BAB I PENDAHULUAN
F. Definisi Operasional
Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Disiplin
Disiplin adalah merupakan perilaku atau tingkah laku seseorang menjadi kebiasaan yang muncul dari dalam dirinya dengan mematuhi dan mengikuti aturan yang ada.
10 2. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang menanamkan nilai dan mengembangkan kemampuan niat untuk mewujudkan nilai positif, disertai ketaatan pada norma yang mendukung karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur, dan menerapkan serta mempraktikan dalam kehidupannya, baik di lingkungan keluarga, warga masyarakat, maupun warga negara.
3. Muatan PPKn
Muatan Pelajaran PPKn adalah studi tentang kehidupan sehari-hari, mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia.
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Karakter
a. Pengertian Karakter
Nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan yaitu nilai karakter dalam kompetensi inti sikap spiritual dan kompetensi inti sikap sosial yang terdapat dalam Permendikbud No. 24 Tahun 2016. Diantara kedua kompetensi inti tersebut, penelitian ini hanya mengambil kompetensi inti sikap sosial. Kompetensi inti sikap sosial “menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman dan guru”.
Penelitian peneliti hanya difokuskan pada nilai karakter disiplin.
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter yang dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, manusia lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Warsono dkk. (2010:
70) mengutip Jack Corley dan Thomas Philip (2000: 80) menyatakan: “karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral. Menurut Lickona, dalam (Wuryandani, 2018: 1) menjelaskan bahwa karakter terkait dengan tiga hal yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik terdiri dari atas mengetahui hal yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan kebiasaan baik terdiri dari pikiran, kebiasaan hati, dan kebiasaan tindakan. Seseorang dikatakan memiliki karakter yang baik jika ia tidak hanya tahu tentang karakter yang baik, tetapi juga diwujudkannya dalam perilakunya sehari-hari.
12 Pendapat para ahli di atas mengungkapkan bahwa karakter dapat disimpulkan sikap dan kebiasaan seseorang untuk mengetahui hal yang baik, menginginkan yang baik, dan melakukan kebiasaan baik terdiri dari pikiran, kebiasaan hati, dan kebiasaan tindakan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendapat para ahli di atas mengungkapkan bahwa karakter mencangkup kepribadian moral, dan nilai. Untuk memahami pengertian karakter, kita perlu melihat hubungan karakter dengan kepribadian, moral dan nilai.
a. Hubungan karakter dan kepribadian
Suprihadi (1982: 6) mengatakan bahwa kepribadian merupakan sekumpulan sikap-sikap yang dimiliki setiap orang sebagai latar belakang terhadap tindakan sosial yang dilakukannya terhadap lingkungan sekitar.
Lindzy (1993: 26) mengatakan bahwa kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari orang lain.
Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan identitas seseorang melalui perilaku-perilaku yang dimilikinya. Karakter dan kepribadian merupakan istilah yang memiliki kesamaan yaitu sama-sama bermakna sebagai identitas seseorang yang dinilai orang lain melalui sikap dan perilaku yang dimilikinya. Kepribadian lebih menekankan sekumpulan sikap-sikap yang membentuk, sedangkan karakter lebih menekankan pada sifat khas dari setiap orang yang terbentuk oleh sekumpulan sikap-sikap tersebut.
b. Hubungan karakter dengan moral
Suprihadi (1982: 5) mengatakan bahwa moral adalah sesuatu hal yang membahas mengenai perilaku yang benar atau salah. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila seringkali mendengar perkataan orang tentang orang lain sebagai bermoral atau tidak bermoral baik, ada pula yang menyebut orang lain sebagai rusak moralnya. Kaelan (2001: 180) mengatakan bahwa moral merupakan suatu ajaran atau wejangan, patokan, atau kumpulan peraturan baik
13 lisan maupun tertulis tentang bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa moral merupakan kumpulan peraturan mengenai perilaku yang baik dan yang buruk. Moral memiliki arti yang berbeda dengan karakter. Karakter merupakan pola pikir, sikap atau tindakan yang melekat pada diri seseorang, sedangkan moral merupakan berbagai macam hal yang secara umum diterima oleh masyarakat, menunjukkan mana yang baik dan mana yang tidak baik bagi kehidupan, sehingga karakter yang perlu diwujudkan adalah karakter yang bermoral baik, yang secara umum diterima masyarakat.
c. Hubungan karakter dengan nilai
Suprihadi (1982: 11) mengatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenai suatu hal yang diinginkan, berharga, pantas, dan dapat mempengaruhi perilaku sosial setiap individu yang mempunyai nilai tersebut. Menurut Kartawisatra (dalam Rukiyanto 2013: 16) nilai merupakan bagian dari potensi manusia yang berada dalam dunia rohani, tidak berwujud namun sangat kuat pengaruhnya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang. Nilai akan menjadikan pribadi seseorang berkualitas apabila diwujudkan, sehingga pribadi seseorang akan memiliki karakter yang baik.
Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Karakter seseorang terbentuk oleh nilai-nilai yang biasa diwujudkan dalam hidupnya.
Nilai akan muncul berdasarkan karakter seseorang, dimana karakter seseorang akan mempengaruhi nilai dari pandangan orang lain terhadap seseorang tersebut, sehingga nilai-nilai tersebut dapat dilakukan.
b. Nilai-nilai Karakter
Adapun nilai-nilai dalam pendidikan karakter dalam Pasal 3 Perpres Nomor 87 Tahun 2017 meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
14 lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut juga senada dengan Pasal 2 Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan (Zubaedi, 2011: 73).
2. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bukanlah persoalan yang mudah untuk dipecahkan mengingat masih sering terjadinya dikotomisasi pendidikan intelektual satu pihak, dan pendidikan nilai di lain pihak. Pendidikan karakter juga bukan hanya sekedar program yang mengembangkan kemampuan kognitif siswa, tetapi juga menyentuh ranah afektif dan psikomotor. Arthur (dalam Wuri Handayani, 2018: 83) menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan pendekatan yang spesifik dalam pendidikan nilai dan moral yang secara konsisten dikaitkan dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Wibowo (2012: 36) mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan nilai karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur, dan menerapkan serta mempraktikkan dalam kehidupannya, baik di lingkungan keluarga, warga masyarakat, maupun warga negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang bertanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan tidak hanya sekolah, tetapi sinergis antara keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pendidikan karakter merupakan hal yang penting untuk ditanamkan kepada generasi muda. Orang tua, pendidik, institusi agama, organisasi kepemudaan memiliki tanggung jawab yang besar untuk membangun karakter, nilai, dan moral pada generasi muda (Krischenbaum, 1995: 3). Pendidikan karakter bukanlah tanggung jawab segelintir orang atau lembaga tertentu saja.
Pelaksanaan pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus bekerja sama untuk mendukung konsistensi dan kontinuitas pendidikan karakter, sehingga dapat tercapai tujuan yang telah ditetapkan.
15 Pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang menanamkan nilai dan mengembangkan kemampuan niat untuk mewujudkan nilai positif, disertai ketaatan pada norma yang mendukung karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur, dan menerapkan serta mempraktikan dalam kehidupannya, baik di lingkungan keluarga, warga masyarakat, maupun warga negara.
Tujuan pendidikan karakter menurut Puskur (2010: 1) yaitu 1) mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4) mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan; 5) mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan. Fungsi pendidikan karakter yaitu menumbuh kembangkan kemampuan dasar peserta didik agar berpikir cerdas, berperilaku yang berakhlak, bermoral, dan berbuat sesuatu yang baik, yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk mengembangkan, menguatkan, memfasilitasi perilaku-perilaku positif dan meminimalisir maupun mengoreksi perilaku-perilaku-perilaku-perilaku negatif peserta didik. Selain itu, pendidikan karakter juga bertujuan untuk membangun hubungan antara sekolah, keluarga, maupun masyarakat dalam memerankan tanggung jawab, keluarga, maupun masyarakat dalam memerankan tanggung jawab untuk tumbuhnya karakter baik pesesrta didik. Melalui peserta didik, peserta didik diharapkan mampu menggunakan pengetahuannya untuk memahami hal-hal baik yang harus dilakukan serta hal-hal buruk yang harus ditinggalkan.
16 Sehingga pada peserta didik dengan kesadaran diri mampu mengimplementasikan nilai-nilai karakter luhur ke dalam perilakunya sehari-hari.
3. Penguatan Pendidikan Karakter
a. Pengertian Penguatan Pendidikan Karakter
Penguatan Pendidikan Karakter yaitu gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antar satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat (Perpres No. 87 Tahun 2017). Tujuan Penguatan Pendidikan Karakter
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter memiliki tujuan (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 16) sebagai berikut :
1) Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan makna dan nilai karakter sebagai jiwa atau generasi utama penyelenggaraan pendidikan.
2) Membangun dan membekali Generasi Emas Indonesia 2045 menghadapi dinamika perubahan di masa depan dengan keterampilan abad 21.
3) Mengembalikan pendidikan karakter secara ruh dan fondasi pendidikan melalui harmonisasi olah hati (etik/ nilai dan spiritual), olah rasa (estetik), olah piker (literasi dan numerasi), dan olah raga (kinestetik).
4) Merevitalisasi dan memperkuat kapasitas ekonomi pendidikan (kepala sekolah, guru, peserta didik, pengawas, dan komite sekolah) untuk mendukung perluasan implementasi pendidikan karakter.
5) Membangun jejaring perlibatan masyarakat (publik) sebagai sumber-sumber belajar di dalam dan di luar sekolah.
6) Melestarikan kebudayaan dan jati diri bangsa Indonesia dalam mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa program Penguatan Pendidikan Karakter perlu diterapkan dengan tujuan untuk membekali peserta didik dalam menghadapi dinamika perubahan zaman yang semakin global, dengan mengajarkan pembiasaan-pembiasaan yang positif sejak dini dalam kehidupan sehari hari baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat sebagai
17 manifestasi dari nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.
b. Nilai-nilai Utama dalam Penguatan Pendidikan Karakter
Berdasarkan Permendikbud No. 20 tahun 2018, ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Religiusitas
Nilai karakter religiusitas mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung sikap toleran. Nilai karakter religiusitas ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Subnilai religiusitas antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, dan melindungi yang kecil dan tersisih.
2) Nasionalisme
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalisme antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
18 3) Kemandirian
Nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai kemandirian antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, professional, kreatif, keberanian dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
4) Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/ pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong toyong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawan.
5) Integritas
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral). Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).
4. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
a. Pengertian Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
Pendidikan Karakter berbasis kelas adalah locus educations utama yaitu dimana proses pembentukan karakter terjadi di dalam lingkungan pendidikan.
Seluruh reformasi dalam bidang pendidikan, secanggih apapun programnya, tidak akan efektif bila tidak menyentuh pokok persoalan sendiri, yaitu keseluruhan proses pengajaran yang terjadi di dalam kelas (Koesoema, 2018a: 9).
19 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter berbasis kelas adalah proses pembentukan karakter pada setiap peserta didik yang dibentuk melalui proses pembelajaran atau kegiatan intrakurikuler.
b. Jenis-jenis Pengimplementasian Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas
1) Pengintegrasian PPK dalam Kurikulum
Pengintegrasian PPK dalam kurikulum ini memiliki arti, bahwa di dalam proses pembelajaran guru mampu mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap mata pelajaran. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan dalam menanamkan kesadaran peserta didik dan mempraktikkan nilai-nilai karakter, khususnya dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dalam Permendikbud No. 17 Tahun 2017, kurikulum adalah seperangkat rencana dan perangkat mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, guru dapat memanfaatkan materi yang tersedia di dalam kurikulum secara kontekstual dengan disertai penguatan nilai-nilai karakter (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 27)
Langkah-langkah menerapkan PPK (Tim PPK Kemendikbud, 27-28) melalui pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara
a) Melakukan analisis KD melalui mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran, seperti KD yang tercantum dalam mata pelajaran PPKn kelas 4 tema 2 subtema 1 yaitu KD 4.5 Menyajikan laporan hasil pengamatan dan penelusuran informasi tentang berbagai perubahan bentuk energi. Melalui KD tersebut, nilai karakter yang ingin dikembangkan yaitu nilai disiplin.
b) Mendesain RPP yang memuat fokus penguatan karakter dengan memilih model dan metode pembelajaran dan pengelolaan (manajemen) kelas yang relevan. Misalnya, mempelajari KD 4.5 tersebut, peserta didik menyajikan laporan hasil pengamatan secara
20 berkelompok. Oleh karena itu, model pembelajaran yang digunakan ialah model pembelajaran kooperatif dan menggunakan model diskusi. Pengelolaan kelas yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai karakter peserta didik melalui pembelajaran kooperatif yaitu adanya nama-nama pada setiap kelompok. Contohnya, kelompok A dinamakan kelompok kedisiplinan, kelompok B dinamakan kelompok tanggung jawab, dan kelompok C dinamakan gotong royong. Melalui hal tersebut, peserta didik akan memahami dengan nilai nilai karakter.
c) Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario RPP. Dalam hal ini, pembelajaran di kelas dilakukan sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Misalnya pada KD 4.5, guru merancang RPP menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode diskusi, maka pembelajaran yang dilakukan guru di kelas juga menerapkan model dan metode pembelajaran sesuai dengan RPP yang dirancang.
d) Melaksanakan penilaian otentik atas pembelajaran yang dilakukan.
Misalnya, dengan adanya kuis atau pretes. Dalam hal ini, penilaian otentik dilakukan bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
e) Melakukan refleksi dan evaluasi terhadap keseluruhan pembelajaran. Contohnya, setelah melaksanakan pembelajaran, guru mengajak peserta didik untuk melakukan refleksi secara singkat mengenai proses pembelajaran yang telah berlangsung dengan cara menanyakan kesulitan apa yang dihadapi mengenai materi yang telah dipelajari dan memberikan evaluasi terhadap kekurangan dan kelebihan peserta didik dalam belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa pengintegrasian kurikulum dalam PPK ini dilaksanakan secara tidak langsung melalui proses pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memadukan materi pada setiap mata pelajaran dengan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Diharapkan setiap peserta didik dapat memahami materi dalam
21 pengintegrasian kurikulum yang dipelajari, sehingga dapat mewujudkan penguatan karakter peserta didik yang baik dan menganut nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.
c. PPK Melalui Manajemen Kelas
Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen kelas.
Manajemen kelas adalah momen pendidikan yang menempatkan para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi dalam proses pembelajaran untuk mengarahkan, membangun kultur pembelajaran, mengevaluasi dan mengajak seluruh komunitas kelas membuat komitmen bersama agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan berhasil (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 28). Sedangkan di pihak lain, Koesoema, (2018: 147) mendefinisikan bahwa manajemen kelas sebagai “tindakan-tindakan yang diambil oleh guru untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran akademik dan emosi sosial”. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas terdapat momen penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Guru memiliki kewenangan untuk mempersiapkan sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung yang berkaitan dengan penguatan nilai-nilai karakter. Dalam hal ini, yang dimaksud pengelolaan kelas yang baik ini, misalnya sebelum memasuki materi pembelajaran, seorang guru menerapkan komitmen atau aturan yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran seperti jika peserta didik ingin bertanya, maka peserta didik harus tunjuk tangan terlebih dahulu. Dengan adanya aturan-aturan atau komitmen yang diterapkan oleh seorang guru, maka peserta didik akan menumbuhkan nilai-nilai kedisiplinan dan juga akan menciptakan suasana kelas yang kondusif dan teratur, sehingga pengelolaan kelas sangat penting diterapkan. Melalui manajemen kelas
22 yang baik akan membantu peserta didik dapat belajar dengan baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 28)
Secara langsung, fungsi manajemen kelas dalam proses pembelajaran adalah tercapainya tujuan pembelajaran melalui proses pembelajaran yang kondusif. Sedangkan secara tidak langsung, manajemen kelas dapat membantu peserta didik mengetahui, memahami dan mempraktikkan nilai-nilai yang perlahan-lahan akan membentuk karakter mereka. Nilai-nilai ini terbentuk dan tertanamkan melalui diskusi, dialog dan perencanaan pengalaman belajar yang bermakna (Koesoema, 2018: 116)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa dengan adanya pengelolaan kelas yang berdasarkan aturan-aturan yang disepakati oleh guru dan peserta didik, maka akan menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter seperti nilai kedisiplinan. Oleh karena itu, peserta didik mampu mengetahui, memahami, mempraktikkan nilai nilai karakter yang telah ditanamkan sejak dini melalui proses pembelajaran yang baik.
d. PPK Melalui Pilihan dan Penggunaan Model dan Metode Pembelajaran Pengintegrasian nilai-nilai utama PPK dalam basis kelas juga dapat dilakukan melalui model pembelajaran yang tepat. Model/ metode pembelajaran yang dipilih harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan peserta didik (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 29).
Penguatan Pendidikan Karakter terintegrasi dalam kurikulum dilakukan melalui pembelajaran di kelas dengan menggunakan model dan metode pembelajaran yang tepat. Trianto (2010: 51) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Sedangkan metode pembelajaran merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Djamarah, 2006: 46).
Model dan metode pembelajaran yang dipilih harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan peserta didik.
Melalui model dan metode pembelajaran diharapkan peserta didik memiliki
23 keterampilan yang dibutuhkan abad 21, seperti berpikir kritis, berpikir kreatif, kecakapan berkomunikasi, penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran. Melalui penggunaan model dan metode pembelajaran yang menarik, dapat membangun motivasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan
23 keterampilan yang dibutuhkan abad 21, seperti berpikir kritis, berpikir kreatif, kecakapan berkomunikasi, penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran. Melalui penggunaan model dan metode pembelajaran yang menarik, dapat membangun motivasi peserta didik dalam mengikuti kegiatan