• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Non penerima PEMP

5.1.1 Deskripsi Kondisi Penerima PEMP dan Non PEMP

Penerima manfaat baik tahun 2005, tahun 2007, maupun tahun 2008 dengan mata pencaharian masyarakat pesisir yaitu nelayan tangkap, pedagang udang dan pengumpul menunjukkan perbedaan yang berfariasi karena ada yang perbedaannya secara signifikan tapi ada pula yang tidak terlalu signifikan. Perbedaan yang signifikan lebih besar ditunjukkan oleh nelayan tangkap dan pengumpul antara yang menerima PEMP dan non PEMP untuk setiap tahunnya sedangkan untuk pedagang tahun 2007 hanya menunjukan perbedaan sebesar Rp, 6,350. Diketahui lebih lanjut untuk pendapatan responden non PEMP telah dikali dengan inflasi tahunan sebesar 1.66. Adapaun Rata-rata calon penerima manfaat adalah mereka yang telah memiliki mata pencaharian sebelumnya dan dilanjutkan dengan bantuan dari program PEMP.

2008 2007 2005 1300000 800000 300000

tahun penerima PEMP

pe

nd

ap

ata

Kondisi yang ada di lokasi penelitian membuktikan bahwa rata-rata pendapatan penerima PEMP untuk 3 tahun berjalan bagi nelayan tangkap yaitu tahun 2005 sebesar 14% atau Rp. 370,000,- untuk tahun 2007 meningkat sebesar 29% atau Rp. 760,750,- dan di tahun 2008 sebesar Rp. 1,450,000,- atau sebesar 56% dengan jumlah tenaga kerja rata-rata mempekerjakan 7 orang untuk tahun 2005, dan masing-masing 5 orang untuk tahun 2007 dan tahun 2008 sedangkan untuk hasil produksi meningkat rata-rata sebesar 23% (26kg) untuk tahun 2005, 34% (39kg) di tahun 2007 dan 43% (49kg) di tahun 2008 sedangkan yang tidak mendapatkan manfaat bantuan program PEMP di tahun 2005, rata-rata pendapatannya sebesar Rp. 136,950,- (16%) dengan jumlah hasil produksi rata-rata sebesar 7kg dan tenaga kerja rata-rata-rata-rata mempekerjakan 1 orang. Pendapatan tahun 2007 sebesar Rp. 377,650,- (44%) dengan rata-rata jumlah hasil produksi sebesar 20kg dan tenaga kerja rata-rata mempekerjakan 2 orang sedangkan di tahun 2008 pendapatan nelayan tangkap non PEMP rata-rata sebesar Rp. 336,150,- (40%), dengan rata-rata jumlah hasil produksi sebesar 18kg dan jumlah tenaga kerja sebanyak 3 orang. Selanjutnya usaha pedagang yang menerima PEMP di tahun 2005 memiliki pendapatan sebesar Rp. 1,250,000,- (39%) dengan volume penjualan sebesar 85kg dan rata-rata jumlah tenaga kerja sebanyak 3 orang. Sedangkan di tahun 2007 menurun sebesar Rp. 550.000,- (17%) dan rata-rata mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 3 orang dengan volume penjualan sebesar 37kg per orang. Di tahun 2008 diketahui tingkat pendapatan pedagang meningkat sebesar 44% atau Rp. 1,450,000,- dengan jumlah tenaga kerja per kelompok rata-rata mempekerjakan masing-masing 4 orang dan jumlah volume penjualan sebanyak 60kg. Sedangkan usaha pedagang bagi responden yang tidak mendapatkan bantuan PEMP di tahun 2005 memiliki tingkat pendapatannya sebesar Rp. 456,500,- (30%) dengan jumlah tenaga kerja rata-rata 1 orang dan jumlah volume penjualannya sebanyak 26kg. Sedangkan di tahun 2007 meningkat sebesar Rp. 543,650,- (36%) dengan jumlah tenaga kerja 1 orang dan jumlah volume penjualan sebanyak 35kg. Di tahun 2008 tingkat pendapatan pedagang hanya mencapai Rp. 510,450,- (34%) dengan jumlah tenaga kerja 1 orang dan jumlah volume penjualan sebanyak 31kg. Diketahui lebih lanjut untuk usaha pengumpul yang mendapatkan manfaat program PEMP di tahun 2005 memiliki

tingkat pendapatan sebesar Rp. 1,125,000,- (28%) dengan jumlah tenaga kerja rata-rata sebanyak 3 orang dan jumlah hasil produksinya sebesar 39kg per orang. Untuk tahun 2007 tingkat pendapatannya meningkat menjadi 1,250,000,- (32%) dengan jumlah tenaga kerja rata-rata mempekerjakan 3 orang dalam satu kelompok sedangkan di tahun 2008 semakin menunjukkan peningkatan yang lebih baik sebesar 40% atau Rp. 1,575,000,- dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 4 orang dan jumlah hasil produksinya sebesar 75kg per orang. Sedangkan perbandingan dengan responden pengumpul yang tidak menerima bantuan menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini dikarekan nelayan di Kabupaten Kepulauan Aru benar-benar sangat kekurangan sarana dan prasarana penunjang mata pencaharian mereka baik pengumpul, nelayan tangkap ataupun pedagang. Hal ini bisa dilihat pada tingkat pendapatan pengumpul tahun 2005 yang tidak mendapatkan PEMP hanya mencapai Rp. 460,650,- (38%) dengan jumlah tenaga kerja rata-rata mempekerjakan 1 orang dan jumlah hasil produksinya sebanyak 27kg perorang. Sedangkan di tahun 2007 tingkat pendapatan hanya mencapai Rp. 361,050,- (29%) dengan jumlah tenaga kerja 1 orang dan jumlah hasil produksinya sebanyak 20kg perorang. Selanjutnya ditahun 2008 tingkat pendapatan responden pengumpul sebesar Rp. 406,700,- (33%) dengan jumlah tenaga kerjanya pun hanya 1 orang dan jumlah hasil produksinya sebanyak 22kg.

Untuk ketiga pelaku kegiatan mata pencaharian masyarakat pesisir yang tidak menerima bantuan PEMP dirasa belum mencukupi kebutuhan sehari-hari baik kebutuhan primer, sekunder dan tertier hal ini diukur dengan tingkat kesejahteraan keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional (1996) diacu dalam Primayudha (2002) dikatakan bahwa keluarga pra sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan. Dan tentunya sangat mempengaruhi tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Aru. Adapun proporsi keluarga sejahtera menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2009, menunjukkan 58% penduduk tergolong

pra sejahtera, 29% adalah sejahtera I, dan masing-masing 9%, 3% dan 1% untuk sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III+, hal ini terlihat pada Gambar 23.

Gambar 23 Proporsi keluarga sejahtera di Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2008 Diketahui lebih lanjut, salah satu program yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir adalah program PEMP. Jelas sekali sangat membantu kesejahteraan masyarakat pesisir, karena kondisi alam yang kaya akan sumberdaya perikanan tapi kontradiktif dengan kenyataan yang ada bahwa dari jumlah populasi masyarakat pesisir 16.42 juta jiwa yang tersebar, 32% tergolong miskin (Data PEDUM PEMP 2007). Kemiskinan dan ketidakmampuan masyarakat pesisir sungguh ironis karena mereka sebenarnya hidup dan bekerja pada sektor yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah dan kondisi ini rata-rata yang dialami oleh masyarakt pesisir di Indonesia. Sehingga jika dikatakan ada perbedaan yang menerima bantuan PEMP dan Non PEMP baik dari banyaknya tangkapan/hasil produksi, tenaga kerja yang di upahi dan pendapatan, tentunya ada. Kondisi inipun dialami oleh Desa Ponom dan Desa Kwarbola bagi masyarakat penerima manfaat dan yang tidak menerima bantuan PEMP, apakah itu dari indikator ekonomi seperti yang diuraikan diatas ataupun dari indikator ekologi untuk ukuran tangkapan sangat mempengaruhi indikator sosial yang merupakan parameter dari tingkat kesejahteraan. Hal ini sesuai dengan indikator tingkat kesejahteraan yang diungkapkan oleh BPS (1993) yaitu ada beberapa hal yang merupakan komponen utama yang digunakan dalam mengambarkan tingkat kesejahteraan atau taraf hidup masyarakat antara lain:

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan sering dijadikan sebagai indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pendidikan dalam kehidupan dewasa ini sudah dianggap sebagai kebutuhan dasar yang tidak dapat ditunda pemenuhannya. Variabel yang menjadi ukuran dalam pendidikan adalah tingkat buta/melek huruf, jumlah anak yang putus sekolah dan jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah (BPS 2007). b. Tingkat Kesehatan

Tingkat kesehatan juga dapat dipakai sebagai ukuran kesejahteraan seseorang. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat antara lain konsumsi makan yang bergizi, karena hal ini berhubungan dengan tingkat harapan hidup masyarakat. Jumlah kematian bayi dan ibu hamil adalah bagian dari variabel tingkat kesehatan (BPS 2007).

c. Tingkat Daya beli

Indikator yang digunakan untuk melihat Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat berdasarkan tingkat daya beli masyarakat adalah tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat konsumsi. Menurut Biro Pusat Statistik (1998) pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi.

Uraian ini menguatkan penulis bahwa masyarakat penerima PEMP secara keseluruhan di Kabupaten Kepulauan Aru baik untuk Kecamatan Pulau-pulau Aru Kelurahan Galaydubu dan Siwalima maupun Desa Ponom dan Desa Kwarbola Kecamatan Aru Tengah, tahun 2005, 2007 dan tahun 2008, mengalami peningkatan pendapatan, tenaga kerja dan hasil produksi/volume penjualan dibandingkan dengan masyarakat yang tidak menerima bantuan PEMP, hal ini membuktikan bahwa untuk tingkat kesejahteraannyapun tercapai karena secara tidak langsung kebutuhan dasar yaitu makan minum dan pakai terpenuhi. Hal ini sejalan dengan pengertian kesejahteraan menurut pendapat dari Sukirno (1985) dikatakan kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Selain itu Biro Pusat Statistik (1991) juga menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subjektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain, namun pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Jika

kebutuhan dasar bagi individu atau keluarga sudah dipenuhi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kondisi dari masyarakat non PEMP, berdasarkan penelitian lapangan bahwa untuk makan, minum dan pakai sangat rendah tingkat pencapaianya. Karena masyarakat benar-benar hanya tergantung pada kondisi dan sumberdaya perikanan, sehingga pencaharian hasil perikanan hanya menggunakan alat tradisional seadanya. Diketahui lebih lanjut sejauh ini kondisi di lokasi penelitian untuk parameter pendidikan, kesehatan dan kemandirian usaha sangat minim menjadi bagian masyarakat non PEMP dan sebelum menerima PEMP. Kondisi perbedaan masyarakat penerima manfaat PEMP dan non PEMP atau tidak mendapatkan bantuan PEMP secara agregat untuk indikator ekonomi tertuang pada Tabel 29, dengan pendapatan non PEMP sudah dikonversi dalam Nilai Tahun yang sama dengan Sesudah PEMP.

Tabel 29 Perbedaan Masyarakat Penerima Manfaat PEMP dan Non PEMP secara agregat di kabupaten Kepulauan Aru, dengan Pendapatan Non PEMP sudah dikonversi dalam Nilai Tahun yang sama dengan Sesudah PEMP

Responden/ Tahun

Non PEMP (Nilai Rata-rata) PEMP (Nilai Rata-rata) Hasil Produksi/ Volume Penjualan (kg) Jumlah Tenaga Kerja (org) Pendapatan (Rp) Hasil Produksi/ Volume Penjualan (kg) Jumlah Tenaga Kerja (org) Pendapatan (Rp) 2005 Nelayan Tangkap 7 1 136,950 26 7 370,000 Pedagang 26 1 456,500 85 3 1,250,000 Pengumpul 27 1 460,650 39 3 1,125,000 2007 Nelayan Tangkap 20 2 377,650 39 5 760,750 Pedagang 35 1 543,650 37 3 550,000 Pengumpul 20 1 361,050 43 3 1,250,000 2008 Nelayan Tangkap 18 3 336,150 49 5 1,450,000 Pedagang 31 1 510,450 60 4 1,425,000 Pengumpul 22 1 406,700 75 4 1,575,000

5.2 Evaluasi Keberlanjutan

Berdasarkan pedoman umum, maka diketahui sasaran program PEMP tahun 2008 adalah pelaku usaha perikanan tangkap skala mikro, pelaku usaha perikanan budidaya skala mikro, pelaku usaha pengolahan dan pemasaran skala mikro, dan pelaku usaha industri dan jasa maritim skala mikro, dengan prioritas pemuda, perempuan pesisir, jenis usaha yang tidak merusak lingkungan, dan tergolong miskin, dan telah ditentukan pula untuk kegiatan tahun 2008 difokuskan pada 1 (satu) kecamatan dan 2 (dua) desa pesisir miskin. Respon Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru berkenaan dengan program PEMP Tahun 2007 maka pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD sebesar Rp. 56.310.000,- guna menunjang kegiatan pembinaan dan pendampingan. Selanjutnya untuk Tahun 2008 alokasi dana yang bersumber dari APBD sebesar Rp. 78.130.000,-.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kepulauan Aru menetapkan yang mendapatkan bantuan PEMP tahun 2008 adalah Desa Ponom dan Desa Kwarbola yang terletak di Kecamatan Aru Tengah dengan penangkapan udang sebagai sasaran usaha yang akan dikembangkan. Adapun pertimbangan yang dipakai adalah: (a) Merupakan kategori desa miskin, (b) Memiliki potensi Sumberdaya Kelautan dan perikanan yang mendukung dan (c) Belum pernah mengakses Dana Ekonomi Produktif (BSM) program PEMP (Sumber Data: Laporan Akhir Pelaksanaan Program PEMP Tahun 2008).

Hasil analisis evaluasi keberlanjutan membuktikan hipotesis pertama bahwa dengan adanya penyaluran program PEMP di Kabupaten Kepulauan Aru maka akan berdampak positif bagi tingkat kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini pertambahan anak usia sekolah meningkat dan berdampak pula pada ukuran udang yang tertangkap selain itu hasil produksinyapun bertambah mempengaruhi peningkatan pendapatan usaha penerima manfaat program PEMP.