• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

2.6. Definisi Operasional

1. Air Bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi dalam bentuk layak pakai dan menjadi air minum.

2. Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

3. Sanitasi adalah upaya pencegahan untuk menjaga kesehatan yang kegiatannya fokus pada lingkungan manusia.

4. Penduduk Miskin adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

5. Pelayanan sanitasi adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi dan Kabupaten/kota berupa program-program terkait pengelolaan sampah, air limbah dan drainase serta promosi hidup bersih dan sehat.

6. Pelayanan Air Minum adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi dan Kabupaten/kota berupa program-program terkait penyediaan dan pengelolaan air layak minum bagi masyarakat.

7. Regulasi adalah aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah, baik ditingkat pusat maupun pemerintah daerah dan pemerintah desa yang bertujuan untuk mengendalikan masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan di bidang sanitasi dan Air Minum.

8. Penganggaran adalah perencanaan keuangan yang dipakai sebagai dasar pengendalian atau pengawasan.

9. Koordinasi multi stakeholder adalah kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk saling mendukung dan bersama mengatur serta menyepakati hal-hal terkait pembangunan sanitasi dan Air Minum.

28 10. Evaluasi adalah riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Lokus kegiatan kajian dipilih dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu persentase penduduk miskin serta capaian akses sanitasi dasar dan capaian akses air minum di Kabupaten tersebut. BPS (2017), memberikan data sepuluh Kabupaten dengan persentase penduduk miskin terbesar di Sulawesi Selatan sebagai berikut:

1. Pangkep (16,2%) 2. Jeneponto (15,4%) 3. Toraja Utara (14,4%) 4. Luwu Utara (14,3%) 5. Luwu (14,0%) 6. Selayar (13,3%) 7. Enrekang (13,2%) 8. Toraja Utara (12,6%) 9. Maros (11,1%) 10. Bone (10,3%)

29 Selanjutnya data website STBM (Mei 2018) menunjukkan bahwa ada lima Kabupaten/kota dengan capaian persentase akses sanitasi dasar terendah adalah :

1. Selayar (73,3%), 2. Maros (75,28%), 3. Pangkep (78,16%), 4. Jeneponto (81,3%), dan 5. Palopo (87,2%).

Kemudian data RANDAL (2017) menunjukkan bahwa ada lima kabupaten/kota yang penduduknya sudah terlayani air minum (perpipaan) dengan persentase capaian mulai yang terendah sebagai berikut :

1. Gowa (58,35%), 2. Pamgkep (65,53%), 3. Maros (74,80%),

4. Jeneponto (84,25%), dan 5. Bantaeng (90,62%).

Berdasarkan data tersebut diatas dan dengan mempertimbangkan keterbatasan anggaran, waktu dan tenaga maka untuk lokus kajian dipilih tiga Kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pangkep, Kabupaten Maros dan Kabupaten Jeneponto dengan pertimbangan ketiga Kabupaten tersebut mempunyai persentase penduduk miskin yang cukup tinggi serta capaian sanitasi dasar dan air minum yang juga relatif lebih rendah dibandingkan beberapa Kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan. Kajian dilaksanakan selama 3 bulan, dari September sampai dengan November 2018.

3.2 Pendekatan Kajian dan Metode Pengumpulan Data

Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang diperkuat dengan data kuantitatif. Data kajian terdiri dari data primer dan data sekunder, data primer yang bersifat kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan metode survey.

Singarimbun (1989:3) mendefinisikan penelitian survey sebagai penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai instrumen pengumpulan data yang pokok. Kuesioner disusun menggunakan skala Guttman, yaitu skala yang digunakan untuk mendapatkan jawaban yang bersifat tegas dan konsisten, jawaban hanya terdiri dari dua pilihan, ada – tidak/belum ada.

30 Skor tertinggi yang digunakan adalah “satu” untuk jawaban “ada” dan skor terendah “0” untuk jawaban “tidak/belum ada”.

Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner disusun dalam bentuk semi tertutup dan dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, dimana selain menanyakan pertanyaan inti, peneliti juga dapat menggali lebih jauh penjelasan dari jawaban responden tersebut, sehingga sekaligus diperoleh data yang bersifat kualitatif. Selain itu data kualitatif juga diperoleh dengan wawancara mendalam (indeep interview) dengan informan lain yang sudah ditentukan. Sedangkan kebutuhan data sekunder terpenuhi dari dokumen-dokumen yang terkait dengan kajian.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada kajian ini adalah seluruh aparat pemerintah yang terlibat dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan sanitasi dan Air Minum dari tingkat provinsi, Kabupaten dan tingkat desa pada tiga Kabupaten yang menjadi lokus kajian.

Untuk data kuantitatif, sampel dipilih dengan menggunakan teknik multistage sampling. Setelah Kabupaten yang menjadi lokasi kajian ditentukan (Pangkep, Maros dan Jeneponto), selanjutnya untuk masing-masing Kabupaten dipilih sepuluh desa dengan jumlah rumah tangga miskin terbesar (berdasarkan Basis Data Terpadu Kementerian Sosial RI, SK Mensos Nomor 71 Tahun 2018) sehingga diperoleh sebanyak 30 desa/kelurahan (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Desa/Kelurahan Lokus Kajian

No Desa/Kelurahan

Kabupaten Pangkep:

1. Desa Bulu Cindea, Kecamatan Bungoro 2. Desa Bara Batu, Kecamatan Labakkang 3. Desa Batara, Kecamatan Labakkang 4. Desa Taraweang, Kecamatan Labakkang 5. Desa Padang Lampe, Kecamatan Ma’rang 6. Desa Pitue, Kecamatan Ma’rang

7. Desa Benteng, Kecamatan Mandalle 8. Desa Boddie, Kecamatan Mandalle 9. Desa Baring, Kecamatan Segeri 10. Desa Parenreng, Kecamatan Segeri

Kabupaten Maros

11. Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe 12. Desa Bontomarannu, Kecamatan Moncongloe

31 13. Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa

14. Desa Kurusumange, Kecamatan Tanralili 15. Desa Leko Pancing, Kecamatan Tanralili 16. Desa Samangki, Kecamatan Simbang 17. Desa Alatengae, Kecamatan Bantimurung 18. Desa Tompobulu, Kecamatan Tompobulu 19. Desa Bontomanai, Kecamatan Tompobulu 20. Desa Bori Kamase, Kecamatan Maros Baru

Kabupaten Jeneponto

21. Desa Beroanging, Kecamatan Bangkala Barat 22. Desa Pattiro, Kecamatan Bangkala Barat 23. Desa Karelayu, Kecamatan Tamalatea 24. Desa Kapita, Kecamatan Bangkala 25. Desa Bontojai, Kecamatan Tamalatea 26. Desa Sapanang, Kecamatan Binamu 27. Desa Mallasoro, Kecamatan Bangkala 28. Desa Bululoe, Kecamatan Turatea

29. Desa Barana, Kecamatan Bangkala Barat 30. Desa Borongtala, Kecamatan Tamalate

Dari 30 desa terpilih tersebut kemudian ditentukan sampel responden secara purposive, yaitu Kepala Desa atau Sekretaris Desa dengan pertimbangan merekalah yang paling memahami aspek-aspek regulasi, penganggaran dan koordinasi dalam pelaksanaan pelayanan sanitasi dan air minum di wilayahnya.

Dengan demikian terpilih sebanyak 30 orang responden.

Untuk data kualitatif, informan juga dipilih secara purposive yaitu orang-orang yang terlibat langsung dengan pelaksanaan Program sanitasi dan air minum pada tingkat Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yaitu Pokja AMPL Provinsi dan Pokja AMPL Kabupaten.

3.4 Variabel dan Indikator

Variabel penelitian pada dasarnya merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut. Sedangkan operasionalisasi variabel penelitian berarti menjelaskan secara terperinci mengenai variabel-variabel yang ada di dalamnya menjadi beberapa bagian yaitu dimensi, indikator, ukuran, dan skala. Indikator adalah variabel yang akan membantu dalam mengukur beragam perubahan baik secara tidak langsung maupun secara langsung (Menurut WHO).

32 Indikator dalam penelitian bisa juga didefinisikan sebagai setiap variabel yang bisa mengindikasikan adanya kondisi tertentu yang kemudian digunakan untuk mengukur setiap perubahan yang terjadi dalam proses penelitian atau studi yang dilakukan. Dalam penelitian, indikator adalah acuan yang digunakan sebagai dasar untuk melihat perubahan pada objek yang diteliti.

Variabel dan indikator yang digunakan dalam kajian ini disajikan dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Variabel dan Indikator Evaluasi Pelayanan Sanitasi dan Air Minum

No Variabel Indikator

1. Pelayanan terkait Regulasi dan perencanaan

a. Keterkaitan dalam RPJMD, RKP dan Renstra OPD terkait

b. Ketersediaan Pergub, Perbup/Perwalkot c. Ketersediaan RISPAM

d. Ketersediaan regulasi di tingkat desa 2. Pelayanan terkait

Penganggaran

a. Ketersediaan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

b. Keterlibatan sumber dana lain (CSR, Dana Desa dan ADD)

3. Pelayanan terkait koordinasi multi stakeholder

a. Pembentukan dan Keaktifan Pokja AMPL b. Ketersediaan Asosiasi SPAMS Kabupaten c. Bentuk koordinasi di tingkat desa

3.5. Analisis Data

Data berupa kuesioner yang telah diisi oleh responden, selanjutnya dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan mengacu pada penjelasan Prasetyo dan Jannah (2010) sebagai berikut:

33 1. Pengkodean data (data coding), data coding merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis data mentah (yang ada dalam kuesioner) ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data.

2. Pemindahan data ke computer (data entering), data entering adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengolah data.

3. Pembersihan data (data cleaning), data cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan yang sebenarnya.

4. Penyajian data (data output), data output adalah data hasil pengolahan data.

5. Penganalisaan data (data analyzing), penganalisaan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data.

Sebelum dianalisis, data yang ada dilakukan penilaian. Penilaian yang dilakukan adalah dengan menggunakan Guttman tradisional adalah penelitian bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalah ditanyakan, dan selalu dibuat dalam pilihan ganda yaitu “ya dan tidak”, “benar dan salah”,

“positif dan negative”, untuk penilaian jawaban misalnya untuk jawaban positif diberi skor 1 sedangkan jawaban negative diberi skor 0 dengan demikian bila jawaban dari pertanyaan adalah setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0 bila skor dikoversikan dalam persentase maka secara logika dapat dijabarkan untuk jawaban setuju skor 1 = 1 x 100% = 100%, dan tidak setuju diberi skor 0 = 0 x 0% = 0%. Berdasarkan sifat skala maka Skala Guttman mempunyai sifat Skala Rasio yang mempunyai tingkatan serta jarak antara suatu nilai dengan nilai yang lain, diasumsikan bahwa setiap nilai variable diukur dari suatu keadaan atau titik yang sama yaitu 0 (nol) sehingga mempunyai titik nol mutlak

Untuk data yang bersifat kualitatif, setelah data berhasil dikumpulkan dari hasil wawancara dan analisis dokumen, maka tahap analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan mengacu pada hasil yang diperoleh dari sejumlah pertanyaan diajukan kepada sejumlah responden, dipindahkan ke tabel disribusi frekuensi sehingga terlihat jumlah responden yang setuju dan tidak setuju

34 kemudian dikonversikan kedalam persentase sehingga terlihat persentase responden yang setuju dan tidak setuju, persentase setuju dan tidak setuju kemudian ditempatkan ke dalam rentang skala persentase, sehingga terlihat posisi hasil pengukuran. Pada prakteknya hasil pengukuran sering ditemukan tidak 0%

atau 100%, maka untuk memudahkan memberikan penilaian secara operasional maka digunakan rentang skala persentase antara 0% sampai 50%, 50% dan 50%

sampai 100% sebagai contoh hasil pengukuran 20% maka ditempatkan pada rentang 0% sampai 50%, bila hasil pengukuran 50% maka ditempatkan pada 50%

sedangkan bila hasil pengukuran 70% maka ditempatkan pada rentang 50%

Di Sulawesi Selatan, terdapat beberapa program terkait sanitasi dan air minum yang pengelolaannya tersebar pada berbagai instansi, baik pusat maupun daerah, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Program/Kegiatan Sanitasi dan Air Minum di Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018

No Program/Kegiatan Instansi Pelaksana Sumber Dana

1. Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP)

Ditjen Cipta Karya PU (Satker PSPLP)

APBN 2. Tempat Pengolahan Sampah

Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R)

Ditjen Cipta Karya PU (Satker PSPLP)

APBN 3. Pembangunan Instalasi Pengolahan

Limbah Tinja (IPLT)

Ditjen Cipta Karya PU (Satker PSPLP)

APBN 4. Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Ditjen Cipta Karya PU

(Satker PSPLP)

APBN 5. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

Berbasis Masyarakat (Pamsimas)

Ditjen Cipta Karya PU (Satker Pamsimas)

APBN 6. Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) Ditjen Cipta Karya PU APBN

35 (Satker SPAM)

7. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Ditjen Cipta Karya PU (Satker PSPLP)

APBN

8. IUWASH Plus USAID kerjasama dengan

Bappenas

USAID 9. Wash UNICEF

10. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota

APBN

11. Koordinasi Perencanaan Pengembangan Permukiman dan Perumahan

Bappeda Prov. Sulsel APBD 12. Fasilitasi dan Pembinaan Perumahan dan

Permukiman

PKP2 APBD

13. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku

Dinas SDA, Cipta Karya dan Tata Ruang

APBD 14. Fasilitasi dan Pengembangan Infrastruktur

Permukiman

Dinas SDA, Cipta Karya dan Tata Ruang Prov. Sulsel

APBD 15. Program Peningkatan Keberdayaan

Masyarakat Pedesaan

Dinas PMD Prov. Sulsel APBD 16. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Dinas PMD Prov. Sulsel APBD 17. Program Pengendallian Pencemaran dan

Kerusakan Lingkungan

Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Prov.

Sulsel

APBD

18. Program Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Prov. Sulsel APBD Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Berdasarkan Tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa program-program sanitasi dan air minum di Sulawesi Selatan selain berasal dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, juga terdapat delapan program yang bersifat nasional dari Pemerintah Pusat, dan dua program dari pihak NGO.

Sebaran lokasi pelaksanaan program/kegiatan tersebut disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Lokasi Pelaksanaan Program/Kegiatan Sanitasi dan Air Minum di Sulawesi Selatan Tahun 2014-2018

No Kabupaten/Kota TPS3R* IPLT* Sanimas* TPA* Pamsimas** STBM** IUWASH Plus

36

Sumber data: * Satker PSPLP Ditjen Cipta Karya PU, Sulsel **Satker Pamsimas Sulsel

***Unicef Sulawesi Selatan

Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan program-program terkait sanitasi dan air minum di Sulsel distribusinya tidak merata. Terdapat satu Kabupaten yang memperoleh semua dari enam program yang dapat dikumpulkan datanya, yaitu Kabupaten Bantaeng. Namun ada pula Kabupaten yang hanya mendapatkan satu program saja, yaitu Kabupaten Soppeng. Selain itu terdapat dua Kabupaten yang memperoleh dua program, yaitu Kepulauan Selayar dan Kabupaten Gowa. Kabupaten/Kota lainnya rata-rata memperoleh tiga sampai dengan empat macam program.

Untuk mendapatkan gambaran tentang capaian pelayanan sanitasi dan Air Minum di Sulawesi Selatan, disajikan pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Capaian pelayanan sanitasi dan air minum di Sulawesi Selatan Tahun 2017

No. Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk Terlayani (%)

Air Minum Sanitasi

Perpipaan Nonperpipaan Persampahan Air Limbah

1 Kep. Selayar 94.80 04.11 65.74 85.60

37

Sumber: Satker Randal Sulawesi Selatan, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU

Dari Tabel 4.3 tersebut diatas, dapat diketahui bahwa sampai dengan Tahun 2017, secara rata-rata capaian pelayanan air minum di Sulawesi Selatan (sistem perpipaan dan non perpipaan) telah mencapai 82,24%, sedangkan pelayanan persampahan baru mencapai angka 73,28% dan untuk pelayanan air limbah sudah mencapai 80,00%. Namun demikian masih terdapat beberapa Kabupaten/Kota yang capaiannya masih berada dibawah rata-rata provinsi. Untuk pelayanan air minum terdapat delapan Kabupaten/kota yaitu Takalar, Gowa, Maros, Sinjai, Pangkep, Sidrap, Tator, dan Kota Makassar; untuk pelayanan persampahan terdapat 14 Kabupaten/kota yaitu Kepulauan Selayar, Bulukumba, Gowa, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Enrekang, Luwu, Tator, Luwu Utara dan Toraja Utara; dan untuk pelayanan air limbah terdapat Sembilan Kabupaten/kota, yaitu Jeneponto, Gowa, Maros, Pangkep, Bone, Luwu, Tator, Luwu Utara dan Kota Parepare.

4.2 Pelayanan Regulasi Pendukung Program Sanitasi dan Air Minum Berikut ini disajikan gambaran umum ketersediaan regulasi dibidang sanitasi (persampahan dan air limbah) dan air minum di Sulawesi Selatan yang diolah dari data penilaian AMPL Award Tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Pokja AMPL Sulawesi Selatan. Dari 24 Kabupaten/kota, terdapat 4 Kabupaten yang tidak memasukkan data, yaitu Pangkep, Maros, Bone dan Tana Toraja.

Tabel 4.4 Kondisi Regulasi Bidang Air Minum di Sulawesi Selatan Tahun 2018

No Kabupaten/Kota Peraturan Bupati ttg Rencana Aksi Daerah AMPL

Surat Edaran Bupati Pengarusutamaan AMPL

Ketersediaan RISPAM

38 1. Kep. Selayar Sudah ditetapkan Belum tersedia Sudah disusun 2. Bulukumba Dalam tahap penyusunan Tersedia Sudah disusun 3. Bantaeng Belum tersedia dan belum

disusun

Belum tersedia Dalam proses 4. Jeneponto Belum tersedia dan belum

disusun

Belum tersedia Sudah disusun 5. Takalar Dalam tahap penyusunan Belum tersedia Dalam proses 6. Gowa Dalam tahap penyusunan Belum tersedia Sudah disusun 7. Sinjai Dalam tahap penyusunan Belum tersedia Sudah disusun

8. Maros - - -

9. Pangkep - - -

10. Barru Belum tersedia dan belum disusun

Belum tersedia Belum ada

11. Bone - - -

12. Soppeng Dalam tahap penyusunan Belum tersedia Sudah disusun

13. Wajo Sudah ditetapkan Tersedia Sudah disusun

14. Sidrap Dalam tahap penyusunan Belum tersedia Sudah disusun 15. Pinrang Dalam tahap penyusunan Tersedia Sudah disusun 16. Enrekang Dalam tahap penyusunan Tersedia Sudah disusun 17. Luwu Belum tersedia dan belum

disusun

Belum tersedia Belum ada

16. Tator - - -

19. Luwu Utara Sudah ditetapkan Tersedia Sudah disusun

20. Luwu Timur Belum tersedia dan belum disusun

Belum tersedia Belum ada 21. Toraja Utara Sudah ditetapkan Belum tersedia Sudah disusun 22. Makassar Belum tersedia dan belum

disusun

Belum tersedia Sudah disusun 23. Parepare Belum tersedia dan belum

disusun

Belum tersedia Sudah disusun 24. Palopo Dalam tahap penyusunan Belum tersedia Sudah disusun Sumber: Diolah dari Kuesioner AMPL Award Sulsel 2018

Dari Tabel 4.4 diatas diketahui bahwa dari 24 Kabupaten/kota, ada 12 kabupaten yang sudah menyusun namun baru terdapat empat Kabupaten yang telah menetapkan Peraturan Bupati tentang Rencana Aksi Daerah AMPL, lima Kabupaten yang memiliki Edaran Bupati tentang Pengarusutamaan AMPL, dan 15 Kabupaten/kota yang telah memiliki RISPAM.

Tabel 4.5 Analisis Frekuensi Dukungan Regulasi Bidang Air Minum

No. Regulasi Mendukung % Tidak mendukung % Jumlah

1. Perbup Rencana Aksi Daerah AMPL

Sumber : Kuesioner AMPL Award diolah

39 Jika dilakukan analisis frekuensi, maka diperoleh hasil persentase Kabupaten/kota yang memberikan jawaban positif terhadap dukungan regulasi pelayanan air minum adalah sebesar 53,33%. Dukungan tertinggi adalah dengan ketersediaan RISPAM (75%), sedangkan dukungan terendah pada ketersediaan Edaran Bupati tentang Pengarusutamaan AMPL (25%).

Hasil pengolahan terhadap data kuesioner tentang dukungan regulasi pelayanan air minum pada tingkat desa diperoleh jumlah skor sebesar 27, selanjutnya diperoleh persentase rata-rata dengan cara sebagai berikut :

= Jumlah Skor x 100% kesesuaiannya berada di bawah 50%, artinya dukungan regulasi pada pelayanan Air Minum pada tingkat desa di Sulawesi Selatan mendekati tidak sesuai.

Ketersediaan dukungan regulasi terkait air minum pada tingkat desa secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Analisis Frekuensi Dukungan Regulasi terkait Air Minum pada Tingkat Desa

No. Uraian Ada % Tidak Ada % Jumlah

1. Ketersediaan peraturan terkait dari Kabupaten yang disampaikan ke desa (Sebagai acuan pelaksanaan program akses Air Minum di desa)

0 0 30 100 30

2. Ketersediaan Program Pengelolaan air minum dalam dokumen perencanaan desa (RPJMDes, RKP, Renja)

27 90 3 10 30

3. Ketersediaan Regulasi yang dikeluarkan oleh desa terkait pengelolaan Air Minum

0 0 30 0 30

Total 27 90 63 110 90

Rata-rata 9 30 21 36,67 30

Sumber: Data Primer diolah

40 Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tidak ada peraturan yang terkait bidang air minum di 30 desa di 3 Kabupaten yang disampaikan ke desa-desa. Jika melihat data dari pokja AMPL Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep memang tidak ada data mengenai ketersediaan aturan terkait regulasi di bidang air minum. Kabupaten Jeneponto juga belum memiliki aturan terkait Rencana Aksi Daerah AMPL dan Pengarus utamaan AMPL, tetapi Kabupaten Jeneponto sudah menyusun aturan terkait ketersediaan RISPAM. Namun demikian, aturan tersebut tidak sampai diketahui oleh pemerintah desa, sehingga belum menjadi acuan atau pedoman bagi desa dalam perencanaan pelayanan Air Minum di wilayahnya.

Dari tabel 4.6 dapat juga dilihat bahwa dari 30 desa Sampel sebanyak 27 desa yang memasukkan program pengelolaan Air Minum dalam dokumen perencanaan desa dan ada 3 desa yang tidak memasukkan program pengelolaan Air Minum dalam dokumen perencanaannya. Desa-desa yang tidak memasukkan program pengelolaan Air Minum dalam dokumen perencanaannya pada umumnya karena akses Air Minum telah terpenuhi melalui bantuan dari dinas PU Kabupaten dan bantuan Pansimas dari pemerintah pusat serta ketersediaan pelayanan PDAM.

Tabel 4.7 Kondisi Regulasi Bidang Persampahan di Sulawesi Selatan Tahun 2018

No Kabupaten/Kota Aturan Pengelolaan Sampah

Aturan Retribusi Layanan Sampah

Regulasi lain yang Mendukung 1. Kep. Selayar Belum disusun Telah ditetapkan Perda Belum disusun 2. Bulukumba Belum disusun Dalam tahap prolegda Belum disusun 3. Bantaeng Dalam tahap prolegda Dalam tahap prolegda Belum disusun 4. Jeneponto Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun 5. Takalar Belum disusun Belum disusun Telah ditetapkan Perda 6. Gowa Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun 7. Sinjai Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun

8. Maros - - -

9. Pangkep - - -

10. Barru Belum disusun Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda

11. Bone - - -

12. Soppeng Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda 13. Wajo Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda 14. Sidrap Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda 15. Pinrang Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun

41 16. Enrekang Belum disusun Telah ditetapkan Perda Belum disusun 17. Luwu Belum disusun Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda

16. Tator - - -

19. Luwu Utara Belum disusun Telah ditetapkan Perda Belum disusun 20. Luwu Timur Belum disusun Dalam tahap Prolegda Belum disusun 21. Toraja Utara Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun 22. Makassar Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun 23. Parepare Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Belum disusun 24. Palopo Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda Telah ditetapkan Perda

Sumber: Diolah dari Kuesioner AMPL Award Sulsel 2018

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa dukungan regulasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang pengelolaan sampah sudah cukup baik, dimana 11 Kabupaten/kota sudah memiliki Perda yang mengatur tentang pengelolaan sampah, 16 Kabupaten/kota telah memiliki Perda tentang Retribusi Layanan Sampah. Namun demikian regulasi pendukung lainnya masih belum mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kabupaten/Kota.

Tabel 4.8 Analisis Frekuensi Dukungan Regulasi Bidang Persampahan

No. Regulasi Mendukung % Tidak mendukung % Jumlah

1. Aturan Pengeloaan Sampah 11 55 9 45 20

2. Retribusi Layanan Sampah 16 80 4 20 20

3. Regulasi lain 7 33,33 14 66,67 21

Total 34 168,33 27 131,67 61

Rata-rata 11,33 56,11 9 43,89 20,33

Sumber : Kuesioner AMPL Award diolah

Hasil Analisis frekuensi menunjukkan bahwa 56,11% Kabupaten/kota memberikan jawaban positif terhadap dukungan regulasi pelayanan persampahan.

Hasil Analisis frekuensi menunjukkan bahwa 56,11% Kabupaten/kota memberikan jawaban positif terhadap dukungan regulasi pelayanan persampahan.