• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Penentuan dampak dari TPA Sampah perlu memperhitungkan pencemaran lingkungan yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis (Supardi, 1994). Pencemaran lingkungan meliputi derajat pencemaran, waktu tercemarnya dan lamanya kontak antara bahan pencemaran dan lingkungan (Royadi, 2006).

Pencemaran air yang berasal dari TPA Sampah merupakan rembesan dari timbunan limbah dan sumber kontaminan potensial bagi air permukaan, air tanah dangkal, maupun air tanah dalam. Eugene (1987) mengemukakan bahwa lindi tergantung dari sifat lindi, jarak aliran dengan air tanah dan sifat-sifat tanah yang dilaluinya. Oleh sebab itu untuk menghindari pencemaran oleh lindi, sumber air sumur dangkal terletak jauh dari lokasi sanitary landfill. Pencemaran air dapat mengganggu tujuan penggunaan air dan akan menyebabkan bahaya bagi manusia melalui keracunan atau sumber penyebab penyakit. Pendapat (Vasu,K. 1998), nitrat merupakan pencemar utama yang dapat mencapai air tanah dangkal maupun air tanah dalam yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dari penempatan sampah. Bakteri pathogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri amuba disentri, kolera dan tipus. Jumlah bakteri dalam air umumnya sedikit dibandingkan dengan bakteri coliform. Jenis bakteri coliform sebagai indikator pencemar fecal (tinja).

Menurut Slamet (2007), Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak didalam sampah.

Dampak pencemaran udara tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia saja, akan tetapi juga dapat merusak lingkungan lainnya seperti hewan, tanaman, bangunan gedung dan sebagainya. Dampak

pencemaran oleh karbon monoksida (CO), apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dampak pencemaran nitrogen oksida (NO), pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan kejang- kejang, pada tanaman menyebabkan kerusakan pada jaringan daun. Dampak pencemaran udara oleh belerang oksida (SO) dapat menyebabkan gangguan pada sistim pernapasannya (Slamet, 2007).

Pengaruh dampak limbah padat lainnya adalah terhadap kesehatan lingkungan, dapat terjadi melalui pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi akibat kontak langsung dengan sampah, dimana sampah bersifat racun, korosif terhadap tubuh, karsiogenik, teratogenik dan ada juga yang mengandung kuman patogen yang langsung dapat menularkan penyakit (Slamet, 2007). Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan oleh manusia terutama akibat pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah.

Dampak besarnya timbunan sampah yang tidak ditangani dapat menyebabkan berbagai permasalahan, betapa besarnya timbulan sampah yang dihasilkan, data beberapa kota besar di Indonesia dapat menjadi rujukan. Kota Jakarta setiap hari menghasilkan timbulan sampah sebesar 6,2 ribu ton, Kota Bandung sebesar 2,1 ribu ton, Kota Surabaya sebesar 1,7 ribu ton, dan Kota Makassar 0,8 ribu ton. Jumlah tersebut membutuhkan upaya yang tidak sedikit dalam penanganannya. Berdasarkan data tersebut diperkirakan kebutuhan lahan untuk TPA di Indonesia pada tahun 1995 yaitu seluas 675 ha, dan meningkat menjadi 1.610 ha pada tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar dengan memperhatikan semakin terbatasnya lahan kosong khususnya di perkotaan (Mungkasa, 2004).

Menurut Haeruman (1979) perubahan atau dampak pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial ekonomi. Pada umumnya keberadaan tempat pembuangan akhir sampah selain menimbulkan dampak negatif, tetapi juga dampak positif. Dampak negatif dapat menimbulkan masalah sosial. yang sering menimbulkan keresahan sosial, berubahnya sikap masyarakat menjadi tidak ramah, dan meningkatnya kriminalitas. Dampak positif berupa tenaga kerja yang

dapat tertampung dan peningkatan pendapatan dalam pemanfaatan sampah (daur ulang dan kompos).

Pencemaran lingkungan dari masuknya bermacam-macam makhluk hidup, bahan-bahan, zat-zat pada suatu lingkungan yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan tersebut, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi, maupun biologis (Supardi, 1994). Tiap pencemaran lingkungan mempunyai derajat pencemaran atau tahap pencemaran yang berbeda. Perbedaan tersebut didasarkan pada konsentrasi zat pencemar, waktu tercemarnya, lamanya kontak antara bahan pencemar dengan lingkungan. Salah satu contoh peristiwa pencemaran lingkungan adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat pencemar yang berasal dari timbunan sampah. Menurut Sinabutar (2005) di wilayah perkotaan, pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh zat pencemar yang berasal dari sampah permukiman, pasar dan perkantoran. Kasus pencemaran lingkungan merupakan suatu kasus yang sukar dilihat oleh mata. Misalnya melalui pembusukan sampah oleh bakteri metana dihasilkan gas metana (CH4) yang beracun dan dapat terbakar. Dalam reaksi degradasi anaerob

bahan organik oleh bakteri metan dihasilkan gas (CH4). Gas metana berpengaruh

dampak adanya perubahan iklim akibat kenaikan temperatur bumi atau pemanasan global. Sampah mempunyai kontribusi untuk emisi gas rumah kaca yaitu gas metana (CH4), diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah kota perlu dikelola secara benar, agar laju perubahan iklim bisa diperlambat (KLH, 2007)

Menurut Tchobanoglous et al. (1977), perolehan gas nitrogen (N2), karbon

dioksida (CO2), dan (CH4), tergantung dari banyaknya komponen organik pada

lahan urug, zat hara yang tersedia, kadar air pada sampah, tingkat kepadatan sampah pada kondisi awal, waktu penimbunan, dan lain-lain. Secara umum perolehan gas N2, CO2 dan CH4 pada lahan urug dapat dihitung dengan

melakukan perkalian antara volume sampah pada lahan urug dengan nilai persen masing-masing gas menurut lamanya sampah telah tertimbun menurut Popov et al. (1998), CO2 terjadi secara mencolok pada bulan ke 3-12 dan CH4 terjadi secara

Menurut Sinabutar (2005), gas rumah kaca yang merusak lapisan ozon dan penyebab naiknya suhu permukaan bumi adalah CO2, CH4, N2O, NFCs, PFCs dan

SF dengan komposisi gas CO2 = 50%, CH4= 19% dan NO2= 4%. Berdasarkan

penelitian Sinabutar (2005) dari 9 kali pengujian sampel gas yang telah dilakukan diperoleh kadar gas metana (CH4) adalah: (18,80; 37,70; 27,17; 7,40; 68,93;

40,92; 39,59; 67,55; 57,72)%. Kadar CH4 rata-rata adalah 47,58%.

Menurut Sinabutar (2005) kadar gas CH4 dari lahan urug yang layak

dimanfaatkan sebagai sumber gas untuk tenaga listrik pada kisaran 40-60%, CH4

yang diperoleh dari lahan urug TPA Sampah Bantar Gebang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya listrik (pembangkit listrik) yang potensial.

Plastik merupakan polimer dengan rantai hidrokarbon yang sangat panjang. Oleh sebab itu ikatan polimer tidak dapat terfraksinasi secara alami, cara fraksinasi dengan proses pirolisis. Pirolisis sampah plastik adalah penguraian suatu bahan yang mudah menguap, dengan pemanasan. Pada umumnya bahan- bahan yang diuraikan adalah bahan organik. Proses pirolisis dilakukan pada suhu tinggi tanpa oksigen. Pada proses pirolisis diklasifikasikan dalam dua jenis berdasarkan suhu operasi, yaitu pirolisis pada suhu rendah (< 700oC) sedangkan pada proses pirolisis pada suhu tinggi menghasilkan reaksi volatile yang kaya akan hidrogen dan solid residu yang kaya akan karbon (Samuel dan Lando, 1974).