• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3 Analisis Fluktuasi Curah Hujan dan

D. Debit Aliran

Debit aliran rata-rata Sungai Citarum hasil pengamatan di outlet Desa Nanjung periode 2011-2014 ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Debit aliran rata-rata (m3/det) Sungai Citarum periode 2011-2014

Bulan Tahun

2011 2012 2013 2014

Januari 131,67 33,53 143,4 54,24

Februari 52,88 37,6 194,41 116,83

Maret 58,95 31,16 141,81 189,38

April 86,35 77 253,49 153,33

Mei 91,57 67,5 101,49 156,59

Juni 48,47 41,89 96,65 110,15

Juli 40 26,49 78,92 74,97

Agustus 17,7 20,87 27,84 77,84

September 21,01 24,93 22,87 14,29

Oktober 17,83 39,39 14,83 11,18

November 105,59 58,64 20,85 60,81

Desember 50,48 82,09 36,52 207,42

Rata-rata (m3/det) 60,21 45,09 94,42 102,25

Volume (x106)(m3) 1.897 1.425 2.950 3.226,7

Sumber: Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan data debit aliran tahun 2011-2014, rata-rata debit harian tertinggi terjadi pada musim hujan, yaitu bulan April 2013 yaitu sebesar 253,49 m3/detik dan terendah 11,18 m3/detik pada bulan Oktober 2014. Terjadi peningkatan volume debit pada tahun 2013 dan 2014, yaitu 2,950 miliar m3 dan 3,227 m3. Menurut Adrionita (2011), rata-rata debit aliran DAS Citarum hulu tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 berurut-turut adalah 73,05 m3/det, 47,10 m3/det, 92,29 m3/det dan 83 m3/det, cukup fluktuatif sesuai dengan curah hujan yang terjadi (2.302,02 mm, 1.884,34 mm, 1.498,65 mm dan 1.924, 63 mm). Jika dibandingkan dengan data tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014 juga terjadi fluktuasi baik curah hujan maupun debit, tetapi yang perlu diperhatikan

28 Analisis Fluktuasi Curah Hujan dan Debit Aliran DAS Citarum Bagian Hulu Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 29

adalah terjadinya peningkatan rata-rata debit aliran pada tahun 2013 dan 2014.

Hubungan antara curah hujan dan debit ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan curah hujan dan debit (Sumber: Analisis data curah hujan dan debit Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat)

Gambar 5 menunjukkan perubahan curah hujan dan debit yang fluktuatif, dimana keduanya memiliki beberapa kecenderungan yang sama. Peningkatan curah hujan cenderung diikuti oleh peningkatan debit aliran, meskipun ada beberapa kejadian peningkatan curah hujan yang tidak diikuti oleh peningkatan debit. Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan selesai. Jumlah dan variasi debit sungai tergantung pada tebal hujan, intensitas hujan dan lama hujan serta distribusi dari curah hujan ( Arsyad, 2010; Hadisusanto, 2010).

Gambar 6 menunjukkan debit aliran sungi rata-rata bulanan periode tahun 2011-2014. Tampak bahwa rata-rata debit minimum terjadi pada bulan September dan Oktober sebesar 20 m3/det dan rata-rata debit maksimum terjadi pada bulan April sebesar 142,54 m3/det.

Salah satu parameter untuk mengetahui kondisi hidrologi DAS adalah melalui KRS, yaitu koefisien yang merupakan perbandingan antara debit harian rata-rata maksimum dan debit harian rata-rata minimum. Semakin kecil angka KRS berarti semakin baik kondisi hidrologi suatu wilayah DAS (Asdak, 2007).

Nilai KRS DAS Citarum hulu periode 2011-2014 ditunjukkan pada Tabel 3.

Gambar 6. Debit aliran sungai rata-rata bulanan periode 2011-2014 (Sumber:

Analisis data debit Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat)

30 Analisis Fluktuasi Curah Hujan dan Debit Aliran DAS Citarum Bagian Hulu Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 31

adalah terjadinya peningkatan rata-rata debit aliran pada tahun 2013 dan 2014.

Hubungan antara curah hujan dan debit ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan curah hujan dan debit (Sumber: Analisis data curah hujan dan debit Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat)

Gambar 5 menunjukkan perubahan curah hujan dan debit yang fluktuatif, dimana keduanya memiliki beberapa kecenderungan yang sama. Peningkatan curah hujan cenderung diikuti oleh peningkatan debit aliran, meskipun ada beberapa kejadian peningkatan curah hujan yang tidak diikuti oleh peningkatan debit. Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan selesai. Jumlah dan variasi debit sungai tergantung pada tebal hujan, intensitas hujan dan lama hujan serta distribusi dari curah hujan ( Arsyad, 2010; Hadisusanto, 2010).

Gambar 6 menunjukkan debit aliran sungi rata-rata bulanan periode tahun 2011-2014. Tampak bahwa rata-rata debit minimum terjadi pada bulan September dan Oktober sebesar 20 m3/det dan rata-rata debit maksimum terjadi pada bulan April sebesar 142,54 m3/det.

Salah satu parameter untuk mengetahui kondisi hidrologi DAS adalah melalui KRS, yaitu koefisien yang merupakan perbandingan antara debit harian rata-rata maksimum dan debit harian rata-rata minimum. Semakin kecil angka KRS berarti semakin baik kondisi hidrologi suatu wilayah DAS (Asdak, 2007).

Nilai KRS DAS Citarum hulu periode 2011-2014 ditunjukkan pada Tabel 3.

Gambar 6. Debit aliran sungai rata-rata bulanan periode 2011-2014 (Sumber:

Analisis data debit Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat) Tabel 3. Qmax, Q min dan KRS DAS Citarum bagian hulu

Tahun Qmax Qmin KRS Kriteria*)

2011 131.67 17.7 7.4 Baik

2012 82.09 20.87 3.9 Baik

2013 253.49 14.83 17.1 Baik

2014 207.42 11.18 18.6 Baik

Ket: *) Berdasarkan Peraturan Dirjen RLPS P.04/V-SET/2009

Tabel 3 menunjukkan terjadinya peningkatan debit maksimum dan penurunan debit minimum pada tahun 2013 dan 2014. Peningkatan koefisien aliran permukaan mengakibatkan penurunan debit minimum karena air hujan yang terinfiltrasi rendah menyebabkan debit aliran dasar akan menurun, sehingga pada saat musim kemarau air sungai akan menyusut/kering, sementara di musim penghujan debit air meningkat bahkan dapat menyebabkan banjir.

Berdasarkan Peraturan Dirjen RLPS No. P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monev DAS disebutkan bahwa nilai KRS: < 50 baik; 50-120 sedang;

>120 buruk. Nilai KRS DAS Citarum berkisar antara 3,9 - 18,6, termasuk kategori baik. Nilai KRS yang kurang dari 50 (baik), bertolak belakang dengan nilai koefisien limpasan yang 2 tahun terakhir termasuk jelek (c > 0,50), menurut Nugroho (2015), kondisi seperti ini dimungkinkan terjadi karena nilai KRS diperoleh dari nilai debit yang terjadi sesaat sedangkan nilai c dihasilkan dari akumulasi kejadian hujan dan aliran permukaan dalam setahun, akan tetapi, jika diamati nilai KRS DAS Citarum bagian hulu dalam 2 tahun terakhir mengalami

30 Analisis Fluktuasi Curah Hujan dan Debit Aliran DAS Citarum Bagian Hulu Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 31

peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan vegetasi penutup pada DAS maupun perubahan penggunaan lahan yang mempengaruhi kondisi hidrologi dalam DAS (Arsyad, 2010).

Konversi lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun di daerah hulu DAS Citarum, konversi lahan perkebunan menjadi pertanian lahan kering juga marak terjadi di beberapa wilayah hulu. Hal ini menyebabkan berkurangnya wilayah resapan yang mempengaruhi volume debit aliran DAS Citarum. Pertanian lahan kering berupa tanaman hortikultur di daerah berlereng curam tanpa menerapkan teknik-teknik konservasi tanah meningkatkan aliran permukaan dan erosi yang masuk ke dalam Sungai Citarum. Menurut Hidayat, et al. (2013), fluktuasi debit aliran Sungai Citarum juga disebabkan oleh pengelolaan lahan pertanian yang belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang memadai dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung lahan.

IV. KESIMPULAN

1. Beda waktu antara puncak curah hujan dan tingginya aliran permukaan pada DAS Citarum bagian hulu terjadi hampir bersamaan atau tidak terlalu lama, ini menunjukkan bahwa curah hujan yang jatuh sebagian besar langsung menjadi aliran permukaan.

2. Koefisien aliran permukaan DAS Citarum bagian hulu selama 4 tahun terakhir berkisar antara sedang dan jelek bahkan dua tahun terakhir termasuk jelek yaitu lebih dari 0,75 artinya lebih dari 75% air hujan tidak terintersepsi dan terinfiltrasi melainkan melimpas di permukaan tanah, selain berpengaruh terhadap rendahnya air hujan yang terinfiltrasi, hal ini juga dapat menyebabkan tingginya erosi, banjir dan kekeringan.

3. Perbandingan debit maksimum dan minimum DAS Citarum bagian hulu termasuk kategori baik, akan tetapi selama 2 tahun terakhir terjadi peningkatan nilai KRS. Hal ini menunjukkan adanya perubahan vegetasi penutup pada DAS maupun perubahan penggunaan lahan yang memengaruhi kondisi hidrologi dalam DAS.

DAFTAR PUSTAKA

Adrionita, (2011). Analisis debit sungai dengan model SWAT pada berbagai penggunaan lahan di DAS Citarum hulu Jawa Barat. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Tesis (tidak dipublikasikan).

Arsyad, S. (2010). Konservasi tanah dan air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. (2007). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Yogyakarta.

Gadjah Mada University Press.

As-syakur, A.R., I.W. Suarna, I.W. Adnyana, I.W. Rusna, I.A.A. Laksmiati, dan

32 Analisis Fluktuasi Curah Hujan dan Debit Aliran DAS Citarum Bagian Hulu Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 33

I.W. Diara. (2008). Studi perubahan penggunaan lahan di DAS Badung.

Jurnal Bumi Lestari Vol. 10(1): 200-208.

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung. (2009).

Rencana pengelolaan DAS Citarum terpadu, buku I: laporan utama. BPDAS Citarum-Ciliwung. Bogor.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. (2009). Pedoman monitoring dan evaluasi daerah aliran sungai (Lampiran). Peraturan Direktur Jenderal RLPS No. P.04/V-SET/2009. Jakarta.

Farida dan M.Van Noordwijk. (2004). Analisis debit sungai akibat alih guna lahan dan aplikasi model Genriver pada DAS Waybesai, Sumberjaya. Agrivita Vol. 26(1):39-47.

Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA). (2017). Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Hidayat, Y., K. Murtilaksono, E.D. Wahjunie, dan D.R. Panuju. (2013). Pencirian debit aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol.

18 (2):109-114.

Hadisusanto, N. (2010). Aplikasi hidrologi. Jogja Media Utama. Yogyakarta.

Kementerian Pertanian. (2015). Dukungan manajemen pengembangan konservasi lahan terpadu. Publikasi dan Dokumentasi. Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan. Jakarta.

Kodoatie, R.J. (2012). Tata ruang air tanah. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Maulani, N., Sunardi, D. Sumiarsa, dan Djuwansah. (2013). Identifikasi kemiskinan air di daerah aliran Sungai Citarum Hulu: kasus daerah Bandung Raya. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol. 11(2): 92-99.

Nugroho, H.Y.S.H. (2015). Analisis debit aliran DAS mikro dan potensi pemanfaatannya. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol 4(1): 23-34.

Pramono, I. B. Dan W.W. Wijaya. (2013). Hubungan antara luas hutan pinus dan aliran dasar di Sub DAS Kedung Bulus, Kebumen. Prosiding seminar nasional hasil penelitian teknologi pengelolaan DAS Hal: 18-37. Surakarta, 12 Juni 2013.

Purwanto, E., dan J. Ruijter.( 2004). Basic relationships between forests and watershed function. Proceeding of Workshop: Hydrological impact of forest, agroforestry and upland cropping as a basis for rewarding environmental service providers in Indonesia. Padang, 25-28 February 2004.

Rahayu, S., R.H. Widodo, M. Van Noordwijk, I. Suryadi, dan B. Verbist. (2009).

Monitoring air di daerah aliran sungai. World Agroforestry Center. Bogor.

Rahman, M.W., M.Y.J. Purwanto, dan Suprihatin. (2014). Status kualitas air dan upaya konservasi sumberdaya lahan di DAS Citarum hulu, Kabupaten Bandung. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Vol 4(1):

23-34.

32 Analisis Fluktuasi Curah Hujan dan Debit Aliran DAS Citarum Bagian Hulu Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 33

Bab 4