Alfitra Salamm et al. 1993. Kerjasama Sijori dalam Perspektif
Kepentingan Nasional Indonesia Tahap I. Laporan Hasil
Penelitian. Jakarta: LIPI
Ari A. Perdana. 2001. Peranan Kepentingan dalam Mekanisme Pasar
dan Penentuan Kebijakan Ekonomi di Indonesia, Jakarta, Centre
for Strategic and International Studies, www.csis.or.id/papers/wpe061, [Accessed 16.12.2012]. Andrianof A. Chaniago. 2001. Gagalnya Pembangunan: Kajian
Ekonomi Politik Terhadap Akar Krisis di Indonesia. Jakarta:
LP3ES.
Apul D. Maradja. 2003. Membangun Indonesia, Studi Kasus Batam. Jakarta: Sinar Harapan.
Aspinall, E & Greg Fealy (pnyt). 2003. Local Power and Politics in
Indonesia: Decentralisation and Democratisation. Singapore:
ISEAS.
Bates, R. 1981. States and Markets in Tropical Africa: the Political Basis
of Agricultural Policy. Berkeley: University of California
Press, Series on Social Choice and Political Economy. Bintan Saragih. 2006. Pengantar Politik Hukum. Jakarta: Infomedia. Bratton, M & Nicolas van de Walle. 1997. Democratic Experiments in
Africa: Regime Transitions in Comparative Perspective.
Bresnan, J. 1999. The United States, The IMF, and The Indonesian Financial Crisis dlm Adam Schwarz and Jonathan Paris (pnyt). The Politics of Post Soeharto Indonesia. New York: Council of Foreign Relations.
Bresnan, J. 1993. Managing Indonesia: The Modern Political Economy. New York: Columbia University Press.
Buchanan, JM., RD., Tollison & Gordon Tullock (pnyt.). 1980.
Toward a Theory of Rent-seeking Society. College Station,Texas:
Texas A & M University.
Caporaso, J.A. 1992. Theories of Political Economy. Cambridge: Cambridge University Press.
Carothers, T. 2002. The End of the Transition Paradigm. Journal of
Democracy 13(1): 1-21.
Charles Himawan. 1980. Foreign Investment Process in Indonesia. Singapore: Gunung Agung.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik Mencakup Berbagai Teori dan Konsep
yang Komprehensif. Jakarta: Erlangga.
Didik J. Rachbini. 2000. Analisa Kekuatan dan Kelemahan (SWOT)
Batam. Makalah disampaikan dalam seminar FTZ dan
Pengembangan Otonomi Daerah. Batam, 7 Oktober.
Didik J. Rachbini. 1998. Ekonomi Politik: Paradigma, Teori dan
Perspektif Baru. Jakarta: CIDES.
Emerson, Donal K [pnyt]. 2001. Indonesia Beyond Soeharto: Negara,
Ekonomi, Masyarakat, Transisi. Jakarta: PT Gramedia bekerja
Faucher, C. 2005. Regional Autonomy, Malayness and Power Hierarchy
in the Riau Archipelago in Erb, M., Sulistiyanto, P. & Faucher,
C. [pnyt]. Regionalism in post-Suharto Indonesia. London & New York: Routledge Curzon.
Freddy Roro et al. 2002. Pembangunan Pulau Batam Setengah Hati. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Fukuyama, F. 2005. Guncangan Besar Kodrat Manusia dan Tata Sosial
Baru. Terj. Masri Maris. Jakarta: Gramedia.
Fukuyama, F. 2005. Memperkuat Negara Tata Pemerintahan dan Tata
Dunia Abad 21. Terj. A. Zaim Rofiqi. Jakarta: Preedom
Institute dan Gramedia Pustaka Utama.
Handaya Leonard Y. 1987. Kerajaan Johor 1641-1728 Pembangunan
Ekonomi dan Politik. Terj. Shamsuddin Jaafar. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Heri Muliono. 2001. Merajut Batam Masa Depan Menyongsong Status
Free Trade Zone. Jakarta: LP3ES.
Gilfin, Robert dan Jean Mels Gilpin. 2002. Tantangan Kapitalisme
Global Ekonomi Dunia Abad ke-21. Terj. Arismunandar dan
Dudy Prijatna. Jakarta: PT Raja Grafindo Fajar Interpratama. Ishak Shari, and Woon Toh Kin. 1984. Kawasan Perdagangan Bebas di
Melaka: Satu Kajian Ringkas, Akademika, No. 24, pp.27-57. Indonesia Today: Cchallenges of History. 2001. [pnyt] Greyson Lloyd &
Shannon smith. Singapore: ISEAS.
Kelly, P. 2004. Mengembangkan Daya Kritis Masyarakat di
Kantong-kantong Industri Masyarakat di Pulau Pinang dan Pulau Batam.
Dalam Ariel Heryanto dan Sumit K Mandal. (pnyt).
Menggugat otoriterisme di Asia Tenggara perbandingan dan pertautan antara Indonesia dan Malaysia. Jakarta: Gramedia.
Long, Nicholas, J. 2009. Urban, Social and Personal Transformations in
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Disertasi
Universitas Cambridge, Inggris [tidak dipublikasi]. Mansour Fakih. 2004. Neoliberalisme dan Globalisasi. Jokjakarta:
Pustaka Pelajar.
Muchid Albintani. 2005. Berburu Rente di Perbatasan: Menolak
Pembangunanisme di Riau Kepulauan. Pekanbaru: Unri Press
Muchid. Albintani. 2012. Reformasi Sistemik: Quo Vadis Birokrasi di
Otorita Batam (1997-2004). Proceding Reformasi Birokrasi
Pameran, Konferensi dan Pertemuan Pemangku Kepentingan [11-117]. Jakarta: Tim Bantuan Tata Kelola Pemerintahan (TB-TKP).
Muchid Albintani. 2013. The Influence of State and Market on The
Development of Industrial Zone in Malaysia and Indonesia.
International Journal of Business and Management Studies. 5(1): 347-355.
Mahfud, Mohd Md. 2009. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nur Imam Subono. 2003. Taktik Negara Menguasai Rakyat. Jakarta : Lapera Pustaka Utama.
Prajoso, Eko, Irfan Ridwan M and Teguh K. 2006. Desentralisasi &
Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fisip UI.
Petras James dan Henry Veltmeyer. 2002. Imperialisme Abad 21. Terj. Agung Prihantoro. Jokjakarta: Kreasi Wacana.
Raja Syofyan Samad,. 2010. Negara dan Masyarakat: Studi Penetrasi
Negara di Riau Kepulauan Masa Orde Baru. Jokjakarta: Pustaka
Pelajar.
Rostam Katiman and Noriah Yusof .2008. Sumber Manusia dan
Kelebihan Daya Saing Lokasi Industri Elektrik dan Elektronik: Kes Zon Perindustrian Bayan Lepas, Pulau Pinang. Akademika,
No.74, pp. 39-57.
Syamsul Hadi. 2005. Strategi Pembangunan Mahathir & Soeharto:
Politik Industrialisasi dan Modal Jepang di Malaysia dan Indonesia. Jakarta: Pelangi Cendekia dan Japan Foundation.
Tri Ratnawati. 2006. Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa
Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar kerja sama dengan
Pusat Penelitian Politik-LIPI. Tempo. 26 Januari 2004.
Yuan, Lee Tsao (pnyt). 1998. Growth Triangle: The
Johor-Singapurre-Riau Experience. Singapore: Institute of Souhthest Asian
LAMPIRAN 1
TABEL 1 : KRONOLOGI DAN PERBANDINGAN KEBIJAKAN ANTARA OTORITA BATAM DAN PEMERINTAH KOTA BATAM [1973-2005] 1978 1992 1998 1984 1977 1974 1993 1983 1973 1999 2005 2004 2001 2000
Kotamadya Batam belum ditubuhkan
Pembagian fungsi dan peran antara OB dan Kotamadya belum diatur Disusun rencana Induk Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. OB penanggujawab. Hubungan kerja OB dan Kotamadya.
UU No.22/1999 (Desentralisasi dan Otonomi daerah) UU N0.53/1999 (Penubuhan Kota Batam). Kota Batam
Memiliki kuasa mengeola Pulau Batam dan memilik
DPRD sendiri. KEPPRES No.113/2000 sebagai penyempurnaan KEPPRES 94/1998,
terjadi perubahan padabentuk struktur kerja dari OB. Fungsi dan peran tetap Belum ada PP yang mengatur hubungan kerja antara OB dan PEMKO BatamBerkuatkuasa PPn dan PPnBM di Pulau Batam Peran, fungsi dan Kewenangan OB tidak berubah. Belum ada PP yang mengatur hubungankerja antara PEMKO dan OB. Pemberlakuan PPn dan PPnBM
Penerbitan pelbagai PERDA yang dalam kerangka Pelaksanaan Desentralisasi.
Peran, fungsi dan Kewenangan OB tidak berubah. Belum ada PP yang mengatur hubungankerja antara PEMKO dan OB.
UU No.32/2004 (tentang Pemeritah Daerah). Kedudukan OB tdk di bawah PEMKO Batam Fungsi pemeriintah di kawasan khusus diatur PP PERDA No.2/2004 tentang RTRW Kota 2004-2011. Belum ada PP yang mengatur Fungsi dan Peran PEMKO.
Tidak ada perubahan peran, fungsi dan kewenangan OB meski Pemeritah Kota Batam ditubuhkan.
Pemerintah Kota Madya mengelola bidang pemerintahan dan kemasyarakatan Penubuhan Kota Madya Batam
Tugas OB mengembangkan dan mengendalikan pembangunan Daerah industri Pulau Batam, alih kapal, pengurusan izin dan yang lainnya.
Penyempurnaan KEPPRES 113/2000, perubahan pada bentuk dari tim asistensi yang membantu kerja OB yang tidak berubah kewenanagannya. Belum ada PP yang mengatur hubung OB dan PEMKO
Kotamadya Batam belum ditubuhkan OB diberikan hak pengelolaan atas seluruh lahan di Pulau Batam Kotamadya Batam belum ditubuhkan Kotamadya Batam belum ditubuhkan
Pemerintah Kota Madya Batam hanya Memiliki kuasa bidang pemerintahandan kemasyarakatan. Belum ada perubahan peran Pemrintah Kotamdaya Batam.
Fungsi dan peran PEMKO semakin besar dalam Mengambil alih peran OB. Sementara PP yang Mengatur hubungan keduanya belum ada.
Sampai setakad ini belum ada PP yang mengatur Hubungan antara OB dan PEMKO Batam di era Desentralisasi dan Reformasi Perlembagaan. KEPPRES 41/1973 KEPPRES41&45/1978 KEPPRES 28/1992 KEPPRES 94/198 UU 22 dan 53/1999 KEPPRES 113/2000 UU 32/2004 PERDA 2/2004 KEPPRES 25/2005 UU 5/1974 KEPPRES 33/1974 PP 34/1983 PERDA 1-18/2001
Seluruh wilayah Pulau Batam ditetapkan sebagai Bonded Ware House. OB sebagai pengelola OB ditunjuk sebagai penguasa yang bertanggungjawab pengembangan dan pertumbuhan Pulau Batam Tiga kawasan (Batu Ampar, Sekupang dan Kabil ditetapkan sebagai Bonded Warehouse
PP 31/1977
KEPPRES 7/1984 KEPres 56/1984
KEPMEN 9/1993 Berdasarkan SK Ketua BPN, OB mempunyai hak pengelolaan Ke atas seluruh lahan di Pulau Batam, Rempang dan Galang Penambahan wilayah kuasa OB dan Pulau Batam ditetapkan Sebagai Kawasan Berikat (KEPPRES 58/1989)
Pemkomadya Batam merupakan penguasa Tunggal bidang pemerintahan dan kemasyarakatan
TAHUN DASAR OTORITA BATAM PEMERINTAH (KODYA/KOTA) BATAM
UU No.22/1999 (Desentralisasi dan Otonomi daerah) UU N0.53/1999 (Penubuhan Kota Batam). Kota Batam
Memiliki kuasa mengeola Pulau Batam dan memilik
DPRD sendiri.
Tidak ada perubahan peran, fungsi dan kewenangan OB meski Pemeritah Kota Batam ditubuhkan.
LAMPIRAN 2
TABEL 2 : KRONOLOGI DAN PERBANDINGAN KEBIJAKAN ANTARA OTORITA BATAM DAN PEMERINTAH KOTA BATAM [1997-2005]
LAMPIRAN 3
GAMBAR 1 : ILUSTRASI POSISI GEOGRAFIS PERBANDINGAN
ANTARA SINGAPURA SEBUAH NEGARA
DENGAN ‘NEGARA BINTAN’
Sumber: Google Map dan olahan penulis 2016
LAMPIRAN 4
GAMBAR 2 : ILUSTRASI KEKHUSUSAN GEOGRAFIS PROVINSI
KEPULAUAN RIAU AWAL PERJUANGAN
MENJADI ‘PROVINSI ISTIMEWA’
Di Indonesia secara sistem pemerintahan, Pulau Batam bukan merupakan wilayah Khusus atau Istimewa sesuai
perundang-undangan yang ada. Pulau Batam
merupakan kawasan otoritas yang ‘unik’. Dibanding DKI [Daerah Khusus Ibukota]
Jakarta sebagai pusat pemerintahan,
walaupun di bawah kendali langsung
Pemerintin Pusat, Pulau Batam memiliki kekhususan dan keistimewaan yang lebih. Di Indonesia pasca Orde Baru [Reformasi], ada tiga kawasan menurut undang-undang
yang memiliki kekhususan dan
keistimewaan: Aceh, Papua dan Jokjakarta. Masalahnya adalah mengapa Pulau Batam
begitu ‘khusus’ dan ‘istimewa’ bagi
Pemerintah Pusat (Indonesia)? Mengapa ‘Provinsi Kepulauan Riau’ tidak?
PROVINSI ISTIMEWA DAN KEINGINAN POLITIK NEGARA