• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

5.1. Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TPA

5.2.1 Peraturan Perundangan Tentang Sampah

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Nasional Sistem Pengelolaan Persampahan 15 September 2006 dilakukan pendekatan atau paradigma baru yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali dan atau didaur ulang; atau yang sering dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse,Recycle). Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan yang signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Hal di atas sesuai dengan Undang–undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan Pasal 9 berbunyi: Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan: Ayat (1) Butir (b) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah; butir (d) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah; Pasal 9 Ayat (2) yang berbunyi: Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

a. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru.

Penjelasan UU No. 18 Tahun 2008 menyatakan: Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada kumpul-angkut-buang sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

b. Kompensasi.

Undang-Undang Pengelolaan Persampahan 18/2008 Pasal 25 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir

sampah. Pasal 25 Ayat (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain. Pasal 25 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Pasal 25 Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.

c. Sanksi.

Sanksi yang diberikan kepada Pengelola TPA melakukan pelanggaran operasional TPA ada pada Pasal 40 Ayat (1) Pengelola sampah yang secara melawan hukum dan dengan sengaja melakukan kegiatan pengelolaan sampah dengan tidak memperhatikan norma, standar, prosedur, atau kriteria yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda). Pasal 47 (1) Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. (2) Peraturan daerah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Peraturan sebelum Undang-Undang No. 18 Tahun 2008. Pasal 48 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 2008. Pasal 49 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal Diundangkan. Tanggal diundangkan adalah tanggal 7 Mei 2008.

d. Kebijakan.

Kebijakan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (Daftar Pustaka).

Kebijakan (1) : Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya. Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang dihasilkan.

Kebijakan (2): Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi kebersihan yang memadai.

Kebijakan (3): Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan. Sasaran peningkatan pelayanan nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70% penduduk juga telah ditetapkan bersama. Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu : i. Melaksanakan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan. Pengelolaan

TPA yang buruk dibanyak kota harus diakhiri dengan upaya peningkatan pengelolaan sesuai ketentuan teknis yang berlaku. TPA yang jelas-jelas telah menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya perlu segera mendapatkan langkah-langkah rehabilitasi agar permasalahan lingkungan yang terjadi dapat diminimalkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah pelaksanaan rehabilitasi TPA yang mencemari lingkungan sesuai dengan prioritas.

ii. Meningkatkan kualitas pengelolaan TPA ke arah sanitary landfill. TPA yang masih dioperasikan dengan jangka waktu relatif lama perlu segera dilakukan upaya peningkatan fasilitas dan pengelolaan mengarah pada metode Sanitary landfill dan Controlled landfill agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari. Rencana tindak yang diperlukan adalah penyusunan pedoman peningkatan pengelolaan TPA yang sangat diperlukan oleh daerah untuk perbaikan fasilitas persampahan yang dmiliki.

iii. Meningkatkan Pengelolaan TPA Regional. Kota-kota besar pada umumnya mengalami masalah dengan lokasi TPA yang semakin terbatas dan sulit diperoleh. Kerjasama pengelolaan TPA dengan kota / kabupaten lainnya akan sangat membantu penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan solusi yang saling menguntungkan. Rencana tindak yang diperlukan adalah : (1) Penyusunan studi lokasi dan kelayakan pengembangan TPA regional sesuai Tata Ruang dan (2) Ujicoba pengelolaan TPA regional secara profesional. iv. Penelitian, pengembangan, dan aplikasi teknologi penanganan persampahan

tepat guna dan berwawasan lingkungan. Kekeliruan dalam pemilihan teknologi seperti insinerator tungku yang banyak dilakukan oleh Pemerintah Daerah perlu segera dihentikan dengan memberikan pemahaman akan kriteria teknisnya.

v. Disamping itu juga sangat diperlukan aktivitas penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sampah di Indonesia pada umumnya.

Rencana tindak yang diperlukan adalah :

· Penyusunan pedoman teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan · Penyusunan pedoman pemanfaatan gas TPA

· Penyusunan pedoman waste-to-energy

· Ujicoba waste-to-energy untuk kota besar /metro

Kebijakan (4): Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan. Untuk melaksanakan KNPP ini diperlukan adanya kebijakan agar aturan-aturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung jawab.

Kebijakan (5): Pengembangan alternatif sumber pembiayaan Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus disediakan oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian pengelolaan persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar pelayanan pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui pembayaran retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat membiayai dirinya sendiri.

Memperhatikan kondisi TPA Sampah Bantar Gebang dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang ada TPA Sampah Bantar Gebang belum sepenuhnya mengikuti peraturan yang telah ditetapkan diantaranya belum melaksanakan operasional sanitary landfill secara benar, yaitu tidak melakukan penutupan timbunan sampah setiap hari dengan tanah penutup.