• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

6.3. Dampak Ekonomi Praktik Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH 159

Pada bagian terdahulu dijelaskan bahwa pola penggunaan lahan yang dominan baik pada eks-areal MJRT maupun RKI adalah pola penggunaan lahan untuk perkebunan dan ladang/kebun masyarakat. Penggunaan lahan untuk perkebunan yang paling dominan baik di eks-areal MJRT maupun eks-areal RKI adalah jenis perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh swasta. Sementara itu,

untuk penggunaan lahan untuk kebun/ladang yang dominan diusahakan oleh masyarakat di kedua eks-areal HPH adalah usahatani kelapa sawit dan karet.

Tabel 50 menyajikan hasil analisis biaya manfaat yang terdiri dari analisis finansial dan ekonomi masing-masing praktik penggunaan lahan eks-areal HPH, meliputi: (1) perkebunan kelapa sawit PT. Alno Agro Utama yang telah memanfaatkan areal MJRT, (2) perkebunan kelapa sawit masyarakat di eks-areal MJRT, dan (3) perkebunan karet masyarakat di eks-eks-areal RKI. Dari hasil analisis finansial, ketiga praktik penggunaan lahan eks-areal HPH memperlihatkan penampilan yang baik. Sedangkan dari hasil analisis ekonomi dengan memasukkan biaya imbangan penggunaan lahan, ternyata hanya pengusahaan kebun karet yang dikelola oleh masyarakat memperlihatkan penampilan meyakinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.

6.3.1. Perkebunan Kelapa Sawit yang Dikelola Swasta

Berdasarkan hasil analisis finansial pada Tabel 50, terlihat bahwa pengusahaan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. Alno Agro Utama menunjukkan penampilan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai NPV yang positif, serta nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga nominal (16 persen) dan nilai rasio B/C yang lebih besar dari satu. Perusahaan akan mendapat keuntungan bersih sebesar Rp 18 145 715 600, selama jangka waktu analisis (25 tahun) pada faktor diskonto (suku bunga nominal) sebesar 16 persen. Nilai IRR=20.23 persen menunjukkan sampai tingkat bunga tersebut kredit yang ditawarkan oleh perbankan masih menguntungkan. Nilai rasio B/C sebesar 1.21 berarti investasi satu rupiah pada suku bunga 16 persen akan memberikan pengembalian sebesar Rp 1.21. Dengan demikian dari sudut pandang perusahaan (private), serta tanpa mempertimbangkan biaya lingkungan atau biaya sosial yang ditimbulkan,

perkebunan kelapa sawit PT. Alno Agro Utama memberikan dampak yang positif dalam bentuk keuntungan kepada perusahan dalam jumlah yang besar.

Tabel 50. Ringkasan Hasil Analisis Finansial dan Ekonomi Praktik Penggunaan Lahan Eks-Areal HPH Menjadi Usahatani Tanaman Komersial

No Pengelolaan

Analisis Finansial Analisis Ekonomi NPV (Rp 000) IRR (%) B/C NPV (Rp 000) IRR (%) B/C 1 Perkebunan Kelapa Sawit 18.145.715,60 20.35 1.21 (170.103.166,14) 3.21 0.77 2 Kebun Kelapa Sawit Masyarakat 72.078,95 36.12 2.74 (113.644,34) 2.54 0.44 3 Kebun Karet Masyarakat 20.422,27 24.41 1.57 10.049,23 6.81 1.04 Sumber: Hasil Analisis Finansial dan Ekonomi (2006)

Namun, dari hasil analisis ekonomi yang menginternalisasi biaya lingkungan atau biaya sosial kedalam struktur biaya perusahaan (cash flow), pengusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Alno Agro Utama memberikan dampak yang negatif terhadap masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Seperti terlihat pada Tabel 50, pengelolaan perkebunan kelapa sawit menunjukkan

penampilan yang kurang baik karena nilai NPV tercatat sebesar minus Rp 170 103 166 140. Hal ini menunjukkan bahwa dari sudut pandang ekonomi

lingkungan, praktik penggunaan lahan eks-areal MJRT untuk perkebunan kelapa sawit akan memberikan kerugian ekonomi kepada masyarakat secara bersama-sama dalam suatu perekonomian. Dampak negatif ini ditimbulkan dari praktik penggunaan lahan eks-areal MJRT untuk perkebunan kelapa sawit dengan luas areal mencapai 5 578 ha yang telah dilakukan dalam kurun waktu 1994-1996. Tingkat IRR perkebunan sawit sangat kecil yakni 3.21 persen yang menunjukkan tingkat pengembalian ekonomi jauh di bawah tingkat suku bunga nominal kredit yang berlaku dewasa ini (16 persen). Rasio B/C pada perkebunan kelapa sawit

sebesar 0.77 yang menunjukkan nilai sekarang arus manfaat lebih kecil dari nilai sekarang arus biaya.

6.3.2. Pengusahaan Kebun Kelapa Sawit yang Dikelola Masyarakat

Berdasarkan hasil analisis finansial, pengusahaan kebun kelapa sawit yang dikelola masyarakat ternyata juga menunjukkan penampilan yang baik untuk seluruh kriteria investasi. Nilai NPV=Rp 72 078 950, artinya masyarakat mendapat keuntungan bersih sebesar nilai tersebut selama jangka waktu analisis (25 tahun) pada faktor diskonto (suku bunga nominal) sebesar 16 persen. Nilai IRR=36.12 persen menunjukkan sampai tingkat bunga tersebut, kredit usahatani masih menguntungkan. Nilai rasio B/C=2.74 yang berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat lebih besar dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan.

Dengan melakukan internalisasi biaya lingkungan atau biaya sosial kedalam struktur biaya, hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa pengusahaan kebun kelapa sawit yang dikelola oleh masyarakat memberikan dampak yang negatif untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Dengan asumsi tidak ada perubahan dalam penggunaan faktor produksi, maka praktik pengelolaan kebun kelapa sawit masyarakat memiliki nilai NPV minus Rp 113 644 340. Hal ini menunjukkan pengelolaan kebun kelapa sawit akan memberikan pengurangan nilai ekonomi kepada masyarakat secara bersama-sama dalam suatu perekonomian. Tingkat IRR perkebunan sawit sangat kecil yakni 2.54 persen yang menunjukkan tingkat pengembalian ekonomi yang jauh di bawah tingkat suku bunga nominal kredit yang berlaku (16 persen). Rasio B/C pada perkebunan

kelapa sawit sebesar 0.44 yang menunjukkan nilai sekarang arus manfaat lebih kecil dari nilai sekarang arus biaya.

6.3.3. Pengusahaan Kebun Karet yang Dikelola Masyarakat

Berdasarkan hasil analisis finansial maupun analisis ekonomi seperti disajikan pada Tabel 50, pengusahaan kebun karet yang dikelola oleh masyarakat di sekitar eks-areal MJRT menunjukkan penampilan yang baik terutama dengan menggunakan kriteria NPV dan rasio B/C. Nilai NPV dari hasil finansial dan ekonomi masing masing adalah Rp 20 422 270 dan Rp 10 049 230 yang berarti secara keseluruhan usahatani ini dapat diterima karena tidak saja memberikan dampak yang positif kepada petani tetapi juga perekonomian secara keseluruhan. Nilai rasio B/C masing-masing hasil analisis adalah 1.57 dan 1.04 yang berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat lebih besar dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan.

Nilai IRR hasil analisis finansial adalah 24.41 persen sedangkan pada analisis ekonomi hanya 6.81 persen. Kendati nilai IRR hasil analisis ekonomi lebih kecil dari suku bunga nominal sekarang (16 persen), nilai positif NPV dan B/C pada hasil analisis ekonomi sudah cukup untuk menunjukkan bahwa dari perspektif sosial dan ekonomi, pengusahaan kebun karet telah memenuhi kriteria pembangunan pertanian yang berkelanjutan serta dapat dikembangkan lebih lanjut bagi pengelolaan eks-areal HPH pada masa yang akan datang.

Dari pembahasan terhadap hasil analisis ekonomi terhadap praktik penggunaan lahan eks-areal MJRT untuk perkebunan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, perlu digaris bawahi bahwa usahatani tanaman kelapa sawit baik yang dikelola swasta maupun masyarakat memberikan dampak negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar menjadi nilai ekonomi serta internalisasi terhadap biaya imbangan penggunaan lahan pada saat persiapan, maka kedua usahatani tersebut memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan. Penyesuaian harga pasar menjadi nilai ekonomi menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit yang pengelolaannya relatif lebih intensif telah menimbulkan biaya produksi dan biaya imbangan yang lebih tinggi. Kedua faktor ini merupakan penyebab utama terhadap penampilan kedua usahatani yang tidak menguntungkan. Sedangkan pengusahaan kebun karet yang dikelola masyarakat tetap menunjukkan kelayakan ekonomi setelah dilakukan internalisasi biaya imbangan.