• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Tradisi Padusan Terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar Di Desa Cokro

HASIL PENELITIAN

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

3. Dampak Tradisi Padusan Terhadap Perekonomian Masyarakat Sekitar Di Desa Cokro

Dengan adanya pelaksanaan tradisi padusan yang diadakan oleh warga desa Cokro setiap satu tahun sekali tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan warga. Tradisi padusan hanya dilaksanakan setahun sekali menjelang bulan suci Ramadhan sehingga tidak begitu berarti bagi perekonomian warga.

Berikut penuturan Bapak Dm dengan nada semangat :

Penghasilan yang didapat oleh pedagang itu cukup lumayan daripada

commit to user

penghasilan yang mereka dapat dari hasil jualannya itu, apalagi pas

acara padusan, para pedagang bisa meraih keuntungan yang lumayan

besar karena banyaknya pengunjung,tetapi karena tradisi padusan hanya

dilaksanakan sekitar 1-2 hari setiap setahun sekali maka kurang begitu berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Lain halnya dengan adanya obyek wisata pemandian Cokro bisa berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat, misalnya para pedagang yang berjualan di sekitar umbul”. (W/Dm/17/11/2009).

Tradisi padusan hanya dilaksanakan menjelang bulan puasa, setahun sekali sehingga kurang begitu nampak terhadap kemajuan perekonomian warga desa Cokro. Bagi warga yang berjualan pada waktu padusan maupun menjadi tukang parkir akan mendapatkan keuntungan yang lumayan dibanding hari-hari biasa tetapi keuntungan yang mereka dapat hanya sekitar 1-2 hari itu saja pada waktu acara padusan berlangsung. Berbeda halnya dengan obyek wisata pemandian Umbul Ingas Cokro yang dibuka untuk wisata alam setiap harinya, yang ramai di kunjungi pada waktu hari-hari libur tersebut malah dapat menopang perekonomian warga yang berprofesi sebagai pedagang, karena menggantungkan perekonomian keluarga setiap harinya pada obyek wisata pemandian Umbul Cokro. Untuk sebagian besar warga Cokro tidak menggantungkan perekonomian pada obyek wisata pemandian Umbul Ingas atau potensi wisata budaya padusan tetapi pada sektor agraris.

Pak Sy juga menuturkan hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Dm :

Banyak para pedagang yang datang ke pemandian Cokro tiap tahunnya

pada waktu acara padusan. Kebanyakan para pedagang malah bersal dari luar daerah sini mbak, ada yang dari daerah Boyolali, Klaten kota dll. Warga daerah sini yang berjualan malah sedikit, biasanya warga daerah sini yang berjualan pada saat padusan ya yang berjualan pada waktu hari-hari biasa atau hari-hari libur. Dalam pelaksanaan acara padusan Desa Cokro mendapat bagian 15% dari hasil pendapatan pelaksanaan tradisi padusan, tetapi pada kenyataan tidak mencapai 15%. Untuk padusan terakhir kemarin yaitu padusan pada tahun 2009, desa Cokro sini mendapatkan pemasukan sebesar Rp. 2.975.000, uang tersebut masuk ke kas desa biasanya digunakan untuk pembangunan desa dan biasanya sebagian uang tersebut digunakan untuk perayaan 17an pada bulan Agustus untuk membangun gapuro dll. Selain itu biasanya desa

commit to user

sekitar Cokro yang masih masuk kelurahan Cokro sini ya mbak, dikasih jatah kurang lebih Rp 100.000-Rp 200.000 untuk tambahan perayaan

17an, supaya juga bisa merasakan hasil dari pelaksanaan Padusan

(W/Sy/11/01/2010).

Paling tidak dengan potensi wisata budaya yang dimiliki desa Cokro yaitu tradisi padusan kas Desa Cokro bertambah sebesar 15 % dari hasil pendapatan pelaksanaan tradisi Padusan. Biasanya uang kas tersebut dapat digunakan untuk pembangunan desa dan tambahan pada waktu perayaan 17 agustus an. Warga desa Cokro yang berjualan pada saat padusan tidak begitu banyak kecuali padagang yang kesehariannya berjualan di obyek wisata pemandian umbul Cokro. Pedagang yang berjualan malah justru kebanyakan dari daerah luar.

Ibu NW seorang pedagang yang kesehariannya berjualan di obyek wisata pemandian Umbul Ingas mengaku :

”sayange padusan naming setahun sepindah, gor sedino rung ndino mbak, ora pati ketok neng ekonomi keluarga, tapi paling ora iso ngurangi beban keluarga. Pas padusan dagangan nggih cepet payu mbak mergo

rame”(W/Nw/21/11/2009). (sayangnya padusan hanya dilaksanakna

setahun sekali, itu pun cuma satu dua hari saja mbak, jadi tidak begitu kelihatan di ekonomi keluarga, tetapi paling tidak bisa mengurangi beban keluarga. Waktu padusan dagangan ya cepat laku karena ramai).

Penghasilan yang didapat dari hasil jualan tergolong lumayan. Setiap harinya terutama pada hari-hari libur, Ibu NW meraih keuntungan lebih kurang Rp 200.000, apalagi pada perayaan tradisi padusan yang dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan puasa, penghasilan yang didapat dari hasil jualan bisa mencapai sekitar Rp 300.000 per hari, penghasilan yang cukup lumayan. Sebenarnya modal yang dikeluarkan Ibu NW untuk usahanya sama waktu padusan dengan hari-hari biasa, hanya pada waktu padusan itu dagangannya cepat laku dibanding hari-hari biasanya. Ibu NW mengaku dengan adanya padusan penghasilannya bertambah sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, karena pada saat pelaksanaan tradisi padusan dagangannya laku terjual habis.

commit to user

Pernyataan Ibu Nw diatas menyayangkan bahwa padusan hanya dilaksanakan sekitar 1-2 hari setahun sekali, karena pada saat itu penghasilan yang di dapat lumayan daripada hari-hari biasa.

Bs juga mengatakan hal berikut :

“Pada saat padusan banyak pengunjung yang datang, sehingga para pedagang nya akan laris mbak, harga makanan akan naik, untuk dampak ekonominya saya kurang tahu mbak, yang jelas makanan ringan dinaikkan dan mahal-mahal, contohnya taro yang biasanya harganya Rp. 1000 menjadi Rp 1.500 mbak” (W/Bs/16/12/2009).

Pada saat padusan banyak pedagang yang menaikkan harga dagangannya, karena banyaknya pengunjung yang datang sehingga para pedagang banyak yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menjajakkan dagangannya.

Menurut pengamatan Rz sebagai pengunjung, dia juga menambahkan sebagai berikut :

”tradisi padusan juga dapat menunjang perekonomian masyarakat sekitar, karena pada saat acara pelaksanaan tradisi padusan pedagang sekitar desa Cokro memanfaatkan situasi ini untuk menjajakkan dagangan mereka. Pedagang-pedagang itu berasal dari daerah Cokro, Boyolali, Sukoharjo, Jogjakarta dan sekitarnya”(W/Rz/21/11/2009).

Bapak Dm juga menambahkan :

“Pelaksaan tradisi padusan tidak dikelola secara menyeluruh oleh pemerintah Kabupaten Klaten tetapi diserahkan oleh pihak swasta yang mau dan dianggap mampu mengelola setiap tahunnya dalam rangka menyambut datangnya bulan suci ramadhan, apabila pihak swasta atau CV yang mengelola pelaksanaan Tradisi Padusan itu memuaskan dalam artian tidak ada keributan diantara pengunjung, kemudian obyek wisata Umbul Ingas yang dijadikan tempat pelaksaan tradisi padusan itu tetap terjaga dengan baik dan bersih, tidak kumuh, maka untuk tahun berikutnya, pengelolaan pelaksanaan tradisi padusan diserahkan kepada pihak swasta tersebut untuk tetap mengelola dan mengurus pelaksaan tradisi padusan, sedangkan pemerintah atau dinas pariwisata Kabupaten Klaten hanya memantau dan meninjau jalannya pelaksaan tradisi padusan” (W/Dm/17/11/2009).

commit to user

Sedangkan Pak Sy ketika dimintai keterangan menyebutkan seperti ini :

“dari hasil pemasukan pelaksanaan padusan sebagian masuk ke kas desa sebesar 15% mbak, untuk padusan terakhir kemarin yaitu padusan pada tahun 2009, desa Cokro sini mendapatkan pemasukan sebesar Rp. 2.975.000, uang tersebut masuk ke kas desa biasanya digunakan untuk pembangunan desa dan biasanya sebagian uang tersebut digunakan untuk perayaan 17an pada bulan agustus untuk membangun gapuro dll. Selain itu biasanya desa sekitar Cokro yang masih masuk kelurahan Cokro sini ya mbak, dikasih jatah kurang lebih Rp 100.000-Rp 200.000 untuk tambahan perayaan 17an, supaya juga bisa merasakan hasil dari

pelaksnaan Padusan(W/Sy/11/01/2010).

Pernyataan Pak Sy selaku perangkat desa bahwa setiap padusan berlangsung desa Cokro mendapatkan pemasukan kurang lebih 15% dari hasil pendapatan penyelenggaraan padusan. Pemasukan itu digunakan untuk pembangunan desa dan sumbangan perayaan 17 Agustus-an.

Pak Dm dan beberapa petugas loket mengungkapkan pernyataan seperti di bawah ini :

Pelaksanaan tradisi padusan merupakan hasil kontrak antara pelelang

dengan pihak dinas pariwisata Kabupaten Klaten. Pengelola harus menyetorkan hasil pelaksanaan tradisi padusan kepada dinas pariwisata Kabupaten Klaten sebesar Rp 34.000.000. Padusan tahun 2009 mengalami penurunan pengunjung. Penurunan pengunjung tersebut di karenakan pada waktu padusan tahun 2009 bertepatan dengan hari jumat mbak, jadi hanya masalah hari berpengaruh terhadap pengunjung. Hari jumat kan hari pendek jadi nanggung kalau mau datang ke padusan, kalau mau datang sebelun jumatan nanggung karena siangnya harus jumatan dan kalau mau datang setelah jumatan sudah siang panas, gitu mbak. Pengunjung padusan pada tahun 2009 sekitar 10 ribu pengunjung dengan biaya masuk per orang Rp 5.000, jadi penghasilan yang didapat sekitar Rp 50.000.000 dengan cara jumlah pengunjung di kalikan tarif masuk obyek wisata. Sedangkan uang yang harus di setorkan kepada pihak dinas pariwisata Kabupaten Klaten sebesar Rp 34.000.0000. Sehingga hasilnya Rp 50.000.000-Rp 34.000.000 adalah Rp 16.000.000. Hasilnya tersebut masih digunakan untuk biaya lain-lain seperti untuk pengamanan atau polisi sekitar 150 orang, konsumsi panitia padusan dan tamu undangan sekitar 500 orang, pajak, hiburan dan kurangnya ditutup oleh pihak sponsor. Jadi kalau dihitung-hitung saya malah rugi mbak. Untuk masalah pengunjung mengalami penurunan yang sangat drastis, karena tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2008, pengunjung padusan mencapai sekitar 20.000 pengunjung. Sedangkan target untuk tahun 2009 seharusnya 15.000 pengunjung, jadi ya karena masalah hari tersebut bisa berpengaruh terhadap jumlah pengunjung. Untuk hari-hari biasa

commit to user

pengunjung dikenakan biaya masuk Rp3.000, kalau pas hari libur Rp 5.000, tapi kalau pengembangan obyek ini sudah selesai semua pengunjung dikenakan tarif masuk sebesar Rp 10.000 mbak. Hal itu sudah merupakan Perda, jadi bukan pihak sini yang ingin menaikkan tarif

pengunjung” tambah petugas loket obyek wisata Pemandian Umbul Cokro

(W/Dm/27/01/2010).

Kesimpulan akhir dari pernyataan di atas tentang dampak tradisi padusan terhadap perekonomian masyarakat sekitar Desa Cokro menurut Bapak Dm pengelola obyek wisata pemandian Cokro, Pak Sy, Ibu NW pedagang yang kesehariannya berjualan di Obyek Wisata Pemandian Umbul Ingas, Bs, Rz yaitu tidak begitu terlihat menunjang kesejahteraan warga sekitar karena tradisi padusan hanya dilaksanakan setahun sekali menjelang bulan suci Ramadhan sehingga kurang begitu berarti bagi perekonomian warga.