• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN

BAB 9 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Kondisi Umum

Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.

Pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, yang mengamanatkan bahwa pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan diarahkan pada pencapaian sasaran pokok, yaitu:

(1)terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika,

berbudaya, dan beradab, yang ditandai antara lain oleh: (a) karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek; dan (b) makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat, dan martabat manusia Indonesia, dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa; dan

(2)terwujudnya bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih

makmur dan sejahtera, yang antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia, termasuk peran perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks pembangunan gender (IPG), serta tercapainya penduduk tumbuh seimbang.

Dalam rangka mencapai kedua sasaran pembangunan jangka panjang tersebut di atas, berbagai upaya pembangunan di bidang sosial budaya dan kehidupan beragama selama periode tahun 2004 - 2009 telah dilakukan antara lain melalui pembangunan kependudukan dan keluarga berencana, kesehatan dan perbaikan gizi, pendidikan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pemuda dan olahraga, kebudayaan dan pembangunan bidang agama.

Pelaksanaan pembangunan sosial budaya dan kehidupan beragama tahun 2008 dan perkiraan pencapaian tahun 2009 yang merupakan tahun keempat dan kelima RPJMN 2004—2009 memberikan kemajuan penting sekaligus merupakan landasan bagi pelaksanaan pembangunan tahun 2010. Berbagai upaya dan kemajuan penting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

Kualitas Sumber Daya Manusia. Kemampuan bangsa untuk berdaya saing tinggi adalah kunci bagi tercapainya kemajuan dan kemakmuran bangsa. Daya saing yang tinggi, akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada. Untuk memperkuat daya saing bangsa, pembangunan nasional diarahkan untuk mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing.

Upaya untuk membangun kualitas manusia sebagai insan dan sumber daya manusia pembangunan tetap menjadi perhatian penting. Upaya tersebut mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di dalam kandungan hingga akhir hayat. Kualitas SDM menjadi makin

membaik antara lain ditandai dengan meningkatnya Human Development Index (HDI) atau

Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator komposit, yang mengukur tiga dimensi dasar dalam pembangunan manusia, yaitu: hidup sehat dan panjang umur, akses terhadap pengetahuan, dan standar hidup yang memadai. Ketiga dimensi dasar ini diukur melalui: angka harapan hidup sejak lahir; angka melek huruf; dan gabungan angka partisipasi sekolah dasar, menengah, tinggi; serta pendapatan domestik bruto (PDB) per

kapita dengan paritas daya beli (purchasing power parity). Berdasarkan Human

Development Report 2007-2008, IPM Indonesia telah meningkat dari 0,696 pada tahun 2004 menjadi 0,728 pada tahun 2005. Capaian ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-107 dari 177 negara.

Kualitas SDM yang makin membaik tersebut tidak terlepas dari hasil berbagai upaya pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, dan keluarga berencana. Pembangunan pendidikan telah memberikan kontribusi penting dalam memajukan bangsa Indonesia, antara lain penyediaan layanan pendidikan yang baik bagi segenap anak bangsa melalui pelaksanaan berbagai program strategis seperti Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan penduduk.

Pendidikan. Pembangunan pendidikan telah memberikan kontribusi penting dalam memajukan bangsa Indonesai melalui penyediaan layanan pendidikan yang lebih baik bagi segenap anak bangsa melalui pelaksanaan berbagai program strategis seperti Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Pembangunan pendidikan yang telah dilaksanakan sampai saat ini telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia yang antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya rata-rata lama sekolah yang mencapai 7,47 tahun (2007) dan meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15-24 tahun yang mencapai 98,84 persen.

Peningkatan taraf pendidikan sangat dipengaruhi oleh membaiknya partisipasi pendidikan pada semua jenjang. Pada tahun 2008 angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK) jenjang SD/MI/sederajat masing-masing telah mencapai 95,14 persen dan 116,56 persen; APK pada jenjang SMP/MTs/sederajat telah mencapai 96,18 persen; dan APK pada jenjang pendidikan menengah 64,28 persen, serta APK pendidikan tinggi mencapai 18,29 persen yang berhasil melampaui target tahun 2009. Berbagai kegiatan telah dilakukan guna meningkatkan daya jangkau dan daya tampung sekolah seperti pembangunan sekolah baru dan penambahan ruang kelas baru. Selain itu disediakan pula bantuan operasional sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah, madrasah, pesantren salafiyah, dan sekolah keagamaan non-Islam yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Program BOS ini ditujukan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang

lain. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin menyekolahkan anaknya disediakan pula beasiswa bagi siswa miskin untuk semua jenjang pendidikan. Selain itu, peningkatan partisipasi pendidikan juga dilakukan melalui penyediaan pelayanan pendidikan non formal termasuk melalui pendidikan kesetaraan Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Jalur pendidikan non formal ditujukan terutama untuk menampung anak-anak yang putus sekolah dan mereka yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal. Kemajuan penting lainnya adalah dalam hal peningkatan keadilan dan kesetaraan gender dalam hal akses terhadap pelayanan pendidikan yang ditunjukkan oleh indeks paritas gender APM atau APK yang sudah mencapai angka sekitar 1,0 untuk semua jenjang pendidikan.

Seiring dengan meningkatnya partisipasi pendidikan di atas, mutu pendidikan juga terus ditingkatkan yang dilakukan antara lain melalui peningkatan kualitas pendidik yang ditunjukkan dengan meningkatnya proporsi guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1/D4 menjadi 47,04 persen dan yang memiliki sertifikasi pendidik menjadi 15,19 persen. Di tingkat pendidikan tinggi, peningkatan kualifikasi dosen terus dilakukan sehingga prosentase dosen yang memiliki kualifikasi S2 dan S3 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan kualitas dosen juga dilakukan melalui penyediaan hibah penelitian kompetitif pengabdian dan hibah kompetitif unggulan strategis nasional. Seiring dengan upaya mendorong peningkatan kinerja pendidik, kesejahteraan pendidik juga terus ditingkatkan antara lain melalui penyediaan tunjangan profesi bagi guru dan dosen, tunjangan fungsional bagi guru PNS dan subsidi tunjangan fungsional bagi guru Non-PNS, serta tunjangan khusus untuk guru yang mengajar di daerah terpencil. Dengan berbagai kebijakan yang dilakukan, penghasilan guru PNS minimal pada tahun 2009 mencapai Rp. 2,0 juta. Untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan dikembangkan pula sistem jaminan kualitas pendidikan yang dilakukan antara lain melalui akreditasi satuan pendidikan dan sertifikasi pendidik.

Dalam rangka meningkatkan akses dan pemerataan, serta kualitas pendidikan, maka dilakukan upaya peningkatan anggaran pendidikan secara terus menerus sehingga pada tahun 2009 anggaran pendidikan sudah memenuhi amanat amandemen UUD 1945 yaitu sebesar 20 persen dari APBN atau sebesar Rp. 207,4 trilyun, yang dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp. 89,6 Trilyun dan melalui Transfer Daerah sebesar Rp. 117,9 Trilyun.

Kesehatan dan Perbaikan Gizi. Kesehatan dan perbaikan gizi merupakan salah satu komponen penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa. Status kesehatan dan gizi masyarakat terus mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukkan dengan membaiknya beberapa indikator antara lain meningkatnya usia harapan hidup dari 68,6 tahun (2004) menjadi 70,5 tahun (2007), menurunnya angka kematian ibu (AKI) dari 307 (2004) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007), menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 (2004) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007), dan menurunnya prevalensi kekurangan gizi pada anak balita dari 25,8 persen (2005) menjadi 18,4 persen (2007). Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Thailand, Malaysia dan Philipina, status kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia masih tertinggal. Status kesehatan dan gizi yang masih rendah tersebut akan menyebabkan rendahnya daya saing bangsa.

Membaiknya status kesehatan dan gizi masyarakat merupakan hasil kinerja pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat yang meliputi enam subsistem yaitu: upaya kesehatan; pembiayaan kesehatan; sumberdaya kesehatan; sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman; manajemen dan informasi kesehatan; dan pemberdayaan masyarakat. Berikut, diuraikan secara ringkas pencapaian kinerja dari ke enam sub sistem tersebut.

Upaya kesehatan terus mengalami perbaikan, antara lain ditandai dengan

meningkatnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dari 70,4 persen (2005) menjadi 72,5 persen (2007). Selain itu, cakupan imunisasi lengkap anak balita untuk mencegah penyakit meningkat dari 51,5 persen (2002) menjadi 58,6 persen (2007).

Beberapa indikator penyakit menular yaitu tingkat kejadian (incidence rate) penyakit

demam berdarah dengue (DBD) meningkat dari 37,1 (2004) menjadi 71,8 per 100.000 penduduk (2007), namun case fatality rate (CFR) menurun dari 1,2 persen (2004) menjadi 1,0 persen (2007), kasus diare tercatat 3.314 kasus dengan CFR 1,6 persen (2004) menjadi menjadi 3.661 kasus dengan CFR 1,3 persen (2007). Kasus malaria di Indonesia dengan indikator annual parasite incidence (API) malaria (wilayah Jawa Bali) tercatat sekitar 0,15

(2004) menjadi 0,16 per 1.000 penduduk (2007), sedangkan annual malaria incidence

(AMI) di wilayah luar Jawa Bali menurun menjadi sebesar 19,7 per 1.000 penduduk

(2007). Tren angka penemuan kasus/case detection rate (CDR) tuberkulosis meningkat

dari 51,8 persen (2004) menjadi 69 persen (2007) dan keberhasilan penyembuhan TB meningkat dari 89 persen (2004) menjadi 91 persen (2006). Jumlah kasus HIV dan AIDS meningkat dari 9.565 kasus (2005) menjadi 22.125 kasus (2008), dan telah tersebar di 33 provinsi dan 214 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Secara nasional prevalensi HIV adalah sebesar 0,2 persen, sedangkan proporsi kasus AIDS secara nasional sebesar 5,23 per 100.000 penduduk (2008). Walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka penyakit menular, dilain fihak berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan terjadinya peningkatan angka penyakit tidak menular. Sebagai contoh, prevalensi hipertensi penduduk umur lebih 18 tahun sebesar 7,6 persen, prevalensi penyakit jantung sebesar 7,2 persen, dan prevalensi diabetes melitus 1,1 persen.

Upaya perbaikan gizi di sektor kesehatan ditingkatkan, antara lain melalui pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) pada anak usia 6-9 bulan mencakup 75 persen (SDKI, 2007), pemberian ASI pada bayi umur 0-6 bulan mencakup 32,4 persen (SDKI,2007), pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6 - 59 bulan. mencakup 71,5 persen (Riskesdas, 2007) dan pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil tahap pertama mencakup 92,2 persen (Riskesdas, 2007). Perbaikan pangan dan gizi masyarakat merupakan upaya yang dilaksanakan secara lintas sektor. Ketahanan pangan dan gizi bertujuan tidak terbatas pada ketersediaan dan keterjangkauan pangan tetapi juga status gizi masyarakat, khususnya anak balita dan ibu hamil. Dengan demikian investasi untuk mencapai ketahanan pangan dan gizi adalah investasi yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia yang sehat, cerdas, produktif, mempunyai daya saing tinggi untuk menjadi anggota masyarakat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Membaiknya upaya kesehatan antara lain disebabkan oleh pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Pemanfatan fasilitas pelayanan kesehatan terus membaik, antara lain ditandai oleh rasio Puskesmas 3,65 per 100.000 penduduk, 94,0 persen rumah tangga berada kurang atau sama dengan 5 km dari sarana pelayanan

kesehatan. Selain itu, sekitar 97,3 persen penduduk dapat menjangkau sarana kesehatan kurang dari 60 menit, dan akses ke upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) 78,9 persen rumah tangga kurang dari 1 km. Namun, akses penduduk terhadap fasilitas belum optimal, masih terdapat sekitar 33,7 persen penduduk mengalami kendala jarak dan biaya. Selain itu, sekitar 14 persen puskesmas berada dalam kondisi rusak.

Pembiayaan kesehatan dalam 4 tahun terakhir telah meningkat secara bermakna, walaupun masih belum sesuai dengan anjuran WHO. Pembiayaan kesehatan terutama diarahkan untuk menjaga akses penduduk miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar baik di puskesmas maupun rumah sakit. Cakupan sasaran jaminan kesehatan kepada masyarakat (Jamkesmas) telah meningkat dari 60 juta orang (2006) menjadi 76,4 juta orang (2007). Cakupan asuransi kesehatan baru menjangkau sekitar 18,7 persen penduduk, yang sebagian besar adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan penduduk yang mampu.

Sumberdaya tenaga kesehatan terus mengalami perbaikan. Jumlah tenaga kesehatan terus bertambah, antara lain adalah rasio jumlah tenaga kesehatan untuk dokter umum 20 per 100.000 penduduk, dokter spesialis 5,5 per 100.000 penduduk, perawat 138 per 100.000 penduduk, bidan 35 per 100.000 penduduk. Rasio ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Indonesia masih mengalami masalah ketenagaan kesehatan baik jumlah, jenis, mutu maupun distribusinya yang kurang merata.

Obat dan perbekalan kesehatan juga mengalami perbaikan. Hal ini antara lain ditandai dengan meningkatnya ketersediaan, keterjangkauan, mutu, penggunaan obat, makanan dan perbekalan membaik. Sebagai contoh, peresepan obat generik esensial fasilitas pelayanan dasar puskesmas telah mencapai sekitar 90 persen. Namun, peresepan tersebut masih rendah di rumah sakit dan Apotek Pengawasan obat dan makanan terus ditingkatkan untuk menjamin keamanannya. Dalam hal obat, ketergantungan pada bahan baku obat dari luar negeri masih tinggi, hal ini ditandai dengan masih besarnya kebutuhan impor bahan baku obat yaitu sekitar 80-85 persen.

Manajemen kesehatan, yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan kesehatan di berbagai tingkat dan bidang, terus dikembangkan. Hal ini antara lain dituangkan dalam Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan 2005-2009, proses Revisi Sistem Kesehatan Nasional, dan ditetapkannya Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan, serta dilaksanakannya Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) sebagai data dasar dalam perencanaan kesehatan. Hal yang perlu diperkuat dalam manajemen kesehatan antara lain implementasi perencanaan anggaran berbasis kinerja, sikronisasi kebijakan dan perencanaan antara pusat dengan daerah serta memperkuat regulasi.

Kependudukan. Upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui program keluarga berencana sangat berperan dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Melalui program keluarga berencana, pertambahan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat dihindarkan sehingga setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih berkualitas dan sejahtera. Sejak tahun 1971 sampai dengan sekarang, dengan keberhasilan program keluarga berencana, diperkirakan telah lebih dari 100 juta kelahiran dapat dicegah. Selain itu, secara makro, Program KB juga telah berhasil merubah kondisi piramida penduduk Indonesia dari penduduk muda menuju penduduk

dewasa. Perkembangan ini telah menciptakan peluang ekonomis karena ratio ketergantungan terus menurun mencapai titik terendah (window of opportunity).

Hasil-hasil yang dicapai pembangunan keluarga kecil berkualitas pada tahun 2008 dalam rangka pengendalian laju pertumbuhan penduduk, antara lain meningkatnya rata-rata usia kawin pertama perempuan menjadi 19,8 tahun (SDKI 2007). Selain itu, meningkatnya peserta KB aktif menjadi sekitar 25,6 juta peserta, yang 11,4 juta diantaranya adalah peserta KB aktif miskin. Peningkatan peserta KB aktif tersebut sebagai hasil dari pencapaian peserta KB baru sekitar 6,7 juta orang, yang 3,4 juta diantaranya adalah peserta KB baru miskin. Pembangunan keluarga kecil berkualitas tersebut dapat dicapai karena tersedianya 981 ribu institusi/sarana yang menyelenggarakan pelayanan KB, yang terdiri dari Klinik Pemerintah sekitar 210 ribu dan tempat pelayanan KB non Pemerintah sebanyak 771 ribu buah (Klinik Swasta sebanyak 36 ribu, Dokter Praktek Swasta sebanyak 158 ribu, dan Bidan Praktek Swasta sebanyak 577 ribu). Selain itu, juga karena tersedianya Pos Pembina KB Desa (PPKBD) sebanyak 83 ribu, Sub PPKBD sebanyak 388 ribu, dan meningkatnya jumlah tenaga Penyuluh KB dan Petugas Lapangan KB (PKB/PLKB) menjadi sekitar 23.765 petugas.

Pembangunan keluarga kecil berkualitas (keluarga berencana) juga telah berkontribusi dalam meningkatkan kualitas SDM. Dengan keluarga berencana, setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih berkualitas dan sejahtera. Hasil-hasil yang dicapai pembangunan keluarga kecil berkualitas pada tahun 2008 dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, antara lain terlihat dari keluarga yang aktif dalam pembinaan tumbuh kembang anak melalui Bina Keluarga Balita (BKB) mencapai sekitar 1,8 juta keluarga, melalui Bina Keluarga Remaja (BKR) sekitar 802 ribu keluarga, melalui Bina Keluarga Lansia (BKL) sekitar 757 ribu keluarga, dan Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif (UPPKS) sekitar 1,0 juta keluarga. Pada tahun 2009, pencapaian tersebut diharapkan dapat semakin meningkat.

Pemberdayaan Perempuan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan, merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. IPM Indonesia

telah meningkat, namun Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development

Index/GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement/GEM) menunjukkan masih adanya kesenjangan, yang mengindikasikan masih besarnya perbedaan manfaat yang diterima oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. GDI Indonesia, yang dihitung berdasarkan variabel pendidikan, kesehatan dan ekonomi, walaupun mengalami peningkatan dari 0,704 pada tahun 2004 menjadi 0,721 pada tahun 2005, tetapi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai HDI pada tahun yang sama. Peningkatan GDI tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-94 dari 177 negara. Di antara negara-negara ASEAN, GDI Indonesia termasuk dalam peringkat yang rendah. Sementara itu, GEM Indonesia, yang diukur melalui partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan; juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, yaitu dari 0,597 pada tahun 2004 menjadi 0,621 pada tahun 2007 (KNPP-BPS). Namun demikian, peningkatan nilai GEM yang kecil setiap tahunnya mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik, belum signifikan.

Peningkatan pemberdayaan perempuan pada tahun 2008 tersebut antara lain juga dicapai melalui: (1) terbentuknya 305 unit perlindungan perempuan dan anak (UPPA) di