• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STRUKTUR FILM PEREMPUAN TANAH JAHANAM

2.3 Unsur Sinematik

2.3.4 Suara

Suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran (Pratista, 2008:2). Suara merupakan salah satu unsur pembentuk film

53

yang terdapat dalam unsur sinematik. Suara dalam film mempunyai beberapa unsur seperti speech, sound effect dan musik. Suara memiliki kelebihan, dimana dapat menciptakan sebuah ilusi tanpa harus digambarkan. Sound effect berguna untuk menciptakan realitas pada sebuah gambar dalam film. Fungsi vital suara adalah mendukung nuansa emosional serta menambah realisme visual yang mencerminkan perasaan maupun keberadaan tokoh dalam film (Balazs, 2015:209).

Pada Perempuan Tanah Jahanam, Sisi audio pun tidak mau kalah.

Kepiawaian sound recordist Anhar Moha, sangat terasa dalam menangkap suasana lingkungan sekitar dan menyelaraskannya dengan dialog. Menurut Joko Anwar, percakapan para pemain selalu diusahakannya untuk diambil secara langsung guna meminimalisir proses dubbing. Bunyi jangkrik dan efek suara tonggeret yang dihadirkan dalam film mempertegas realitas suasana perdesaan. Penerapan sound effect ini bukan hanya menjelaskan lokasi dalam cerita, tetapi turut mendukung nuansa emosional para pemain Perempuan Tanah Jahanam.

Beralih ke pembahasan sound speech dalam Perempuan Tanah Jahanam, apabila ditinjau dari awal hingga akhir, film ini memiliki dialog yang terdengar clear dan sinkron. Sepanjang film, adegan monolog tidak banyak ditampilkan, melainkan hanya beberapa saja. Kerjasama tim sound, termasuk Mohammad Ikhsan dan Richard Hocks sangat solid dalam memberikan ambience horor yang membantu menambah kengerian di dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

Keberadaan musik dalam sebuah film merupakan salah satu aspek yang sangat vital. Alunan nada pada tiap adegan akan turut memengaruhi psikologis penontonnya. Apalagi ketika menyaksikan film bergenre horror-thriller, tentu

54

music track membantu membangkitkan atmosfer mencekam. Dibalik keharmonisan film scoring Perempuan Tanah Jahanam, terdapat tim tata musik karya musisi-musisi langganan Joko Anwar seperti Aghi Narottama, Bemby Gusti dan Tony Merle dipadukan dengan performance composer newbie yang baru saja terjun dalam perfilman, Mian Tiara.

Secara khusus, musisi Mian Tiara berkontribusi dalam Perempuan Tanah Jahanam dengan olah vokalnya. Mian menyumbang vokal dalam tembang-tembang Jawa yang lirih dan sendu. Vokal Mian mengiringi suasana adegan persalinan beberapa perempuan warga Desa Harjosari dan saat pertunjukan wayang kulit dalam kisah Perempuan Tanah Jahanam. Mian juga turut berperan sebagai salah satu tokoh perempuan hamil di Desa Harjosari. Mian mengaku menemukan ketenangan spiritual saat berkesempatan menembang dan juga berakting untuk Perempuan Tanah Jahanam. Kabar baiknya, kerja keras mereka selaku music arranger film Perempuan Tanah Jahanam tidak sia-sia. Mereka berhasil memenangkan piala citra dalam kategori Penata Musik Terbaik pada FFI, Festival Film Indonesia (terlihat pada Gambar 13).

Gambar 13, Potret para pemain dan kru film Perempuan Tanah Jahanam pada malam anugerah piala citra Festival Film Indonesia (FFI).

55 2.4 Rangkuman

Pada bab 2 ini telah dianalisis rumusan masalah pertama terkait struktur film dalam Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Struktur film yang terdapat dalam Perempuan Tanah Jahanam meliputi unsur naratif dan unsur sinematik.

Unsur naratif terdiri atas tokoh, konflik & masalah, lokasi dan waktu. Sedangkan unsur sinematik meliputi mise-en scene, sinematografi, editing, dan suara.

Unsur naratif membahas mengenai suatu rangkaian kejadian dalam film yang terikat oleh hukum logika sebab-akibat (kausalitas). Perempuan Tanah Jahanam menggaet sejumlah aktor kenamaan Indonesia untuk berperan dalam film ini. Sebut saja Tara Basro, Marissa Anita, Christine Hakim, Asmara Abigail, dan Ario Bayu. Dalam film ditampakkan empat central character yang semuanya berjenis kelamin perempuan, yakni Maya yang diperankan oleh Tara Basro, Dini yang diperankan oleh Marissa Anita, Ratih yang diperankan oleh Asmara Abigail serta Nyi Misni yang diperankan oleh Christine Hakim. Beralih ke peripheral character yang turut memegang watak penting dalam film, yaitu Saptadi (Ario Bayu), Nyai Shinta (Faradina Mufti) dan Donowongso (Zidni Hakim).

Maya adalah sentral film Perempuan Tanah Jahanam. Ia merupakan gadis sebatang kara yang terpaksa berjuang untuk tetap bertahan hidup. ‘Keadaan’

membentuk Maya menjadi perempuan tangguh dan berani. Untungnya, Maya memiliki Dini, sahabat karib yang selalu bersamanya dalam kondisi apapun. Tokoh Dini menjadi sosok yang lebih aktif menghidupkan suasana di awal cerita.

Karakternya yang outspoken membumbui Perempuan Tanah Jahanam dengan dialog-dialog jenakanya. Dini merupakan sahabat yang baik bagi Maya. Dini

56

bahkan rela membahayakan nyawanya demi mendampingi Maya dalam menghadapi beragam problematika hidupnya. Tokoh Ratih yang merupakan penduduk Desa Harjosari adalah salah satu tokoh protagonis yang baik dan positif serta mampu menyita empati penonton saat menyaksikan perannya dalam Perempuan Tanah Jahanam.

Berlawanan dengan sosok Ratih, Tokoh Nyi Misni merupakan satu-satunya tokoh antagonis perempuan dalam film ini. Ia berperan sebagai ibu dari Ki Saptadi (kepala Desa Harjosari). Nyi Misni dapat dikatakan sebagai pemantik konflik dengan karakter jahatnya. Saptadi (kepala Desa Harjosari) pernah menjalani relasi gelap dengan Nyai Shinta yang merupakan istri Ki Donowongso. Dalam film diceritakan bahwa Saptadi hidup di bawah kendali sang ibu, Nyi Misni. Nyai Shinta dan Donowongso dalam Perempuan Tanah Jahanam menjadi korban kekejaman Nyi Misni dan Saptadi hingga merenggut nyawa keduanya.

Kisah Perempuan Tanah Jahanam berawal dari tokoh Maya dan Dini, dua perempuan kota yang bekerja keras demi bertahan hidup. Maya dan Dini tidak memiliki pertalian darah namun hubungan keduanya sudah seperti saudara kandung. Suatu ketika, Maya mendapatkan informasi kalau dirinya merupakan keturunan keluarga kaya raya yang berdiam di sebuah desa terpencil bernama Harjosari. Mengetahui hal itu, Maya beserta Dini berinisiatif untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai harta warisan yang kemungkinan masih berada di desa tersebut. Konflik dan masalah semesta Perempuan Tanah Jahanam bermula dari sini. Maya dan Dini terpaksa menghadapi berbagai macam masalah yang mereka jumpai di Desa Harjosari.

57

Joko Anwar selaku sutradara film Perempuan Tanah Jahanam memilih desa-desa terpencil di sekitar Jawa Timur sebagai lokasi syuting demi memberi kesan real ‘tanah jahanam’ sesuai dengan judul filmnya. Terdapat tiga lokasi utama yang menjadi tempat terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam Perempuan Tanah Jahanam. Ketiga lokasi tersebut adalah Desa Harjosari, Rumah keluarga Maya dan juga Rumah Ki Saptadi yang merupakan kepala Desa Harjosari.Terkait waktu maupun perkembangan plot film Perempuan Tanah Jahanam, secara keseluruhan dikemas dalam pola linear (berurutan) tanpa adanya penundaan tempo yang substansial sehingga memudahkan penonton dalam memahami serta menikmati setiap rangkaian ceritanya.

Sinematik membahas mengenai unsur pembangun sebuah film yang bersifat teknik. Sejalan dengan konflik dan masalah yang terjadi, mise-en scene film Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan berisi mengenai petualangan dan perjuangan Maya serta Dini di Desa Harjosari yang diselimuti misteri. Dengan sinematografi yang matang, tim produksi Perempuan Tanah Jahanam mempersembahkan teror yang mencekam penonton. Trik editing yang ciamik, dipadukan dengan sound record yang harmonis mampu membuat penonton terseret masuk ke dalam jagat cerita dan merasakan histeria, persis seperti yang dialami tokoh-tokoh Perempuan Tanah Jahanam.

Perlu diketahui bahwa hasil kajian struktur film ini akan digunakan sebagai pijakan/dasar identifikasi dan interpretasi citra perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar yang selanjutnya akan dibedah secara detail pada bab 3.

58

Tabel 1. Unsur naratif film Perempuan Tanah Jahanam Unsur Naratif

Tokoh Konflik & Masalah Lokasi Waktu

• Maya (Tara

59

Tabel 2. Unsur sinematik film Perempuan Tanah Jahanam Unsur Sinematik

Mise-en-scene Sinematografi Editing Suara

• Dialog yang

60 BAB 3

CITRA PEREMPUAN

DALAM FILM PEREMPUAN TANAH JAHANAM 3.1 Pengantar

Dalam Bab 3 akan dibahas mengenai gambaran citra perempuan terhadap empat tokoh perempuan yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

Gambaran citra perempuan ini meliputi citra diri perempuan dan citra sosial perempuan. Citra diri perempuan dibagi menjadi dua; meliputi citra fisik dan psikis.

Citra sosial perempuan juga terbagi menjadi dua, yakni citra perempuan dalam keluarga dan citra perempuan dalam masyarakat. Dengan demikian, penggunaan citra pada penelitian ini adalah wujud gambaran sikap dan sifat dalam keseharian perempuan yang menunjukan wajah serta ciri khas perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

3.2 Citra Diri Perempuan

Citra diri perempuan merupakan sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun sosialnya (Sugihastuti, 2000:112 – 113). Menurut Sugihastuti dalam Mbulu (2017) Citra diri perempuan merupakan keadaan yang terlihat dan terasa oleh tokoh perempuan. Citra diri merupakan keadaan dalam diri perempuannya sendiri. Adapun citra diri perempuan yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi citra fisik dan citra psikis. Berikut ini akan dipaparkan citra perempuan dari aspek fisik dan psikis pada keempat tokoh utama dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

61 3.2.1 Citra Perempuan dari Aspek Fisik

Keadaan tubuh perempuan merupakan salah satu aspek citra fisik yang dapat terlihat sepanjang penceritaan, keadaan tubuh perempuan meliputi seluruh anggota tubuh mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Keadaan tubuh yang dimaksud ialah seluruh anggota tubuh yang terlihat dan dimiliki oleh tokoh utama perempuan. Keadaan tubuh dapat terlihat dari penyebutan secara langsung ataupun tidak langsung sepanjang penceritaan film (Septiaji dan Nisya, 2019:310).

Citra perempuan secara fisik, perempuan dewasa yang merupakan sosok individu hasil bentukan proses biologis dari bayi perempuan, yang dalam perjalanan usianya mencapai taraf dewasa. Dalam aspek fisik, perempuan mengalami hal-hal yang khas yang tidak dialami oleh laki-laki, terkongkretkan dari ciri-ciri fisik perempuan dewasa, misalnya pecahnya selaput dara, melahirkan dan menyusui anak, serta kegiatan-kegiatan kerumahtanggaan. Hal ini juga menyangkut persoalan terminologi gender. Konsep gender adalah suatu terminologi yang berbeda dengan konsep jenis kelamin. Konsep biologis adalah perbedaan yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena faktor kodrati. Misalnya, perempuan memiliki alat reproduksi; mengandung, melahirkan. Perbedaan biologis ini bersifat permanen, tidak dapat dipertukarkan, sebagai suatu ketentuan yang pasti dari Tuhan. Realitas fisik ini pada kelanjutannya menimbulkan antara lain mitos tentang perempuan sebagai mother-nature. Di dalam mitos ini wanita diasumsikan sebagai sumber hidup dan kehidupan, sebagai makhluk yang dapat menciptakan makhluk baru dalam artian dapat melahirkan anak (Sugihastuti, 2000:94).

62

Berdasarkan aspek fisik, tokoh Maya dan Dini (Tara Basro, Marissa Anita) direpresentasikan sebagai perempuan yang tinggal di lingkungan perkotaan dan sehari-harinya bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dilihat dari visualnya dalam Perempuan Tanah Jahanam, tampak jelas bahwa Dini dan Maya tidak suka bersolek dan lebih nyaman dengan penampilan seadanya (terlihat pada Gambar 14). Dalam kehidupannya, tokoh Maya dan Dini digambarkan sebagai perempuan dewasa yang tomboi dan gagah.

Ciri fisik ini terbentuk dengan sendirinya karena Maya merupakan anak yatim piatu sedangkan Dini masih memiliki orangtua namun tidak pernah memedulikan keberadaannya hingga Dini bagaikan hidup sebatang kara. Mereka terpaksa bekerja keras setiap harinya demi bertahan hidup di lingkungan perkotaan.

Dini dan Maya tidak seberuntung perempuan-perempuan lain yang dapat tumbuh dengan penuh kasih sayang dan finansial yang cukup hingga tubuh mereka cantik dan terawat.

Gambar 14, visual Maya dan Dini dalam Perempuan Tanah Jahanam.

63

Namun, aspek fisik yang dimaksudkan bukanlah soal kecantikan dan keindahan tubuh semata, melainkan perempuan yang dapat hamil, melahirkan dan menyusui. Karena fisik dan sifatnya yang cenderung maskulin, pada usia mereka yang sudah menginjak 25 tahun, Maya dan Dini memilih untuk tetap lajang dan tidak begitu tertarik untuk menjalin hubungan dengan pria manapun. Berangkat dari hal itu, asumsi terkait kecantikan wanita yang seolah diwajibkan mencapai kodratnya dengan menghasilkan keturunan, tidak dapat dibuktikan pada tokoh Maya dan Dini dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

Tokoh selanjutnya adalah Nyi Misni yang diperankan oleh Christine Hakim. Ia merupakan salah satu penggerak utama alur cerita film Perempuan Tanah Jahanam. Nyi Misni yang memegang watak antagonis dalam film ini, difokalisasikan sutradara sebagai perempuan tua dengan citra fisik selayaknya lansia pada umumnya. Ia tampil dengan tone kulit tubuh yang cenderung pucat dan keriput, rambut putih, serta postur tubuh membungkuk (terlihat pada Gambar 15).

Sistem indera dan psikomotorik figur Nyi Misni yang lemah, berpengaruh pada penglihatan dan kemampuannya menopang tubuh. Terlihat dalam film, tokoh Nyi Misni tampak mengalami kesulitan saat berjalan. Dalam setiap adegan, ia berjalan dengan kaki yang terseok-seok. Ciri ini menunjang visual Nyi Misni pada Perempuan Tanah Jahanam menjadi sosok yang dingin dan menyeramkan.

Performa memukau tokoh Nyi Misni dalam film Perempuan Tanah Jahanam tak terlepas dari acting skill yang dimiliki aktris senior Indonesia, Christine Hakim. Joko Anwar selaku sutradara dalam berbagai kesempatan menyampaikan apresiasinya terhadap kepiawaian dan profesionalitas sang aktris

64

fenomenal tersebut. Pasalnya, diketahui bahwa Christine Hakim sampai rela menarik dan merekatkan kelopak mata kanannya ke bawah menggunakan double tape sebagai bentuk impovisasinya dalam menambah ciri karakter Nyi Misni. Hal tersebut dilakukan, karena Christine Hakim merasa bahwa dengan kondisi mata seperti itu akan sangat membantunya dalam memberi kesan ‘menyeramkan’ dan juga ‘bengis’ pada raut wajah Nyi Misni.

Gambar 15, visual Nyi Misni dalam Perempuan Tanah Jahanam.

Kembali lagi pada pernyataan sebelumnya yang mengatakan bahwa aspek fisik bukan hanya soal wajah dan penampilan belaka, melainkan bagaimana tokoh perempuan hidup dengan garis yang sudah ditentukan untuk membuktikan bahwa mereka perempuan. Pada tokoh Nyi Misni, aspek fisik dibuktikan dengan perannya sebagai ibu dari Ki Saptadi dalam Perempuan Tanah Jahanam. Ironisnya, Nyi Misni melahirkan, menyusui dan merawat Saptadi hingga dewasa tanpa didampingi figur seorang suami. Hal ini dikarenakan Saptadi lahir dari hubungan gelapnya dengan ayah Ki Donowongso yang dalam film tidak disebutkan namanya. Status

65

sosial Nyi Misni yang hanya seorang pembantu rumah tangga menyekat mereka untuk menjadi satu keluarga yang utuh.

Tokoh lain dalam film Perempuan Tanah Jahanam yang dapat memenuhi aspek fisik persona perempuan adalah figur Ratih (Asmara Abigail). Dalam Perempuan Tanah Jahanam, Ratih direpresentasikan sebagai seorang perempuan muda yang telah menikah dan sedang mengandung anak pertamanya. Ratih merupakan salah satu penduduk asli Desa Harjosari.

Pada pertengahan film, diketahui bahwa suami dari Ratih merupakan pria yang menyerang Maya di exit tol karena Maya dianggap sebagai penyebab munculnya kutukan di Desa Harjosari. Dalam Perempuan Tanah Jahanam, visual Ratih disesuaikan dengan citra fisik perempuan Jawa yang hidup di desa terpencil dan terkucilkan dari dunia luar. Sehari-harinya, Ratih menampakkan diri dengan penampilan sederhana, pakaian lusuh dan tanpa polesan make-up di wajah. Ratih memiliki postur tubuh yang kurus, rambut sebahu, tone kulit yang cenderung gelap, dan bermata sayu (terlihat pada Gambar 16) .

Gambar 16, visual Ratih dalam Perempuan Tanah Jahanam.

66 3.2.2 Citra Perempuan dari Aspek Psikis

Ditinjau dari aspek psikisnya, perempuan merupakan makhluk psikologis, makhluk yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi (Sugihastuti, 2000:95). Aspek psikis perempuan tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut feminitas. Prinsip feminitas ini merupakan kecenderungan yang ada dalam diri perempuan. Prinsip-prinsip itu berkenaan dengan ciri relatedness, receptiviy, cinta kasih, mengasuh berbagai potensi hidup, orientasi komunal, dan memelihara hubungan interpersonal.

Apabila dari aspek psikis terlihat bahwa perempuan dilahirkan secara biopsikologis berbeda dengan laki-laki, hal ini turut berimplikasi pada pengembangan dirinya yang bermula dari lingkungan keluarga. Aspek psikis perempuan saling terikat dengan aspek fisik dan keduanya merupakan inti yang membangun citra diri perempuan (Ruthven, 1984:34).

Citra diri perempuan tidak bisa terlepas dari aspek psikis dan fisik. Semakin baik pertumbuhan seorang perempuan, akan semakin berkembang pula psikisnya untuk menjadi dewasa. Adanya perbedaan bentuk fisik antara perempuan dan laki-laki berdampak pula pada pola berpikir dan pola kehidupan perempuan. Aspek psikis menunjukkan bahwa perempuan memiliki pemikiran-pemikiran untuk berkembang, berinspirasi, serta memiliki intuisi yang mengarahkan mereka untuk peka terhadap feeling/sense yang ia rasakan di dalam, maupun di luar dirinya (Connell, 2002:131).

Setelah peneliti menilik psikis pemeran utama secara lebih komprehensif, dapat disimpulkan bahwa tokoh Maya dan Dini merupakan perempuan pemberani

67

dan tangguh. Hal ini dilatarbelakangi oleh beban hidup mereka yang berbeda jauh dengan perempuan pada umumnya. Walaupun Dini dan Maya belum menikah dan menjadi seorang ibu, tentu saja mereka tetap memiliki perasaan dan pemikiran untuk menanggapi keadaan dalam dirinya, ataupun luar dirinya, yaitu dapat merasakan gejolak dalam hati dan akalnya sebagai perempuan.

Hal ini dibuktikan dengan adegan Maya yang seringkali merasakan guncangan dalam dirinya, karena sejak kecil ia sama sekali tidak mengetahui siapa keluarganya. Begitu pula dengan Dini, ia memiliki orangtua yang lengkap namun seperti hidup sebatang kara. Maya dan Dini terpaksa bekerja keras setiap harinya demi bertahan hidup di tengah kejamnya ibu kota. Kekurangan figur orangtua sangat berpengaruh pada dinamika kejiwaan seseorang, hasilnya, sisi feminin tokoh Maya dan Dini menjadi berkurang, digantikan dengan maskulinitas yang mendominasi karakter maupun tampilan fisik mereka.

Dalam Perempuan Tanah Jahanam, Maya dan Dini direpresentasikan sebagai sosok perempuan independen yang tidak manja atau menggantungkan hidupnya pada orang lain, terlebih pada laki-laki. Maya dan Dini kerap dihadapkan pada situasi sulit yang membuat keduanya tak punya pilihan lain selain bekerja keras sehingga membuat independensi itu terbentuk dengan sendirinya. Hal ini ditunjukkan dalam opening scene Perempuan Tanah Jahanam yang menampilkan momen saat tokoh Maya dan Dini bekerja hingga larut malam sebagai penjaga gerbang tol (terlihat pada Gambar 17).

Karena profesi yang sedang dijalani menuntutnya bekerja hingga larut malam bahkan dini hari, membuat Maya menjadi bahan pergunjingan para

68

tetangganya. Tetangganya bersepekulasi bahwa Maya adalah seorang perempuan malam (pelacur). Namun, hal ini tidak melemahkan semangat Maya untuk terus bekerja dan menjalani kehidupan, ditemani oleh sahabat karibnya, Dini. Walau sesekali ia merasa marah dan kesal atas stereotip negatif yang disematkan padanya.

Maya dan Dini tidak ingin menyerah pada keadaan dan keterbatasan yang mereka miliki. Mereka memegang prinsip hidup sendiri yang membentuk karakter dan sifat keduanya.

Gambar 17, potret Maya saat menjaga exit tol.

Selain itu, perkembangan psikologis pada diri Maya dan Dini membuat mereka menjadi sosok yang berani bertindak dan mengambil keputusan. Maya dan Dini seolah tidak pernah stagnan dalam memperjuangkan nasib hidup mereka.

Mereka bersedia mengahadapi segala bentuk risiko dan rintangan yang menghadang. Hal ini dibuktikan pada adegan ketika Maya dan Dini yang pada akhirnya memilih berhenti menjadi penjaga tol lalu memutuskan untuk memulai bisnis berdagang pakaian (terlihat pada Gambar 18). Terlebih lagi, sosok Dini yang tanpa ragu menerima tawaran Maya untuk berbisnis dan menginvestasikan seluruh tabungannya sebagai modal usaha.

69

Kedewasaan dapat membuat setiap orang menjadi mandiri, serta mampu mengatur hidup agar lebih baik, dan juga mampu menolong diri sendiri.

kedewasaan seorang perempuan adalah mempunyai rencana, tujuan hidup, mempunyai kerja atau karya, bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuat oleh dirinya, mandiri, berpartisipasi sebagai warga masyarakat dan berkrepibadian stabil (Kartono 1981:172-173). Pernyataan Kartono sedikit banyak menggambarkan kepribadian Maya dan Dini yang berdikari mengupayakan kehidupannya.

Setelah menyadari bahwa dengan berdagang pakaian tidak dapat menjamin ketercukupan finansial mereka, Maya dan Dini meninggalkan bisnis pakaiannya demi menyelami misteri keluarga Maya yang mungkin dapat merubah nasib mereka. Bermodalkan keberanian dan informasi yang terbatas, Maya beserta Dini pergi ke Desa Harjosari untuk mencari tahu soal harta peninggalan keluarga Maya.

Berangkat dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh Maya dan Dini dalam Perempuan Tanah Jahanam direpresentasikan sebagai perempuan dengan citra psikis yang kuat, tegas, persisten dan pantang menyerah.

Gambar 18, potret Maya dengan barang dagangannya.

70

Tokoh berikutnya adalah figur Ratih. Ratih direpresentasikan sebagai perempuan yang sedang hamil muda dan sangat concern dengan kehamilan pertamanya itu. Ia berusaha menjaga kandungannya dari segala hal buruk yang mungkin dapat menimpanya, termasuk soal misteri ‘kutukan perempuan hamil’

yang menyelimuti Desa Harjosari. Ditinjau dari segi psikisnya, sosok Ratih digambarkan sebagai perempuan lugu yang tabah dan sangat suportif. Hal ini ditunjukkan dalam beberapa adegan ketika Ratih mencoba menyelamatkan Maya dari serangan warga Desa Harjosari (terlihat pada Gambar 19).

Ratih yang notabene merupakan warga asli Desa Harjosari dan sedang berjuang untuk menyelamatkan kandungannya dari kutukan, tak menjadikannya kejam seperti warga Desa Harjosari lainnya. Ia tetap memiliki rasa empati yang tinggi dan tidak segan menawarkan bantuan pada Maya yang diceritakan merupakan penyebab utama munculnya kutukan di Desa Harjosari. Ratih menolak patuh pada perintah Ki Saptadi yang meminta seluruh warga Desa Harjosari untuk

Ratih yang notabene merupakan warga asli Desa Harjosari dan sedang berjuang untuk menyelamatkan kandungannya dari kutukan, tak menjadikannya kejam seperti warga Desa Harjosari lainnya. Ia tetap memiliki rasa empati yang tinggi dan tidak segan menawarkan bantuan pada Maya yang diceritakan merupakan penyebab utama munculnya kutukan di Desa Harjosari. Ratih menolak patuh pada perintah Ki Saptadi yang meminta seluruh warga Desa Harjosari untuk