2. Menyimak dan mengamati kata demi kata dalam dialog (skrip) serta setiap adegan maupun gerakan tubuh yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam, dengan memperhatikan bagaimana citra perempuan disajikan dalam film tersebut.

3. Mencatat, mengkategorikan serta mengemukakan temuan - temuan yang dinilai penting dan menarik (citra diri & citra sosial perempuan), berdasarkan permasalahan yang akan diteliti sebagai sumber data.

26

4. Sebagai proses pengecekan atas hasil, penulis akan mempertimbangkan dan mengambil keputusan terkait data mana yang harus dianalisis serta disajikan.

1.8.2 Metode Analisis Data

Langkah berikutnya adalah analisis data. Setelah data terklarifikasi, kemudian data dianalisis menggunakan metode analisis isi. Dalam ilmu sosial, isi yang dimaksudkan berupa masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik, termasuk propaganda. Jadi, keseluruhan isi dan pesan komunikasi dalam kehidupan manusia.

Tetapi dalam karya sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan, yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra (Ratna, 2012:48).

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu hasil analisis data pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif (Ratna, 2012:46). Kualitatif berarti memperoleh pemahaman mendalam, mengembangkan teori, mendeskripsikan realitas dan kompleksitas sosial. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif akan diupayakan untuk mencari pemahaman tentang kenyataan dari segi perspektif, dari orang yang memang ahli di bidangnya. Dalam proses penelitian, data yang diperoleh tidak ada yang salah karena data akan dianggap benar semua (Purhantara, 2010:59).

Hasil analisis penelitian ini berupa kesimpulan mengenai struktur film dan citra perempuan dalam bentuk deskriptif.

1.8.4 Sumber Data

Karya sastra berupa film yang menjadi objek penelitian ini memiliki identitas sebagai berikut.

27 Judul : Perempuan Tanah Jahanam Sutradara : Joko Anwar

Penulis naskah : Joko Anwar Sinematografer : Ical Tanjung Penyunting : Dinda Amanda Bahasa : Indonesia Produksi : Rapi Films Durasi film : 106 menit

Produser : Shanty Harmayn, Tia Hasibuan, Aoura Lovenson Chandra.

Pemeran : Tara Basro (Maya), Marissa Anita (Dini), Christine Hakim (Nyi Misni), Asmara Abigail (Ratih), Ario Bayu (Ki Saptadi), Faradina Mufti (Nyai Shinta), Zidni Hakim (Ki Donowongso)

Penata musik : Aghi Narottama, Bemby Gusti, Tony Merle, Rahayu Supanggah.

Tanggal rilis : 17 Oktober 2019 (Indonesia), 26 Januari 2020 (Amerika Serikat), 06 Februari 2020 (Malaysia).

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II menguraikan struktur film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Bab III menguraikan citra perempuan yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam. Bab IV memuat penutup yang terbagi atas kesimpulan dan saran.

28 BAB 2 STRUKTUR FILM

PEREMPUAN TANAH JAHANAM

2.1 Pengantar

Dalam Bab 2 akan dibahas mengenai struktur film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Struktur film memuat unsur-unsur pokok pembentuk film. Unsur-unsur pembentuk film terbagi menjadi dua, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif film terbagi menjadi empat, yakni tokoh, konflik &

masalah, lokasi dan waktu. Unsur sinematik film juga terbagi menjadi empat aspek, meliputi mise-en scene, sinematografi, editing, dan suara. Dengan demikian, penggunaan struktur film dalam penelitian ini merupakan bentuk konstruksi terhadap essential element pembentuk film Perempuan Tanah Jahanam yang memuat aspek-aspek penceritaan serta aspek-aspek teknisnya.

2.2 Unsur Naratif

Naratif merupakan rangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terkait oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Pratista, 2008:33).

Dari unsur-unsur naratif inilah kita bisa melihat alur cerita, dan juga karakter-karakter yang memainkan sebuah film. Selain menyampaikan cerita, narasi juga menyampaikan ideologi sebuah budaya, dan merupakan cara yang di dalamnya nilai-nilai dan ideal-ideal direproduksi secara kultural. Karena itu, analisis naratif kerap digunakan untuk membongkar maksud ideologis sebuah karya (Stokes, 2003:72-73).

29

Adapun unsur-unsur naratif yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah tokoh, konflik & masalah, lokasi, serta waktu yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

2.2.1 Tokoh

Gambar 1, para pemain dan kru film Perempuan Tanah Jahanam.

Dalam sebuah cerita pada umumnya terdapat tokoh atau pelaku cerita.

Tokoh dapat terdiri dari satu orang atau lebih. Secara harfiah, tokoh adalah pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama, sedangkan menurut Aminuddin (2002:79), tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang utuh.

Selanjutnya, Aminuddin mengatakan bahwa tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra biasanya merupakan rekaan, tetapi tokoh-tokoh tersebut adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Peran pentingnya terdapat pada fungsi tokoh yang memainkan suatu peran tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau lakuan suatu cerita (Sembodo, 2009:5).

30

Gambar 2, keempat tokoh utama Perempuan Tanah Jahanam.

Setidaknya, terdapat sekitar 32 tokoh yang mengisi setiap rangkaian peristiwa dalam film Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan (terlihat pada Gambar 1). Namun, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, yang menjadi adi tokoh (leading hero) dalam film ini merupakan keempat tokoh perempuan dengan pembawaan karakter (character traits) yang kompatibel.

Keempat eksponen (heroine) perempuan tersebut adalah Maya yang diperankan oleh Tara Basro, Dini yang diperankan oleh Marissa Anita, Ratih yang diperankan oleh Asmara Abigail, serta satu-satunya tokoh antagonis perempuan bernama Nyi Misni yang diperankan oleh aktris kawakan Indonesia, Christine Hakim (terlihat pada Gambar 2).

Adapun tokoh-tokoh tambahan (peripheral character) yang tak kalah penting dalam menentukan perekembangan plot Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan adalah Saptadi yang diperankan oleh Ario Bayu, Nyai Shinta yang diperankan oleh Faradina Mufti, serta Donowongso yang diperankan oleh Zidni Hakim.

31

Apabila berbicara mengenai tokoh dalam suatu cerita atau film, tentu tidak terlepas dari watak yang dibawakannya. Watak sendiri merupakan refleksi dari perasaan, sikap dan tindakan yang membentuk karakter suatu tokoh. Jones dalam Nurgiyantoro (1998:165) menyatakan bahwa, perwatakan adalah pelukisan yang jelas mengenai sifat dan sikap seorang pelaku atau tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Semi (1988:39) menyatakan bahwa perwatakan tokoh dapat dianalisis menggunakan metode dramatis, yaitu dengan pemaparan watak secara tidak langsung, namun melalui: (1) pilihan nama tokoh, atau (2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, serta tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya.

Berikut ini, secara singkat, peneliti akan memaparkan hasil analisis perwatakan 4 tokoh utama yaitu Maya (Tara Basro), Dini (Marissa Anita), Nyi Misni (Christine Hakim), Ratih (Asmara Abigail) dan 3 tokoh tambahan yang memegang peranan penting dalam film Perempuan Tanah Jahanam yaitu Ki Saptadi (Ario Bayu), Nyai Shinta (Faradina Mufti), Ki Donowongso (Zidni Hakim) Dari hasil analisis ini, akan tergambar sekelumit citra perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam sebelum dikaji secara lebih mendalam pada bab selanjutnya.

a. Maya (Tokoh Utama)

Memiliki keluarga merupakan sebuah anugerah yang tidak bisa dinikmati oleh insan yang kurang beruntung seperti Maya. Maya merupakan konfigurasi seorang anak perempuan yatim piatu yang terpaksa berdikari karena hidup sebatang

32

kara. Ditunjukkan dalam beberapa adegan film, momen saat Maya meratap sebab tidak pernah mengenal kedua orangtuanya.

Dalam Perempuan Tanah Jahanam, Maya digambarkan sebagai seorang perempuan muda yang tangguh dan pantang menyerah. Hal ini dibuktikan melalui potongan-potongan adegan saat Maya bekerja serabutan siang dan malam untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Stereotip-stereotip negatif yang disematkan orang-orang pada dirinya juga tak lantas memukulnya mundur. Walau terasa berat, Maya tetap bertahan. Sebagai seorang perempuan, Maya tidak gemar berhias diri.

Ia lebih suka tampil dengan fisik ala kadarnya hingga cenderung membuatnya tampak maskulin. Kehidupan keras yang dilalui Maya setiap hari merenggut sisi feminitasnya. Penampilan tomboi sosok Maya juga merupakan bentuk perlindungan diri sebab ia hidup di lingkungan perkotaan dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.

Hingga suatu ketika, Maya memperoleh informasi bahwa dirinya merupakan keturunan keluarga kaya raya yang hidup di desa terpencil. Karena desakan finansial yang semakin parah, Maya memutuskan untuk menelusuri keberadaan harta warisan keluarganya itu. Berangkat dari hal ini, langkah pertama tokoh Maya adalah mengunjungi desa yang disinyalir sebagai tempat kediaman keluarganya.

b. Dini (Tokoh Utama)

Dini merupakan sahabat karib Maya yang juga merupakan seorang perempuan dengan tampilan fisik maskulin. Tokoh Dini memiliki karakter proaktif, pragmatis, outspoken, serta tidak berpikir panjang saat akan mengambil keputusan

33

dalam hidupnya. Dengan pembawannya yang kocak dan ceplas-ceplos, tokoh Dini mudah mendapatkan simpati penonton.

Sebagai sahabat, Dini memiliki perasaan yang lembut. Hal ini dibuktikan melalui adegan saat Dini bersikeras ingin menemani Maya berangkat ke Desa Harjosari karena tidak sampai hati apabila membiarkan Maya pergi seorang diri.

c. Ratih (Tokoh Utama)

Ratih merupakan penduduk asli Desa Harjosari. Ratih merupakan tokoh netral yang berasal dari golongan masyarakat jelata. Dalam Perempuan Tanah Jahanam, sosok Ratih divisualisasikan sebagai perempuan desa dengan penampilan fisik yang sederhana. Sebagai seorang perempuan, Ratih cenderung tidak memperhatikan penampilannya. Sehari-hari, ia menampakkan diri dengan pakaian lusuh, tanpa polesan make-up di wajah maupun sematan aksesori di tubuhnya.

Ditinjau dari karakternya, Ratih termasuk ke dalam golongan perempuan yang tidak emosional. Ia merupakan seorang yang penyabar, suka menolong dan memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi. Hal ini dibuktikan dalam adegan ketika Ratih beberapa kali membantu Maya meloloskan diri dari kepungan warga Desa Harjosari. Dalam film, terlihat tokoh Ratih rela membahayakan dirinya demi membantu Maya memecahkan misteri Desa Harjosari.

d. Nyi Misni (Tokoh Utama)

Dalam Perempuan tanah Jahanam, sosok Nyi Misni divisualisasikan sebagai perempuan tua yang selalu mengenakan kebaya dan kain jarik sebagai pakaian sehari-harinya. Nyi Misni tampil dengan mata sayu, tubuh bungkuk dan kaki yang terseok-seok saat berjalan.

34

Nyi Misni merupakan perempuan tua yang emosional. Ia memiliki sifat mudah marah, keras kepala, tidak tenggang rasa, berontak, ambisius dan pendendam. Hal ini tercermin dalam lakunya pada setiap adegan film. Nyi Misni bahkan tidak segan menghalalkan segala cara termasuk menghabisi nyawa orang lain demi kepentingan dirinya sendiri.

e. Ki Saptadi (Tokoh Tambahan)

Ki Saptadi merupakan putra tunggal Nyi Misni yang merupakan Kepala Desa Harjosari. Sebagai pejabat desa yang sangat dihormati warganya, Saptadi selalu berpenampilan rapi. Ia kerap tampil layaknya laki-laki Jawa dengan pakaian beskap, kain jarik, dan blangkon yang menghiasi kepalanya.

Diceritakan dalam film, Saptadi hidup dibawah kendali ibunya, Nyi Misni.

Dengan kata lain, Saptadi harus selalu patuh pada perintah dan arahan sang ibu.

Saptadi memiliki sifat yang sama dengan ibunya. Ia termasuk laki-laki emosional yang kejam, radikal dan egoistis. Sifat ini tercermin dalam tindakan brutal Saptadi yang tega membunuh semua jabang bayi Desa Harjosari. Saptadi juga sempat menjalin relasi gelap dengan Nyai Shinta sebelum akhirnya menghabisi nyawa Nyai Shinta dan juga suaminya, Donowongso.

f. Nyai Shinta (Tokoh Tambahan)

Selanjutnya adalah perwatakan Nyai Shinta. Nyai Shinta termasuk golongan tokoh tipikal karena ia merupakan istri dari seorang pria yang berasal dari strata atas, yakni Donowongso. Sebagai seorang perempuan, Nyai Shinta sangat menjaga penampilan fisiknya. Ia divisualisasikan sebagai gadis tercantik di Desa Harjosari yang berhasil membuat semua laki-laki terpikat akan parasnya. Pada kesehariannya,

35

Nyai Shinta selalu tampil anggun dalam balutan kebaya tradisional Jawa dengan tatanan rambut yang digelung rapi, dilengkapi konde yang menghiasi kepalanya.

Namun, sifatnya tidak secantik parasnya. Nyai Shinta memiliki karakter yang narsistik dan juga merupakan istri yang tidak bertanggung jawab. Diceritakan dalam film bahwa Nyai Shinta menjalin hubungan dengan Saptadi padahal statusnya merupakan istri dari Donowongso. Malangnya, kisah hidup Nyai Shinta berakhir tragis, ia mati dengan cara yang mengenaskan ditangan sang kekasih, Saptadi.

g. Donowongso (Tokoh Tambahan)

Donowongso adalah seorang pria kaya raya yang berasal dari Desa Harjosari. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Donowongso merupakan suami dari Nyai Shinta. Walaupun sejatinya ia merupakan seorang bangsawan, Donowongso memiliki penampilan fisik yang sederhana. Pada kesehariannya, pakaian yang ia kenakan adalah surjan bermotif lurik dan juga blangkon di atas kepalanya.

Sebagai seorang suami, Donowongso sangat mencintai istrinya, Nyai Shinta. Hal ini dibuktikan pada adegan film saat Donowongso dengan sepenuh hati menjaga istrinya yang sedang hamil. Sayangnya, anak Donowongso dan Nyai Shinta terlahir cacat. Hal inilah yang melatarbelakangi aksi pembunuhan yang dilakukan Donowongso terhadap tiga anak kecil di Desa Harjosari demi membebaskan kutukan yang menjadi penyebab kecatatan fisik sang anak.

2.2.2 Konflik & Masalah

36

Isu terkait fertilitas, anak kecil, hantu, dan perempuan-perempuan yang dipaksa melampaui batasan mereka lantaran menjadi korban dari dosa masa lalu merupakan empat elemen yang mudah dijumpai hampir dalam setiap film garapan Joko Anwar. Pendek kata, kehadiran perempuan dan kaitannya dengan anak maupun fertility issues seakan sudah menjadi signature dari seorang Joko Anwar.

Isu terkait fertilitas, anak kecil, hantu, dan perempuan-perempuan yang dipaksa melampaui batasan mereka lantaran menjadi korban dari dosa masa lalu merupakan empat elemen yang mudah dijumpai hampir dalam setiap film garapan Joko Anwar. Pendek kata, kehadiran perempuan dan kaitannya dengan anak maupun fertility issues seakan sudah menjadi signature dari seorang Joko Anwar.