• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

6.4. Dampak Ekonomi Alternatif Rehabilitasi Eks-Areal HPH

6.4.6.2. Nilai Manfaat Rehabilitasi

Nilai manfaat rehabilitasi menunjukkan kesediaan individu membayar guna memulihkan ekosistem hutan yang terdapat di eks-area HPH bagi penggunaan di masa depan. Nilai ini menjadi sangat penting mengingat status eks-areal HPH merupakan hutan produksi dimana alternatif pemanfaatan yang kuat, apakah di pertahankan atau dilakukan penggunaan lahan.

Tanpa memperhitungkan nilai partisipasi kerja yang diberikan oleh responden, diperoleh WTP rata-rata tiap rumah tangga sebesar Rp 4 459/bulan. Jumlah ini merupakan porsi yang sangat kecil dari pendapatan setiap rumah tangga. Jika nilai WTP ini digunakan untuk mengestimasi total WTP populasi,

diperoleh nilai konstan sebesar Rp 542 143 056/tahun. Secara agregat, dalam jangka waktu 30 tahun dengan tingkat diskonto 5.4 persen, nilai sekarang atau present value (PV) rehabilitasi eks-areal HPH MJRT dan RKI mencapai Rp 7 153 684 052.08 (Tabel 56).

Tabel 56. Nilai Ekonomi Rehabilitasi Eks-Areal HPH di Sekitar Daerah Penyangga TNKS, Gabungan Penyangga-1 & Penyangga-2

Indikator Tanpa Partisipasi Kerja

Dengan Partisipasi Kerja

WTP Sampel Rata-rata (Rp/RT/Bln)1) 4 459.00 74 824.00 Nilai Konstan (Rp/Tahun)2) 542 143 056.00 9 097 401 216.00

Present Value (Rp)3) 7 153 684 052.08 120 041 994 956.88 Nilai Ekonomi per Ha (Rp)4) 476 702.52 7 999 279.98 Nilai Ekonomi per Ha (US$)5) 52.97 888.81 Keterangan : 1) diperoleh dari hasil survey, dengan tingkat akurasi mencapai 80.76%.

2) merupakan total WTP populasi yakni perkalian a) dengan jumlah populasi di kedua zona (28 090 RT) dan 12 bulan

3) Present value selama 30 tahun dan tingkat diskonto 6.4 persen

4) Hasil c) dibagi dengan luas kawasan total eks-areal HPH (MJRT+RKI) yang dikategorikan sebagai lahan kritis yakni 15 006.6 (hasil analisis spasial dengan menggunakan citra landsat tahun 2005 dan 2002)

5) Hasil d) dibagi dengan kurs US$ terhadap Rp, yakni Rp 9 000/US$ Sumber : Data Primer, 2005 (diolah)

Sedangkan jika nilai partisipasi kerja dimasukkan dalam perhitungan, maka WTP rata-rata menjadi Rp 74 824/bulan. Penggunaan nilai ini untuk mengestimasi total WTP populasi maka diperoleh nilai konstan sebesar Rp 9 097 401 216/tahun dengan nilai sekarang (PV) dalam jangka waktu 30 tahun

pada tingkat diskonto 6.4 persen sebesar Rp 120 041 994 956.88. Nilai yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai ekonomi per ha terhadap luas total lahan kritis di eks-areal MJRT dan RKI yang memperhitungkan “partisipasi kerja”, yakni sebesar Rp 799 279.98 atau setara dengan US$ 888.812.. Nilai ini secara rasional sangat bisa diterima mengingat keterbatasan pendapatan (budget

2

Estimasi terhadap nilai preservasi hutan sekitar Bukit Baka-Bukit Raya, Kalimantan oleh NRMP (1996), mendapatkan nilai sebesar US$ 30/ha. Estimasi nilai preservasi hutan di Costa Rica memperoleh nilai US$ 2 500 per ha. Demikian pula estimasi Taman National Khao Yai di Thailand yang menempatkan nilai preservasi sekitar US$ 400/ha.

constrain) sehingga masyarakat kurang memiliki keinginan untuk membayar kontribusi/iuran dalam bentuk uang kas (in cash) tapi lebih banyak memilih memberikan kontribusi dalam bentuk tenaga dalam suatu kegiatan partisipasi kolektif (in kind).

Dalam menganalisis nilai sampel rata-rata terhadap populasi rumah tangga, asumsi kunci yang digunakan bahwa sampel merupakan representatif dari keseluruhan populasi. Hal ini berarti seluruh WTP rumah tangga, rata-rata memberikan jumlah yang sama untuk preservasi eks-areal HPH, walaupun secara spesifik estimasi dari keseluruhan survei rumah tangga dapat berbeda dari estimasi yang dilakukan.

Dari kegiatan survei lapangan juga diperoleh masukan mengenai kesan mereka terhadap tingkat pemahaman responden tersebut. Berdasarkan pada semua faktor tersebut, dipercaya bahwa responden memahami apa yang ditanyakan kepada mereka mengenai nilai preservasi.

Jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan dalam survei, sebagaian besar cukup logis. Hal ini menunjukkan bahwa jawaban yang diberikan selama survei adalah konsisten dan dapat dipercaya. Perlu dicatat beberapa perbedaan penting antara WTP sampel gabungan dengan WTP masing-masing Zona. Sebagai contoh, responden di Zona-2 yang memiliki jarak yang lebih dekat dengan eks-area HPH dibandingkan dengan responden di Zona-1 secara umum memiliki WTP yang lebih kecil. Responden juga memiliki perbedaan dalam menyikapi kegiatan preservasi eks-area HPH di masing-masing zona, tergantung dari karakteristik sosial ekonomi responden.

6.4.6.3. Kriteria Kelayakan

Pada Tabel 57 disajikan ringkasan hasil analisis ekonomi yang memperlihatkan kelayakan masing-masing alternatif pengelolaan lahan kritis yang berbasis preferensi masyarakat. Semua alternatif menunjukkan kriteria kelayakan yang dapat memberikan dampak positif. Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan sistem agroforestri dalam upaya pengelolaan lahan kritis di eks-areal hutan konsesi dapat diterima, tidak saja memiliki potensi untuk meningkatkan jasa ekosistem kawasan hutan tetapi juga memberikan manfaat kepada masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan..

Alternatif pengelolaan-2, yakni penerapan sistem agroforestri dalam pengelolaan lahan kritis di sekitar eks-areal HPH dengan komposisi tanaman 50 persen tanaman karet, 50 persen tanaman buah dan tanaman sela menunjukkan tingkat kelayakan paling tinggi. Nilai NPV selama jangka waktu 30 tahun pada suku bunga riil sebesar 6.4 persen adalah sebesar Rp 791 608 786.53 artinya masyarakat mendapat keuntungan bersih sebesar nilai tersebut. Nilai IRR=34.47 persen menunjukkan sampai tingkat bunga tersebut, kredit utuk membiayai usahatani masih menguntungkan. Sedangkan nilai rasio B/C=4.16 yang berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat empat kali lebih besar dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan.

Tabel 57. Ringkasan Hasil Analisis Ekonomi Alternatif Pengelolaan Lahan Eks-Areal HPH di Sekitar Daerah Penyangga TNKS

No Pengelolaan Kriteria Investasi NPV (Rp) IRR (%) B/C 1 Alternatif Pengelolaan-1 216 985 175.07 16.15 2.06 2 Alternatif Pengelolaan-2 791 608 786.53 34.47 4.16 3 Alternatif Pengelolaan-3 609 985 752.43 22.58 3.56 Sumber: Hasil Analisis Ekonomi, 2006

Alternatif pengelolaan-3, dengan komposisi tanaman 70 persen tanaman kayu, 30 persen tanaman buah dan tanaman sela menempati urutan kedua. nilai NPV=Rp 609 985 752.43 artinya masyarakat mendapat keuntungan bersih sebesar nilai tersebut (selama jangka waktu analisis 30 tahun, pada suku bunga riil sebesar 6.4 persen). Sementara nilai rasio B/C=3.56 berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat lebih besar dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan. Nilai IRR=22.58 persen menunjukkan sampai tingkat bunga tersebut kredit usahatani masih menguntungkan.

Berdasarkan nilai NPV pula alternatif pengelolaan-1 yakni pola usahatani dengan komposisi tanaman 50 persen karet, 50 persen kayu dan tanaman sela merupakan alternatif pengelolaan yang memberikan keuntungan bersih paling kecil yakni dengan NPV=Rp 216 985 175.07 artinya masyarakat mendapat keuntungan bersih sebesar nilai tersebut (selama jangka waktu analisis 30 tahun, pada suku bunga riil sebesar 6.4 persen). Sementara nilai rasio B/C=2.06 berarti keseluruhan nilai manfaat bersih sekarang yang diterima masyarakat lebih besar dua kali lipat dari keseluruhan nilai biaya sekarang yang dikeluarkan. Namun nilai IRR=16.15 persen menunjukkan sampai tingkat bunga tersebut kredit usahatani masih menguntungkan. Jika menggunakan suku bunga nominal yang berlaku saat ini (16 persen), maka nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa usahatani ini relatif lebih berat diusahakan melalui pembiayaan kredit.