• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Operasional

Dalam dokumen SKRIPSI. Oleh : RAHMI IZMA WATI (Halaman 27-0)

BAB I PENDAHULUAN

G. Definisi Operasional

Corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2012: 1).

Sustainability report berarti laporan yang memuat tidak saja informasi kinerja keuangan tetapi juga informasi non keuangan yang terdiri dari informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang memungkinkan perusahaan bisa bertumbuh secara berkesinambungan (sustainable performance). Saat ini implementasi Sustainability reportdi Indonesia didukung oleh aturan pemerintah seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) Nomor 40 tahun 2007 (Tarigan, dan Semuel, 2014: 90).

Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak diluar manajemen dan pemilik modal. Sebagai suatuinstrumen ekonomi, perusahaan tidak lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, terutama lingkungan ekonomi dan lingkungan politik. Seiring dengan meningkatnya

kesadaran dan kepekaan dari stakeholders perusahaan maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para stakeholder, karyawan (buruh), pelanggan, komunitas lokal, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lain sebagainya. Dalam menjalankan mekanisme corporate governance, perusahaan dituntut tidak hanya memperhatikan nilai ekonomi dari kegiatannya tapi juga nilai tambah lain, keseimbangan kepentingan stakeholder, dan kepatuhan terhadap peraturan serta norma yang berlaku atas kegiatan yang dilakukan. Jadi, semakin baik penerapan corporate governance maka semakin baik pengungkapan sustainability reportperusahaan.

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Corporate Governance

a. Pengertian Corporate Governance

Governance yang terjemahannya adalah pengaturan yang dalam konteks good corporate governance (GCG) ada yang menyebut tata pamong. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal, komisaris/dewan pengawas dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2012: 1).

Corporate Governance dibagi menjadi 2 (dua), internal dan eksternal. Corporate Governance internal terdiri dari pemegang saham, direksi, dewan komisaris, manajer, karyawan/serikat pekerja, sistem remunerasi berdasarkan kinerja, dan komite audit. Sedangkan Corporate Governance eksternal terdiri dari kecukupan undang-undang dan perangkat hukum, investor, institusi penyedia informasi, akuntan publik, intitusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan pemberi pinjaman, serta lembaga yang mengesahkan legalitas (Leksono, 2018: 4).

Di Indonesia, kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham sangat terpusat, dan persentase manajer yang termasuk dalam grup pengendali juga sangat tinggi. Hal ini pada hakikatnya merupakan ciri khas bagi suatu sektor usaha yang sedang berkembang serta pasar modal yang dalam pertumbuhan. Akan tetapi, sementara ekonomi dan perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak pernah lagi membaur dengan

ekonomi dunia untuk pembiayaan pinjaman dan permodalan mereka serta pembelian dan penjualan produk-produknya, perhatian terhadap standar-standar corporate governance yang disepakati ditingkat internasional merupakan keharusan bagi Indonesia (Sutedi, 2012: 5).

Corporate governance di suatu perusahaan dapat dilihat melalui:

1) Dewan Komisaris

Mulyadi (2014: 185) dalam Ayu dan Septiani(2017: 4-5) mengemukakan bahwa dewan komisaris adalah “wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas.

Dewan ini berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi)”. Dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris adalah wakil pemegang saham dalam suatu perusaan berbadan hukum perseroan terbatas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan pengelolaan perusahaan yang dilakukan oleh manajemen serta memberikan masukan kepada dewan direksi dalam memastikan GCG tercipta dengan baik dengan perusahaan tersebut.

Zarkasyi (2008: 97) dalam Ayu dan Septiani(2017: 5) anggota dewan komisaris haruslah mempunyai dan memahami syarat kemampuan dan integritas sehingga dalam melakukan tugasnya dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Anggota dewan komisaris tidak boleh memanfaatkan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadinya atau pihak lain yang terkait dengan independensi. Kemudian diharuskan mematuhi anggaran dasar dan perundang-undangan yang berhubungan dengan tugas yang dilakukannya, dan melaksanakan pedoman GCG-nya.

Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO) dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. Perusahaan dengan ukuran dewan komisaris yang besar (lebih dari 5%)

15

mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen.

Keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia diatur dengan Ketentuan Bapepam dan Peraturan Bursa Efek Indonesia No. 1-A tanggal 14 Juli tahun 2004.

Berdasarkan aturan tersebut, jumlah dewan komisaris independen minimal adalah 30%. Ketentuan ini memberikan pengaruh terhadap pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen dalam operasi perusahaannya, diantaranya adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Aplikasi pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen oleh komisaris independen adalah ketika manajemen tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan capaian yang telah ditentukan dan aktivitas lainnya yang dapat memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan perusahaan dimasa yang akan datang (Herawati, 2015: 207).

Pengukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris diukur dari jumlah anggota dewan komisaris yang ada dalam perusahaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan (Ayu dan Septiani, 2017: 5).

Dewan Komisaris = Ʃ anggota dewan komisaris 2) Dewan Direksi

Dewan direksi bertanggung jawab untuk bersama-sama mengelola kepentingan dan tujuan Perseroan guna mencapai visi dan misi Perseroan sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dewan direksi/ dewan direktur merupakan seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Peseroan Terbatas (PT), dapat berasal dari seseorang yang memiliki perusahaan tersebut ataupun orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha. Dewan direksi bertindak sebagai aspek sistem pengendalian dalam suatu perusahaan, memiliki peran ganda yaitu sebagai monitoring dan pengambil keputusan. Dalam

penerapannya, pelaksanaan GCG sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari dewan direksi yang dipercaya sebagai pihak yang mengurus perusahaan. Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara penuh dalam mengelola perusahaan.

Semakin tinggi frekuensi rapat antara anggota dewan direksi, mengindikasikan semakin seringnnya komunikasi dan koordinasi antar anggota sehingga lebih mempermudah untuk mewujudkan good corporate governance (Suryono dan Prastiwi, 2011).

Pengukuran dewan direksi

Ukuran dewan direksi diukur dari jumlah rapat dewan direksi yang ada dalam perusahaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan (Suryono dan Prastiwi, 2011).

Dewan Direksi = Ʃ rapat dewan direksi 3) Komite Audit

Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip good corporate governance. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya(Adila dan Sofyan, 2016: 780).

Menurut Bapepam melalui SE-03/PM/2000 komite audit adalah suatu komite yang sedikitnya terdiri dari tiga orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memilikilatar belakang akuntansi dan keuangan. Keberadaan komite audit diharapkan dapat memberikan nilai terhadap penerapan prinsip GCG yang pada akhirnya dapat membatasi atau bahkan mencegah manajemen laba. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat yang independen kepada dewan komisaris yang antara lain meliputi (Franita, 2018: 13-14):

a) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan.

17

b) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

c) Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk memastikan semua risiko yang penting telah dipertimbangkan.

Berdasarkan keputusan Bapepam Nomor Kep 24/PM/2004 disebutkan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan anggaran dasar perusahaan. Rapat dilaksanakan untuk melakukan koordinasi agar efektif dalam menjalankan pengawasan laporan dan pelaksanaan corporate governance perusahaan agar menjadi semakin baik (Suryono dan Prastiwi, 2011: 17).

Pengukuran Komite Audit

Ukuran komite audit diukur dari jumlah rapat komite audit yang ada dalam perusahaan yang dicantumkan dalam laporan keuangan(Suryono dan Prastiwi, 2011)

Komite audit = Ʃ rapatkomite audit

Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu (Indah dan Yustiavandana, 2008: 148):

a) Laporan Keuangan (Finansial Reporting)

Tanggung jawab komite audit dibidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.

b) Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah

dijalankan sesuai undang-undangdan peraturan yang berlaku dan etiks, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

c) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk didalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

b. Prinsip DasarCorporate Governance

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam corporate governance, yaitu sebagai berikut (Sutedi,2012: 11-12):

1. Transparansi

Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholdersharus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya.

Pengungkapan masalah yang khusus berhubungan dengan kompleksnya organisasi dari konglomerat. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki utang yang menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemempuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko dan pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).

Intinya, perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas, dan frekuensi dari pelaporan keuangan. Pengurangan dari kegiatan curang seperti manipulasu laporan (creative accounting), pengakuan pajak yang salah dan penerapan dari prinsip-prinsip

19

pelaporan yang cacat, kesemuaannya adalah masalah krusial untuk meyakinkan bahwa pengelolaan perusahaan dapat dipertahankan (Sustainable). Pelaksanaan menyeluruh dengan syarat-syarat pemeriksaan dan pelaporan yang sesuai hukum akan meningkatkan kejujuran dan pengungkapan (disclosure).

2. Dapat Dipertanggungjawabankan (Accountability)

Banyak perusahaan di Asia dikontrololeh kelompok kecil pemegang saham atau oleh pemilik keluarga (family-owned). Hal ini menimbulkan masalah dalam mempertahankan objektivitas dan pengungkapan yang memadai (adequate disclosure).

Sepertinya pengelolaaan perusahaan didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajemen perusahaan, yang bertanggungjawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. Di banyak perusahaan, manajemen perusahaan duduk dalam dewan pengurus, sehingga terdapat kekurangannya accountability dan berpotensi untuk timbulnya konflik kepentingan.

3. Kewajaran (Fairness)

Prinsip ketiga dari pengelolaan perusahaan penekanan pada kejujuran, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya.

4. Sustainability

Ketika perusahaan negara (corporation) exist dan menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan kumunitasnya agar berhasil. Mereka harus tanggap terhadap lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan

menjadi warga corporate yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya.

c. Teori Corporate Governance 1) Agency theory

Dalam perekonomian modern, manajemen, dan pengelolaan perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepentingan perusahaan. hai ini sejalan dengan Agency theory yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenaga-tenaga profesional (disebut agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari.

Tujuan dari dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin denagn dikelolanya perusahaan oleh tenaga-tenaga profesional.

Mereka para tenaga-tenaga profesional, bertugas untuk kepentingan perusahaan, sehingga dalam hal ini para profesional tersebut berperan sebagai agents-nya pemegang saham. semakin besar perusahaan yang dikelola memperoleh laba semakin besar pula keuntungan yang didapatkan agents. Sementara pemilik perusahaan (pemegang saham) hanya bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan.

Untuk memahami corporate governance,jalan yang paling dekat adalah dengan memahami teori agensi (agency theory). Teori ini memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agentdengan principalatau principal dengan principal.

Teori ini muncul setelah terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan terdapat dimana-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar dan modern, sehingga teori perusahaan yang klasik tidak bisa lagi dijadikan basis analisis perusahaan seperti itu pada teori perusaah klasik, pemilik

21

perusahaan yang berjiwa wiraswasta, mengendalikan sendiri perusahaannya, mengambil keputusan demi kehidupan perusahaannya, sehingga yang diharapkan adalah maksimum profit sebagai syarat mati untuk bisa hidup dan berkembang (Sutedi, 2012:

13-14).

2) Shareholder Value Theory

Menurut Asian Development Bank(ADB)dalam corporate governance harus ada unsur-unsur shareholders right, equal treatment of shareholder, adanya disclosure (keterbukaan), dan transparancy (transparansi). Di sini tampak ada unsur tambahan, yaitu equal treatment atau keadilan (fairness) dan hak (right).

Sementara itu, OECD memberikan pengertian good corporate governance sebagai suatu bentuk hubungan antara manajemen suatu perusahaan, board of directors, pemegang saham dan stake holder lainnya. Hubungan ini meliputi berbagai aturan dan insentif terbentuknya struktur dan tujuan perusahaan yang pasti, dan cara mencapai tujuan serta pengawasan kinerja perusahaan.

Corporate governance yang efektif menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian perusahaan, sehingga dapat ditekan seminimal mungkin peluang-peluang terjadinya korupsi, penyalahgunaan wewenang masing-masing organ perusahaan, menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimalkan produktifitas penggunaan aset dan sumber daya lain, sehingga dicapai hasil usaha yang maksimal (Sutedi, 2012: 29-30).

3) Stakeholder Theory

Teori stakeholder, dalam pengertian yang umum menyatakan bahwa tujuan akhir dari teori shareholder value, secara jelas telah gagal untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari pelanggan, pemasok dan tenaga kerja. Profesor John Kay, dalam tulisannya berjudul Business of Economics (1996,OUP), mencoba untuk

menggambarkan pemikiran tentang teori stakeholder ini dengan memberikan perbandingan antara hukum perusahaan yang berlaku di inggris dan hukum perusahaan yang berlaku di daratan Eropa dan Jepang.

Selanjutnya Kay, dalam Business of Economics(1996, OUP), mengusulkan bahwa model-model alternatif dalam melindungi kepentingan dari stakeholder setidaknya harus memiliki beberapa elemen penting antara lain sebagai berikut (Sutedi, 2012: 39-40):

a) Perbedaan dan pemisahaan harus secara tegas dibuat (melalui mekanisme undang-undang tentang perusahaan) antara perusahaan publik-institusi sosial dan pemilik yang mengontrol perseroan terbatas. “Perusahaan yang telah memenuhi persyaratan ukuran-ukuran tertentu dengan jumlah pemegang saham tertentu diharuskan untuk mendaftar sebagai perusahaan publik, sedangkan statury duties dari direksi dari perusahaan publik tersebut adalah untuk meningkatkan usaha perusahaan dan dengan memberikan kesempatan yang seimbang atas klaim dari investor, pelanggan, pemasok, dan tenaga kerjanya”.

b) Sebuah kerangka kerja governance yang baru harus segera diterapkan kepada perusahaan publik. Perusahaan publik diharuskan untuk meimiliki dewan direksi yang dipimpin oleh direktur independen.

c) Peranan dan fungsi dari CEO, harus ditetapkan dan proses pemilihanya harus melalui konsultasi dengan karyawan, investor, pemasok dan lembaga-lembaga regulatorlain yang relevan. Direktur independen diharapkan dapat memimpin proses tersebut dan menyusun laporan berkaitan dengan kinerja dan strategi perusahaan.

d) Penunjukan CEO melalui proses di atas adalah untuk jangka waktu yang tetap selama 4 (empat) tahun.

23

e) Kewenangan penunjukan direktur seharusnya diserahkan kepada direktur independen namun direktur independen tersebut harus mengkonsultasikan kepada stakeholder sebelum menunjuk direktur independen yang baru.

2. Karakteristik Perusahaan

Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara entitas yang satu dengan yang lain.

a. Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya bahwa penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir, 2010: 115).

Pengukuran variabel profitabilitas ini menggunakan ROA (Return on Asset). ROA menggambarkan kemampuan dari aset yang dioperasionalkan untuk menghasilkan laba operasi. Rasio ini juga digunakan untuk melihat bahagian yang diperoleh oleh investor (kreditur dan pemilik) dari setiap rupiah yang telah diinvestasikan.

Rumus yang digunakan untuk menghitung ROA adalah (Nofrivul, 2008:

25):

Raharjo (2013:10-11) mengatakan bahwa dalam memaksimalkan keuntungan selalu ada pertukaran dengan risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi, akan semakin besar pula keuntungan yang diharapkan.

Seumpama kita diminta memilih diantara dua proyek yang mempunyai risiko yang sama, kita akan memilih proyek yang akan memberikan imbalan atau perolehan yang akan diterima cukup memadai untuk

menutup risiko yang dihadapi. Pola yang dikembangkan untuk mengatasi masalah keuntungan dan risiko adalah memaksimalkan laba (maximize profit) disamping meminimumkan risiko (minimizing risk).

Dalam menangani keseimbangan keuntungan dalam risiko ini, perusahaan harus mengembangkan kontrol atas aliran dana dengan keluwesan untuk respon terhadap adanya perubahan lingkungan operasi. Pola ini mengidentifikasi empat sasaran:

1. Memaksimalkan Laba. Keuangan harus berjuang untuk mendapatkan keuntungan perusahaan yang tinggi untuk jangka panjang (primer) di samping jangka pendek (sekunder).

2. Meminimumkan Risiko. Keuangan harus selalu mencari tindakan yang dapat menghindarkan perusahaan dari risiko yang tidak perlu dan mengantisipasi masalah-masalah serta cara mengatasi.

3. Selalu mengendalikan. Aliran dana baik yang masuk maupun keluar perusahaan harus selalu dimonitor untuk memastikan bahwa dimanfaatkan dan dijaga dengan baik. Sistem pelaporan keuangan harus dirancang agar dapat memberikan gambaran aktifitas perusahaan secara akurat dan tepat waktu.

4. Keluwesan atau Fleksibilitas. Perusahaan harus selalu siap menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Fleksibilitas dapat diperoleh dengan pengelolaan dana dan aktivitas secara seksama. Jika perusahaan telah mengalokasikan dana yang cukup jauh-jauh hari maka akan fleksibel bila nanti memang dibutuhkan.

Jika dapat disertifikasikan dan dianalisis adanya beberapa proyek yang berpotensi dikembangkan, maka akan diperoleh fleksibilitas dalam menentukan tindakan dimasa mendatang. Keuangan diusahakan seluwes mungkin dalam menyediakan dana atau data yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan.

25

b. Ukuran Perusahaan

Ukuran Perusahaan secara umum diartikan sebagai suatu perbandingan besar atau kecilnya suatu objek. Sedangkan perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh seorang atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak dari pada perusahaan kecil karena perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan tanggung jawab sosial (Adila dan Syofyan, 2016: 780).

Menurut Bapepam No. 9 tahun 1995 (UURI, 1995) ukuran perusahaan dapat digolongkan atas 2 kelompok sebagai berikut:

1) Perusahaan kecil, merupakan badan hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki sejumlah kekayaan (total asset) tidak lebih dari Rp. 20 miliar; bukan berarti afiliasi dan dikendalikan oleh suatu perusahaan yang bukan perusahaan menengah/kecil;

bukan merupakan reksadana.

2) Perusahaan menengah/besar, merupakan kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan usaha. Usaha ini meliputi usaha nasional (milik negara atau swasta) dan usaha asing yang melakukan kegiatan di Indonesia.

Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dapat lebih bertahan dari pada perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil, karena semakin besar entitas, semakin besar pula sumber daya yang dimiliki entitas tersebut. Dengan semakin besarnya sumber daya yang dimiliki entitas, maka entitas tersebut akan lebih banyak berhubungan dengan stakeholder, sehingga diperlukan tingkat pengungkapan atas aktivitas entitas yang lebih besar, termasuk pengungkapan dalam tanggung jawab sosial (Kamil dan Herusetya, 2012).

Untuk melihat ukuran perusahaan maka rumus yang digunakan adalah (Barung, 2018: 82):

SIZE = log ( total asset)

3. Sustainability Report

a. Pengertian Sustainability Report

Sustainability(keberlanjutan) merupakan terminologi dinamis yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal. Permasalahan sustainability muncul karena adanya ketidakseimbangan kehidupan di bunia yang semakin terasa, dimana ada orang yang kaya dan di belahan dunia banyak orang yang masih hidup sangat miskin ada orang yang bekerja dan ditempat lain banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan.

Hal demikian yang membuat orang berpikir bahwa untuk mendapatkan kehidupan yang baik dan dapat memenuhi kehidupan di masa yang akan datang, maka harus ada pola kehidupan yang baru dan saling bekerja bersama.

Membangun dan mempertahankan kepercayaan dalam bisnis dan pemerintah adalah hal mendasar untuk mencapai ekonomi dan dunia yang berkelanjutan. Setiap hari, keputusan dibuat oleh bisnis dan pemerintahan yang memiliki dampak langsung pada para pemangku kepentingan mereka, seperti lembaga keuangan, organisasi buruh, masyarakat sipil dan warga negara, seperti tingkat kepercayaan yang mereka miliki dengan mereka. Keputusan-keputusan jarang didasarkan pada informasi keuangan saja. Mereka didasarkan pada penilaian risiko dan peluang menggunakan informasi tentang berbagai masalah langsung dan masa depan.

Nilai dari proses pelaporan keberlanjutan adalah memastikan organisasi mempertimbangkan dampaknya terhadap isu-isu keberlanjutan ini, dan kemungkinan mereka untuk transparan tentang risiko dan peluang yang mereka hadapi. Pemangku kepentingan juga memainkan peran penting dalam mengidentifikasi risiko dan peluang ini untuk organisasi, terutama yang non keuangan. Peningkatan transparansi ini mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih

27

baik, yaitu membantu membangun dan memelihara kepercayaan dalam bisnis dan pemerintah (Mulyani, dkk, 2018: 152-153).

b. Tujuan Sustaianability Report

Berkaitan dengan adanya perubahan paradigma keberlanjutan, maka perusahaan tidak hanya mementingkan pendapatan dan laba, melainkan lebih kepada keberlanjutan. Fokus yang ada sekarang adalah keberlangsungan hidup perusahaan kedepan serta dampak perusahaan dalam aspek-aspek terkait sustainability untuk kepentingan

Berkaitan dengan adanya perubahan paradigma keberlanjutan, maka perusahaan tidak hanya mementingkan pendapatan dan laba, melainkan lebih kepada keberlanjutan. Fokus yang ada sekarang adalah keberlangsungan hidup perusahaan kedepan serta dampak perusahaan dalam aspek-aspek terkait sustainability untuk kepentingan

Dalam dokumen SKRIPSI. Oleh : RAHMI IZMA WATI (Halaman 27-0)