• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause Lambat

2.1.1 Defenisi Menopause Lambat

Menopause berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata men dan pauseis yang artinya berhentinya haid atau mensturasi. Hal ini merupakan proses biologis dari siklus mensturasi, yang dikarenakan terjadinya perubahan hormon yaitu penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium (Mulyani, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), menopause adalah pemberhentian siklus menstruasi secara permanen yang disebabkan oleh hilangnya aktivitas folikel ovarium yang dinyatakan apabila mengalami amenorhea (tidak menstruasi) selama 12 bulan, umumnya terjadi pada usia 45-55 tahun (WHO, 2015).

Menopause terlambat adalah menopause yang terjadi pada usia ≥ 55 tahun.

Faktor yang memungkinkan wanita akan mengalami keterlambatan menopause adalah apabila memiliki kelebihan berat badan, usia menarche, paritas, pemakaian kontrasepsi. Kemungkinan dari seorang wanita menopause lambat umur 55-65 tahun yaitu konstitusional, fibromioma uteri dan tumor ovarium yang menghasilkan estrogen, karsinoma endometrium (Fox-Spencer dan Brown, 2007).

2.1.2. Etilologi Menopause

Menopause terjadi secara fisiologis akibat hilang atau berkurangnya sensitivitas ovarium terhadap stimulasi gonadotropin yang berhubungan langsung

dengan penurunan dan disfungsi folikuler. Oosit di dalam ovarium akan mengalami atresia, folikel mengalami penurunan kualitas dan kuantitas folikel secara kritis setelah umur 20-25 tahun setelah menarche. Oleh karena itu pada fase perimenopause dapat terjadi siklus menstruasi yang tidak teratur. Selain itu ketidakteraturan menstruasi juga menjadi akibat fase folikuler pada fase siklus menstrusi yang memendek (Irawaty, 2014).

2.1.3. Tanda dan Gejala Menopause

Tanda dan gejala dari menopause sebagai berikut : 1. Ketidakteraturan Siklus Haid

Setiap wanita akan mulai mengalami siklus haid yang tidak teratur, dapat menjadi lebih panjang atau lebih pendek sampai akhirnya berhenti( Mulyani, 2013).

2. Gejolak Rasa Panas (hot flushes)

Terdapat sekitar 40% wanita mengeluh bahwa siklus haidnya tidak teratur.

Keadaan ini meningkat sampai 60% pada waktu 1-2 tahun menjelang haid berhenti total atau menopause (Baziad, 2010). Hot flushes berlangsung dalam 30 detik sampai 5 menit. Keluhan hot flushes berkurang setelah menyesuaikan diri dengan kadar estrogen yang rendah. Pemberian estrogen dalam bentuk terapi 90% dapat menghilangkan hot fluhes.

3. Jantung Berdebar-debar

Dalam beberapa penelitian masa menopause diikuti dengan jantung yang berdebar–debar karena pada masa ini kadar estrogen menurun sehingga peluang terkena serangan jantung sekitar 20 kali lebih sedikit dari pria. Peluang ini dapat

berkurang jika berolahraga secara teratur, tidak merokok, dan mempertahankan berat badan dalam jangkauan yang diinginkan, serta diet terkendali (Proverawaty, 2016).

4. Kekeringan Vagina

Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir.

Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, menahan kencing terutama pada saat batuk, bersin, tertawa dan orgasme (Kathy, 2010).

Menurut Shimp dan Smith (2009) atrofivagina dapat terjadi dari 3 sampai 6 bulan setelah menopause, dan gejala vagina ini sering dialami dalam waktu 5 tahun dari menopause. Setelah menopause, cairan vagina hanya ada sedikit dan gairah seksual mulai berkurang.

5. Keringat Berlebihan

Cara kerjanya belum diketahui secara pasti, tetapi pancaran panas pada tubuh akibat pengaruh hormon yang mengatur thermostat tubuh pada suhu yang lebih rendah. Akibatnya suhu udara yang semula dirasakan nyaman, mendadak menjadi terlalu panas dan tubuh mulai menjadi panas serta mengeluarkan keringat untuk mendinginkan diri (Kasdu, 2010).

6. Susah Tidur (Insomnia)

Beberapa wanita mengalami kesulitan saat tidur, mungkin perlu ke kamar mandi di tengah malam, kemudian menemukan dirinya tidak dapat tidur kembali. Hot

flushes juga dapat menyebabkan wanita terbangun dari tidur (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

2.1.4. Tahap Menopause

Menurut Kusmiran, (2011), dan Widyastuti, dkk (2010), natural menopause merupakan sistem yang kompleks dari kelenjar yang memproduksi dan sekresi hormon langsung berpengaruh terhadap sistem sirkulasi, regulasi, kontrol metabolisme, dan beberapa proses tubuh. Tiga fase kehidupan berhubungan dengan menopause, yaitu :

1. Pra menopause

Pra menopause dimulai dengan munculnya tanda-tanda dan gejala awal perubahan dari sistem tubuh ketika siklus mensturasi mulai tidak teratur. Rata-rata terjadi pada usia 40-45 tahun. Pra menopause dimulai dengan munculnya tanda-tanda dan gejala awal perubahan dari sistem tubuh ketika siklus mensturasi mulai tidak teratur. Pra menopause dapat terjadi pada awal usia 30-an dan berakhir satu tahun setelah siklus mensturasi berakhir (Kathy, 2010).

2. Menopause

Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir umur ≥45-55 tahun. Bagian klimakterium sebelum menopause disebut premenopause dan bagian sesudah menopause disebut pasca menopause (Eva dkk, 2016).

Menopause terjadi ketika jumlah folikel-folikel menurun dibawah suatu ambang rangsang yang kritis, kira-kira jumlahnya hanya 1.000 folikel dan tidak tergantung umur. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa kadar estrogen

tidak mulai mengalami penurunan yang besar sampai kira-kira satu tahun sebelum menopause (Atikah Proverawati, dkk, 2016).

3. Postmenopause

Postmenopause adalah suatau periode yang terjadi sesudah siklus mensturasi terakhir dan merupakan periode tahun setelah menopause. Senium adalah masa sesudah pasca menopause, ketika telah tercapai keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis. Yang mencolok pada masa ini ialah kemunduran alat-alat tubuh dan kemampuan fisik, sebagai proses menjadi tua ( Mulyani, 2013).

2.1.5. Keluhan Menopause

Keluhan yang sering dirasakan wanita menopause di Indonesia dan Asia pada umumnya adalah rasa pegal, nyeri sendi dan penurunan daya ingat. Keluhan lain diantaranya adalah gejolak panas (hot flushes), keringat malam, kulit kering, vagina kering, penurunan libido, gangguan kencing dan sulit tidur.Perubahan hormon juga dapat berpengaruh pada perubahan mood, cemas, mudah marah, sering lupa, gangguan konsentrasi dan pengambilan keputusan. Kadar rendah hormon estrogen menyebabkan penurunan kadar serotonin, suatu zat kimia tubuh yang bertugas mengatur mood, emosi dan tidur. Wanita yang merasakan sangat berat keluhan tersebut terutama saat awal menopause biasanya akan berlanjut terus sampai beberapa tahun (Mishra GD et al, 2012).

2.1.6 Dampak Menopause Terlambat

Menopause tidak menyebabkan kanker, namun risiko terkena kanker

meningkat seiring bertambahnya usia wanita. Seorang wanita yang mengalami menopause setelah usia 55 tahun memiliki peningkatan risiko kanker ovarium, kanker payudara, dan kanker rahim. Risikonya mengalami kanker lebih besar jika seorang wanita juga mulai menstruasi sebelum usia 12 tahun. Paparan estrogen yang lebih lama meningkatkan risiko kanker payudara bagi wanita. Karena itu, wanita yang telah melalui menopause terlambat lebih cenderung terkena kanker sekitar dua kali lebih tinggi karena faktor hormonal (Cooper, 1998).

Menopause terlambat meningkatkan risiko kanker payudara wanita. Seorang wanita yang mengalami menopause setelah usia 55 tahun memiliki risiko 30%

terkena kanker dibanding wanita menopause normal (Surakasula dkk, 2014). Wanita dengan menopause pada usia 55 atau lebih memiliki risiko kanker payudara dua kali lipat dialami oleh mereka yang menopause terjadi sebelum usia 45 tahun (Trichopaulos et al, 1971).

2.1.7 Jenis – Jenis Menopause

1. Menopause Prematur (Menopause Dini)

Menopause Dini adalah menopause yang terjadi dibawah usia 40 tahun.

Gejala ini sering dijumpai, menimbulkan distres, dan menyebabkan banyak wanita yang sebelumnya sehat mencari anjuran medis. Penelitian Gold menyatakan bahwa wanita yang memiliki aktifitas fisik yang tinggi akan mengalami usia menopause yang lebih cepat (Gold et, al, 2013).

Hal tersebut didukung oleh hasil meta-analisis Schoenaker yang menyatakan bahwa wanita dengan aktifitas fisik sedang dan tinggi akan mengalami menopause

lebih cepat dibandingkan dengan wanita dengan aktifitas fisik yang rendah. Aktivitas fisik yang tinggi dapat mempengaruhi ovarium menjadi terbatas dengan mengurangi serum estrogen dan meningkatkan hormon seks globulin yang dapat menyebabkan terjadi menopause lebih cepat (Schoenaker, 2014).

Menopause ini hanya dialami kurang 1% wanita. Faktor resiko terjadinya menopause dini menurut Women’s Health USA ( USA) antara lain : (1) Riwayat adanya penderita menopause prematur dalam keluarga. Seorang wanita dengan riwayat keluarga menopause prematur akan lebih berpeluang untuk mengalami menopause prematur juga. (2) Terapi bedah pengangkatan kedua indung telur (Bilateral Salfingoovarektomi). Seorang wanita yang mengalami pengangkatan kedua indung telur akan menyebabkan berhentinya periode menstruasi dan akan mengalami penurunan hormon, kadang mengakibatkan hot flushes dan penurunan gairah seksual. (3) Penyinaran (Terapi Radiasi) : Perubahan yang terjadi pada masa menopause tergantung pada tipe dan jenis terapi yang digunakan. Pada wanita yang berusia muda akan lebih lambat menerima perubahan yang dapat mengakibatkan menopause. (4) Kemoterapi (Terapi Kimiawi) : Terapi menggunakan kemoterapi dapat merusak ovarium dan menyebabkan periode menstruasi berhenti. Perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya menopause dan tergantung dari jenis dan lama kemoterapi yang digunakan. (5) Terapi untuk menurunkan kadar kolesterol : Hormon estrogen dan progesteron mengatur menstruasi dan ovulasi. Terapi untuk menurunkan estrogen akan menyebabkan berhenti atau menopause prematur. (6) Penyakit Autoimune : Sistem kekebalan tubuh yang normal akan melindungi dari penyakit,

penyakit autoimune dapat menyebabkan menopause prematur diantaranya penyakit thyroid dan rheumatoid arthritis. (7) Kelainan Kromosom : Kromosom yang mengalami gangguan dapat menyebabkan menopause prematur. Sebagai contoh wanita yang terlahir dengan sindroma turner terlahir dengan susunan kromosom sex XO, jumlah kromosom 45. Sex kromatin wanita, morfologi wanita,ovarium rudimenter dan tumbuh sempurna, amenorhoe, infertil. Pada kasus ini peyudara tidak tumbuh sempurna, uterus kecil tidak beroogenesis menyebabkan prematur (Siddle et al,1987 dalam Andrews, 2010)

2. Menopause Normal

Menopause normal terjadi pada usia 52 tahun tetapi ada sebagian buku 45-55 tahun. Menopause harus dialami setiap wanita seiring dengan siklus hidupnya dengan perubahan fisik yang dirasakan oleh wanita menopause akibat penurunan hormon estrogen dan progesteron adalah perubahan pola menstruasi dimana perdarahan akan terlihat beberapa bulan dan akhirnya akan berhenti sama sekali, rasa panas (Hot flushes), gejala ini akan dirasakan mulai dari wajah sampai ke seluruh tubuh, rasa panas disertai warna kemerahan pada kulit dan berkeringat, rasa panas ini akan mempengaruhi pola tidur wanita menopause yang akhirnya akan membuat wanita menopause kekurangan tidur dan mengalami kelelahan. Hot flush dialami oleh sekitar 75% wanita menopause dan akan dialami selama 1 tahun dan 25-50% wanita akan mengalami hot flush selama 5 tahun. Hot flush juga dapat mempengaruhi wanita menopause mengalami keluar keringat malam yang akan membuat wanita menopause merasa tidak nyaman (Widyastuti, dkk, 2010).

3. Menopause Terlambat

Umumnya batas usia terjadi menopause adalah usia >55-65 tahun, namun apabila ada seseorang wanita yang masih memiliki siklus menstruasi atau dalam arti masih mengalami menstruasi di usia > 55 tahun.

2.2. Determinan yang Mempengaruhi Menopause Lambat

Faktor-faktor yang memengaruhi kejadian menopause lambat adalah obesitas, usia menarche, paritas, pemakaian kontrasepsi hormonal, pola makan adalah sebagai berikut:

2.2.1.Obesitas

Pada wanita usia 55-65 tahun peningkatan berat badan merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Hal ini dapat dimengerti karena obesitas merupakan salah satu gangguan nutrisi yang sering dijumpai di dunia dengan prevalensi yang terus meningkat. Di seluruh dunia prevalensi obesitas berlipat ganda sejak tahun 1980.

Pada tahun 2008 di negara maju dan berkembang 1,5 milliar orang dewasa berusia diatas 20 tahun mengalami overweight indeks massa tubuh (IMT) 25-29,9 kg/m). Dari angka tersebut lebih dari 200 juta pria dan hampir 300 juta wanita mengalami obesitas (IMT > 30 kg/m). Lebih jauh lagi angka obesitas meningkat signifikan di negara berkembang yang mengadopsi gaya hidup barat (penurunan aktifitas dan konsumsi makanan murah padat energi secara berlebihan) (S.R.Davis et al, Climacterric, 2012).

Secara umum obesitas lebih banyak didapatkan pada perempuan dibanding

laki-laki. Himpunan Studi Obesitas Indonesia memeriksa lebih dari 6000 orang dari hampir seluruh provinsi dan didapatkan angka obesitas dengan IMT > 30 kg / m pada laki-laki sebesar 9,16 % dan perempuan 11,02 %. Apabila tren ini berjalan terus seperti sekarang ini, maka pada tahun 2025 penduduk Indonesia menyandang gelar

“obesogenik” terutama daerah urban (Rachmad dkk dalam Seto, 2009).

Klasifikasi internasional untuk derajat tingkat obesitas ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam ukuran meter (Arisman, 2014).

Rumus menentukan IMT = TB²

BB

Definisi derajat overweight dan obesitas memungkinkan pembandingan angka prevalensi secara internasional. Ukuran antropometrik lainnya yang didasarkan pada lingkar tubuh juga digunakan di bidang ini. Salah satu ukuran tersebut adalah rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul (waist hip ratio). WHR yang lebih merupakan indikator distribusi lemak ketimbang jumlah total lemak tubuh seperti pada tabel 2.2 (Fitriyanti, 2009).

Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT)a dan Lingkar Perut

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang (underweight) <18,5 Berat badan normal (normal weight) 18,5-24,9 Berat badan lebih (overweight) yang moderat 25,0-29,9

Berat badan lebih (overweight) ≥25

Preobese 25-29,9

Obesitas ≥30

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Obese kelas I 30-34,9

Obese kelas II 35-39,9

Obese kelas III ≥40

Lingkaran Pinggang

Klasifikasi Laki-laki Perempuan

Di atas action level 1 ≥ 80 cm (~ 32 inci) ≥ 94 cm (~ 37 inci) Di atas action level 2 ≥ 88 cm (~ 35 inci) ≥ 100 cm (~ 40 inci)

aKategori IMT menurut pedoman WHO

b

Sumber : Misnadierly,2016

Kategori lingkar perut diusulkan oleh Lean et al, 2013

Kegemukan dapat diketahui dengan mengukur jumlah lemak seluruh tubuh menggunakan alat impedans atau mengukur ketebalan lemak di tempat-tempat tertentu menggunakan alat kaliper. Selain itu lemak di sekitar perut dapat diukur dengan menggunakan meteran. Kelebihan penimbunan lemak diatas 20% berat badan ideal, akan menimbulkan permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi organ tubuh (Misnadierly, 2016).

Berat Badan Relatif = Berat badan Tinggi badan – 100

x 100 % Keterangan:

90% - 110% : Normal 120% - 130% : Obesitas ringan

< 90% : Kurang dari normal 130% - 140% : Obesitas sedang 110% - 120% : Lebih dari normal >140% : Obesitas berat

Obesitas biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat lebih dari 120% dari berat badan ideal (BBI) atau berat badan yang diinginkan. Ada 4 obesitas berdasarkan tingkatan:

1. Simple obesity (kegemukan ringan), merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh sebanyak 20% dari berat ideal dan tanpa disertai penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan hiperlipidemia.

2. Mild obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara 20-30%

dari berat ideal yang belum disertai penyakit tertentu, tetapi sudah perlu diwaspadai.

3. Moderat obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara 30-60% dihitung dari berat ideal. Pada tingkat ini penderita termasuk berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan obesitas.

4. Morbid obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh dari berat ideal lebih dari 60% dengan risiko sangat tinggi terhadap penyakit pernapasan, gagal jantung, dan kematian mendadak (Misnadierly, 2016).

Obesitas adalah penyebab kematian kelima, secara global, dan menyumbang 44% kasus diabetes dan 23% penyakit jantung iskemik. Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Menurut WHO seseorang disebut obesitas. BMI (Body Mass Index) dengan obesitas pada ibu menopause lebih beresiko terkena kanker payudara karena BMI yang berlebih menggambarkan jaringan adiposa yang tinggi dalam tubuh sedangkan jaringan adiposa adalah penghasil estrogen, sementara siklus mentruasi terjadi apabila hormon estrogen masih diproduksi sehingga ibu mengalami menopause terlambat dan juga dapat diartikan bahwa semakin tinggi estrogen yang dihasilkan pada usia menopause akan meningkatkan risiko kanker payudara (Pintam , 2017).

Sesuai dengan Mulyani, 2013 bahwa wanita obesitas akan mengalami proses di dalam tubuhnya,tubuh akan membuat sebagian estrogen di dalam jaringan lemak sehingga wanita yang gemuk mempunyai kadar hormon estrogen yang lebih tinggi dari kadar hormon estrogen normal. Tingginya kadar estrogen merupakan penyebab meningkatnya resiko kanker rahim, kanker payudara, diabetes, hypertensi (Mulyani, 2013).

Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmi Fitria, 2016 menjelaskan bahwa estrogen dengan IMT obesitas tidak dihasilkan dari folikel tetapi ada sumber yang lebih kecil yang dinamakan jaringan adiposa (Yastirin dkk, 2017).

2.2.2 Usia Pertamakali Haid (Menarche)

Menarche adalah perdarahan pertama dari uterus yang terjadi pada seorang wanita. Sepanjang hidupnya wanita mengalami dua hal penting diantaranya menarche dan menopause. Usia menarche pada setiap remaja bervariasi antara 11-15 tahun yang digolongkan atas menarche dini umur 10-11 tahun dan menarche normal yaitu 11-15 tahun dan menarche terlambat >15 tahun (Wiknjosatro, 2005 dalam Rohmatika, 2012) . Terdapat hubungan antara usia pertama kali mendapat haid dengan usia seseorang wanita memasuki menopause. Semakin muda seseorang mengalami haid pertama kalinya, semakin tua atau lama ia memasuki usia menopause (Kasdu, 2002).

Berdasarkan penelitian Rohmatika dkk, 2012, di Desa Jingkang Babakan Kecamatan Ajibarang Kabupaten Bayumas tahun 2012, didapat ada pengaruh usia

menarche terhadap usia menopause sebesar 13, 9% dan sisanya 86,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Senolinggi, 2014 tentang “ Hubungan antara usia menarche dengan usia menopause pada wanita di Kecamatan Kakas Sulawesi Utara tahun 2014” yaitu nilai p=0,043 disimpulkan ada hubungan antara usia menarche dengan usia menopause. Wanita yang mengalami menarche pada usia yang lebih cepat memiliki jumlah Anti-Mullerian hormone (AMH) yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang mengalami menarche pada usia yang lebih lambat. AMH disekresikan oleh sel-sel granulosa dalam pertumbuhan folikel ovarium primer, sekunder dan antral, dengan sekresi tertinggi terdapat pada tahap sekunder dan antral, kemudian berakhir dengan pertumbuhan folikel lanjut. Tingkat AMH rendah pada saat lahir, meningkat pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada saat remaja, kemudian menurun secara bertahap berdasarkan usia (Bragg dkk, 2012).

2.2.3 Paritas

Paritas merupakan jumlah kehamilan terdahulu yang telah berhasil dilahirkan dan mencapai batas viabilitas. Menurut Nagel, dkk, 2005 paritas dibagi atas tidak pernah, 1-2 anak dan > 3 anak. Paritas sering dikaitkan dengan masalah-masalah reproduksi, salah satunya adalah usia menopause.

Hasil penelitian menemukan bahwa makin sering seorang wanita melahirkan maka semakin tua atau lama mereka memasuki masa menopause. Penelitian Pathak, et al (2010) di India menyatakan bahwa wanita dengan paritas yang lebih sedikit cenderung akan mengalami menopause pada usia dini dibandingkan dengan wanita

dengan jumlah paritas yang lebih banyak. Hal tersebut didukung oleh penelitian Delavar (2010) di Iran bahwa wanita yang tidak memiliki anak akan mengalami menopause lebih awal. Penelitian Meschia (2005) di Italia menyatakan hal yang sama bahwa semakin banyak wanita melahirkan anak akan semakin lama wanita tersebut mengalami menopause. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah cadangan ovarium atau tingkat Anti-Mullerian Hormon pada saat dewasa tinggi. Namun, hasil penelitian Bragg (2012) di Filipina yang dilakukan pada wanita sejak lahir hingga dewasa muda, menyatakan bahwa pada wanita dengan paritas lebih banyak yang lebih tinggi memiliki kadar Anti-Mullerian Hormon yang sedikit dibandingkan dengan paritas rendah.

Wanita dengan paritas tinggi, memiliki jumlah kumulatif siklus menstruasi yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak. Dengan demikian, dapat mempengaruhi jumlah cadangan oosit yang lebih banyak dan paparan hormon estrogen yang lebih lama sehingga wanita yang memiliki paritas banyak cenderung akan mengalami menopause pada usia yang lebih lambat (Dorjgochoo et al, 2008).

2.2.4. Pemakaian Kontrasepsi Hormonal

Menurut Kasdu 2002 dalam Forikes 2013 wanita yang menggunakan kontrasepsi akan lebih lama atau tua memasuki masa menopause. Hal ini bisa terjadi karena hormon estrogen dan progesteron yang terkandung dalam kontrasepsi hormonal memiliki cara kerja menekan dan menghambat ovulasi, sehingga dapat mengganggu fungsi proses hipothalamus-hipofise-ovarium dalam mensekresi

Gonadotropin Realizing Hormon (GnRH), Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Leutinising Hormone (LH). Pertumbuhan folikel dalam ovarium menjadi terhambat artinya tidak terjadi perubahan dari folikel primordial menjadi folikel de Graaf, sehingga ovulasi tidak terjadi dan tabungan dari oosit tidak berkurang. Oleh karena itu, wanita yang memakai kontrasepsi cenderung mengalami menopause terlambat (Rodiyatun, 2013).

2.2.5. Pola Makan

2.2.5.1. Konsumsi Lemak

Menopause merupakan peristiwa alami dalam siklus kehidupan wanita. Untuk mencegah berbagai keluhan yang mungkin terjadi di masa menopause yang disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen, pengaturan menu makanan yang tepat sedini mungkin adalah salah satu jawaban yang tepat untuk mengatasi kekurangan hormon estrogen pada tubuh. Hal ini merupakan alternatif alamiah, yaitu dengan mengkonsumsi ekstra estrogen yang banyak terkandung pada sejumlah bahan pangan (Astutik, 2013).

Tidak mengkonsumsi lemak berlebih dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol juga minuman berkafein, akan memelihara hati dan sistem kardiovaskular yang sehat dan membantu untuk mengurangi risiko kondisi seperti kanker dan diabetes dan pilihan yang lebih sehat seperti air mineral dan teh hijau tanpa kafein.

Seorang wanita harus menjauhi makanan berlemak, status gizi merupakan kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient.

Pemenuhan kebutuhan lemak dan serat memadai sangat membantu menghambat

berbagai dampak negatif menopause terhadap kinerja otak, mencegah kulit kering dan berbagai penyakit lainnya, konsumsi serat dapat mencegah menopause datang lebih awal. Konsumsi lemak yang dianjurkan untuk wanita umur 55-65 tahun yaitu 60 gram/ hari (Kemenkes RI, 2013).

2.2.5.2. Konsumsi Serat

Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut. Menurut laporan hasil Riskesdas tahun (2013), menunjukkan 93,6% masyarakat Indonesia kurang mengkonsumsi serat. Menurut Baliwati dkk (2004), menunjukkan bahwa mengkonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan tidak mengalami status gizi obesitas. Wanita obesitas akan lebih berisiko terkena menopause lambat karena lemak dapat menghasilkan estrogen (Mulyani, 2013).

Asupan serat dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feses dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus.

Mengkonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas. Sayuran dan buah-buahan segar selalu penting untuk disertakan dalam setiap diet. Struktur kimiawi dalam kacang-kacangan akan menghasilkan efek seperti kerja estrogen, senyawa tersebut disebut fitoestrogen. Bahan pangan yang kaya akan fitoestrogen adalah jenis kacang-kacangan terutama kacang kedelai, serta dapat ditemukan pada hampir semua jenis sereal sayuran, pepaya, dan tanaman lain yang kaya akan kalsium. Bahan pangan kaya fitoestrogen yang cocok digunakan

Mengkonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas. Sayuran dan buah-buahan segar selalu penting untuk disertakan dalam setiap diet. Struktur kimiawi dalam kacang-kacangan akan menghasilkan efek seperti kerja estrogen, senyawa tersebut disebut fitoestrogen. Bahan pangan yang kaya akan fitoestrogen adalah jenis kacang-kacangan terutama kacang kedelai, serta dapat ditemukan pada hampir semua jenis sereal sayuran, pepaya, dan tanaman lain yang kaya akan kalsium. Bahan pangan kaya fitoestrogen yang cocok digunakan