• Tidak ada hasil yang ditemukan

Corporate Governance

Dalam dokumen SKRIPSI. Oleh : RAHMI IZMA WATI (Halaman 29-39)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Corporate Governance

a. Pengertian Corporate Governance

Governance yang terjemahannya adalah pengaturan yang dalam konteks good corporate governance (GCG) ada yang menyebut tata pamong. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2012: 1).

Corporate Governance dibagi menjadi 2 (dua), internal dan eksternal. Corporate Governance internal terdiri dari pemegang saham, direksi, dewan komisaris, manajer, karyawan/serikat pekerja, sistem remunerasi berdasarkan kinerja, dan komite audit. Sedangkan Corporate Governance eksternal terdiri dari kecukupan undang-undang dan perangkat hukum, investor, institusi penyedia informasi, akuntan publik, intitusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan pemberi pinjaman, serta lembaga yang mengesahkan legalitas (Leksono, 2018: 4).

Di Indonesia, kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham sangat terpusat, dan persentase manajer yang termasuk dalam grup pengendali juga sangat tinggi. Hal ini pada hakikatnya merupakan ciri khas bagi suatu sektor usaha yang sedang berkembang serta pasar modal yang dalam pertumbuhan. Akan tetapi, sementara ekonomi dan perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak pernah lagi membaur dengan

ekonomi dunia untuk pembiayaan pinjaman dan permodalan mereka serta pembelian dan penjualan produk-produknya, perhatian terhadap standar-standar corporate governance yang disepakati ditingkat internasional merupakan keharusan bagi Indonesia (Sutedi, 2012: 5).

Corporate governance di suatu perusahaan dapat dilihat melalui:

1) Dewan Komisaris

Mulyadi (2014: 185) dalam Ayu dan Septiani(2017: 4-5) mengemukakan bahwa dewan komisaris adalah “wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas.

Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi)”. Dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam suatu perusaan berbadan hukum perseroan terbatas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh manajemen serta memberikan masukan kepada dewan direksi dalam memastikan GCG tercipta dengan baik dengan perusahaan tersebut.

Zarkasyi (2008: 97) dalam Ayu dan Septiani(2017: 5) anggota dewan komisaris haruslah mempunyai dan memahami syarat kemampuan dan integritas sehingga dalam melakukan tugasnya dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Anggota dewan komisaris tidak boleh memanfaatkan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadinya atau pihak lain yang terkait dengan independensi. Kemudian diharuskan mematuhi anggaran dasar dan perundang-undangan yang berhubungan dengan tugas yang dilakukannya, dan melaksanakan pedoman GCG-nya.

Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Perusahaan dengan ukuran dewan komisaris yang besar (lebih dari 5%)

15

mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen.

Keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia diatur dengan Ketentuan Bapepam dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. 1-A tanggal 14 Juli tahun 2004.

Berdasarkan aturan tersebut, jumlah dewan komisaris independen minimal adalah 30%. Ketentuan ini memberikan pengaruh terhadap pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen dalam operasi perusahaannya, diantaranya adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Aplikasi pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen oleh komisaris independen adalah ketika manajemen tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan capaian yang telah ditentukan dan aktivitas lainnya yang dapat memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan perusahaan dimasa yang akan datang (Herawati, 2015: 207).

Pengukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris diukur dari jumlah anggota dewan komisaris yang ada dalam perusahaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan (Ayu dan Septiani, 2017: 5).

Dewan Komisaris = Ʃ anggota dewan komisaris 2) Dewan Direksi

Dewan direksi bertanggung jawab untuk bersama-sama mengelola kepentingan dan tujuan Perseroan guna mencapai visi dan misi Perseroan sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dewan direksi/ dewan direktur merupakan seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Peseroan Terbatas (PT), dapat berasal dari seseorang yang memiliki perusahaan tersebut ataupun orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha. Dewan direksi bertindak sebagai aspek sistem pengendalian dalam suatu perusahaan, memiliki peran ganda yaitu sebagai monitoring dan pengambil keputusan. Dalam

penerapannya, pelaksanaan GCG sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari dewan direksi yang dipercaya sebagai pihak yang mengurus perusahaan. Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara penuh dalam mengelola perusahaan.

Semakin tinggi frekuensi rapat antara anggota dewan direksi, mengindikasikan semakin seringnnya komunikasi dan koordinasi antar anggota sehingga lebih mempermudah untuk mewujudkan good corporate governance (Suryono dan Prastiwi, 2011).

Pengukuran dewan direksi

Ukuran dewan direksi diukur dari jumlah rapat dewan direksi yang ada dalam perusahaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan (Suryono dan Prastiwi, 2011).

Dewan Direksi = Ʃ rapat dewan direksi 3) Komite Audit

Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya(Adila dan Sofyan, 2016: 780).

Menurut Bapepam melalui SE-03/PM/2000 komite audit adalah suatu komite yang sedikitnya terdiri dari tiga orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memilikilatar belakang akuntansi dan keuangan. Keberadaan komite audit diharapkan dapat memberikan nilai terhadap penerapan prinsip GCG yang pada akhirnya dapat membatasi atau bahkan mencegah manajemen laba. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat yang independen kepada dewan komisaris yang antara lain meliputi (Franita, 2018: 13-14):

a) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan.

17

b) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

c) Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk memastikan semua risiko yang penting telah dipertimbangkan.

Berdasarkan keputusan Bapepam Nomor Kep 24/PM/2004 disebutkan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan anggaran dasar perusahaan. Rapat dilaksanakan untuk melakukan koordinasi agar efektif dalam menjalankan pengawasan laporan dan pelaksanaan corporate governance perusahaan agar menjadi semakin baik (Suryono dan Prastiwi, 2011: 17).

Pengukuran Komite Audit

Ukuran komite audit diukur dari jumlah rapat komite audit yang ada dalam perusahaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan(Suryono dan Prastiwi, 2011)

Komite audit = Ʃ rapatkomite audit

Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu (Indah dan Yustiavandana, 2008: 148):

a) Laporan Keuangan (Finansial Reporting)

Tanggung jawab komite audit dibidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.

b) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah

dijalankan sesuai undang-undangdan peraturan yang berlaku dan etiks, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

c) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk didalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

b. Prinsip DasarCorporate Governance

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam corporate governance, yaitu sebagai berikut (Sutedi,2012: 11-12):

1. Transparansi

Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholdersharus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya.

Pengungkapan masalah yang khusus berhubungan dengan kompleksnya organisasi dari konglomerat. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki utang yang menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemempuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko dan pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).

Intinya, perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas, dan frekuensi dari pelaporan keuangan. Pengurangan dari kegiatan curang seperti manipulasu laporan (creative accounting), pengakuan pajak yang salah dan penerapan dari prinsip-prinsip

19

pelaporan yang cacat, kesemuaannya adalah masalah krusial untuk meyakinkan bahwa pengelolaan perusahaan dapat dipertahankan (Sustainable). Pelaksanaan menyeluruh dengan syarat-syarat pemeriksaan dan pelaporan yang sesuai hukum akan meningkatkan kejujuran dan pengungkapan (disclosure).

2. Dapat Dipertanggungjawabankan (Accountability)

Banyak perusahaan di Asia dikontrololeh kelompok kecil pemegang saham atau oleh pemilik keluarga (family-owned). Hal ini menimbulkan masalah dalam mempertahankan objektivitas dan pengungkapan yang memadai (adequate disclosure).

Sepertinya pengelolaaan perusahaan didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajemen perusahaan, yang bertanggungjawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. Di banyak perusahaan, manajemen perusahaan duduk dalam dewan pengurus, sehingga terdapat kekurangannya accountability dan berpotensi untuk timbulnya konflik kepentingan.

3. Kewajaran (Fairness)

Prinsip ketiga dari pengelolaan perusahaan penekanan pada kejujuran, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya.

4. Sustainability

Ketika perusahaan negara (corporation) exist dan menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan kumunitasnya agar berhasil. Mereka harus tanggap terhadap lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan

menjadi warga corporate yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya.

c. Teori Corporate Governance 1) Agency theory

Dalam perekonomian modern, manajemen, dan pengelolaan perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepentingan perusahaan. hai ini sejalan dengan Agency theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari.

Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin denagn dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional.

Mereka para tenaga-tenaga profesional, bertugas untuk kepentingan perusahaan, sehingga dalam hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemegang saham. semakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh laba semakin besar pula keuntungan yang didapatkan agents. Sementara pemilik perusahaan (pemegang saham) hanya bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan.

Untuk memahami corporate governance,jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori agensi (agency theory). Teori ini memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agentdengan principalatau principal dengan principal.

Teori ini muncul setelah terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan terdapat dimana-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar dan modern, sehingga teori perusahaan yang klasik tidak bisa lagi dijadikan basis analisis perusahaan seperti itu pada teori perusaah klasik, pemilik

21

perusahaan yang berjiwa wiraswasta, mengendalikan sendiri perusahaannya, mengambil keputusan demi kehidupan perusahaannya, sehingga yang diharapkan adalah maksimum profit sebagai syarat mati untuk bisa hidup dan berkembang (Sutedi, 2012:

13-14).

2) Shareholder Value Theory

Menurut Asian Development Bank(ADB)dalam corporate governance harus ada unsur-unsur shareholders right, equal treatment of shareholder, adanya disclosure (keterbukaan), dan transparancy (transparansi). Di sini tampak ada unsur tambahan, yaitu equal treatment atau keadilan (fairness) dan hak (right).

Sementara itu, OECD memberikan pengertian good corporate governance sebagai suatu bentuk hubungan antara manajemen suatu perusahaan, board of directors, pemegang saham dan stake holder lainnya. Hubungan ini meliputi berbagai aturan dan insentif terbentuknya struktur dan tujuan perusahaan yang pasti, dan cara mencapai tujuan serta pengawasan kinerja perusahaan.

Corporate governance yang efektif menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan, sehingga dapat ditekan seminimal mungkin peluang-peluang terjadinya korupsi, penyalahgunaan wewenang masing-masing organ perusahaan, menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimalkan produktifitas penggunaan aset dan sumber daya lain, sehingga dicapai hasil usaha yang maksimal (Sutedi, 2012: 29-30).

3) Stakeholder Theory

Teori stakeholder, dalam pengertian yang umum menyatakan bahwa tujuan akhir dari teori shareholder value, secara jelas telah gagal untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan, pemasok dan tenaga kerja. Profesor John Kay, dalam tulisannya berjudul Business of Economics (1996,OUP), mencoba untuk

menggambarkan pemikiran tentang teori stakeholder ini dengan memberikan perbandingan antara hukum perusahaan yang berlaku di inggris dan hukum perusahaan yang berlaku di daratan Eropa dan Jepang.

Selanjutnya Kay, dalam Business of Economics(1996, OUP), mengusulkan bahwa model-model alternatif dalam melindungi kepentingan dari stakeholder setidaknya harus memiliki beberapa elemen penting antara lain sebagai berikut (Sutedi, 2012: 39-40):

a) Perbedaan dan pemisahaan harus secara tegas dibuat (melalui mekanisme undang-undang tentang perusahaan) antara perusahaan publik-institusi sosial dan pemilik yang mengontrol perseroan terbatas. “Perusahaan yang telah memenuhi persyaratan ukuran-ukuran tertentu dengan jumlah pemegang saham tertentu diharuskan untuk mendaftar sebagai perusahaan publik, sedangkan statury duties dari direksi dari perusahaan publik tersebut adalah untuk meningkatkan usaha perusahaan dan dengan memberikan kesempatan yang seimbang atas klaim dari investor, pelanggan, pemasok, dan tenaga kerjanya”.

b) Sebuah kerangka kerja governance yang baru harus segera diterapkan kepada perusahaan publik. Perusahaan publik diharuskan untuk meimiliki dewan direksi yang dipimpin oleh direktur independen.

c) Peranan dan fungsi dari CEO, harus ditetapkan dan proses pemilihanya harus melalui konsultasi dengan karyawan, investor, pemasok dan lembaga-lembaga regulatorlain yang relevan. Direktur independen diharapkan dapat memimpin proses tersebut dan menyusun laporan berkaitan dengan kinerja dan strategi perusahaan.

d) Penunjukan CEO melalui proses di atas adalah untuk jangka waktu yang tetap selama 4 (empat) tahun.

23

e) Kewenangan penunjukan direktur seharusnya diserahkan kepada direktur independen namun direktur independen tersebut harus mengkonsultasikan kepada stakeholder sebelum menunjuk direktur independen yang baru.

Dalam dokumen SKRIPSI. Oleh : RAHMI IZMA WATI (Halaman 29-39)