• Tidak ada hasil yang ditemukan

di DAS Citarum Bagian Hulu

Bab 6 Konservasi Sumber Mata Air

A. Pengelolaan Kosma

Pengelolaan Kosma diindikasikan oleh intervensi kegiatan penanaman, pemeliharaan dan perlindungan ekosistem serta penerapan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air di sekitarnya. Kegiatan penanaman dilakukan oleh masyarakat, terutama oleh pemilik lahan tempat sumber mata air berada. Kegiatan ini diperlukan untuk memberikan manfaat positif dalam menghijaukan daerah di sekitar pengelolaan Kosma. Keberadaan aneka jenis tanaman di sekitar

sumber-66 Konservasi Sumber Mata Air berbasis Masyarakat di Pulau Sumba Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 67

sumber mata air memberikan manfaat sosial budaya, ekonomi, religius/spiritual dan ekologi pada ekosistem mata air.

Secara ekonomis, keberadaan sumber air dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan jasa air yang pengelolaannya dapat dilakukan melalui mekanisme pasar. Selain itu, keanekaragaman spesies tanaman berpotensi memberikan manfaat ekonomi berupa diversifikasi pendapatan masyarakat melalui produksi bahan pangan, buah-buahan, obat-obatan, kayu pertukangan dan kayu bakar (Njurumana, et al., 2014). Sudut pandang sosial budaya, hutan yang terbentuk oleh adanya keanekaragaman vegetasi sekitar sumber mata air, dapat menjadi sarana adaptasi masyarakat lokal yang kaya akan nilai-nilai hakiki, local genius, kultural, rekreasi dan estetika (Alfitri, 2005). Beberapa spesies tanaman yang ada di sekitar Kosma merupakan spesies kunci budaya yang digunakan sebagai sarana penghargaan, penghormatan dan dapat mempererat hubungan sosial/kekerabatan yang telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan spesies tanaman tertentu sebagai bahan bangunan dan konstruksi rumah adat masyarakat berimplikasi terhadap terpeliharanya nilai sosial budaya dan adat istiadat setempat (Njurumana, et al., 2014).

Aspek religius/spiritual, keanekaragaman hayati tanaman memungkinkan dibangunnya situs-situs budaya dalam ekosistem Kosma yang dapat digunakan sebagai sarana upacara keagamaan dan upacara adat terkait keberadaan sumber mata air. Untuk membatasi akses masyarakat terhadap sumberdaya Kosma dilakukan pembagian tata ruang Kosma seperti zona konservasi/budidaya (cultural space), zona pemanfaatan (cultivation space) dan zona larangan (forbidden space). Intervensi masyarakat terhadap keanekaragaman hayati Kosma hanya dapat dilakukan di zona budidaya dan zona pemanfaatan saja, sedangkan pada zona larangan, akses masyarakat sangat terbatas atau bahkan tidak diperbolehkan.

Zona larangan di sekitar sumber mata air ditandai dengan sebuah altar sebagai simbol yang dikeramatkan masyarakat. Biasanya digunakan untuk seremonial adat dan upacara keagamaan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan yang memelihara air untuk pertanian, kebun dan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat. Pembagian tata ruang Kosma berpengaruh positif terhadap upaya konservasi ekosistem Kosma karena adanya pembatasan akses sumberdaya alam dalam kurun waktu tertentu.

Secara ekologis, keanekaragaman vegetasi Kosma berfungsi sebagai penyangga kawasan pemukiman penduduk dan perkampungan adat yang tersebar di daerah perbukitan, melindungi lahan curam dan berbukit dari erosi, mempertahankan kesuburan tanah, melindungi daerah tangkapan air dan ekosistem persawahan dari erosi. Berbagai spesies tanaman dalam ekosistem Kosma dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung, tanaman peneduh, tanaman hias, tanaman multiguna (Njurumana, et al., 2014) serta sebagai habitat berbagai

66 Konservasi Sumber Mata Air berbasis Masyarakat di Pulau Sumba Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 67

macam spesies hewan liar termasuk sepesies langka/endemik. Aneka spesies tanaman dengan kerapatan tinggi membentuk struktur dan stratifikasi tajuk yang kompleks sehingga keseimbangan ekologis dapat terjaga dan laju erosi yang terjadi akibat curah hujan tinggi dapat diperkecil.

Ekosistem Kosma di pulau Sumba sebagian besar tersebar dalam klaster curah hujan yang tinggi dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 1.500-3.000 mm/tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa unit-unit ekosistem Kosma berada pada kondisi yang cukup rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh erosi pada kejadian hujan dengan intensitas tinggi. Namun demikian, variasi curah hujan dapat berimplikasi positif terhadap adaptasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan unit-unit Kosma. Input curah hujan memungkinkan prediksi terhadap volume air tanah yang terisi sehingga penggunaan air dapat direncanakan sesuai kapasitas yang tersedia. Selain itu, tingginya curah hujan dapat berimplikasi positif terhadap pelestarian sumber mata air apabila dibarengi dengan kegiatan pengelolaan vegetasi dan penerapan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air secara baik.

Keanekaragaman jenis vegetasi dengan kerapatan tinggi di sekitar daerah tangkapan mata air sangat membantu menahan pukulan air hujan, sehingga memperkecil daya rusak lapisan permukaan tanah dan melindungi lahan sekitar sumber mata air dari erosi permukaan. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah ditahan oleh struktur tajuk tanaman yang bertingkat, dan di bawah permukaan tanah melalui struktur akar tanaman. Struktur perakaran yang bertingkat akan membantu meningkatkan laju infiltrasi air, sehingga aliran permukaan mengalami penurunan volume dan membantu meningkatkan pengisian aliran air tanah yang lebih banyak, sehingga dapat mengurangi penurunan muka air tanah serta membantu menjaga pelestarian sumber mata air.

Masyarakat Sumba secara berkala melakukan penanaman aneka jenis tanaman pada ekosistem Kosma sesuai dengan ketersediaan lahan dan preferensi jenis. Kegiatan penanaman dilakukan sebanyak 1-2 kali/tahun. Spesies tanaman yang dikembangkan terdiri dari spesies tanaman kayu-kayuan, tanaman pangan, tanaman kayu bakar, tanaman penghasil buah-buahan, tanaman pakan ternak, tanaman perkebunan dan spesies tanaman lain yang berfungsi untuk konservasi.

Keanekaragaman jenis tanaman mengindikasikan adanya upaya optimasi pemanfaatan lahan untuk multi kepentingan, termasuk kepentingan konservasi melalui penghijauan untuk menjaga kelestarian sumberdaya Kosma.

Jenis-jenis tanaman yang dikembangkan oleh masyarakat di sekitar ekosistem Kosma sangat beranekaragam, diantaranya adalah penghasil kayu-kayuan yaitu: Swietenia machrophylla King, Swietenia mahagony L. Jacg, Gmelina arborea (Burm F.) Merr, Intsia bijuga (Colebr) Kuntze, Tectona grandis L.f, Toona sureni (Blume) Merr, Timonius sericeus (Desf ) K. Schum, Sterculia foetida L,

68 Konservasi Sumber Mata Air berbasis Masyarakat di Pulau Sumba Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 69

Alstonia scholaris R. br, Alstonia spectabilis R. Br, Artocarpus heterophyllus Lamk, Artocarpus integra Merr, Acacia leucophloea dan Paraserianthes falcataria (L) I. C.

Nielsen. Selain itu, terdapat jenis-jenis tanaman penghasil pangan dan penghasil buah-buahan, diantaranya Ananas comosus Merr, Anona muricata, Artocarpus communis Forst, Artocarpus heterophyllus Lamk, Artocarpus integra Merr, Canna edulis Ker, Carica papaya L. Citrus maxima (Burm) Merr, Colocasia esculenta Schott, Cocos nucifera, Dioscoreahispida Dennst, Discorea aculcata Linn, Discorea alata Linn, Ipomoea batatas Poir, Mangifera indica, Manihot utilissima Pohl, Musa parasidiaca Linn, Persea gratissima Gaertn dan Solanum torvum Swartz.

Selain menanam, masyarakat juga melakukan upaya pemeliharaan dan perlindungan terhadap jenis-jenis tanaman yang berada di sekitar Kosma.

Namun demikian, kegiatan pemeliharaan dan perlindungan Kosma dilakukan dalam skala terbatas. Umumnya tanaman dibiarkan berkembang secara alamiah, intervensi masyarakat dilakukan seperlunya sesuai kebutuhan, termasuk aktivitas pengendalian kebakaran dan regenerasi tanaman. Aktivitas penyiangan dilakukan secara berkala, termasuk pemeliharaan guludan di dalam dan di sekitar Kosma.

Selain itu, masyarakat memelihara tanaman penutup tanah/serasah untuk menghindari erosi, sehingga berdampak positif terhadap keberhasilan penanaman yang rata-rata mencapai 50%. Tingkat keberhasilan penanaman tersebut tergolong cukup baik dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan penanaman lain yang memiliki tingkat keberhasilan lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat cukup berperan dalam mendukung keberhasilan penanaman dan pemeliharaan jenis-jenis tanaman.

Pengelolaan ekosistem Kosma memiliki hubungan dengan kondisi topografi lahan. Unit-unit pengelolaan Kosma di Sumba terdiri dari lahan berbukit (50%), lahan landai-agak landai (50%), lahan agak curam-curam (30%), lahan bergunung dan sangat curam (10%). Topografi yang didominasi oleh lahan berbukit dan agak curam memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya. Pada topografi tersebut, budidaya tanaman penghasil pangan tidak dapat dilakukan secara intensif, sehingga pada topografi tersebut sebaiknya dikembangkan sebagai kawasan konservasi. Dengan demikian, intervensi masyarakat cukup pada upaya pelestarian dan perlindungan kawasan saja. Untuk unit-unit pengelolaan Kosma yang berada pada topografi landai dapat dikembangkan budidaya tanaman pangan atau pertanian lahan kering yang apabila dibangun bersamaan dengan hutan lahan kering sekunder yang sudah ada dapat membentuk sebuah unit agro ekosistem dan agroforestri.

Berdasarkan ketinggian tempat, unit-unit Kosma berada pada interval ketinggian 250-500 m dpl. Hal ini dipengaruhi oleh sebaran unit-unit pemukiman masyarakat yang umumnya berkembang pada altitude tersebut. Kondisi sebaran yang dominan pada mintakat pertengahan merupakan sebuah peluang untuk

68 Konservasi Sumber Mata Air berbasis Masyarakat di Pulau Sumba Bunga R ampai Pengelolaan Lahan dan Air erkelanjutan dengan Melibatkan Masyarakat 69

mengoptimalkan pengelolaan unit-unit Kosma berbasis masyarakat. Mintakat pertengahan merupakan salah satu wilayah yang mengalami tekanan tinggi dalam sebuah lansekap DAS, sehingga dominannya pengelolaan unit-unit Kosma pada mintakat tersebut merupakan pintu masuk untuk meningkatkan pengelolaan DAS dalam skala luas.

Nilai penting keberlangsungan sumber mata air menjadi faktor pendorong terhadap masyarakat untuk meningkatkan partisipasinya dalam pengelolaan Kosma. Hal ini berarti bahwa realita Kosma hari ini adalah cerminan dari pengelolaan dan partisipasi masyarakat. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat di pulau Sumba memiliki kesadaran untuk melakukan pengelolaan Kosma yang berimplikasi positif terhadap keberhasilan pengelolaannya.

Penerapan aturan dan sanksi berupa sanksi material dan sanksi sosial terhadap pihak yang melakukan perusakan ekosistem Kosma cukup memberikan andil dalam mendukung keberhasilan pengelolaannya. Aturan dan sanksi umumnya berupa aturan adat maupun kesepakatan adat atau konsensus yang bersifat mengikat terhadap berbagai elemen masyarakat. Hal ini untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan dan penyimpangan terhadap tatanan norma/adat/

budaya yang sudah berlaku dalam masyarakat.

Relevan dengan aturan dan sanksi yang dibuat dalam perlindungan ekosistem Kosma, dapat dimaknai sebagai sebuah upaya untuk memelihara dan mempertahankan tradisi masyarakat yang berhubungan erat dengan berbagai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang dalam tatanan kehidupan masyarakat sejak masa lalu. Kearifan lokal masyarakat nampak melalui partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya air. Cara masyarakat melestarikan sumberdaya air antara lain melalui upacara-upacara adat, anggapan mata air sakral dan keramat (Sudarmadji, et al., 2016), pengetahuan, nilai-nilai, etika dan norma (anjuran, larangan, sanksi dan ungkapan) sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam memelihara, menjaga dan melestarikan mata air (Siswadi et al., 2011).