• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah

Dalam RTRW Propinsi Sulawesi Tenggara 2003-2018, wilayah propinsi ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 bagian (Gambar 5) yaitu wilayah daratan dan wilayah kepulauan. Wilayah daratan meliputi Kota Kendari, Kabupaten Kendari, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Kolaka Utara. Wilayah kepulauan meliputi Kota Bau -Bau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Muna. Pengelompokkan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan dalam strategi pengembangan wilayah dengan membagi ruang wilayah menjadi 2 (dua) zonal. Wilayah daratan selanjutnya disebut sebagai Zonal Pemerataan, sedangkan wilayah kepulauan selanjutnya disebut sebagai Zonal Pertumbuhan.

Rencana struktural dan pola ruang RTRW Sultra di susun berdasarkan karakteristik kondisi fisik dan potensi ruang wilayah secara komprehensif. Rencana struktural dijabarkankan dalam bentuk kawasan pengembangan wilayah dan kebijakan keruangan (spasial ). Rencana pola ruang dijabarkan dalam bentuk kawasan lindung dankawasan budidaya, yang perbandingannya mencapai 38:62.

Arah dan kebijakan pembangunan wilayah membagi kawasan pengembangan wilayah dalam wilayah Sultra menjadi 4 (empat) wilayah pembangunan yaitu:

a) Wilayah pembangunan I meliputi sebelah tenggara Pulau Sulawesi terletak pada Sultra bagian timur dan utara sampai selatan dan PPK yang ada dibagian timur. Pusat pengembangannya di Kota Kendari.

b) Wilayah pembangunan II meliputi sebelah tenggara Pulau Sulawesi terletak pada Sultra bagian barat membentang dari utara ke selatan termasuk PPK disekitarnya. Pusat pengembangannya di Kabupaten Kolaka.

c) Wilayah pembangunan III meliputi sebelah tenggara Pulau Sulawesi terletak pada Pulau Buton bagian selatan, P ulau Muna bagian selatan, Kabupaten Wakatobi, dan Pulau Kabaena. Pusat pengembangannya di Kota Bau -Bau. d) Wilayah pembangunan IV meliputi sebelah tenggara Pulau Sulawesi terletak

pada Pulau Muna bagian utara, Pulau Buton bagian utara, dan PPK disekitarnya. Pusat pengembangannya di Kabupaten Muna.

Peta Zonal

Gambar 10. Peta Zonal Wilayah Sultra

(Sumber: RTRW Sultra 2003-2018)

Gambar 5 Zonal Wilayah Sulawesi Tenggara

Kebijakan keruangan bermaksud sebagai pemanfaatan bagian dari fungsi wilayah yang berpotensi untuk tumbuh dan berkembang yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Prioritas yang meliputi Kawasan Andalan (KA), Kawasan Sentra Produksi (KSP), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Pengembangan Ekonomi Kerakyata n, Kawasan Desa Tertinggal, Kawasan Lahan Kritis, dan Kawasan Pulau -Pulau Kecil (Kawasan Pulau Terpencil). Arah dan kebijakan pembangunan wilayah jenis kawasan lindung meliputi Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Kelestarian Alam, Kawasan Hutan Suaka Alam , Kawasan Taman Nasional, Kawasan Resapan Air,

Kawasan Mata Air, dan Kawasan Perlindungan Setempat (sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan danau dan rawa). Sedangkan kawasan budidaya dimaknai sebagai arahan kawasan yang dimanfaatkan dan dikembangkan un tuk kegiatan usaha produktif pelaksanaan pembangunan wilayah dengan memanfaatkan ruang wilayah yang secara rinci diuraikan melalui RTRW Kabupaten / Kota.

Uraian di atas menjelaskan bahwa dalam RTRW Sultra, Kab. Wakatobi termasuk kedalam Wilayah Pembangunan III dan kebijakan keruangan Kawasan Pulau-Pulau Kecil dengan status Kawasan Taman Nasional. Kondisi ini menjadi acuan dalam penyusunan RTRW Kabupaten Wakatobi yang sementara dilakukan.

Wakatobi, yang dulu disebut sebagai Kepulauan Tukang Besi, merupakan singkatan dari empat nama kecamatan Induk di kepulauan tersebut yakni Wangi-Wangi (Wanci), Kaledupa, Tomia, Binongko, terletak di sebelah timur Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara yang membentang dari Utara ke Selatan diantara 5O12’–6O10’ LS dan 123O20’– 124O39’ BT. Wilayah Wakatobi sebelah Utara dibatasi oleh Laut Banda dan Pulau Buton, sebelah Timur dibatasi oleh Laut Banda, sebelah Selatan dibatasi oleh Laut Flores dan sebelah Barat dibatasi oleh P. Buton dan Laut Flores.

Wakatobi merupakan suatu daerah konservasi laut yang berstatus Taman Nasional Laut dengan luas 1 390 000 Ha atau 13 900 km2 (SK Menhut No. 393/Kpts-VI/1996, tanggal 30 Juni 1996). Dengan karakteristiknya sebagai suatu wilayah pulau-pulau kecil bahkan pulau-pulau sangat kecil, pemanfaatan Kepulauan Wakatobi lebih dikenal sebagai wilayah pariwisata bahari (misalnya Wakatobi Resort di Tomia) dan penelitian laut (misalnya Opperation Wallacea di Kaledupa). Selain itu, sesungguhnya wilayah ini telah lama memainkan peranan penting dalam perdagangan yang melalui perairan laut dan pertahanan keamanan sejak zaman Kesultanan Buton.

Perdagangan yang melalui perairan laut sejak lama dilakukan hingga ke negara tentangga seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Timur Leste, Australia bahkan ke China. Hal ini dapat dilihat hingga sekarang di Pulau Wangi -Wangi yang melakukan hubungan dagang (hasil bumi dan barang konsumsi) dengan negara tersebut. Sementara itu, dalam peranan wilayah pertahanan dan keamanan Kesultanan Buton, Kepulauan Wakatobi merup akan salah satu wilayah dari 4 wilayah otonom pertahahan keamanan teritorial (=Barata) dalam

Kesultanan Buton. Fungsi wilayah ini menjadikan budaya dan tata aturan yang berlaku di Kepulauan Wakatobi cukup spesifik dan mengakar kuat dalam masyarakatnya hingga kini.

Kaledupa merupakan salah satu gugus pulau di Wakatobi. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan : ( 1) ketergantungan hidup yang juga menjadi mata pencaharian dominan berasal dari sumberdaya pesisir dan lautan; ( 2) seluruh wilayahnya merupakan wilayah konservasi laut nasional (Taman Nasional Kepulauan Wakatobi); (3) merupakan wilayah kecamatan dari daerah otonom Kabupaten Wakatobi yang juga merupakan wilayah TNKW; ( 4) adanya konflik pemanfaatan ruang; (5) lokasi penelitian penelitian saat mengambil p rogram magister; (6) lokasi merupakan gugusan pulau kecil dari kepulauan wakatobi tempat peneliti berasal. Kaledupa merupakan wilayah yang terletak antara Gugus Pulau Wangi-Wangi dan Gugus Pulau Tomia. Wilayah ini merupakan kumpulan gugusan pulau (sangat k ecil) sebanyak 24 buah pulau dengan 1 pulau terbesar yang disebut Kaledupa (Gambar 6).

(Sumber: COREMAP, 2006)

Gambar 6 Lokasi Penelitian Kaledupa

Wangi-Wangi

Tomia

Secara adminsitratif, Gugus Pulau Kaledupa memiliki luas sebesar 104 km2 dengan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Kaledupa seluas 45. 50 km2 dan Kecamatan Kaledupa Selatan seluas 58.50 km2. Pada gugus pulau ini terdapat 15 Desa dan 2 Kelurahan . Kondisi iklim di GPK relatif sama dengan gugus pulau lainnya di Wakatobi. Curah hujan di GPK dan Kabupaten W akatobi secara umum selama 10 tahun (1995 -2004) yaitu menunjukkan bulan -bulan kering terjadi pada bulan Juli-Oktober sedangkan bulan basah terjadi pada bulan Nofember–Juni. Curah hujan tahunan 1 740.8 mm/thn dengan curah hujan bulanan berkisar 9.1–234.7 mm/bln. Keadaan fisik geografis wilayah ini adalah ketinggian tempat <750 dpl, tingkat keasaman tanahnya (pH) berkisar antara 6.1–7.5, kemiringan berkisar 15–39% kecuali Desa Sama Bahari (< 8%) karena merupakan Desa Terapung, dan suhu harian antara 19–34 °C. Jenis tanah di Kabupaten Wakatobi termasuk GPK adalah Litosol dan Mediteran. Secara umum tanah didaerah ini relatif kurang subur. Peta geologi Lembar Kepulauan Tukang Besi Sulawesi Tenggara tahun 1994 menunjukkan bahwa secara umum formasi geologi Wakatobi dikelompokkan menjadi 2 jenis yakni formasi geologi Qpl dengan jenis bahan induk yaitu batu gamping coral.

BPS Kabupaten Wakatobi menyebutkan jumlah penduduk GPK pada akhir tahun 2006 telah mencapai 17.549 jiwa. Dengan menggunakan luas darat hasil deliniasi wilayah studi, kepadatan penduduk GPK sebesar 192. 42 jiwa/km2. Struktur penduduk GPK didominasi oleh penduduk usia produktif ( berusia 15-64 tahun) sebesar 59.8% dari total penduduk atau 10 495 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 40% penduduk GPK berpotensi sebagai beban tanggungan, yaitu penduduk yang belum produktif (usia 0 -14 tahun) termasuk bayi dan anak (usia 0-4 tahun) dan penduduk yang dianggap kurang produktif (65 tahun ke atas). Namun disisi lain terdapat sekitar 60% penduduk GPK yang berp otensi sebagai modal dalam pembangunan.

Struktur perekonomian GPK dapat digambarkan dengan struktur perekonomian Kabupaten Wakatobi karena sebaran lapangan usaha (lapangan pekerjaan utama) penduduk dan jumlah penduduk berumur 10 tahun yang bekerja di lapangan pekerjaan utama, relatif sama di semua gugus pulau di Kab. Wakatobi. Struktur perekonomian Wakatobi, sejak masih bergabung dangan Kab. Buton hingga sekarang, masih didominasi oleh sektor pertanian (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan). Per anan sektor pertanian pada pembentukan PDRB Kabupaten Wakatobi berfluktuasi yaitu 41.44% tahun 2003,

41.21% tahun 2004, 51.91% tahun 2005, dan 50. 69% pada tahun 2006. Peranan masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Wakatobi dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 secara detail dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4 PDRB Kabupaten Wakatobi Atas Da sar Harga Berlaku 2003-2006 (%) Tahun

No Sektor

2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 41.44 41.21 51.91 50.69 2 Pertambangan dan penggalian 3.37 3.39 2.81 2.75 3 Industri Pengolahan 3.82 3.90 2.86 2.76 4 Listrik dan Air Bersih 2.82 3.51 2.93 2.79 5 Konstruksi/bangunan 3.93 3.77 3.37 3.53 6 Perdagangan, hotel dan restoran 18.16 17.90 13.40 13.40 7 Pengangkutan dan komunikasi 2.05 2.11 2.00 2.10 8 Keuangan, persewaan & jasa

perusahaan 4.77 5.44 5.45 6.49 9 Jasa-jasa 19.64 18.77 15.27 15.48 Sumber : BPS Kabupaten Wakatobi, 2007

Salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah dapat dilihat dari besarnya PDRB per kapita. Berdasarkan ha rga berlaku, PDRB perkapita penduduk Kabupaten Wakatobi dari tahun 2003 hingga tahun 2005 (Table 5) memperlihatkan kecenderungan meningkat. PDRB perkapita tahun 2003 sebesar Rp. 2 194 453. 27 dan tahun 2006 telah mencapai Rp. 4 244 122.78 atau terjadi peningkatan rata-rata sebesar 25.59%. Sedangkan berdasarkan harga konstan terjadi peningkatan rata-rata sebesar 4.76%.

Tabel 5 PDRB Per Kapita Kabupaten Wakatobi, 2003 -2005 (Rupiah) Tahun Harga BerlakuAtas Dasar Harga Konstan 2000Atas Dasar

2003 2 194 453.27 1 636 293.40

2004 2 518 584.96 1 735 691.53

2005 3 741 112.56 1 823 424.78

2006 4 244 122.78 1 880 858.14