• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.3. Metode Pengumpulan Data

Data spasial diperoleh dari BPITC Dataport (Biotrop), Bakosurtanal, Badan Planologi Departemen Kehutanan, Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), dan Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (BTNKS) serta Pusat Penelitian Tanah (Puslitanah) Bogor. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk menganalisis perubahan penutupan lahan eks-areal HPH di daerah penyangga TNKS.

Observasi lapangan untuk keperluan analisis spasial dilakukan dengan alat Global Positioning System (GPS) untuk mendapatkan titik kontrol di lokasi penelitian. Pengukuran titik kontrol tanah dengan teknik GPS dilakukan sedemikian rupa, sehingga diperoleh ketelitian hasil koordinat titik yang memadai untuk dipakai pada pemetaan dengan citra yang memiliki resolusi relatif tinggi.

Data mengenai WTP diperoleh melalui kegiatan survei dimana responden diberikan beberapa nilai tawaran kesediaan membayar dan meminta responden untuk memilih nilai tertinggi yang bersedia ia bayarkan untuk perbaikan eks-areal HPH yang sudah digunakan. Informasi mengenai pemanfaatan jasa ekosistem eks-areal HPH diperoleh melalui observasi, yaitu mengadakan pengecekan ke lapangan. Selanjutnya informasi mengenai kebijakan pengelolaan kawasan diperoleh melalui diskusi dan konsultasi dengan para pihak yang relevan, seperti: pimpinan instansi pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi), LSM, akademisi dan tokoh masyarakat.

Dalam kegiatan survei, setiap rumah tangga diminta untuk menetapkan seorang juru bicara yang mengetahui banyak mengenai kondisi rumah tangga mereka yang telah memberikan informasi pada survei terdahulu ataupun kegiatan survei yang pernah dilakukan pemerintah. Juru bicara atau responden diberikan penjelasan mengenai survei secara umum; selanjutnya dilakukan wawancara dalam kurun waktu tertentu, surveyor hanya bertugas membantu perwakilan rumah tangga untuk menyelesaikan survei.

Dalam survei ini terdapat dua tim yang masing-masing beranggotakan 4 orang pewawancara di mana mereka telah menghabiskan waktu selama empat minggu di desa-desa sekitar Zona-1 dan Zona-2. Dalam upaya meningkatkan pemahaman pewawancara terhadap substansi survei ini maupun dalam melakukan pekerjaan lapangan, pewawancara telah mengikuti latihan singkat di Kota Bengkulu dan Jambi. Dalam setiap tim, sekurang-kurangnya terdapat satu orang yang mengetahui kondisi desa-desa setempat dan lancar berbicara dengan dialek

lokal, sehingga komunikasi dalam survei ini berjalan lancar didukung pula oleh anggota tim yang umumnya berasal dari provinsi-provinsi di Sumatera.

Eesponden ditanyakan mengenai individu dan karakteristik rumah tangga mereka. Selanjutnya, responden diberi pertanyaan mengenai pemanfaatan hutan di eks areal HPH. Ini termasuk pertanyaan apakah mereka memanfaatkan sumberdaya hutan yang bersangkutan atau tidak, berapa jauh mereka melakukan perjalanan hutan ke eks areal HPH, kegiatan apa saja yang mereka lakukan di dalam hutan, dan pengetahuan mereka mengenai eks areal MJRT dan RKI yang terdapat di sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat.

Untuk mensosialisasi pengetahuan tentang manfaat sumberdaya dan lingkungan eks areal HPH kepada responden, maka disusun skenario dimana eks-areal HPH yang terdapat di sekitar kawasan penyangga TNKS akan dipertahankan sebagai kawasan hutan melalui program pemeliharaan (preservasi) dan rehabilitasi. Dari hasil survei ditemukan bahwa kendatipun TNKS telah ditetapkan sebagai taman nasional sejak tahun 1997, responden kurang menyadari keberadaan eks-areal HPH yang terdapat di sekitar kawasan penyangga TNKS maupun konsekuensinya terhadap pengelolaan sumberdaya dan lingkungan TNKS. Oleh karena itu dibuat keputusan untuk mengembangkan skenario dari perspektif responden, bukan dari status legal formal kawasan. Hal ini memerlukan pemaparan tujuan dan implikasi penetapan kawasan khususnya yang berkenaan dengan akses dan pemanfaatan sumberdaya.

Kepada responden diketengahkan suatu skenario yang dibagi dalam dua pilihan atau opsi skema pengelolaan eks-areal HPH. Opsi yang pertama adalah menetapkan eks-areal HPH sebagai daerah penyangga TNKS, dimana

pemeliharaan hutan secara luas dan pelarangan untuk melakukan konversi menjadi kawasan budidaya pertanian. Opsi yang kedua adalah eks-areal HPH tetap dipertahankan sebagai daerah penyangga, namun lebih moderat dimana kegiatan pertanian tidak dilarang. Kedua opsi dibuat dengan maksud mengakomodir kepentingan perlindungan kawasan TNKS dan preferensi masyarakat terhadap pemanfaatan eks areal HPH yang berada di sekitar TNKS.

Bagian yang terakhir dari survei yang telah dilakukan adalah menanyakan responden mengenai sikap mereka terhadap kawasan hutan yang terdapat di eks-areal HPH di daerah penyangga TNKS. Pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui pendapat responden mengenai nilai guna (use value), nilai keberadaan (existence value), tanaman dan satwa langka (endangered plants and animals), keanekaragaman hayati (biodiversity), nilai spiritual (spiritual value) dari hutan, dan tentang pemanfaatan versus pemeliharaan (preservation) eks-areal HPH.

Sementara itu, data sekunder dikumpulkan dari lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah seperti: Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (BTNKS), Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Alam (P3SDA) Universitas Bengkulu, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Jambi, Kantor Dinas Kehutanan, Kantor Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kantor Biro Pusat Statistik (BPS), Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Kecamatan yang wilayahnya berdekatan dengan lokasi eks-areal hutan konsesi RKI dan MJRT, PT. Sarbi Moerhani Lestari, dan LSM WARSI.

4.4. Penentuan Sampel

Dalam melaksanakan survei, populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang berada di sekitar kawasan HPH yakni mereka yang berada di desa-desa sekitar eks-areal HPH dan berinteraksi dengan kawasan tersebut. Daftar jumlah rumah tangga tersebut diperoleh dari profil desa-desa penyangga TNKS yang telah disusun oleh BTNKS dan atau dari kepala desa setempat.

Kerangka sampel (sample frame) penelitian ini mengikuti bagan (lihat Gambar 15). Berdasarkan informasi spasial dan administrasi pemerintahan terdapat dua wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan eks-areal MJRT, yakni Kabupaten Muko-Muko dan Kabupaten Bengkulu Utara. Di eks-areal RKI, juga terdapat dua kabupaten yang berbatasan, yakni Kabupaten Bungo dan Kabupaten Merangin.

Dalam penelitian ini ditetapkan sebagai lokasi penelitian untuk eks-areal MJRT adalah di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Sementara wilayah Kabupaten Bungo ditetapkan sebagai kabupaten sampel untuk eks-areal RKI. Di Kabupaten Bengkulu Utara, terdapat dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan eks-areal MJRT, yakni Kecamatan: Putri Hijau dan Napal Putih. Namun hanya Kecamatan Putri Hijau ditetapkan sebagai kecamatan sampel. Di Kecamatan ini terdapat 10 desa yang secara ekologis berinteraksi langsung dengan jasa ekosistem eks-areal MJRT. Jumlah rumah tangga di desa-desa tersebut pada tahun 2003 terdapat sebanyak 1.125 rumah tangga (BPS, 2003).

Di Kecamatan Putri Hijau ini, dipilih 5 desa sebagai desa sampel, yakni: Suka Merindu, Suka Maju, Air Pandan, Air Putih dan Cipta Mulya. Jumlah rumah tangga di desa-desa tersebut pada tahun 2003 sebanyak 538 rumah tangga (BPS,

2003). Mengingat homogennya karakteristik sosial–ekonomi penduduk, maka ditetapkan sampel sebesar 10 persen dari masing-masing kelompok masyarakat (petani, eks pekerja HPH, pengumpul hasil hutan, guru dan pedagang). Dengan menggunakan teknik random sampling terpilih sebanyak 103 rumah tangga sebagai responden, atau lebih kurang 5 persen dari jumlah populasi di Kabupaten Bengkulu Utara. EKS-AREAL HPH DI SEKITAR DAERAH PENYANGGA TNKS EKS-AREAL MJRT EKS-AREAL RKI Kecamatan Putri Hijau Kecamatan Pelepat dan Lbr. L. Mengkuang Desa Sampel (5): Suka Merindu, Suka Maju, Air Pandan, Air putih, Cipta

Mulya

Desa Sampel (3): Batu Kerbau, Pemunyian,

Renah. S. Ipuh 1. Petani 2. Eks pekerja HPH 3. Pengumpul HH 4. Guru 5. Pedagang 1. Petani 2. Eks pekerja HPH 3. Pengumpul HH 4. Guru 5. Pedagang 103 responden 83 responden 584 RT 538 RT Terdapat 3 Desa =584 RT Terdapat 10 desa =1 125 RT Terletak di 2 Kab. (Bungo dan Merangin)= 1 582 RT Terletak di 2 kabupaten (Muko-Muko dan Bengkulu Utara = 3 943 RT) Kabupaten Bungo Kabupaten Bengkulu Utara Terletak di 3 Kec. (Pelepat, Rt. Pandan dan Lembur Lbk Mengkuang)= 878 RT Terletak di 2 kecamatan (Putri Hijau dan Napal Putih)=2 130 RT Purposive Sampling Purposive Sampling Purposive Sampling Purposive Sampling

Sementara itu, di sekitar eks-areal RKI, terdapat dua kabupaten yang berbatasan langsung dengan eks-areal RKI, yakni Kabupaten Bungo dan Merangin. Namun, yang dijadikan sebagai lokasi adalah di Kabupaten Bungo dimana terdapat tiga kecamatan yang berbatasan langsung dengan kawasan ini, yakni Kecamatan Pelepat, Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang dan Rantau Pandan. Secara keseluruhan terdapat 10 desa yang betul-betul berinteraksi dengan eks-areal RKI dengan jumlah rumah tangga (populasi) mencapai 878 rumah tangga. Dalam penelitian ini, dipilih dua kecamatan sebagai kecamatan sampel, yakni Kecamatan Pelepat dan Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang. Dari Kecamatan Pelepat, dipilih dua desa sebagai desa sampel, yakni Desa Batu Kerbau, sementara dari Kecamatan Lembur Lubuk Mengkuang dipilih Desa Pemunyian dan Renag Sungai Ipuh sebagai desa-desa sampel. Besar sampel sebagai responden ditetapkan sebesar 10 persen dari masing-masing kelompok masyarakat. Dengan random sampling terpilih sampel sebanyak 83 rumah tangga atau lebih kurang 9.5 persen dari jumlah populasi di Kabupaten Bungo.

4.5. Metode Pengolahan Data