• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II menguraikan struktur film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Bab III menguraikan citra perempuan yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam. Bab IV memuat penutup yang terbagi atas kesimpulan dan saran.

28 BAB 2 STRUKTUR FILM

PEREMPUAN TANAH JAHANAM

2.1 Pengantar

Dalam Bab 2 akan dibahas mengenai struktur film Perempuan Tanah Jahanam karya Joko Anwar. Struktur film memuat unsur-unsur pokok pembentuk film. Unsur-unsur pembentuk film terbagi menjadi dua, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif film terbagi menjadi empat, yakni tokoh, konflik &

masalah, lokasi dan waktu. Unsur sinematik film juga terbagi menjadi empat aspek, meliputi mise-en scene, sinematografi, editing, dan suara. Dengan demikian, penggunaan struktur film dalam penelitian ini merupakan bentuk konstruksi terhadap essential element pembentuk film Perempuan Tanah Jahanam yang memuat aspek-aspek penceritaan serta aspek-aspek teknisnya.

2.2 Unsur Naratif

Naratif merupakan rangkaian peristiwa yang berhubungan satu sama lain dan terkait oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Pratista, 2008:33).

Dari unsur-unsur naratif inilah kita bisa melihat alur cerita, dan juga karakter-karakter yang memainkan sebuah film. Selain menyampaikan cerita, narasi juga menyampaikan ideologi sebuah budaya, dan merupakan cara yang di dalamnya nilai-nilai dan ideal-ideal direproduksi secara kultural. Karena itu, analisis naratif kerap digunakan untuk membongkar maksud ideologis sebuah karya (Stokes, 2003:72-73).

29

Adapun unsur-unsur naratif yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah tokoh, konflik & masalah, lokasi, serta waktu yang terdapat dalam film Perempuan Tanah Jahanam.

2.2.1 Tokoh

Gambar 1, para pemain dan kru film Perempuan Tanah Jahanam.

Dalam sebuah cerita pada umumnya terdapat tokoh atau pelaku cerita.

Tokoh dapat terdiri dari satu orang atau lebih. Secara harfiah, tokoh adalah pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama, sedangkan menurut Aminuddin (2002:79), tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang utuh.

Selanjutnya, Aminuddin mengatakan bahwa tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra biasanya merupakan rekaan, tetapi tokoh-tokoh tersebut adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Peran pentingnya terdapat pada fungsi tokoh yang memainkan suatu peran tersebut dapat dipahami oleh pembaca. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau lakuan suatu cerita (Sembodo, 2009:5).

30

Gambar 2, keempat tokoh utama Perempuan Tanah Jahanam.

Setidaknya, terdapat sekitar 32 tokoh yang mengisi setiap rangkaian peristiwa dalam film Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan (terlihat pada Gambar 1). Namun, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, yang menjadi adi tokoh (leading hero) dalam film ini merupakan keempat tokoh perempuan dengan pembawaan karakter (character traits) yang kompatibel.

Keempat eksponen (heroine) perempuan tersebut adalah Maya yang diperankan oleh Tara Basro, Dini yang diperankan oleh Marissa Anita, Ratih yang diperankan oleh Asmara Abigail, serta satu-satunya tokoh antagonis perempuan bernama Nyi Misni yang diperankan oleh aktris kawakan Indonesia, Christine Hakim (terlihat pada Gambar 2).

Adapun tokoh-tokoh tambahan (peripheral character) yang tak kalah penting dalam menentukan perekembangan plot Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan adalah Saptadi yang diperankan oleh Ario Bayu, Nyai Shinta yang diperankan oleh Faradina Mufti, serta Donowongso yang diperankan oleh Zidni Hakim.

31

Apabila berbicara mengenai tokoh dalam suatu cerita atau film, tentu tidak terlepas dari watak yang dibawakannya. Watak sendiri merupakan refleksi dari perasaan, sikap dan tindakan yang membentuk karakter suatu tokoh. Jones dalam Nurgiyantoro (1998:165) menyatakan bahwa, perwatakan adalah pelukisan yang jelas mengenai sifat dan sikap seorang pelaku atau tokoh yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Semi (1988:39) menyatakan bahwa perwatakan tokoh dapat dianalisis menggunakan metode dramatis, yaitu dengan pemaparan watak secara tidak langsung, namun melalui: (1) pilihan nama tokoh, atau (2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, serta tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan dan sebagainya.

Berikut ini, secara singkat, peneliti akan memaparkan hasil analisis perwatakan 4 tokoh utama yaitu Maya (Tara Basro), Dini (Marissa Anita), Nyi Misni (Christine Hakim), Ratih (Asmara Abigail) dan 3 tokoh tambahan yang memegang peranan penting dalam film Perempuan Tanah Jahanam yaitu Ki Saptadi (Ario Bayu), Nyai Shinta (Faradina Mufti), Ki Donowongso (Zidni Hakim) Dari hasil analisis ini, akan tergambar sekelumit citra perempuan dalam film Perempuan Tanah Jahanam sebelum dikaji secara lebih mendalam pada bab selanjutnya.

a. Maya (Tokoh Utama)

Memiliki keluarga merupakan sebuah anugerah yang tidak bisa dinikmati oleh insan yang kurang beruntung seperti Maya. Maya merupakan konfigurasi seorang anak perempuan yatim piatu yang terpaksa berdikari karena hidup sebatang

32

kara. Ditunjukkan dalam beberapa adegan film, momen saat Maya meratap sebab tidak pernah mengenal kedua orangtuanya.

Dalam Perempuan Tanah Jahanam, Maya digambarkan sebagai seorang perempuan muda yang tangguh dan pantang menyerah. Hal ini dibuktikan melalui potongan-potongan adegan saat Maya bekerja serabutan siang dan malam untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Stereotip-stereotip negatif yang disematkan orang-orang pada dirinya juga tak lantas memukulnya mundur. Walau terasa berat, Maya tetap bertahan. Sebagai seorang perempuan, Maya tidak gemar berhias diri.

Ia lebih suka tampil dengan fisik ala kadarnya hingga cenderung membuatnya tampak maskulin. Kehidupan keras yang dilalui Maya setiap hari merenggut sisi feminitasnya. Penampilan tomboi sosok Maya juga merupakan bentuk perlindungan diri sebab ia hidup di lingkungan perkotaan dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.

Hingga suatu ketika, Maya memperoleh informasi bahwa dirinya merupakan keturunan keluarga kaya raya yang hidup di desa terpencil. Karena desakan finansial yang semakin parah, Maya memutuskan untuk menelusuri keberadaan harta warisan keluarganya itu. Berangkat dari hal ini, langkah pertama tokoh Maya adalah mengunjungi desa yang disinyalir sebagai tempat kediaman keluarganya.

b. Dini (Tokoh Utama)

Dini merupakan sahabat karib Maya yang juga merupakan seorang perempuan dengan tampilan fisik maskulin. Tokoh Dini memiliki karakter proaktif, pragmatis, outspoken, serta tidak berpikir panjang saat akan mengambil keputusan

33

dalam hidupnya. Dengan pembawannya yang kocak dan ceplas-ceplos, tokoh Dini mudah mendapatkan simpati penonton.

Sebagai sahabat, Dini memiliki perasaan yang lembut. Hal ini dibuktikan melalui adegan saat Dini bersikeras ingin menemani Maya berangkat ke Desa Harjosari karena tidak sampai hati apabila membiarkan Maya pergi seorang diri.

c. Ratih (Tokoh Utama)

Ratih merupakan penduduk asli Desa Harjosari. Ratih merupakan tokoh netral yang berasal dari golongan masyarakat jelata. Dalam Perempuan Tanah Jahanam, sosok Ratih divisualisasikan sebagai perempuan desa dengan penampilan fisik yang sederhana. Sebagai seorang perempuan, Ratih cenderung tidak memperhatikan penampilannya. Sehari-hari, ia menampakkan diri dengan pakaian lusuh, tanpa polesan make-up di wajah maupun sematan aksesori di tubuhnya.

Ditinjau dari karakternya, Ratih termasuk ke dalam golongan perempuan yang tidak emosional. Ia merupakan seorang yang penyabar, suka menolong dan memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi. Hal ini dibuktikan dalam adegan ketika Ratih beberapa kali membantu Maya meloloskan diri dari kepungan warga Desa Harjosari. Dalam film, terlihat tokoh Ratih rela membahayakan dirinya demi membantu Maya memecahkan misteri Desa Harjosari.

d. Nyi Misni (Tokoh Utama)

Dalam Perempuan tanah Jahanam, sosok Nyi Misni divisualisasikan sebagai perempuan tua yang selalu mengenakan kebaya dan kain jarik sebagai pakaian sehari-harinya. Nyi Misni tampil dengan mata sayu, tubuh bungkuk dan kaki yang terseok-seok saat berjalan.

34

Nyi Misni merupakan perempuan tua yang emosional. Ia memiliki sifat mudah marah, keras kepala, tidak tenggang rasa, berontak, ambisius dan pendendam. Hal ini tercermin dalam lakunya pada setiap adegan film. Nyi Misni bahkan tidak segan menghalalkan segala cara termasuk menghabisi nyawa orang lain demi kepentingan dirinya sendiri.

e. Ki Saptadi (Tokoh Tambahan)

Ki Saptadi merupakan putra tunggal Nyi Misni yang merupakan Kepala Desa Harjosari. Sebagai pejabat desa yang sangat dihormati warganya, Saptadi selalu berpenampilan rapi. Ia kerap tampil layaknya laki-laki Jawa dengan pakaian beskap, kain jarik, dan blangkon yang menghiasi kepalanya.

Diceritakan dalam film, Saptadi hidup dibawah kendali ibunya, Nyi Misni.

Dengan kata lain, Saptadi harus selalu patuh pada perintah dan arahan sang ibu.

Saptadi memiliki sifat yang sama dengan ibunya. Ia termasuk laki-laki emosional yang kejam, radikal dan egoistis. Sifat ini tercermin dalam tindakan brutal Saptadi yang tega membunuh semua jabang bayi Desa Harjosari. Saptadi juga sempat menjalin relasi gelap dengan Nyai Shinta sebelum akhirnya menghabisi nyawa Nyai Shinta dan juga suaminya, Donowongso.

f. Nyai Shinta (Tokoh Tambahan)

Selanjutnya adalah perwatakan Nyai Shinta. Nyai Shinta termasuk golongan tokoh tipikal karena ia merupakan istri dari seorang pria yang berasal dari strata atas, yakni Donowongso. Sebagai seorang perempuan, Nyai Shinta sangat menjaga penampilan fisiknya. Ia divisualisasikan sebagai gadis tercantik di Desa Harjosari yang berhasil membuat semua laki-laki terpikat akan parasnya. Pada kesehariannya,

35

Nyai Shinta selalu tampil anggun dalam balutan kebaya tradisional Jawa dengan tatanan rambut yang digelung rapi, dilengkapi konde yang menghiasi kepalanya.

Namun, sifatnya tidak secantik parasnya. Nyai Shinta memiliki karakter yang narsistik dan juga merupakan istri yang tidak bertanggung jawab. Diceritakan dalam film bahwa Nyai Shinta menjalin hubungan dengan Saptadi padahal statusnya merupakan istri dari Donowongso. Malangnya, kisah hidup Nyai Shinta berakhir tragis, ia mati dengan cara yang mengenaskan ditangan sang kekasih, Saptadi.

g. Donowongso (Tokoh Tambahan)

Donowongso adalah seorang pria kaya raya yang berasal dari Desa Harjosari. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Donowongso merupakan suami dari Nyai Shinta. Walaupun sejatinya ia merupakan seorang bangsawan, Donowongso memiliki penampilan fisik yang sederhana. Pada kesehariannya, pakaian yang ia kenakan adalah surjan bermotif lurik dan juga blangkon di atas kepalanya.

Sebagai seorang suami, Donowongso sangat mencintai istrinya, Nyai Shinta. Hal ini dibuktikan pada adegan film saat Donowongso dengan sepenuh hati menjaga istrinya yang sedang hamil. Sayangnya, anak Donowongso dan Nyai Shinta terlahir cacat. Hal inilah yang melatarbelakangi aksi pembunuhan yang dilakukan Donowongso terhadap tiga anak kecil di Desa Harjosari demi membebaskan kutukan yang menjadi penyebab kecatatan fisik sang anak.

2.2.2 Konflik & Masalah

36

Isu terkait fertilitas, anak kecil, hantu, dan perempuan-perempuan yang dipaksa melampaui batasan mereka lantaran menjadi korban dari dosa masa lalu merupakan empat elemen yang mudah dijumpai hampir dalam setiap film garapan Joko Anwar. Pendek kata, kehadiran perempuan dan kaitannya dengan anak maupun fertility issues seakan sudah menjadi signature dari seorang Joko Anwar.

Tak terkecuali film terbarunya yang menjadi masterpice sepanjang karir sutradara kondang ini, yaitu Perempuan Tanah Jahanam.

Gambar 3, official poster film Perempuan Tanah Jahanam.

Pemilihan judul Perempuan Tanah Jahanam yang cukup provokatif dan memancing rasa penasaran ini ternyata memiliki makna yang bergayutan dengan tema film. Ditambah lagi dengan sub-judul yang terpampang pada official

37

posternya, “Siapa Sebenarnya Keluargamu?” menyiratkan akan adanya misteri yang berlapis-lapis di dalam film berdurasi 106 menit ini (terlihat pada Gambar 3).

Film ini memadukan genre horor dan thriller dengan latar belakang modern yang berbenturan dengan unsur tradisional penduduk desa yang memiliki wayang sebagai tradisi keseniannya. Akar konflik & masalah yang disajikan adalah cekik kemiskinan dan teror tanah kelahiran. Karakter utama yang outspoken harus berhadapan dengan warga desa yang bertutur dan berperilaku halus menjadi benturan budaya sekaligus menambah dimensi film Perempuan Tanah Jahanam.

Gambar 4, visual pria yang mengganggu Maya pada opening scene.

Scene dibuka dengan kesibukan Maya dan Dini sebagai penjaga exit tol yang saling berkomunikasi melalui telepon genggam. Maya bercerita pada Dini, bahwa dirinya telah berulang kali mendapat perlakuan aneh dari seorang pria yang melewati tol tempatnya bertugas (terlihat pada Gambar 4). Mendengar hal itu, Dini hanya menyuruh Maya untuk mengabaikannya. Nahas, malam itu sang pria kembali datang dan berusaha menyerang Maya. Konflik mulai muncul saat pria tersebut tak henti bertanya pada Maya apakah ia merupakan gadis yang berasal dari Desa Harjosari dan bertanya apakah Maya bernama asli Rahayu. Maya berusaha

38

menyangkal seluruh pertanyaan yang diajukan pria tersebut. Alih-alih pergi karena telah mendapatkan jawaban atas semua pertanyaannya, pria itu justru semakin beringas. Ia mengejar Maya sambil membawa golok dan bersikeras ingin membunuh Maya sebab ia beranggapan bahwa Maya telah membawa kutukan.

Ironisnya, justru pria tersebut yang lebih dulu mati ditembak polisi saat akan membunuh Maya.

Beralih kepada tiga bulan setelah kejadian itu, Maya dan Dini telah berhenti menjadi petugas tol dan memilih berjualan pakaian. Ketika sedang merokok sambil bercengkerama di toilet, Maya menunjukkan sebuah foto keluarga kepada Dini.

Maya menduga bahwa orang-orang yang terdapat dalam foto tersebut adalah keluarganya. Dalam foto, terlihat rumah mewah dan besar yang menjadi latar belakangnya. Meratapi kekurangan finansial mereka, Maya dan Dini memutuskan untuk mengunjungi kediaman orang tua Maya, yang terletak di Desa Harjosari.

Tujuan utama mereka hanyalah satu―yakni mencari tahu soal keberadaan rumah besar yang dilihatnya dalam foto, dan berencana mengambil alih kepemilikannya sebagai modal mereka untuk bertahan hidup dan membangun usaha yang lebih mumpuni.

Selama lebih dari enam jam perjalanan, Maya terus terpikir akan rencana kepergiannya ini. Ia bimbang, apakah ia akan mendapatkan titik terang atas semua misteri dalam hidupnya mengenai keluarga yang tak pernah ia ketahui. Sepanjang perjalanan, Maya mulai mengalami kejadian aneh, yang membuat dirinya semakin ragu dan gelisah. Sesampainya di terminal, Maya dan Dini mendapatkan kendaraan untuk pergi menuju Desa Harjosari, meskipun sebelumnya sempat terlibat adu

39

mulut karena tarif yang dipatok sang kusir delman terlalu mahal. Sepanjang perjalanan, Maya mencoba menggali informasi dari kusir tersebut mengenai desa Harjosari. Namun, dirinya tetap tak mendapatkan jawaban yang memuaskan (terlihat pada Gambar 5). Di tengah perjalanan, mereka melihat rumah besar yang terdapat dalam foto, rumah itu tampak mengerikan dan tak terurus. Desa tersebut dikelilingi pemakaman yang penuh dengan kuburan anak kecil sehingga membuat Maya dan Dini merasa takut serta ragu untuk melanjutkan misi mereka.

Gambar 5, adegan saat perjalanan menuju rumah kepala Desa Harjosari.

Disebabkan harapan untuk terlepas dari jurang kemiskinan lebih besar daripada rasa takut yang muncul, Maya dan Dini tetap nekat untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah kepala desa. Sesampainya di kediaman kepala desa, Ki Saptadi (Ario Bayu) selaku kepala desa Harjosari sedang tidak berada di rumah.

Kedatangan Maya dan Dini disambut dingin oleh Nyi Misni (Christine Hakim) yang merupakan Ibu Ki Saptadi. Nyi Misni meminta mereka untuk datang keesokan harinya. Beranjak dari rumah Ki Saptadi, mereka kembali ke rumah besar tersebut.

40

Teror yang membuka lembar demi lembar misteri yang menyelimuti desa Harjosari, bermula dari sini.

Kekuatan film Perempuan Tanah Jahanam terletak pada susunan ceritanya yang rapi, rinci, dan fokus. Setiap scene memiliki konteks dan konsekuensi yang jelas, sehingga kisah fiksi yang tersaji memberi kesan real dan sukses mengobrak-abrik denyut jantung penonton. Joko Anwar berhasil menyulap plot film yang pada awalnya terkesan klasik menjadi serangkaian kisah yang atraktif. Joko Anwar selaku sutradara dan penulis naskah Perempuan Tanah Jahanam sangat telaten dalam menyusun kepingan-kepingan peristiwa yang mampu menjelaskan asal-usul kebencian warga Desa Harjosari terhadap Maya, serta bagaimana konspirasi bekerja di masa lalu. Sebagai penulis naskah, Joko paham betul bahwa kebencian penduduk desa Harjosari kepada tokoh Maya tak dapat dibiarkan lahir dari ruang kosong, sebab, setiap konflik dalam cerita harus memiliki pijakan yang lugas.

Berangkat dari hal itu, Joko Anwar menautkan beberapa aspek; meliputi klenik, seks, hingga mistisisme Jawa ke dalam semesta cerita Perempuan Tanah Jahanam.

Rajutan elemen-elemen inilah yang memperkokoh plot Perempuan Tanah Jahanam.

Tidak hanya menjual horor dan ketegangan saja, Joko Anwar selaku sutradara juga menyelipkan beberapa kritik sosial yang cukup provokatif dan menyentil dalam film Perempuan Tanah Jahanam ini. Contohnya, terkait seberapa jauh manusia berbuat demi survive dan terlepas dari ‘kutukan’, soal fanatisme buta pada pemimpin, serta isu eksistensialisme tentang makna manusia yang harus terlibat dalam problematika dunia ini. Permasalahan finansial yang dialami

41

oleh tokoh utama juga tentunya bukan sekadar aksesori belaka, melainkan turut menjadi implikasi bagaimana cerita bergulir. Isu-isu ini bisa didapati apabila penonton memaknai film Perempuan Tanah Jahanam secara tersirat dan lebih mendalam.

2.2.3 Lokasi

Sebuah cerita tidak mungkin terjadi tanpa adanya ruang. Ruang merupakan tempat dimana para pelaku cerita bergerak dan berkreatifitas. Sebuah film umumnya terjadi pada suatu tempat dengan dimensi ruang yang jelas, dan selalu menunjuk pada lokasi maupun wilayah yang tegas. Secara harfiah, lokasi berarti letak atau tempat berada. Pada pembahasan mengenai lokasi, peneliti akan memaparkan hasil analisis dari latar tempat yang menjadi ikon/lokasi utama film Perempuan Tanah Jahanam. Berdasarkan proses pengamatan terhadap film Perempuan Tanah Jahanam, ditemukan 3 lokasi utama yang menjadi tempat terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam film, antara lain:

1. Desa Harjosari

Gambar 6, potret Desa Harjosari.

42

Selama tiga bulan, Joko Anwar berusaha mencari lokasi desa yang cocok sebagai tempat proses syuting film horor Perempuan Tanah Jahanam. Ia cukup selektif dalam mencari desa yang akan digunakan sebagai lokasi syuting. Ia benar-benar menginginkan desa yang tak memiliki unsur modern sama sekali. Joko hendak memberi kesan pada penonton dengan mengajak mereka masuk ke sebuah dunia yang familiar, namun belum pernah dibayangkan sebelumnya. Hingga pada akhirnya, Joko Anwar menemukan desa yang dinilai tepat untuk memproduksi filmnya ini (terlihat pada Gambar 6).

‘Tanah Jahanam’ yang menjadi judul film ini, merujuk pada sebuah desa bernama Harjosari. Setting lokasi film Perempuan Tanah Jahanam secara keseluruhan berada di desa Harjosari ini. Menurut pengakuan Joko Anwar, selaku sutradara, desa terpencil ini dipilih karena akses jalannya yang harus melewati hutan dan sangat jauh dari jalan raya. Hanya terdapat jalan setapak yang sulit untuk dilewati kendaraan sehingga sangat mendukung tajuk cerita film Perempuan Tanah Jahanam.

Jika penonton bertanya-tanya di mana letak lokasi syuting film Perempuan Tanah Jahanam, film ini sebenarnya mengambil gambar di beberapa tempat.

Artinya, Desa Harjosari yang dijuluki sebagai tanah jahanam dalam film ini, tidak hanya berada di satu titik. Syuting dilakukan di desa-desa kecil sekitar Malang, Gempol, Lumbang, Bromo, Lumajang, Ijen, dan Banyuwangi, Jawa Timur.

Keberanian Joko Anwar dalam memilih lokasi syuting film garapannya ini menjadi sorotan banyak media. Ketika jumpa pers, saat sesi wawancara, para pemain Perempuan Tanah Jahanam mengatakan bahwa mereka sangat excited dan

43

merasa tertantang ketika berada di lokasi film yang dinamai Desa Harjosari ini.

Pasalnya, mereka tidak hanya diwajibkan memberi performa lakonan terbaik, tetapi juga dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lokasi produksi film Perempuan Tanah Jahanam yang cukup ‘pelik’ ini.

2. Rumah keluarga Maya

Gambar 7, visual rumah keluarga Maya tampak samping.

Lokasi selanjutnya yang menjadi ikon dalam film Perempuan Tanah Jahanam adalah bangunan tua yang dulunya merupakan rumah keluarga Maya (Tara Basro). Di tempat inilah segala sesuatunya bermula. Diceritakan dalam film, terdapat sebuah rumah tua di Desa Harjosari yang terlihat seperti rumah peninggalan bangsawan Jawa Ningrat (terlihat pada Gambar 7). Rumah ini merupakan peninggalan orang tua Maya (Tara Basro) yang menjadi saksi bisu penyebab kutukan di desa Harjosari atau tanah jahanam. Rumah ini dibiarkan kosong selama 25 tahun sepeninggal keluarga Maya dari Desa Harjosari. Karena sudah terlalu lama dibiarkan begitu saja, rumah ini nampak sangat tidak terurus hingga penuh dengan rerumputan

44

yang rimbun memenuhi bagian luar hingga dalam rumah. Atap dan bagian-bagian lainnya juga sudah lapuk dimakan usia.

Menurut beberapa sumber, rumah tua berbentuk 'letter L' ini disinyalir telah berdiri sejak zaman Belanda. Masyarakat setempat membenarkan informasi ini.

Rumah besar yang menjadi rumah keluarga Maya dalam Perempuan Tanah Jahanam merupakan bangunan asli yang sudah terbengkalai selama puluhan tahun. Kondisi bangunan yang memprihatinkan itu, menarik perhatian Joko Anwar selaku sutradara hingga memilihnya untuk menjadi lokasi resmi produksi film Perempuan Tanah Jahanam. Rumah tua yang ikonik di film Perempuan Tanah Jahanam ini memberi aura kengerian tersendiri. Aslinya, rumah ini berlokasi di Desa Lemahbangdewo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. Tumbuhnya pohon yang menyatu dengan rumah tua ini ditambah dengan akar-akarnya menjalar di dinding akan semakin membuat penonton bergidik. Rumah ini dipermak sedemikian rupa agar layak digunakan sebagai lokasi syuting film Perempuan Tanah Jahanam.

Rumah besar yang menjadi rumah keluarga Maya dalam Perempuan Tanah Jahanam merupakan bangunan asli yang sudah terbengkalai selama puluhan tahun. Kondisi bangunan yang memprihatinkan itu, menarik perhatian Joko Anwar selaku sutradara hingga memilihnya untuk menjadi lokasi resmi produksi film Perempuan Tanah Jahanam. Rumah tua yang ikonik di film Perempuan Tanah Jahanam ini memberi aura kengerian tersendiri. Aslinya, rumah ini berlokasi di Desa Lemahbangdewo, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi. Tumbuhnya pohon yang menyatu dengan rumah tua ini ditambah dengan akar-akarnya menjalar di dinding akan semakin membuat penonton bergidik. Rumah ini dipermak sedemikian rupa agar layak digunakan sebagai lokasi syuting film Perempuan Tanah Jahanam.