• Tidak ada hasil yang ditemukan

D ANA P ERIMBANGAN

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

D ANA P ERIMBANGAN

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH merupakan bagian dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk mengatasi

masalah ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Sumber-sumber penerimaan yang dibagihasilkan yaitu penerimaan dari pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan cukai hasil tembakau) dan dana bagi hasil sumberdaya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan). Penggunaan DBH tersebut telah menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah penerima kecuali untuk dana bagi hasil cukai tembakau, dimana penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya. Berkaitan dengan alokasi DBH untuk daerah pemekaran baru akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN dengan terus meningkatkan akurasi data dasar perhitungan DAU yang bersumber dari instansi yang berwenang, dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas/tanggung gugat penggunaannya.

DAU merupakan transfer pemerintah Pusat kepada Daerah dan bersifat “Block Grant” yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. DAU terdiri dari DAU untuk daerah provinsi dan DAU untuk daerah kabupaten/ kota. Proporsi DAU untuk daerah provinsi adalah 10,0 persen dari pagu DAU nasional dan proporsi daerah Kabupaten/Kota adalah 90,0 persen dari pagu DAU. Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula DAU dan mekanisme sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 tahun 2004 dan PP Nomor 55 tahun 2005. Alokasi DAU untuk daerah pemekaran baru dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya.

Langkah-langkah untuk penyempurnaan formulasi alokasi, proses penghitungan, dan penetapan alokasi akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah pegawai, sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus.

UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu daerah tertentu dalam mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.

Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

Kriteria Umum. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah. Kemampuan keuangan daerah tersebut dihitung berdasarkan indeks fiskal netto (IFN) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Kriteria Khusus. Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus, dan karakteristik daerah, yaitu:

a. Peraturan perundangan:

• Daerah-daerah yang menurut ketentuan peraturan perundangan diberi status otonomi khusus, diprioritaskan mendapat alokasi DAK

• Seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapat alokasi DAK

b. Karakteristik daerah: daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, daerah rawan bencana, dan daerah pariwisata, diprioritaskan mendapat alokasi DAK.

Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.

Kriteria Teknis. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi daerah yang mengalokasikan dana daerah diluar DAK untuk membiayai kegiatan serupa sesuai bidang DAK. Kriteria teknis dirumuskan berdasarkan indeks teknis yang ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga teknis terkait.

Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2010 adalah sebagai berikut:

1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, dalam rangka mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat, melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Selain itu, alokasi juga diberikan kepada seluruh daerah yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK. 2. Mendukung prioritas percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, serta

penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial, terutama dalam rangka perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin.

3. Mendukung prioritas peningkatan kualitas sumberdaya manusia, khususnya dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan; percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat dan pengendalian penyakit; peningkatan jaminan pelayanan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan; pemantapan revitalisasi program KB; dan peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata.

4. Mendukung prioritas pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional, terutama dalam rangka penguatan kapasitas pemerintahan daerah dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

5. Mendukung prioritas penguatan perekonomian domestik yang berdaya saing, yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi, khususnya dalam rangka peningkatan stabilitas harga dan pengamanan pasokan bahan pokok; peningkatan ketahanan pangan; revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan; perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin; peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai SPM; dan dukungan infrastruktur bagi peningkatan daya saing sektor riil.

6. Mendukung prioritas peningkatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, khususnya dalam rangka peningkatan pengelolaan sumberdaya air; peningkatan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam; dan peningkatan kualitas penataan ruang dan pengelolaan pertanahan.

Pemilihan bidang kegiatan yang layak dibiayai oleh DAK tahun 2010 dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Bidang kegiatan yang diusulkan memiliki kesesuaian dengan prioritas dan fokus prioritas pembangunan nasional tahun 2010;

2. Bidang kegiatan yang diusulkan merupakan urusan daerah, dan diprioritaskan bagi – kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemenuhan pelayanan dasar;

3. Bidang yang telah memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan diprioritaskan bagi kegiatan yang berkaitan langsung dengan pemenuhan SPM;

4. Kesiapan dalam perencanaan dan pelaksanaan, seperti: i) telah memiliki indikator kinerja yang terukur; ii) telah memiliki kriteria teknis; iii) telah memiliki kerangka perencanaan dan penganggaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF); dan iv) telah memiliki indikasi lokus prioritas;

5. Bidang yang mendapat pengalihan anggaran dari kementerian/lembaga diprioritaskan. Pengalihan yang dimaksud adalah pengalihan anggaran kementerian/lembaga ke DAK yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan telah menjadi urusan daerah.

Berdasarkan kriteria tersebut maka bidang kegiatan yang dinilai layak didanai DAK untuk mendukung pencapaian sasaran prioritas nasional dalam RKP tahun 2010 terdiri dari 14 bidang yang meliputi:

1. Infrastruktur Air Minum; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Adapun ruang lingkup kegiatan antara lain: (i) penyempurnaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) eksisting; (ii) pembangunan SPAM baru; dan (iii) perluasan jaringan dan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat miskin.

2. Infrastruktur Sanitasi; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Adapun ruang lingkup kegiatan antara lain: (i) penyempurnaan Sistem dan Pelayanan Eksisting (air limbah, persampahan, dan drainase); (ii) pengembangan Pelayanan Sistem dan Layanan Baru (air limbah, persampahan, dan drainase); (iii) perluasan jaringan dan peningkatan sambungan pelayanan air limbah untuk masyarakat miskin dan/atau kumuh melalui pengembangan sistem air limbah komunal; dan (iv) dukungan pada kegiatan 3 R (reduce, reuse, recycle).

3. Kesehatan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat, pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. Lingkup kegiatan adalah; (i) pembangunan, peningkatan, dan perbaikan puskesmas, dan jaringannya; (ii) pembangunan pos kesehatan desa; (iii) pengadaan peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya; (iv) pembangunan instalasi farmasi di kabupaten/kota, dan (v) peningkatan fasilitas Rumah Sakit Provinsi, Kabupaten/Kota; serta (vi) pengadaan obat generik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan obat generik pada pelayanan kesehatan.

4. Pendidikan; arah kebijakannya adalah untuk menunjang pelaksanaan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang Bermutu dan Merata. Adapun ruang lingkup kegiatannya mencakup: (i) pembangunan ruang kelas baru (RKB) untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), (ii) pembangunan ruang perpustakaan atau pusat sumber belajar untuk Sekolah Dasar (SD) dan SMP beserta perabotnya; dan (iii) rehabilitasi gedung SD dan SMP dan fasilitas pendukungnya yang mengalami kerusakan. Penyediaan DAK bidang pendidikan diprioritaskan untuk daerah yang capaian partisipasi pendidikan dasarnya masih rendah, daerah tertinggal, daerah terpencil, dan daerah perbatasan.

5. Keluarga Berencana; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana, dengan meningkatkan: (i) daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB tenaga lini lapangan; (ii) sarana dan prasarana fisik pelayanan KB; (iii) sarana dan prasarana fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; serta (iv) sarana dan prasarana fisik pembinaan tumbuh kembang anak. Adapun ruang lingkup kegiatannya adalah pengadaan: (i) sepeda motor bagi PKB/PLKB dan PPLKB; (ii) mobil pelayanan KB keliling; (iii) sarana pelayanan di Klinik KB; (iv) mobil unit penerangan (MUPEN) KB; (v) pengadaan public address dan KIE Kit; serta (vi) pengadaan bina keluarga balita (BKB) Kit; (vii) pembangunan gudang alokon.

6. Prasarana Pemerintahan Daerah; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2008 dan tahun 2009. Penggunaannya diprioritaskan untuk pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor DPRD, dan pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor kecamatan dengan tetap memperhatikan kriteria umum, khusus, dan teknis dalam penentuan daerah penerima.

7. Pertanian; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dan desa dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional. Adapun ruang lingkup kegiatannya: (i) penyediaan fisik prasarana penyuluhan yang hanya digunakan untuk pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan; (ii) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan lahan meliputi: pembangunan/rehabilitasi jalan usahatani (JUT), jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan kesuburan tanah, sarana/alat pengolah kompos, konservasi lahan, serta reklamasi lahan rawa pasang surut dan rawa lebak; (iii) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan air, meliputi pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit, embung; dan

(iv) perluasan areal meliputi: cetak sawah, pembukaan lahan kering/ perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

8. Infrastruktur Irigasi; arah kebijakannya adalah untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program katahanan pangan. Ruang lingkup kegiatannya adalah peningkatan, rehabilatasi, dan pembangunan jaringan irigasi. Untuk tetap menjamin ketersediaan dana OP dari pemerintah daerah, maka alokasi DAK diberikan kepada pemerintah daerah, dengan persyaratan bahwa Pemda dapat memperoleh dana DAK apabila telah mengalokasikan biaya OP pada wilayah yang menjadi kewenangannya.

9. Kelautan dan Perikanan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan pengawasan serta penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat peseisir lainnya yang didukung dengan penyuluhan. Adapun tujuan kegiatannya adalah (i) meningkatkan standar pelayanan bidang kelautan dan perikanan kepada masyarakat; (ii) meningkatkan produksi perikanan dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan penyediaan kebutuhan konsumsi protein bersumber ikan; (iii) meningkatkan mutu dan nilai tambah produk perikanan, serta penaganan ikan yang lebih higienis dari on-farm hingga pengolahannya dalam rangka mendukung keamanan produk pangan bersumber ikan; (iv) meningkatkan pengelolaan perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan; (v) meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pengawasan sumber daya ikan; (vi) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat pesisir lainnya yang terkait dengan bidang perikanan.

10. Sarana dan Prasarana Perdesaan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan sarana dasar; untuk memperlancar arus angkutan penumpang, bahan pokok, dan produk pertanian lainnya dari daerah pusat-pusat produksi di perdesaan ke daerah pemasaran; serta mendorong peningkatan kualitas produktivitas, dan diversifikasi ekonomi terutama di perdesaaan melalui kegiatan pembangunan infrastruktur yang diutamakan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil. Adapun ruang lingkup kegiatannya adalah pengadaan moda transportasi perintis darat, laut dan air/rawa.

11. Infrastruktur Jalan Provinsi dan Kabupaten; arah kebijakannya adalah untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan fiskal rendah atau sedang, dalam rangka mendanai kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan dan pembangunan jalan provinsi, jalan kabupaten/kota yang telah menjadi urusan daerah, mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional, serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan.

12. Sarana Perdagangan; arah kebijakannya adalah meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan yang memadai sebagai upaya untuk memperlancar arus barang antar wilayah serta meningkatkan ketersediaan dan kestabilan harga bahan pokok, terutama di daerah

perdesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, dan paska bencana dan daerah pemekaran.

13. Lingkungan Hidup; arah kebijakannya adalah untuk mendorong pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal bidang Lingkungan Hidup serta mendorong penguatan kapasitas kelembagaan di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran air, pencegahan pencemaran udara, dan informasi status kerusakan tanah. Ruang lingkup kegiatannya adalah: (i) pembangunan gedung laboratorium, pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air, pengadaan laboratorium lingkungan bergerak; (ii) pembangunan unit pengolahan sampah (3R), pembangunan teknologi biogas, pembangunan IPAL komunal, dan pengembangan septik tank komunal; (iii) penanaman pohon di sekitar sumber air di luar kawasan hutan, pembangunan sumur resapan/biopori, pembangunan Taman Hijau, pengadaan papan informasi, dan pengadaan alat pencacah gulma; (iv) pengembangan sistem informasi lingkungan untuk memantau kualitas air; (v) pengadaan alat pemantauan kualitas udara, alat pembuat asap cair, dan alat pembuat briket arang; dan (vi) pengadaan alat pemantau kualitas tanah.

14. Pelestarian Hutan, Tanah, dan Air; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukungnya. Kebijakan tersebut dicapai dengan melaksanakan rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis, kawasan mangrove serta meningkatkan pengelolaan Tahura dan Hutan Kota yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Ruang lingkup kegiatannya adalah (i) rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan, kawasan mangrove, Tahura, dan Hutan Kota, (ii) pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk pengamanan hutan, (iii) pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya, (iv) pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (bangunan konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahanan, dam pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan bangunan konservasi tanah dan air lainnya, (v) peningkatan penyediaan sarana penyuluhan teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).

Sehubungan dengan pemberian kewenangan pelayanan publik kepada daerah yang semakin besar dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi belanja, maka untuk setiap bidang kegiatan DAK akan ditetapkan petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan DAK yang dibuat oleh masing-masing K/L yang menggabungkan antara kebutuhan/aspirasi daerah dan kepentingan nasional.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus.

Sebagai wujud pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan ditetapkannya UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang, serta Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus.

Pada prinsipnya UU Nomor 35 Tahun 2008 tersebut mengamanatkan bahwa UU Nomor 21 Tahun 2001 berlaku bukan hanya untuk Provinsi Papua beserta seluruh kabupaten/kota, melainkan semua daerah, baik Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat maupun kabupaten/kota yang berada di daratan Papua. Dengan ditetapkannya Perpu tersebut,

mengakibatkan antara lain: (i) dana otonomi khusus yang besarnya 2 persen dari total DAU Nasional akan dibagi antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (ii) tambahan dana otonomi khusus untuk infrastruktur akan diberikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat secara terpisah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Jika dalam perkembangannya terdapat daerah pemekaran baru maka kebijakan dan alokasinya akan dikoordinasikan terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terkait.

Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diprioritaskan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi kabupaten, kota, dan provinsi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.

Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diberikan dalam rangka otonomi khusus yang diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008.

Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otonomi Khusus untuk NAD berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional. Alokasi Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta Provinsi NAD tersebut akan ditransfer secara triwulanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan.

BAB 4