• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Tinjauan Kepustakaan

2. Kajian Hukum Mengenai Korban Dalam Kecelakaan Lalu Lintas

a. Pengertian Korban

Keberadaan korban dalam kecelakaan lalu lintas sebagai pihak yang terkena penderitaan atas suatu perbuatan tidak dapat dipisahkan dalam suatu tindak pidana. Yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Mereka di sini dapat berarti individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan korban adalah

seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.40. Berhubung masalah korban pada umumnya adalah masalah manusia, maka sudahlah wajar apabila tetap berpegangan pada pandangan yang tepat mengenai manusia serta eksistensinya. Dengan pandangan/ pengertian yang tepat mengenai manusia, maka dimungkinkan sikap dan tindakan yang tepat menghadapi manusia yang ikut serta dalam terjadinya/ lahirnya si pembuat korban tindak pidana dan si korban dan menentukan tanggung jawabnya masing-masing. Penderitaan si korban adalah hasil interaksi antara si pembuat korban dan si korban, saksi (bila ada), badan-badan penegak hukum dan anggota masyarakat lainnya.41

Menurut Muladi, korban (victims) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian,termasuk kerugian fisik atau mental, emosi atau ekonomi atau gangguan substansial terhadap hak -haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaanh kekuasaan.42 Schafer dalam teorinya tentang Crimina l Victims Rela tionship, mengemukakan bahwa suatu kejahatan terjadi karena antar hubungan korban dan pembuat kejahatan.43

Dalam Black’s Law Dictionary, korban ( victims) adalah:

“The Person who is the object of the crime or tort a s the victim of a robbery is the person robbed.”

40

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

41

Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Penerbit Universitas Trisaksi, Jakarta, 2009. halaman 335-336

42

Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, Rajawali Press, Jakarta, 2008, halaman. 47.

43 Alef Musyahadah R. 2005, “Kedudukan Perdamaian Antara Korban Dengan Pelaku Tindak

Korban juga didefinisikan oleh Van Boven yang merujuk pada deklarasi prinsip-prinsip dasar keadilan bagi korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan sebagai berikut :44

Orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik karena tindakan (by a ct) maupun kelalaian (by omission).

Dari pengertian di atas, tampak bahwa makna dari korban tidak hanya mengacu pada individu atau perseorangan saja, melainkan juga mencakup korban yang bukan perorangan (kelompok dan masyarakat). Yang dimaksud dengan korban perseorangan ialah korban yang hanya terdiri dari satu orang saja, sedangkan yang dimaksud dengan korban yang bukan perorangan, misalnya suatu badan, organisasi atau lembaga.

Menurut “ The Decla ra tion of Ba sic Pr inciples of Justice For Victims Of Crime And Abuse Of Power”, Perserikatan Bangsa-Bangsa (1985), yang dimaksud dengan korban (victims) adalah orang-orang yang secara Individual atau kolektif mengalami penderitaan meliputi penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi kerugian ekonomis atau pengurangan substansial hak-hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran-pembiaran ( omissions) yang melanggar hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota yang meliputi juga peraturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.45

Pengertian korban yang bisa diartikan secara luas adalah yang didefinisikan oleh South Carolina Governor’s Office of Executif Policy and Programs, Columbia, yaitu :46

“Victims means a person who suffers direct or threatened physical, psychological, or fina ncia l ha rm a s the result of crime a ga inst him. Victim a lso includes the

44

Rena Yulia. Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Cetakan Pertama.Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, halaman 49.

45

Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Penerbit Universitas Trisaksi, Jakarta, 2009. halaman 335-336.

46

Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, Dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana, Refika Aditama, Bandung,2007, halaman 78

person is decea sed, a minor, incompetent wa s a homicide victim a nd/or is physically or psychologically incapacitated.”

Pengertian di atas, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka akan memberikan pengertian mengenai korban secara luas. Menurut pengertian tersebut, pengertian korban bukan hanya merujuk pada korban yang menderita secara langsung, akan tetapi korban tidak langsungpun juga mengalami penderitaan yang dapat diklasifikasikan sebagai korban.. Demikian juga halnya dalam perkara kecelakaan lalu lintas, yang menjadi korban bukan hanya pihak-pihak yang secara langsung terkena dampak kecelakaan lalu lintas, tetapi juga pihak yang secara tidak langsung juga terkena dampak kecelakaan lalu lintas, misalnya keluarga korban dan juga masyarakat. Yang dimaksud korban tidak langsung di sini seperti istri yang kehilangan suami, anak yang kehilangan bapak, orang tua yang kehilangan anaknya, dan sebagainya. Dalam perkara kecelakaan lalu lintas, korban merupakan pihak yang paling menderita akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Kerugian akibat kecelakaan lalu lintas tersebut berupa kerusakan kendaraan/barang, luka berat, luka ringan maupun meninggal dunia.

b. Tipologi Korban

Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, Ezzat Abde Fattah menyebutkan beberapa tipologi korban, yaitu :47

a. Nonpa rticipa ting victims, adalah mereka yang menyangkal/menolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan.

b. La tent or predisposed victims, adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu.

c. Provoca tif victims, adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan.

d. Pa rticipa ting victims, adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi korban.

e. Fa lse victims, adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri.

47

Lilik Mulyadi,Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Viktimologi, Djambatan, Jakarta, 2007, halaman 124

Hans von Hentig dalam Schafer, melakukan tipologi atau pengelompokan korban atas dasar faktor psikologi sosial dan biologis dalam 13 kategori yaitu:48

1. the young; 2. the fema le; 3. the old;

4. the menta lly devectif a nd other menta lly dera nged; 5. immigra nts; 6. minorities; 7. dull norma ls; 8. depressed; 9. the a cquisitif; 10.the wa nthom;

11.the lonesome a nd the hea rtbroken; 12.tormentors;

13.the blocked, exempted, a nd fighting; c. Hak dan Kewajiban Korban

Sebagai pihak yang mengalami penderitaan dan kerugian dalam terjadinya suatu tindak pidana atau kejahatan, korban tentunya memiliki hak-hak yang dapat diperoleh sebagai seorang korban. Hak-hak tersebut diantaranya termuat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang menyatakan bahwa korban berhak untuk :49

a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;

b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan perlindungan dan dukungan keamanannya;

c. Memberikan keterangan tanpa tekanan; d. Mendapat penerjemah;

e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

i. Mendapat identitas baru;

j. Mendapatkan tempat kediaman baru;

k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. Mendapat nasihat; dan/atau

m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.

48

Ibid

49

Sementara menurut Arif Gosita, hak korban terdiri atas :50 1. mendapat pelayanan (bantuan, restitusi dan kompensasi); 2. menolak mendapat pelayanan demi kepentingan pelaku; 3. mendapat pelayanan untuk ahli warisnya;

4. mendapat kembali hak milik;

5. menolak menjadi saksi apabila tidak ada perlindungan terhadap dirinya;

6. mendapat perlindungan terhadap ancaman pihak pelaku apabila melapor dan menjadi saksi;

7. mendapat informasi mengenai permasalahan yang dihadapinya; 8. dapat melangsungkan pekerjaannya;

9. mendapat pelayanan yang layak sewaktu sebelum persidangan, selama persidangan dan setelah persidangan;

10.mendapat bantuan penasihat hukum; 11.menggunakan upaya hukum.

Adapun kewajiban korban antara lain:51

1. tidak melakukan tindakan-tindakan pembalasan, main hakim sendiri yang membuat pelaku menderita mental, fisik, sosial;

2. berpartisipasi dengan masyarakat mencegah adanya korban lebih lanjut; 3. berpartisipasi dengan masyarakat membina pelaku;

4. bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi; 5. tidak menuntut ganti kerugian di luar kemampuan pelaku;

6. memberi kesempatan kepada pelaku untuk mengganti kerugian sesuai dengan kemampuannya (mencicil bertahap/ member imbalan jasa);

7. menjadi saksi apabila tidak membahayakan dirinya dan ada perliindungan keamanan untuk dirinya.

Situasi dan kondisi pihak korban dapat merangsang pihak pelaku untuk melakukan suatu kejahatan terhadap pihak korban. Dengan kata lain tanpa korban tidak akan terjadi suatu kejahatan. Jadi jelaslah bahwa pihak korban adalah sebagai partisipan utama yang memainkan peranan penting, bahkan setelah kejahatan dilaksanakan dalam masalah penyelesaian konflik dan penentuan hukuman para pelaku dapat juga terjadi suatu kejahatan yang dilakukan oleh pihak korban apabila dirasakan ada tindak lanjut yang tidak adil dan merugikan pihak korban. Yang menjadi pertimbangan-pertimbangan penentuan hak dan kewajiban pihak korban adalah taraf keterlibatan dan tanggung jawab fungsional pihak korban dalam tindak pidana itu. Demi keadilan dan kepastian hukum,

50

Arif Gosita Op. Cit, halaman. 260

perumusan mengenai hak dan kewajiban dalam suatu peraturan atau undang-undang harus dipertanggungjawabkan secara yuridis ilmiah.52

Walaupun korban berperan dalam terjadinya kejahatan, tetapi korban juga tetap memiliki hak-hak yang harus dipenuhi dalam implementasinya. Dengan melihat beberapa hak dan kewajiban korban yang telah Penulis paparkan di atas, diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa korban juga memiliki hak-hak yang harus dihormati seperti layaknya manusia yang merupakan bagian dari anggota masyarakat. Begitu juga dengan pelaku tindak pidana yang tidak jarang menjadi korban main hakim sendiri, adalah sama dengan korban yang lain, mereka juga memiliki hak -hak korban yang dimiliki oleh korban kejahatan lain karena mereka juga merupakan korban kejahatan.