• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BACAAN

Dalam dokumen UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Halaman 179-189)

Alfitra Salamm et al. 1993. Kerjasama Sijori dalam Perspektif

Kepentingan Nasional Indonesia Tahap I. Laporan Hasil

Penelitian. Jakarta: LIPI

Ari A. Perdana. 2001. Peranan Kepentingan dalam Mekanisme Pasar

dan Penentuan Kebijakan Ekonomi di Indonesia, Jakarta, Centre

for Strategic and International Studies, www.csis.or.id/papers/wpe061, [Accessed 16.12.2012]. Andrianof A. Chaniago. 2001. Gagalnya Pembangunan: Kajian

Ekonomi Politik Terhadap Akar Krisis di Indonesia. Jakarta:

LP3ES.

Apul D. Maradja. 2003. Membangun Indonesia, Studi Kasus Batam. Jakarta: Sinar Harapan.

Aspinall, E & Greg Fealy (pnyt). 2003. Local Power and Politics in

Indonesia: Decentralisation and Democratisation. Singapore:

ISEAS.

Bates, R. 1981. States and Markets in Tropical Africa: the Political Basis

of Agricultural Policy. Berkeley: University of California

Press, Series on Social Choice and Political Economy. Bintan Saragih. 2006. Pengantar Politik Hukum. Jakarta: Infomedia. Bratton, M & Nicolas van de Walle. 1997. Democratic Experiments in

Africa: Regime Transitions in Comparative Perspective.

Bresnan, J. 1999. The United States, The IMF, and The Indonesian Financial Crisis dlm Adam Schwarz and Jonathan Paris (pnyt). The Politics of Post Soeharto Indonesia. New York: Council of Foreign Relations.

Bresnan, J. 1993. Managing Indonesia: The Modern Political Economy. New York: Columbia University Press.

Buchanan, JM., RD., Tollison & Gordon Tullock (pnyt.). 1980.

Toward a Theory of Rent-seeking Society. College Station,Texas:

Texas A & M University.

Caporaso, J.A. 1992. Theories of Political Economy. Cambridge: Cambridge University Press.

Carothers, T. 2002. The End of the Transition Paradigm. Journal of

Democracy 13(1): 1-21.

Charles Himawan. 1980. Foreign Investment Process in Indonesia. Singapore: Gunung Agung.

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik Mencakup Berbagai Teori dan Konsep

yang Komprehensif. Jakarta: Erlangga.

Didik J. Rachbini. 2000. Analisa Kekuatan dan Kelemahan (SWOT)

Batam. Makalah disampaikan dalam seminar FTZ dan

Pengembangan Otonomi Daerah. Batam, 7 Oktober.

Didik J. Rachbini. 1998. Ekonomi Politik: Paradigma, Teori dan

Perspektif Baru. Jakarta: CIDES.

Emerson, Donal K [pnyt]. 2001. Indonesia Beyond Soeharto: Negara,

Ekonomi, Masyarakat, Transisi. Jakarta: PT Gramedia bekerja

Faucher, C. 2005. Regional Autonomy, Malayness and Power Hierarchy

in the Riau Archipelago in Erb, M., Sulistiyanto, P. & Faucher,

C. [pnyt]. Regionalism in post-Suharto Indonesia. London & New York: Routledge Curzon.

Freddy Roro et al. 2002. Pembangunan Pulau Batam Setengah Hati. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Fukuyama, F. 2005. Guncangan Besar Kodrat Manusia dan Tata Sosial

Baru. Terj. Masri Maris. Jakarta: Gramedia.

Fukuyama, F. 2005. Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata

Dunia Abad 21. Terj. A. Zaim Rofiqi. Jakarta: Preedom

Institute dan Gramedia Pustaka Utama.

Handaya Leonard Y. 1987. Kerajaan Johor 1641-1728 Pembangunan

Ekonomi dan Politik. Terj. Shamsuddin Jaafar. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka.

Heri Muliono. 2001. Merajut Batam Masa Depan Menyongsong Status

Free Trade Zone. Jakarta: LP3ES.

Gilfin, Robert dan Jean Mels Gilpin. 2002. Tantangan Kapitalisme

Global Ekonomi Dunia Abad ke-21. Terj. Arismunandar dan

Dudy Prijatna. Jakarta: PT Raja Grafindo Fajar Interpratama. Ishak Shari, and Woon Toh Kin. 1984. Kawasan Perdagangan Bebas di

Melaka: Satu Kajian Ringkas, Akademika, No. 24, pp.27-57. Indonesia Today: Cchallenges of History. 2001. [pnyt] Greyson Lloyd &

Shannon smith. Singapore: ISEAS.

Kelly, P. 2004. Mengembangkan Daya Kritis Masyarakat di

Kantong-kantong Industri Masyarakat di Pulau Pinang dan Pulau Batam.

Dalam Ariel Heryanto dan Sumit K Mandal. (pnyt).

Menggugat otoriterisme di Asia Tenggara perbandingan dan pertautan antara Indonesia dan Malaysia. Jakarta: Gramedia.

Long, Nicholas, J. 2009. Urban, Social and Personal Transformations in

Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Disertasi

Universitas Cambridge, Inggris [tidak dipublikasi]. Mansour Fakih. 2004. Neoliberalisme dan Globalisasi. Jokjakarta:

Pustaka Pelajar.

Muchid Albintani. 2005. Berburu Rente di Perbatasan: Menolak

Pembangunanisme di Riau Kepulauan. Pekanbaru: Unri Press

Muchid. Albintani. 2012. Reformasi Sistemik: Quo Vadis Birokrasi di

Otorita Batam (1997-2004). Proceding Reformasi Birokrasi

Pameran, Konferensi dan Pertemuan Pemangku Kepentingan [11-117]. Jakarta: Tim Bantuan Tata Kelola Pemerintahan (TB-TKP).

Muchid Albintani. 2013. The Influence of State and Market on The

Development of Industrial Zone in Malaysia and Indonesia.

International Journal of Business and Management Studies. 5(1): 347-355.

Mahfud, Mohd Md. 2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nur Imam Subono. 2003. Taktik Negara Menguasai Rakyat. Jakarta : Lapera Pustaka Utama.

Prajoso, Eko, Irfan Ridwan M and Teguh K. 2006. Desentralisasi &

Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fisip UI.

Petras James dan Henry Veltmeyer. 2002. Imperialisme Abad 21. Terj. Agung Prihantoro. Jokjakarta: Kreasi Wacana.

Raja Syofyan Samad,. 2010. Negara dan Masyarakat: Studi Penetrasi

Negara di Riau Kepulauan Masa Orde Baru. Jokjakarta: Pustaka

Pelajar.

Rostam Katiman and Noriah Yusof .2008. Sumber Manusia dan

Kelebihan Daya Saing Lokasi Industri Elektrik dan Elektronik: Kes Zon Perindustrian Bayan Lepas, Pulau Pinang. Akademika,

No.74, pp. 39-57.

Syamsul Hadi. 2005. Strategi Pembangunan Mahathir & Soeharto:

Politik Industrialisasi dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia. Jakarta: Pelangi Cendekia dan Japan Foundation.

Tri Ratnawati. 2006. Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa

Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar kerja sama dengan

Pusat Penelitian Politik-LIPI. Tempo. 26 Januari 2004.

Yuan, Lee Tsao (pnyt). 1998. Growth Triangle: The

Johor-Singapurre-Riau Experience. Singapore: Institute of Souhthest Asian

LAMPIRAN 1

TABEL 1 : KRONOLOGI DAN PERBANDINGAN KEBIJAKAN ANTARA OTORITA BATAM DAN PEMERINTAH KOTA BATAM [1973-2005] 1978 1992 1998 1984 1977 1974 1993 1983 1973 1999 2005 2004 2001 2000

Kotamadya Batam belum ditubuhkan

Pembagian fungsi dan peran antara OB dan Kotamadya belum diatur Disusun rencana Induk Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. OB penanggujawab. Hubungan kerja OB dan Kotamadya.

UU No.22/1999 (Desentralisasi dan Otonomi daerah) UU N0.53/1999 (Penubuhan Kota Batam). Kota Batam

Memiliki kuasa mengeola Pulau Batam dan memilik

DPRD sendiri. KEPPRES No.113/2000 sebagai penyempurnaan KEPPRES 94/1998,

terjadi perubahan padabentuk struktur kerja dari OB. Fungsi dan peran tetap Belum ada PP yang mengatur hubungan kerja antara OB dan PEMKO BatamBerkuatkuasa PPn dan PPnBM di Pulau Batam Peran, fungsi dan Kewenangan OB tidak berubah. Belum ada PP yang mengatur hubungankerja antara PEMKO dan OB. Pemberlakuan PPn dan PPnBM

Penerbitan pelbagai PERDA yang dalam kerangka Pelaksanaan Desentralisasi.

Peran, fungsi dan Kewenangan OB tidak berubah. Belum ada PP yang mengatur hubungankerja antara PEMKO dan OB.

UU No.32/2004 (tentang Pemeritah Daerah). Kedudukan OB tdk di bawah PEMKO Batam Fungsi pemeriintah di kawasan khusus diatur PP PERDA No.2/2004 tentang RTRW Kota 2004-2011. Belum ada PP yang mengatur Fungsi dan Peran PEMKO.

Tidak ada perubahan peran, fungsi dan kewenangan OB meski Pemeritah Kota Batam ditubuhkan.

Pemerintah Kota Madya mengelola bidang pemerintahan dan kemasyarakatan Penubuhan Kota Madya Batam

Tugas OB mengembangkan dan mengendalikan pembangunan Daerah industri Pulau Batam, alih kapal, pengurusan izin dan yang lainnya.

Penyempurnaan KEPPRES 113/2000, perubahan pada bentuk dari tim asistensi yang membantu kerja OB yang tidak berubah kewenanagannya. Belum ada PP yang mengatur hubung OB dan PEMKO

Kotamadya Batam belum ditubuhkan OB diberikan hak pengelolaan atas seluruh lahan di Pulau Batam Kotamadya Batam belum ditubuhkan Kotamadya Batam belum ditubuhkan

Pemerintah Kota Madya Batam hanya Memiliki kuasa bidang pemerintahandan kemasyarakatan. Belum ada perubahan peran Pemrintah Kotamdaya Batam.

Fungsi dan peran PEMKO semakin besar dalam Mengambil alih peran OB. Sementara PP yang Mengatur hubungan keduanya belum ada.

Sampai setakad ini belum ada PP yang mengatur Hubungan antara OB dan PEMKO Batam di era Desentralisasi dan Reformasi Perlembagaan. KEPPRES 41/1973 KEPPRES41&45/1978 KEPPRES 28/1992 KEPPRES 94/198 UU 22 dan 53/1999 KEPPRES 113/2000 UU 32/2004 PERDA 2/2004 KEPPRES 25/2005 UU 5/1974 KEPPRES 33/1974 PP 34/1983 PERDA 1-18/2001

Seluruh wilayah Pulau Batam ditetapkan sebagai Bonded Ware House. OB sebagai pengelola OB ditunjuk sebagai penguasa yang bertanggungjawab pengembangan dan pertumbuhan Pulau Batam Tiga kawasan (Batu Ampar, Sekupang dan Kabil ditetapkan sebagai Bonded Warehouse

PP 31/1977

KEPPRES 7/1984 KEPres 56/1984

KEPMEN 9/1993 Berdasarkan SK Ketua BPN, OB mempunyai hak pengelolaan Ke atas seluruh lahan di Pulau Batam, Rempang dan Galang Penambahan wilayah kuasa OB dan Pulau Batam ditetapkan Sebagai Kawasan Berikat (KEPPRES 58/1989)

Pemkomadya Batam merupakan penguasa Tunggal bidang pemerintahan dan kemasyarakatan

TAHUN DASAR OTORITA BATAM PEMERINTAH (KODYA/KOTA) BATAM

UU No.22/1999 (Desentralisasi dan Otonomi daerah) UU N0.53/1999 (Penubuhan Kota Batam). Kota Batam

Memiliki kuasa mengeola Pulau Batam dan memilik

DPRD sendiri.

Tidak ada perubahan peran, fungsi dan kewenangan OB meski Pemeritah Kota Batam ditubuhkan.

LAMPIRAN 2

TABEL 2 : KRONOLOGI DAN PERBANDINGAN KEBIJAKAN ANTARA OTORITA BATAM DAN PEMERINTAH KOTA BATAM [1997-2005]

LAMPIRAN 3

GAMBAR 1 : ILUSTRASI POSISI GEOGRAFIS PERBANDINGAN

ANTARA SINGAPURA SEBUAH NEGARA

DENGAN ‘NEGARA BINTAN’

Sumber: Google Map dan olahan penulis 2016

LAMPIRAN 4

GAMBAR 2 : ILUSTRASI KEKHUSUSAN GEOGRAFIS PROVINSI

KEPULAUAN RIAU AWAL PERJUANGAN

MENJADI ‘PROVINSI ISTIMEWA’

Di Indonesia secara sistem pemerintahan, Pulau Batam bukan merupakan wilayah Khusus atau Istimewa sesuai

perundang-undangan yang ada. Pulau Batam

merupakan kawasan otoritas yang ‘unik’. Dibanding DKI [Daerah Khusus Ibukota]

Jakarta sebagai pusat pemerintahan,

walaupun di bawah kendali langsung

Pemerintin Pusat, Pulau Batam memiliki kekhususan dan keistimewaan yang lebih. Di Indonesia pasca Orde Baru [Reformasi], ada tiga kawasan menurut undang-undang

yang memiliki kekhususan dan

keistimewaan: Aceh, Papua dan Jokjakarta. Masalahnya adalah mengapa Pulau Batam

begitu ‘khusus’ dan ‘istimewa’ bagi

Pemerintah Pusat (Indonesia)? Mengapa ‘Provinsi Kepulauan Riau’ tidak?

PROVINSI ISTIMEWA DAN KEINGINAN POLITIK NEGARA

INDEKS

Dalam dokumen UU No 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Halaman 179-189)

Dokumen terkait