• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEDAN

A. Dapat Meringankan Pidana

Hal ini dapat dilihat dalam Putusan No.992 / Pid. B /2013 / PN. Mdn, mengenai

mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat, yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Dengan identitas terdakwa:

Nama lengkap : Riza Vionita Utami Tempat lahir : Kisaran

Umur/tanggal lahir : 18 tahun/13 Juni 1995 Jenis kelamin : Indonesia

Tempat tinggal di :Jl. SM. Raja Km. 11 Gg. Rohis B Bangun Sari Tanjung Morawa

Agama : Islam

Pendidikan : - Duduk Perkara:

Pada hari rabu tanggal 9 Januari 2013 sekira pukul 19.30 WIB, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain masih dalam bulan Januari tahun 2013, bertempat di Jl. SM. Raja di depan GKPI Medan, terdakwa Riza Vionita Utami mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat, yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :

Pada waktu dan ditempat sebagaimana diuraikan diatas, saksi korban Rentiana Br. Perangin-angin dan Kartina Harahap keluar dari rumah saksi hendak menyeberang ke arah Gereja hendak mau mengambil uang sewa rumah. Sebelum menyeberang saksi korban sudah melihat ke kanan ke kiri dan tidak ada kendaraan, tetapi situasi pada saat itu gelap karena mati lampu. Selagi menyeberang dan hampir sampai pinggir jalan tiba -tiba saksi korban Rentiana Br. Perangin-Angin dan Kartina Harahap ditabrak oleh sepeda motor Honda Revo dengan No Pol BK 2166 OM yang dikendarai oleh terdakwa Riza Vionita Utami yang mana pada saat itu mengalami sakit maag dan tidak fokus dalam mengendarai sepeda motornya, akibatnya pada saat itu terjadi kecelakaan dan sempat berdiri berteriak minta tolong selanjutnya saksi korban Rentiana Perangi-Angin melihat temannya saksi korban Kartina Harahap dan seorang perempuan lagi sudah pingsan di pinggir jalan, kemudian saksi Budi Harahap melihat kejadian tersebut langsung memanggil becak dan membawa saksi korban dan terdakwa ke RS. Nursaadah atas kejadian kecelakaan tersebut saksi korban Kartina Harahap meninggal dunia dan saksi korban Rentiana Br. Perangin-Angin dan terdakwa Riza Vionita Utami opname di RS Grand Medistra.

a. Sesuai dengan Visum Et Repertum No. 71/VER/RSGM/I/2013 yang akan ditanda tangani dr. Samuel Sinaga. Hasil pemeriksaannya sebagai berikut :

- Pembengkakan di puncak kepala sebelah kanan dengan diameter kurang lebih 5 (lima) sentimeter

b. Sesuai dengan Surat Kematian No. 474.3/065/SK/TD/2012 tanggal 14 Januari 2013 atas nama Kartina br. Harahap dari Kelurahan Timbang Deli Medan yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (3) jo ayat (4) Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dalam kasus ini, sebelum perkara ini diperiksa di muka persidangan, telah terdapat perdamaian antara pihak pertama/orang tua terdakwa (Heri Hernando) dengan pihak kedua/ keluarga korban yaitu anak kandung dari pejalan kaki yang meninggal dunia (Darmansyah Sibarani) dan pihak ketiga/korban yang merupakan pejalan kaki (Rentiana Br Perangin-Angin) . Perdamaian tersebut dibuat pada tanggal 21 Januari 2013. Dalam perjanjian perdamaian tersebut, pihak pertama, kedua dan ketiga telah menyadari bahwa kecelakaan bukalah unsur kesengajaan dan ketiga belah pihak saling memaafkan. Pihak pertama (terdakwa) telah memberikan bantuan duka kepada pihak kedua (keluarga korban meninggal dunia) sebesar yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dan pihak kedua (keluarga korban meninggal dunia) menerima bantuan tersebut dengan ikhlas. Pihak terdakwa juga telah memberikan bantuan biaya perobatan kepada pihak ketiga (korban luka berat) berupa bantuan biaya perobatan sebesar yang telah di sepakati dan pihak korban tersebut menerima dengan ikhlas. Dalam perjanjian perdamaian tersebut, ketiga belah pihak tidak ada masalah lagi dan tidak akan menuntut secara perdata maupun pidana sehubungan dengan kasus lalu lintas yang dimaksud. Bahkan para pihak memohon agar perkaranya tidak diteruskan ke Jaksa Penuntut Umum.

Meskipun perkara kecelakaan lalu lintas tersebut telah diselesaikan dengan cara kekeluargaan melalui perdamaian, pihak kepolisian tetap meneruskan perkara tersebut hingga ke persidangan di pengadilan.

Setelah di persidangan yang diperiksa oleh hakim tunggal, yaitu Baslin Sinaga, S.H, M.H. , Pengadilan Negeri Medan memutuskan bahwa terdakwa telah terbukti secara

sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “ Mengemudikan kendaraan bermotor

yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat

dan megakibatkan orang lain meninggal dunia”, sehingga terdakwa dijatuhi pidana

penjara selama 6 (enam) bulan dan menetapkan bahwa pidana tersebut tidak akan diijalankan kecuali jika di kemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, karena terdakwa dipersalahkan melakukan sesuatu kejahatan/pelanggaran atau tidak memenuhi sesuatu syarat yang ditentukan sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun terakhir.

Dalam menjatuhka pidana, hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan maupun yang memberatkan terdakwa:

Hal-hal yang memberatkan :

- Bahwa perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat; Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa belum pernah dihukum ; - Terdakwa masih berstatus pelajar ;

- Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan ;

- Antara terdakwa Riza Vionita Utami dan saksi korban telah ada perdamaian. Dalam putusan tersebut di atas, perdamaian yang terjadi antara korban dengan pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan pidana bagi terdakwa. Pedamaian yang menjadi pertimbangan tersebut adalah pemberian uang duka maupun biaya perawatan terhadap korban, sedangkan surat pernyataan

perdamaian yang dibuat oleh korban dan pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas tersebut yang pada pokoknya berisi permohonan untuk tidak diteruskan secara pidana sama sekali tidak dipertimbangkan oleh hakim, sehingga hakim tetap menjatuhkan pidana bersyarat kepada terdakwa.

Berkenaan dengan eksistensi perdamaian dalam putusan tersebut, demikian hasil wawancara dengan hakim pengadilan negeri Medan.

Hakim pengadilan Negeri Medan sudah sering menangani perkara kecelakaan lalu lintas. Mulai pengaturan kecelakaan lalu lintas dalam KUHP yang menggunakan

istilah “mengakibatkan orang mati atau luka karena salahnya” hingga ketentuan yang lebih khusus mengaturnya dalam dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.114 Perkara lalu lintas yang masuk ke Pengadilan Negeri Medan tidak banyak. Jumlah perkara yang ditangani oleh hakim Pengadilan Negeri Medan saat ini tidak sebanding dengan angka kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena pihak korban dengan pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas lebih memilih berdamai secara kekeluargaan dibandingkan meneruskan perkaranya secara hukum.115 Selain itu, minimnya kasus kecelakaan lalu lintas yang masuk ke Pengadilan Negeri Medan disebabkan adanya perdamaian yang juga dilakukan di kepolisian. Menurut pengalaman Hakim Pengadilan Negeri Medan, tidan semua kasus kecelakaan lalu lintas yang ditanganinya mengandung perdamaian. Hal ini dimungkinkan terjadi jika tidak terdapat kesepakatan antara para pihak. Adapun bentuk perdamaian yang sering kali terdapat dalam berkas perkara kecelakaan lalu lintas adalah berupa pemberian maaf korban maupun keluarga korban, pembayaran ganti kerugian yang disepakati, pemberian biaya perawatan/pengobatan/

114

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Saur Sitindaon, S.H.M.Hum., Selasa, 10 Juni 2014

115

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Waspin Simbolon, S.H.M.H., Selasa, 10 Juni 2014

biaya rumah sakit, uang duka cita dan biaya pemakaman jika korban tersebut meninggal dunia. Bahkan tidak jarang, perdamaian yang dibuat oleh pelaku dengan pihak korban tersebut pada esensinya memohon agar perkara tersebut tidak menuntut pelaku dan juga tidak diproses secara hukum. Sejauh ini, menurut pengalaman Hakim Pengadilan Negeri Medan, belum ada perdamaian yang berbentuk pemberian nafkah/ biaya hidup bagi korban maupun keluarga korban. Pihak korban dan pelaku sering kali berdamai di luar pengadilan, namun ada kalanya, pada saat perkara kecelakaan lalu lintas tersebut sedang diperiksa, para pihak juga melakukan upaya perdamaian.116

Hakim Pengadilan Negeri Medan mengatakan bahwa lembaga perdamaian dalam hukum pidana, khususnya dalam perkara kecelakaan lalu lintas tidak dikenal sama sekali. Hal ini berarti bahwa hukum pidana tidak mengenal mekanisme perdamaian ini sebagai alternative penyelesaian perkara pidana seperti yang dianut dalam hukum perdata. Hukum pidana, dalam hal ini termasuk juga perkara kecelakaan lalu lintas tidak dapat diselesaikan secara perdamaian di sidang pengadilan. Hal ini disebabkan karena dalam Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah dengan tegas mengatakan bahwa setiap perkara kecelakaan lalu lintas yang terjadi wajib diproses sesuai dengan acara peradilan pidana. Bahkan selain itu, dalam Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur secara tegas bahwa bantuan yang diberikan kepada korban maupun keluarga korban berupa uang perobatan, biaya duka (pemakaman), ganti kerugian sejumlah uang bahkan kewajiban untuk mencukupi kebuhan korban maupun keluarga korban sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menggugurkan tuntutan terhadap pelaku.117

116

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Saur Sitindaon, S.H.M.Hum., Selasa, 10 Juni 2014

Walaupun dalam surat pernyataan tersebut menyatakan para pihak tidak akan meneruskan perkara kecelakaan lalu lintas tersebut secara pidana dan tidak akan menuntut pelaku, dan dibuat secara tertulis di atas materai, surat perdamaian tersebut sama sekali tidak dapat dijadikan oleh hakim sebagai alasan untuk menghapus pidana bagi pelaku. Bahkan, walaupun ada kalanya pihak korban maupun keluarga korban memohon kepada majelis hakim untuk tidak menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas, permohonan korban tersebut tidak dapat diterima secara utuh dalam putusan untuk sama sekali tidak mmenjatuhkan pidana.118

Hakim Pengadilan Negeri Medan memandang bahwa perdamaian pasca terjadinya kecelakaan lalu lintas memang sangat perlu dilakukan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya, kecelakaan lalu lintas tersebut disebabkan karena adanya unsur kelalaian. Sehingga sebenarnya, kecelakaan lalu lintas tersebut sama sekali tidak dikehendaki oleh pelaku dan juga korban. Namun hal ini tergantung bagi pihak korban maupun pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas. Jika setelah diupayakan perdamaian namun tidak tercapai kesepakatan, hal tersebut wajar terjadi. Selain faktor kelalaian tersebut, perdamaian juga sangat perlu dilakukan sebagai itikad baik dari pelaku untuk bertanggungjawab atas akibat dari perbuatannya. Bentuk perdamaian seperti ganti kerugian, biaya perobatan/perawatan, uang duka maupun biaya pemakama sangat membantu pihak korban, apalagi jika pihak korban maupun keluarga korban merupakan keluarga yang kurang mampu, dan hal ini tentu sangat bermanfaat manakala korban tersebut merupakan tulang punggung keluarga. Harus diakui bahwa walaupun terdapat perdamaian antara korban dengan pelaku tidak pidana, tentu hal ini tidak akan pernah dapat mengembalikan kerugian materil maupun immaterial dari pihak korban apalagi jika korban kecelakaan lalu lintas tersebut meninggal dunia. Selain itu, alasan perlunya

perdamaian tersebut dilakukan oleh pelaku dengan korban kecelakaan lalu lintas dikarenakan adalah bahwa perdamaian itu adalah hal yang terindah. Dengan berdamai, pelaku tidak akan berlarut dalam perasaan bersalah dan pihak korban tidak akan menyimpan dendam terhadap pelaku akibat kecelakaan lalu lintas tersebut. Namun, walaupun Hakim Pengadilan Negeri Medan berpendapat bahwa perdamaian tersebut sangat perlu, hal tersebut bukan berarti proses hukum tidak dilanjutkan.119

Sejak diundangkannya Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hingga tahun 2014, di Pengadilan Negeri Medan hanya terdapat 2 (dua) perkara kecelakaan lalu lintas. Kedua perkara kecelakaan lalu lintas tersebut mengacu kepada Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai ketentuan yang mengatur lebih khusus daripada ketentuan dalam KUHP. Adapun pasal yang didakwakan terhadap pelaku tersebut

adalah Pasal 310 ayat (1) UU RI No. 22 tahun 2009 yang mengatur mengenai “karena

kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan” dan

Pasal 310 ayat (3) jo ayat (4) Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan mengenai “karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas

dengan korban meninggal dunia dan luka berat. Kedua perkara kecelakaan lalu lintas tersebut mengandung perdamaian antara korban dengan pelaku. Walaupun kedua perkara tersebut mengandung perdamaian, perkara ini masih tetap dilanjutkan ke sidang pengadilan.

Dalam sistem pemidanaan, tidak ada pengaturan hukum yang tertulis yang mewajibkan hakim untuk mempertimbangkan perdamaian tersebut dalam menjatuhkan

putusan. Jika dilihatdalam hukum yang berlaku saat ini, kata “perdamaian” tidak

mendapat “tempat” dalam hukum pidana. Ketiadaan pedoman pemidanaan yang

119

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Lisfer Berutu, S.H.M.H., Selasa, 10 Juni 2014

mewajibkan hakim untuk mempertimbangkan perdamaian dalam hukum pidana ini memberikan ruang kebebasan yang besar pada hakim. Hakim diberikan kebebasan secara moral untuk memilih mempertimbangkan perdamaian tersebut atau tidak. Etika moral hakimlah yang menentukan kedudukan perdamaian tersebut dalam sistem pemidanaa, sehingga hal ini juga yang menyebabkan adanya perbedaan kedudukan perdamaian dalam kedua perkara yang diteliti oleh penulis. Dimana satu perkara mempertimbangkan perdamaian sebagai hal yang meringankan, dan perkara yang lain sama sekali tidak mempertimbangkan perdamaian dalam menjatuhkan pidana. Dan menurut Hakim Pengadilan Negeri Medan hal ini wajar saja terjadi sebagai konsekuensi logis dari ketiadaan kewajiban bagi hakim untuk mempertimbangkannya.120

Dalam sistem pemidanaan, hakim tidak menjadikan perdamaian dalam perkara kecelakaan lalu lintas sebagai alasan yang menghapus pidana bagi terdakwa. Hal ini merupakan konsekuensi logis hukum positif di Indonesia menyatakan demikian dan dalam diri terdakwa tidak terdapat alasan penghapus pidana sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pada umumnya, perdamaian dalam kecelakaan lalu lintas ini hanya dijadikan sebagai alasan yang meringankan pidana bagi terdakwa. Walaupun telah ada perdamaian bahkan permohonan pihak korban untuk tidak menjatuhkan pidana bagi terdakwa, hal ini tidak mengandung peranan yang penting untuk tidak menjatuhkan pidana. Terdakwa tetap dijatuhi pidana apabila memang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kecelakaan lalu lintas. Sementara mengenai jenis dan lamanya pidana tergantung kepada kebijakan hakim yang memeriksa perkara tersebut. Memang dalam sistem hukum Indonesia, tidak terdapat dasar hukum yang pasti mengenai perdamaian sebagai hal yang meringankan. Namun, dijadikannya perdamaian tersebut sebagai hal yang meringankan di samping karena

terdakwa telah mengakui dan menyesali kesalahannya, bersikap sopan di persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum, bukan dikarenakan ada aturan hukum yang mewajibkannya, melainkan karena alasan etika moral dari hakim itu sendiri.121

Dalam hukum pidana, korban tidak mempunyai peranan yang kuat untuk menentukan putusan. Kadangkala di persidangan, pihak korban maupun keluarga korban memohon kepada majelis hakim untuk tidak menjatuhkan pidana bagi terdakwa. Korban dan pelaku sama sekali tidak mempermasalahkan perkara kecelakaan lalu lintas tersebut dan melalui perdamaian dirasa sudah cukup mengakhiri perkaranya. Namun, sebagaimana dikemukakan oleh Hakim Pengadilan Negeri Medan, hakim tidak pernah merasakan suatu kegamangan dalam memutus perkara walaupun ada permohonan korban untuk tidak menjatuhkan pidana bagi terdakwa. Hakim lebih memilih untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, walaupun korban dan terdakwa merasa tidak diuntungkan dengan pengenaan pidana tersebut bagi terdakwa. Sifat hukum publik dalam hukum pidana lebih dikawal oleh hakim. Pemberian pidana tersebut bukan hanya ditujuan kepada pihak terdakwa, melainkan lebih ditujukan kepada kepentingan yang lebih besar lagi, yaitu ketertiban umum. Pemidanaan juga harus bermanfaat kepada masyarakat agar setiap orang yang berpotensi untuk melakukan tindak pidana kecelakaan lalu lintas tersebut lebih berhati-hati. Artinya, dalam hukum pidana, kepentingan yang dilindungi itu bukan hanya kepentingan korban, melainkan juga kepentingan masayarakat yang mengalami dampak tidak langsung dari tindak pidana kecelakaan lalu lintas tersebut. 122

Perdamaian dalam kecelakaan lalu lintas pada umumnya dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan pidana bagi terdakwa. Namun, walaupun pada sebagian kasus, hakim

121

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Saur Sitindaon, S.H.M.Hum., Selasa, 10 Juni 2014

tidak mempertimbangkan perdamaian tersebut sebagai hal yang meringankan pidana bagi terdakwa, hal tersebut memang wajar karena eksistensi perdamaian tersebut memang ranah kebijakan hakim. Keinginan untuk mempertimbangkan perdamaian dalam kecelakaan lalu lintas tersebut merupakan pilihan secara etika moral hakim itu sendiri. Namun, alangkah lebih baik jika perdamaian tersebut dipertimbangkan oleh hakim.123

Dalam beberapa perkara kecelakaan lalu lintas yang juga pernah diperiksa oleh Hakim Pengadilan Negeri Medan, perdamaian antara korban dengan pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas tidak ada. Hal ini dimungkinkan jika tidak terdapat kesepakatan antara para pihak. Namun, walaupun dalam berkas perkara tidak terdapat perdamaian, bukan berarti hal tersebut dijadikan sebagai hal yang memberatkan pidana bagi terdakwa. Alasan yang memberatkan pidana yang selama ini dijadikan hakim dalam pertimbangannya adalah adanya pengulangan tindak pidana, berbelit-belit, tidak sopan di persidangan dan tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana. Sementara mengenai ketiadaan perdamaian tersebut, bukan serta merta menjadi alasan yang memperberat pidana bagi terdakwa. Hakim biasanya terdorong untuk menganjurkan perdamaian antara pelaku dengan korban walaupun dalam hukum pidana, hakim tidak mempunyai kewajiban untuk menganjurkan perdamaian tersebut seperti dalam hukum perdata. Hal ini dilandasi oleh etika moral dari hakim agar tercipta hubungan yang lebih baik bagi para pihak walaupun bukan berarti terdakwa tidak akan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.124

123

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Waspin Simbolon, S.H.M.H., Selasa, 10 Juni 2014

124

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Medan, Saur Sitindaon, S.H.M.H., Selasa, 10 Juni 2014