• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN

C. Penerapan Metode Hermeneutika Kecurigaan Dalam Menggal

4. Delila, perempuan mandiri yang berinisiatif

Tokoh Delila dalam Kitab Hakim-hakim sangatlah akrab didengar.

Mendengar nama Delila pasti merujuk pada Simson, jagoan Israel yang sangat

Debora. Dalam Kitab Hakim-hakim, Simson muncul karena kekuatannya dan

Delila muncul karena hubungannya dengan Simson. Nama Delila diberikan

sebagai kata lain untuk seorang wanita yang menggoda dan memikat secara

seksual (Brenner, 1999:93). Karakter Delila yang diceritakan menimbulkan

banyak spekulasi. Ada yang berpendapat bahwa Delila adalah perempuan yang

liar, penggoda yang bermuara pada perempuan nakal dan buruk dengan daya

seksualnya. Maka banyak kaum feminis menganalis dan membahas sebagai

penafsiran yang ideal bagi perempuan.

Diceritakan bahwa Delila adalah sosok perempuan yang mempesona.

Kualitas yang paling penting dari perempuan adalah keindahan, sensualitas,

kecerdasan, kepercayaan diri, keterampilan, dan ketekunan. Semua kualitas ini

dimiliki oleh Delila untuk menjatuhkan seorang laki-laki yang dianggap sempurna

dan tak terkalahkan. Delila merupakan perempuan yang membawa tipu muslihat

feminin melawan kekuatan maskulin, kecerdasannya melawan kekuatan fisik.

Akibat kualitasnya ini, seringkali Delila diasumsikan sebagai pelacur meski tidak

ada teks yang menyatakan seperti itu. Nama Delila diartikan “malam” dalam kata

Ibrani, maka diyakini sebagai orang Israel (Webb, 2012:393). Tetapi di mana ia

tinggal dan melihat perilakunya membuatnya jauh lebih mungkin sebagai orang

Filistin (Webb, 2012:394). Sebagai orang Filistin, Delila adalah pahlawan bagi

bangsanya. Salah satu buktinya adalah Delila menuruti permintaan raja-raja kota

yang merupakan orang Filistin yang saat itu menjadi musuh bangsa Israel (Hak

16:5). Delila menyetujui untuk menjadi mata-mata suaminya sendiri. Delila

menggunakan inisiatifnya tanpa kekerasan fisik untuk mengalahkan orang terkuat

yang tak terkalahkan.

Kisah Simson dan Delila dapat dikatakan sebagai salah satu kisah cinta

lintas budaya layaknya Romeo dan Juliet. Dalam kasus ini, kaum feminis lebih

senang merujuk pada teks daripada seni. Delila merupakan gambaran perempuan

yang diceritakan sebagai antagonis (Hak 16:19). Lebih-lebih karena disebutkan

namanya sehingga penting untuk menafsirkan karakter Delila secara lebih

mendalam. Dalam kisahnya, Delila tidak memiliki kemerdekaan karena ia

menuruti setiap perkataan tokoh-tokoh lainnya yaitu Simson dan raja-raja kota. Ia

diceritakan sebatang kara tanpa orang tua dan sanak saudara. Semua yang ia

lakukan demi mempertahankan keadaan ekonominya. Sebagai perempuan yang

tinggal di perbatasaan atau bahkan sebagai orang Filistin, maka ia akan mengenal

dekat orang Filistin. Sehingga ia juga akan merasa berkhianat jika mengabaikan

permintaan raja-raja kota. Jika ia diposisikan sebagai orang Israel, tawaran raja-

raja kota sangat menggiurkan dengan imbalan yang begitu besar. Tidak ada

ruginya ia melepaskan suaminya demi stabilitas finansialnya. Kemungkinan juga

raja-raja kota memintanya dengan ancaman sehingga Delila merasa tertekan dan

terpaksa menyetujui tawaran mereka. Alkitab tidak menceritakan banyak tentang

hal semacam ini. Mengenai daya tarik yang dimiliki Delila sehingga Simson jatuh

cinta padanya, menurut teolog feminis cerita ini telah merendahkan Delila bahkan

lebih buruk daripada seorang pelacur. Para penafsir berpendapat bahwa Delila

menggunakan seksualitasnya demi keuntungannya sendiri. Ia nekat mengkhianati

demikian, pernikahan Simson dan Delila dilakukan tanpa adanya dukungan dari

orang tua keduanya seperti pernikahan Simson dengan orang Filistin yang

terdahulu. Maka pernikahan seperti ini nampaknya hanyalah sebuah peristiwa

belas kasihan bukanlah sebuah suka cita.

Diceritakan pula bahwa yang jatuh cinta adalah Simson bukan dari

keduanya (Hak 16:4). Sebagai istri, Delila sudah melaksanakan tugasnya untuk

kepentingan suami dan kehidupan ekonomi mereka berdua. Jika pokok

permasalahannya ada pada imbalan yang akan diterima Delila dari tawaran raja-

raja kota, bisa jadi Simson belum melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami

yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Di dalam

teks Alkitab juga tidak diceritakan bahwa Delila mengambil imbalan yang

ditawarkan raja-raja kota tersebut untuk digunakan bersenang-senang (Hak

16:18). Di pihak lain, akibat cintanya pada Delila, Simson kehilangan akal

sehatnya. Kejadian Delila mempertanyakan kelemahan Simson yang terjadi

sebanyak tiga kali dan setiap jawaban Simson langsung ia buktikan (Hak 16:7-

19). Dari ketiga kejadian tersebut, Simson sama sekali tidak menyimpan rasa

curiga kepada Delila mengapa ia terus mempertanyakan kelemahannya. Dari

kejadian tersebut, terlihat kelemahan terbesar dari Simson yang sangat kuat adalah

tidak berakal (Frolov, 2013:269). Cerita terus berlanjut dengan rengekan Delila

yang membuat Simson tidak dapat mengabaikannya karena rasa cintanya kepada

Delila dan berujung pada kejujuran Simson atas kelemahannya (Hak 16:16-17).

Waktunya Delila unjuk gigi atas kualitas feminin yang ia miliki. Delila merayu

sehingga Simson ditundukkan oleh perempuan itu, sebab kekuatannya telah

lenyap dari padanya (Hak 16:19).

Tafsiran lain yang dikemukakan teolog feminis adalah mengenai gaya

cerita kisah Simson dan Delila. Cerita sebelumnya selalu menceritakan

kepahlawanan Simson yang happy ending seolah-olah Simson tidak mempunyai

kelemahan bahkan setelah ia mengingkari jalan Allah kepadanya (Hak 14:8). Pada

cerita sesudahnya juga masih diceritakan kepahlawanan dan kekuatan Simson

menaklukkan musuhnya meski Simson juga akhirnya mati (Hak 16:30). Maka,

tidak salah jika Delila ditempatkan dalam cerita Simson yang diposisikan sebagai

tokoh antagonis. Delila tetap bukan pelaku utamanya ia hanya sebagai pemeran

pembantu untuk memberikan cerita jatuhnya orang pilihan Allah seperti cerita

Hakim-hakim lainnya. Delila merupakan wanita mandiri yang tidak terikat pada

siapapun entah pada petinggi Filistin maupun kerabatnya. Oleh karena itu ia tidak

mempunyai kesempatan untuk mendapatkan mediator sebagai pertimbangan atas

tawaran raja-raja kota. Ia perempuan mandiri yang mengambil inisiatif dari

dirinya sendiri semata-mata demi kondisi ekonominya.

Usaha keras teolog feminis untuk memperbaiki citra Delila tidaklah

mudah dan sepenuhnya berhasil. Bagaimanapun juga tafsiran telah melekatkan

citra perempuan jahat dan tidak bermoral bagi Delila yang hanya menggunakan

daya tarik seksualnya tanpa hati nurani yang mengakibatkan mutilasi bagi

Simson, suami sekaligus pahlawan bangsa Israel. Delila menjadi gambaran

perempuan yang berbahaya bagi maskulinitas dan misi laki-laki. Ambiguitas dari

selalu meninggalkan pertanyaan terbuka, apalagi narasi berkaitan dengan nilai-

nilai masyarakat yang dihidupi. Alkitab dibuat dengan latar belakang yang kental

akan budaya patriarkal sehingga penindasan terhadap perempuan layak untuk

diberikan dalam narasi. Bagaimanapun juga teolog feminis kecewa dengan

metode Delila dalam menjatuhkan pahlawan Israel yang besar (Brenner,

1999:115).