• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Daya Dukung

Pada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Bab I pasal 1 disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Konsep dasar daya dukung mengacu pada teori malthus tentang pertumbuhan populasi manusia, dimana asumsi dasarnya bahwa peningkatan populasi manusia secara eksponensial dan ketersediaan makanan adalah faktor pembatas dari pertumbuhan populasi manusia (Seidl and Tisdell, 1999; Price, 1999). Deplesi yang cepat pada sumberdaya penting yang terjadi telah mengakibatkan degradasi lahan daratan di seluruh dunia (Jacobs 1991, Myers 1984, Postel 1989) dan penurunan kualitas atmosfir (Jones and Wigley 1989, Schneider 1990), mengindikasikan bahwa usaha yang di lakukan oleh manusia tidak hanya melewati daya dukung . Catton (1986) menyatakan bahwa daya dukung suatu lingkungan adalah beban maksimum yang dapat didukung oleh lingkungan tersebut.

Daya dukung merupakan alat perencanaan, digambarkan sebagai kemampuan dari suatu sistem tiruan atau alami untuk mendukung permintaan dari berbagai penggunaan sampai suatu titik tertentu yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan, penurunan, atau kerusakan (Godschalk and Park, 1978). Roughgarden (1979) menyatakan bahwa daya dukung adalah suatu ukuran jumlah organisme yang dapat di dukung oleh lingkungan pada sumberdaya yang dapat diperbaharui. Daya dukung manusia digambarkan sebagai tingkatan

maksimum pemanfaatan sumberdaya terbarukan sampai batas pemanfaatan lahan tertentu yang dapat menyebabkan degradasi sumberdaya (Kessler, 1994). Dalam turisme, daya dukung digambarkan sebagai jumlah maksimum pengunjung yang dapat diterima sampai batas tertentu yang dapat merusak fisik lingkungan dan mengurangi kepuasan pemakai (Mathieson andWall, 1982).

Turner (1998) dalam Rustam (2005) menyebutkan bahwa daya dukung adalah jumlah populasi organisme akuatik yang dapat di dukung oleh suatu kawasan/areal atau volume perairan tanpa mengalami penurunan kualitas lingkungan perairan tersebut. Quano (1993) menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan perairan untuk menerima limbah, tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang diterapkan sebagai peruntukannya. Sementara itu Krom (1986) menyebutkan ba hwa daya dukung lingkungan perairan diartikan sebagai kemampuan lingkungan pesisir dan laut untuk menerima sejumlah limbah, tanpa mengakibatkan lingkungan tersebut tercemar. Dahuri (2002) menyebutkan daya dukung disebut sebagai ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota dengan adanya keterbatasan lingkungan, seperti: ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijak , siklus predator, oksigen, temperatur, atau cahaya matahari.

Dalam pembangunan berkelanjutan, Khanna et al., (1999) menyatakan bahwa daya dukung digambarkan sebagai kemampuan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan dari suatu sumber daya dengan mempertimbangkan pemeliharaan mutu lingkungan dan kesehatan ekologis. Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapa sitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Kapasitas penyediaan dimaknai sebagai daya dukung lingkungan hidup, sedangkan kapasitas asimiliasi dimaknai sebagai daya tampung lingkungan hidup. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup , kapasitas penyediaan merujuk pada sumberdaya alam yang selanjutnya sebagai input sedangkan kapasitas tampung limbah meruju k pada lingkungan yang selanjutnya sebagai limbah/residu(Gambar 2).

Penentuan daya dukung lingkungan untuk permukiman dan budidaya pertanian menggunaan pendekatan daya dukung air tawar yang didasarkan perbandingan ketersediaan air tawar di suatu pulau kecil dengan kebutuhan air tawar untuk kegiatan di pulau kecil tersebut. Ketersediaan sumber air tawar

pulau kecil dipengaruhi oleh curah hujan lokal tahunan yang jatuh dipulau tersebut, lapisan geologi pembentuk pulau, dan tutupan vegetasi setempat.

Gambar 2 Elemen daya dukung (Khannaet al., 1999)

Pada umumnya ketebalan lapisan air dipulau kecil berkisar antara 1–2 m dimana akar tanaman kelapa mampu melakukan penetrasi sampai lapisan tersebut. Pada pulau attol, lapisan tanah umumnya sangat da ngkal dan bervariasi antara 0.3–0.5 m, sementara itu pada pulau yang sudah mengalami pengangkatan secara tektonik dengan formasi karst, air tanah ditemukan pada kedalaman 30–100 m dari permukaan (Adi, 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan hasil ringkasan pada peneliltian diberbagai pulau kecil di kawasan tropis penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara resapan tahunan dengan curah hujan tahunan yaitu berkisar antara 25 - 50%.

Berdasarkan resolusi PBB tahun 1998, penyediaan air tawar (bersih) sejumlah 50 lt/orang/hari (=1.5 m3/orang/bln) merupakan hak asasi manusia (Pawitan, 2002). Selanjutnya FAO (1996) menyatakan bahwa UNESCO pada tahun 2002 menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 lt/orang/hari. Konsekuensinya, negara wajib memenuhinya kebutuhan tersebut sebagai bagian dari layanan publik mendasar. Berdas arkan hasil kajian tentang

Daya dukung Supportive /

Capacity

Assimilative Capacity

Sumberdaya alam Lingkungan

Aktifitas pembangunan

Input Limbah/Residu

Output

Pertumbuhan ekonomi dan Kualitas hidup

penerapan teknologi waduk resapan yang dilakukan UI pada tahun 2003 menyebutkan standar kebutuhan air untuk bidang pertanian sebesar 0.54 lt/det/Ha (Baharsjah, 2002).

Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahar i (termasuk wisata pantai) dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan PPK secara lestari. Armin et al. (2009) memperkenalkan cara menghitung konsep Daya Dukung Kawasan (DDK), yaitu jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampu ng di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Rumus perhitungan DDK adalah sebagai berikut:

DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp ... (1) Keterangan:

K = Potensi ekologis pengunjung pers atuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tert entu

Berdasarkan PP No. 18/1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam, areal yang diizinkan untuk dikembangkan adalah 10% dari luas zona pemanfaatan. Sehingga daya dukung kawasan dalam kawasan konser vasi perlu dibatasi dengan daya dukung pemanfaatan (DDP) dengan rumus ( Arminet al., 2009):

DDP = 0,1 X DDK ... (2)

Selanjutnya dinyatakan bahwa n ilai K, Lt, Wp, dan Wt ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yan g akan dikembangkan (Tabel 3). Luas areal yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga.

Selain pariwisata, potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan PPK juga banyak dimanfaatkan sebagai wilayah budidaya laut. Prinsip yang digunakan untuk menghitung daya dukung budidaya laut adalah jumlah maksimum unit budidaya yang secara fisik dapat ditampung di ruang kawasan tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.

Tabel 3 Nilai K, Lt, Wp, dan Wt untuk kegiatan wisata bahari dan wisata pantai No Kegiatan (org)K (m2)Lt (jam)Wp (jam)Wt Keterangan

1 Snorkling 1 250 3 6 1 orang dalam 50 m dikali5 m

2 Rekreasi pantai 1 50 3 6 1 orang setiap 50 m

panjang pantai 3 Wisata olahraga 1 50 2 4 1 orang setiap 50 mpanjang pantai

4 Selam 2 1 000 2 8 2 orang dalam 100 m dikali10 m

5 Wisata mangrove 1 50 2 8 Dihitung panjang1 orang setiap 50 mtrack, Sumber: Arminet al. (2009)

Dalam penelitian ini kegiatan budidaya dibatasi pada kegiatan yang telah berlangsung yaitu budidaya rumput laut dan potensi budidaya lainnya yaitu keramba jaring apung (KJA). Berdasarkan Aji dan Murdjani (1986), Indriani dan Sumiarsih (1999), Anggadiredja et al. (2006), Hardjamulia et al. (1991) bahwa luasan satu unit budidaya rumput laut dengan metode dekat dasar sebesar 100 m2, metode rakit sebesar 12.5 m2, dan metode

long line sebesar 150 m2, serta ukuran optimal yang digunakan satu unit keramba jaring apung (KJA) di perairan Indonesia adalah “3 m x 3 m x 3 m”.